Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Utang Pajak Oleh:. Utang Pajak  Pajak termasuk perikatan yang lahir demi undang-undang (timbul dari undang- undang saja).  Wajib Pajak mempunyai kewajiban.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Utang Pajak Oleh:. Utang Pajak  Pajak termasuk perikatan yang lahir demi undang-undang (timbul dari undang- undang saja).  Wajib Pajak mempunyai kewajiban."— Transcript presentasi:

1 Utang Pajak Oleh:

2 Utang Pajak  Pajak termasuk perikatan yang lahir demi undang-undang (timbul dari undang- undang saja).  Wajib Pajak mempunyai kewajiban membayar pajak (schuld) dan apabila Wajib Pajak tidak mau membayar pajak tersebut, maka Wajib Pajak dianggap membiarkan harta bendanya diambil oleh negara sebanyak hutang pajak tersebut (haftung).  Secara sederhana hak dan kewajiban ini dapat diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu dalam lingkup hukum (umum) yang diistilahkan dengan legal rights dan dalam lingkup administratif yang diistilahkan dengan administrative rights.  Dalam pelaksanaannya utang pajak “Dapat dipaksakan” mempunyai arti, apabila utang pajak tidak dibayar, utang tersebut dapat ditagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang, dan sandera.

3 Utang Pajak  Pengertian Penanggung pajak dalam UU PPSP Pasal 1 angka 3 adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.  Kegiatan penagihan tidak berhenti meskipun Wajib Pajak/Penanggung Pajak mengalami pailit. Pihak yang ditugasi untuk melakukan pemberesan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak harus menggunakan harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut untuk membayar utang pajak karena negara memiliki hak mendahulu atas barangbarang milik Penanggung Pajak.  Negara mempunyai kedudukan sebagai Kreditor preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Sedangkan pembayaran kepada Kreditor lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi. Ketentuan tentang hak mendahulu tersebut meliputi: pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

4 Utang Pajak  Pasal 1137 BW yang menyatakan: Hak didahulukan milik negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa, tata tertib pelaksanaannya, dan lama jangka waktunya, diatur dalam berbagai undang- undang khusus yang berhubungan dengan hal-hal itu. Hak didahulukan milik persekutuan atau badan kemasyarakatan yang berhak atau yang kemudian mendapat hak untuk memungut bea-bea, diatur dalam undang-undang yang telah ada mengenai hal itu atau yang akan diadakan.

5 Utang Pajak  Pasal 21 ayat (3) huruf a UU KUP menyatakan: Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar atau likuidasi maka kurator, likuidator atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditor lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

6 Utang Pajak  Pasal 21 Ayat (4) UU KUP menyatakan: Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

7 Utang Pajak  Berdasarkan Pasal 32 UU KUP Ayat (2) Wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktorat Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.

8 Utang Pajak  Pasal 97 ayat (4) UU PT: dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 97 ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Pasal 104 ayat (2) UU PT, dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud Pasal 104 ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

9 Utang Pajak  Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal yaitu: Pertama, Pembayaran, Kedua, Kompensasi, Ketiga, Daluwarsa, Keempat, Pembebasan dan penghapusan. Penyitaan harta Penanggung Pajak telah diatur dalam Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Namun pembukaan rekening dalam penyitaan harta Penanggung Pajak di Bank diatur khusus dalam Peraturan Pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

10 Direksi yang Telah Dipailitkan yang Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Sebuah Perseroan memiliki organ sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU PT, Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Wewenang ketiga Organ Perseroan tersebut adalah berbeda, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan Pasal 1 angka 4 UU PT, Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.  Wewenang Direksi adalah sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU PT, Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

11 Direksi yang Telah Dipailitkan yang Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Sesuai Pasal 97 UU PT: (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.  (3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).  (4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.  (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

12 Direksi yang Telah Dipailitkan yang Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b.telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingandan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.  (6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.  (7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.

13 Direksi yang Telah Dipailitkan yang Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Wewenang Dewan Komisaris sesuai dengan Pasal 1 angka 6 UU PT, Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.  Sesuai dengan wewenangnya maka Direksi menjalankan pengurusan Persero untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.  Susunan Direksi Perseroan bisa terdiri dari satu orang atau lebih, sehingga muncullah Direksi.  Sebagai pengurus Perseroan, Direksi dapat mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.  Kewenangan itu dimiliki Direksi secara tak terbatas dan tak bersyarat, selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan Anggaran Dasarnya serta Keputusan RUPS.

14 Direksi yang Telah Dipailitkan yang Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  UU PT menganut prinsip distribution of power artinya kewenangan organ Perseroan itu didistribusikan kepada direksi, komisaris, dan RUPS.  Apabila suatu kewenangan telah dialokasikan kepada direksi atau komisaris, maka RUPS menjadi tidak berwenang terhadap hal itu.  Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi menurut visi UU PT, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan residu (sisa), dalam arti apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke dalam kewenangan direksi atau komisaris, dan tidak tegas pula disebut kewenangan RUPS, maka kekuasaan tersebut menjadi kewenangan RUPS.  Kekuasaan direksi dan komisaris, UU PT menganut doktrin limitative power (pembatasan kekuasaan), yang berarti pada prinsipnya mereka hanya mempunyai kewenangan sejauh yang diberikan oleh undang-undang dan atau anggaran dasar, sedang sisanya merupakan kewenangan RUPS.

15 Direksi yang Telah Dipailitkan yang Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Apabila suatu kewenangan telah dialokasikan kepada direksi atau komisaris, maka RUPS menjadi tidak berwenang terhadap hal itu.  Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi menurut visi UU PT, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan residu (sisa), dalam arti apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke dalam kewenangan direksi atau komisaris, dan tidak tegas pula disebut kewenangan RUPS, maka kekuasaan tersebut menjadi kewenangan RUPS.  Kekuasaan direksi dan komisaris, UU PT menganut doktrin limitative power (pembatasan kekuasaan), yang berarti pada prinsipnya mereka hanya mempunyai kewenangan sejauh yang diberikan oleh undang-undang dan atau anggaran dasar, sedang sisanya merupakan kewenangan RUPS.  Pasal 92 UU PT menegaskan bahwa direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan.

16 Direksi Perseroan Terbatas yang Telah Dipailitkan yang Bisa Tidak Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Sesuai Pasal 97 ayat (1) UU PT menentukan bahwa Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab (ayat (2)). Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).  Ayat (4) mengatakan bahwa dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.  Ayat (5) menyatakan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertangungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila dapat membuktikan : 1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati- hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; 3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; 4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

17 Direksi Perseroan Terbatas yang Telah Dipailitkan yang Bisa Tidak Dimintai Pertanggungjawaban Atas Utang Pajak  Ketentuan Pasal 97 ayat (5) tersebut di atas, tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.  Selanjutnya menurut Pasal 97 ayat (6), atas nama Perseroan, Pemegang Saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian Perseroan.  Pasal 98 ayat (1) UU PT mengatur bahwa Direksi mewakili PT baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Ayat (2) mengatakan bahwa dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili PT adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Ayat (3) menyatakan bahwa kewenangan Direksi mewakili PT adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UU, AD atau Keputusan RUPS.

18 Tanggung Jawab Direksi Atas Utang Pajak Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas  Pada prinsipnya, segala tindakan direksi yang dilakukan secara sah, dalam arti sesuai dengan kewenangannya, untuk dan atas nama perseroan, bukan untuk kepentingan pribadi, maka tindakan yang demikian itu merupakan tindakan perseroan.  Segala pertanggungjawaban yang timbul dari perbuatan tersebut hanya dapat dibebankan kepada badan hukum (PT) itu sendiri, terlepas dari (harta kekayaan) pribadi orang yang melakukan perbuatan itu.

19 Tanggung Jawab Direksi Atas Utang Pajak Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas  Pasal 92 UU No 40 Tahun 2007. 1)Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. 2)Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang- Undang ini dan/atau anggaran dasar. 3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. 4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. 5)Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. 6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

20 Tanggung Jawab Direksi Atas Utang Pajak Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas  Perseroan yang dipailitkan karena kondisi insolvensi tidak mampu membayar utang, tidak menyelesaikan masalah karena utang pajak kepada negara adalah kontijen.  Utang pajak sesuai BW mempunyai hak mendahulu atas pemenuhannya melampaui hak Kreditor lainnya.  Direktorat Jenderal Pajak, tidak mengejar Kurator untuk penyelesaian kewajiban pemenuhan utang pajak Perseroan yang telah dipailitkan namun mencari pertanggungjawaban dari Direksi.  Sesuai dengan UU KPKPU setelah putusan pailit diputus maka Debitor tidak lagi mempunyai hak atas assetnya, sebaliknya menjadi tanggung jawab Kurator dalam pengelolaannya.  Direktorat Jenderal Pajak mengikuti aturan perundang-undangan perpajakan, bahwa orang yang bertanggung jawab adalah yang menandatangani SSP dan SPT Perseroan, dalam hal ini adalah Direksi.

21 Tanggung Jawab Direksi Atas Utang Pajak Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas  Pasal UU PT tidak tegas menyebutkan tentang tanggung jawab atas utang pajak bila Perseroan dipailitkan dengan kondisi insolvensi, demikian pula dalam KUP, tidak menyebutkan klausul penanggungjawab utang pajak sebuah Perseroan yang dipailitkan.  Sesuai UU KPKPU bahwa Peseroan yang dipailitkan dalam kondisi insolvensi artinya sudah tidak mempunyai lagi aset untuk membayar kewajibannya.  Direktorat Jenderal Pajak menuntut pertanggungjawaban atas persona seorang Direksi, dimana seharusnya perseroanlah yang bertanggung jawab.

22 Tanggung Jawab Direksi Atas Utang Pajak Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas  Pasal 1 ayat (3) PMK No. 68 Tahun 2012. Direksi atas Perseroan Terbatas yang dinyatakan pailit tetap diminta pertanggungjawaban dalam pembayaran utang pajak, karena direksi mewakili PT. Ketentuan Pasal 21 UU KUP dan PMK No. 68 Tahun 2012 membentengi terhindarnya penanggung pajak atas tanggung jawab melakukan pembayaran utang pajak.  UU KUP melengkapi pengaturan pada UU KPKPU atas direksi suatu Perseroan Terbatas yang dinyatakan pailit.  PT yang telah diputus pailit dalam pelaksanaan pengurusan harta pailit dilakukan oleh kurator. Kurator dalam menjalankan tugasnya telah menyelesaikan pembagian harta pailit milik PT termasuk pembayaran atas utang pajak, tetapi harta pailit yang dimiliki PT ternyata tidak cukup karena Pengadilan Niaga telah menetapkan keadaan insolvensi terhadap PT.  PT sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (1) UU KPKPU, yang menyatakan: “jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1). Sehingga Debitor tidak dapat lagi melunasi segala kekurangan pembayaran atas utang pajak tersebut.

23 Kekuatan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Terhadap Tanggung Jawab Membayar Utang Pajak  Berdasarkan Putusan Pailit, telah memutuskan bahwa Debitor dalam hal ini Perseroan Terbatas telah dinyatakan pailit.  Debitor telah membayar biaya perkara dan fee kurator dalam mengurus kepailitan Debitor termasuk membayar sebagian utang pajak.  Terdapat kekurangan pembayaran utang pajak yang tidak dapat dibayar oleh Debitor dikarenakan boedel pailit Debitor (Perseroan Terbatas) tidak cukup untuk melunasi utang pajak seluruhnya termasuk utang para Kreditor lainnya.  Adanya Putusan Pailit Pengadilan Niaga tersebut pada penerapannya Debitor masih ditagih atas utang pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hingga ke harta pribadi Debitor dalam hal ini direksi Perseroan Terbatas tersebut. DJP menggunakan aturan pada BW, UU KUP dan PMK No. 68 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan untuk menagih utang pajak kepada Debitor.

24 Kekuatan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Terhadap Tanggung Jawab Membayar Utang Pajak  Berdasarkan beberapa peraturan tersebut perlakuan utang pajak Debitor yang telah dinyatakan pailit tetap berlangsung sampai utang pajak tersebut dapat dilunasi oleh Debitor. Hal inilah yang menyebabkan ketidakharmonisan penerapan Putusan Pailit Pengadilan Niaga dengan peraturan perundang-undangan dengan yaitu BW, UU KUP, dan PMK No. 68 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan.  Dampak hukum putusan pailit terhadap Debitor dan Kreditor adalah sebagai berikut, Debitor kehilangan haknya dalam mengelola asetnya, karena dikelola oleh Kurator, bagi Kreditor urutan pembagian pro rata parte sesuai dengan kedudukannya baik sebagai Kreditor Konkuren, Kreditor Preference atau Kreditor Privilidge.  Ada pengecualian atas semua Kreditor yaitu utang pajak, walaupun telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, putusan ini tidak mempunyai daya ikat. Direktorat Jenderal Pajak tetap menuntut tanggung jawab dari Direksi yang menandatangani SSP dan SPT Perseroan.

25 Kekuatan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Terhadap Tanggung Jawab Membayar Utang Pajak  Pasal 23 UU KPKPU bahwa Debitor pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 UU KPKPU juga meliputi istri atau suami dari Debitor pailit yang menikah dalam persatuan harta.  Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan maka debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UU KPKPU sedangkan tanggal putusan sebagaimana dimaksud tersebut dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) UU KPKPU, apabila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud transfer tersebut wajib diteruskan dan dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di Bursa Efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan.

26 Kekuatan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Terhadap Tanggung Jawab Membayar Utang Pajak  Sebuah perusahaan dinyatakan pailit atau bangkrut harus melalui putusan pengadilan. Dengan pailitnya perusahaan itu, berarti perusahaan menghentikan segala aktivitasnya dan dengan demikian tidak lagi dapat mengadakan transaksi dengan pihak lain, kecuali untuk likuidasi.  Satu-satunya kegiatan perusahaan adalah melakukan likuidasi atau pemberesan yaitu menagih piutang, menghitung seluruh asset perusahaan, kemudian menjualnya untuk seterusnya dijadikan pembayaran utangutang perusahaan.  Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator, dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap Debitor pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap Debitor pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.

27 Kekuatan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Terhadap Tanggung Jawab Membayar Utang Pajak  Berdasarkan sistem perseroan di negara Indonesia menganut sistem separate legal entity dan limited liability. Hal ini akan berakibat ketika terjadi kerugian terhadap perseroan, baik pengurus maupun pendiri tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.  Pertanggungjawaban hanya dapat dimintakan dari harta pribadi Perseroan bukan harta pribadi pengurus atau pendiri. Kekayaan Perseroan terpisah dari para pendirinya dan para pengurusnya, yaitu para pemegang saham, Direksi dan Komisaris.  Pemegang saham, Direksi maupun Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban apabila tidak terbukti pailitnya perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian pemegang saham, Direksi dan Komisaris, sehingga harta perseroan tidak cukup untuk membayar segala utangutangnya kepada negara dan Kreditor.

28 Kekuatan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Terhadap Tanggung Jawab Membayar Utang Pajak  Pelunasan atas semua utang perseroan diambil dari hasil penjualan aset perseroan. Harta pribadi pemegang saham, Direksi maupun Komisaris tidak dapat dimintakan untuk melunasi utang perseroan apabila hasil penjualan harta perseroan tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.  Penerapan prinsip limited liability dan separate entity pada sistem perseroan di Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas dan Pasal 1131 BW yang telah menjelaskan bahwa kekayaan Debitor (perseroan) menjadi jaminan atas perikatan yang dilakukannya.  Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PT menyebutkan bahwa ketentuan separate legal entity dan limited liability tidak berlaku apabila terdapat kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh pemegang saham, Direksi dan/atau Komisaris (piercing the corporate viel). Piercing the corporate viel akan menghapus tanggung jawab terbatas dari pengurus dan pendiri Perseroan.


Download ppt "Utang Pajak Oleh:. Utang Pajak  Pajak termasuk perikatan yang lahir demi undang-undang (timbul dari undang- undang saja).  Wajib Pajak mempunyai kewajiban."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google