Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehverri octavian Telah diubah "3 tahun yang lalu
1
Hukum Acara Perdata Oleh VERRI OCTAVIAN,SH., MH
2
Silabus Hukum Acara Perdata BAB I PENDAHULUAN 1.Pengertian 2.Sejarah Hukum Acara Perdata 3.Sumber Hukum 4.Asas-asas Hukum Acara Perdata 5.Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara Pidana
3
BAB II. SURAT KUASA 1.Pengertian Kuasa Secara Umum 2.Sifat perjanjian kuasa 3.Berakhirnya kuasa 4.Macam macam surat kuasa 5.19 langkah membuat surat kuasa
4
BAB III GUGATAN 1.Pengertian Gugatan 2.Pencabutan dan Perubahan Gugatan 3.Penggabungan Gugatan 4.Kewenangan Mengadili atau kompetensi
5
Bab III Penyitaan Pengertian dan dasar hukum Conservatoir Beslag Revindicatoir Beslag Bab IV Pemeriksaan Perkara : Penetapan Hari Sidang Proses Pemeriksaan Perkara Peranan Hakim dalam Memeriksa Perkara Perdamaian Acara Verstek Jawaban tergugat Replik dan Duplik Intervensi
6
Bab V Pembuktian 1.Pengertian dan dasar Hukum 2.Hal yang Dibuktikan dan Beban Pembuktian 3.Teori Pembuktian dan Kekuatan Alat Bukti 4.Macam-macam Alat Bukti Bab VI Putusan Hakim 1.Pengertian 2.Susunan dan Isi Putusan Hakim 3.Macam-macam Putusan Hakim 4.Kekuatan Putusan Hakim 5.Putusan Uitvoorbaar Bij Voorraad ( UBV/Serta Merta/ Dpt dilaksanakan Terlebih dulu )
7
Bab VII Upaya Hukum Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim Perlawanan Banding Kasasi Peninjauan Kembali Derdenverzet Bab VIII Eksekusi atau Pelaksaaan Putusan Hakim Pegertian Bentuk-bentuk Eksekusi
8
Literatur 1)Sudikno Mertokusumo, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta. 2)Lilik Mulyadi, 1999, Hukum Acara Perdata menurut Teori dan Praktek Peradilan di Indonesia, Jembatan, Jakarta. 3)M.Yahya Harahap 2005, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,Persidangan, penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 4)Sri Wardah& Bambang Sutiyoso,2007, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia,Gama Media, Yogyakarta. 5) Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 6) Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 7). Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta 8)Izaac.S.LeinisuFatimah Ahmad, 1982, Intisari Hukum Acara Perdata, Ghalia Indonesia 9) K Wantjik Saleh, 1979, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
9
10)Abdul Manan,2001, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, yayasan Al Hikmah Jakarta. 11)Andi Tahir Hamid,1986,Hukum Acara Perdata Serta Susunan Kekuasaan Pengadilan. PT Bina Ilmu, Surabaya 12)R. Soepomo, 1993, Hukum Acara Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta. 13)R. Rubini, 1974, Pengantar Hukum Acara Perdata, Alumni Bandung. 14)R. Wiryono Prodjodikoro, 1982, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur, Bandung. 15)Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartowinata, 1972, Hukum Acara Perdata Dalam Praktek dan Teori, Alumni, Bandung. 16)R. Tresna, 1979, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta. 17)R. Subekti, 1969, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta. 18)--------------, Hukum Acara Perdata, 1977, Bina Cipta, Jakarta.
10
BAB I Pendahuluan
11
Apa yang dibutuhkan oleh subjek hukum dalam kehidupan bermasyarakat Norma-norma Kaidah kaidah hukum sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bersama. Bentuknya kaidah hukum dapat berupa peraturan hukum materiil ( materiil recht/substantive law ) maupun hukum Formil ( Formil recht/adjective law ). Hukum Materiil ( Tertulis/tidak Tertulis ) mengatur tentang hak dan kewajiban subjek hukum yaitu apa yang seharusnya dilakukan, yang dilarang, dan sanksinya.
12
Kalau kaedah hukum perdata materiil dilanggar oleh salah satu pihak, tindakan apakah yang dapat ditempuh oleh salah satu pihak ? Ia dapat menuntut haknya ke Suatu Badan peradilan ( Kekuasaan kehakiman ) yang tugasnya mempertahankan ketentuan hukum perdata materiil dengan cara memulihkan dalam keadaan semula( Rii) dalam hal ada pelanggaran dgn menggunakan perangkat ketentuan Hukum Perdata Formil atau Hukum Acara Perdata ( Burgerlijke Procesrecht/civil Law Prosedur )
13
Hukum Acara Perdata menurut para ahli 1.Prof.Dr.R.Soepomo, dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahan tata hukum (Burgerlijke rechtorde ), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara 2.Prof.Dr.Wirjono Projodikoro, rangkaian peraturan- peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. 3.Prof.Subekti, rangkaian peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum-hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim, mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan putusannya.
14
Prof.Dr. RMSudikno Mertokusumo, peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim, hukum yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan daripada putusannya. Prof. Abdul Kadir Muhammad, peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan (hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim. Laporan hasil Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional yg diselenggarakan BPHN Depkeh di Yogyakarta 21- 23 Des 1981, Hukum Acara Perdata, adalah Hukum yang mengatur bagamana cara menjamin ditegakannya atau dipertahankannya hukum perdata materiil.
15
Tujuan dan sifat hukum Perdata Tujuan : 1.Mencegah terjadinya Tindakan main hakim sendiri ( eigenrichting) 2.Mempertahankan hukum perdata materiil 3.Memberikan kepastian hukum Sifat : 1.Memaksa mengikat para pihak yang berperkara dan ketentuan- ketentuan yang ada peraturan hukum acara perdata harus dipenuhi. contoh: gugatan harus diajukan di tempat atau domisili tergugat Jangka waktu untuk mengajukan permohonan banding adalah 14 hari setelah putusan hakim diberitahukan kepada para pihak, dll 2.Mengatur peraturan-peraturan dalam hukum acara perdata dapat dikesampingkan para pihak Contoh dalam hal pilihan domisili dan juga pembuktian.
16
Kesimpulan Hukum Acara Perdata 1)Bagaimana caranya subjek hukum mengajukan perkara ke pengadilan, 2)Bagaimana caranya pihak yang terserang kepentingannya mempertahankan diri, 3)Bagaimana Hakim bertindak terhadap para pihak yang berperkara sekaligus memutus perkara dengan adil, 4)Bagaimana cara melaksanakan putusan hakim.
17
Sejarah hukum acara perdata Sebelum tanggal 5 April 1848 Hukum acara perdata yang digunakan di pengadilan Gubernemen bagi golongan Bumiputera untuk kota - kota besar di Jawa adalah BrV (hukum acara bagi golongan Eropa) Untuk luar kota-kota besar Jawa digunakan beberapa pasal dalam Stb 1819-20 Pada tahun 1846 Ketua Mahkamah Agung (Hooggrerechtshof) Mr H.L Wichers tidak setuju hukum acara perdata bagi golongan Eropa digunakan untuk golongan Bumiputera tanpa berdasarkan perintah Undang-undang. Gubenur Jendral J.J Rochussen menugaskan Wichers membuat rancangan Reglement tentang Administrasi Polisi dan Hukum Acara Perdata dan Pidana Bagi Bumiputera.
18
Tahun 1847 rancangan selesai dibuat tetapi JJ Rochussen mengajukan keberatan yaitu : 1.Pasal 432 ayat (2) membolehkan pengadilan yang memeriksa perkara perdata untuk golongan Bumiputera menggunakan hukum acara perdata yang diperuntukkan untuk golongan Eropa. 2.Rancangan itu terlalu sederhana karena tidak dimasukkannya lembaga - lembaga intervensi, kumulasi gugatan, penjaminan dan rekes civil seperti yang termuat dalam BRv Tanggal 5 April 1848 setelah melakukan perubahan dan penambahan maka rancangan itu ditetapkan dengan nama Inlandsch Reglement (IR) yang ditetapkan dengan Stb 1848-16 dan disahkan dengan firman Raja tanggal 29 September 1849 dengan Stb 1849-63.
19
Tahun 1927 diberlakukan RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) yaitu hukum acara perdata bagi golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura. Sebelumnya berlaku peraturan tentang susunan Kehakiman dan kebijaksanaan Pengadilan Stb 1847 -23 Tahun 1941 terjadi perubahan nama Ir menjadi HIR (Herzeine Indlansch Reglement)dengan Stb 1941-44 yang berlaku untuk Jawa dan Madura. Pada saat ini dengan Pasal II Peraturan Peralihan UUD 1945 yang telah diamandemen yg ke 4 HIR dan RBg masih berlaku sampai saat ini.
20
Sumber hukum acara perdata Pada zaman Hindia Belanda: 1.RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)- golongan Eropa 2.HIR (Herzeine Indlandsch Reglement)- golongan Bumiputera daerah Jawa dan Madura 3.RBg (Reglement voor de Buitengewesten)- golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.
21
Saat Ini 1.HIR dan RBg 2.UU No 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan Jawa dan Madura. 3.UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan & PP.9/75,PP 45/90 4.UU 14/1970 UU 35 /99 UU No 4 Tahun 2004 UU 48/2009 Ttg Kekuasaan Kehakiman 5.UU 14/85 UU No 5 Tahun 2004 UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung 6.UU 2/1986 diganti UU 8/2004 diganti lagi dgn UU 49/2009 ttg Peradilan Umum 7.UU 7/1989 diganti UU 3/2006 diganti UU 50 /2009 ttg Peradilan Agama 8.Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV tentang Pembuktian dan Daluarsa 9.Yurisprudensi. 10.PERMA 11. Hukum Adat 12.Doktrin ( Pendapat Sarjana )
22
Asas-asas Hukum Acara Perdata 1.Hakim bersifat menunggu inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan (Pasal 118 HIR/142 RBg ). Perkara yang diajukan kepada hakim maka ia tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya dengan alasan hukumnya tidak ada /kurang jelas, hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai - nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (Ps 5 UU 48/2009 KK
23
2.Hakim bersifat Pasif, ruang lingkup atau luas sempitnya pokok perkara ditentukan para pihak berperkara bukan oleh hakim.Pengad membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan & rintangan utk tercapainya peradilan yang sederhana cepat dan biaya ringan Ps 4 ayat 2 UU 48/2009. 3.Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari yang dituntut ( 178 ayat 2,3 HIR/189 ayat 2,3 RBG ) 4.Persidangan terbuka untuk umum Ps 13 ayat 1 UU 48/2009 setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara perceraian.
24
5.Mendengar kedua belah pihak 6.Putusan harus disertai dengan alasan- alasan ( motievering Plicht ). 7.Berperkara dikenai biaya 8.Tidak ada keharusan untuk mewakilkan 9.Beracara tidak harus diwakilkan bisa langsung pihak yang berperkara beracara di pengadilan atau dapat diwakilkan. 10.Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME “
25
11.Asas objektivitas Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan-bedakan orang ->ps 4 ayat 1 UU 49/2009 12.Asas Persidangan berbentuk Majelis ps 11 ayat 1 Pengadilan memeriksa dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 org hakim, kecuali UU menentukan lain. 13.Pemeriksaan dalam Dua Tingkat.Tk pertama Original Yurisdiction. Tk Banding Apellate Jurisdiction ) Judex Fakctie.- Mahkamah Agung judex Iuris :
26
Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara Pidana 1. DASAR TIMBULNYA PERKARA PERDATA : timbulnya perkara karena terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata. PIDANA : timbulnya perkara karena terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dalam hukum pidana 2.INISIATIF BERPERKARA PERDATA : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan PIDANA : datang dari penguasa negara atau pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa Kepentingan Publik /Umum ( Nyawa, harta benda,Martabat )
27
3. Perbedaan mengadili Hukum Acara Perdata mengatur cara mengadili perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata Hukum Acara Pidana mengatur cara mengadili perkara di muka pengadilan pidana oleh hakim pidana
28
4. Perbedaan pelaksanaan Pada Acara Perdata inisiatif datang dari pihak yang berkepentingan Pada Acara Pidana inisiatif datang dari jaksa (penuntut umum)
29
5. Perbedaan dalam penuntutan Pada Acara Perdata yang menuntut tergugat adalah pihak yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat. Tidak ada jaksa penuntut umum Pada Acara Pidana, jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili negara menjadi penuntut terhadap terdakwa
30
6. Perbedaan alat bukti Pada Acara Perdata, ada 5 alat bukti, tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah ( sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa). Pada Acara Pidana, hanya 4 saja, sumpah tidak menjadi alar bukti. ( tidak ada sumpah decissoire)
31
7. Perbedaan penarikan kembali suatu perkara Pada Acara Perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak yang bersangkutan dapat menarik kembali perkaranya Pada Acara Pidana, tidak dapat ditarik kembali
32
8. Perbedaan kedudukan para pihak Hukum acara perdata, Pihak-pihak mempunyai kedudukan yang sama. Hakim bertindak sebagai wasit dan bersifat pasif Hukum acara pidana, Jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa dan hakim turut aktif
33
9. Perbedaan dalam dasar keputusan hakim Hukum acara perdata, Putusan hakim cukup dengan mendasarkan diri pada kebenaran formal saja (akta tertulis dll) Hukum acara pidana, putusan hakim, harus mencari kebenaran material (menurut keyakinan, perasaan keadilan hakim sendiri)
34
10. Perbedaan macam hukumannya Hukum acara perdata, tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda atau hukuman kurungan sebagai pengganti denda Hukum acara pidana, terdakwa yang terbukti kesalahannya, dihukum pidana mati, penjara,kurungan atau denda, atau mungkin ditambah pidana tambahan seperti dicabut hak-hak tertentu, dll
35
11. Perbedaan dalam pemeriksaan tingkat banding Hukum acara perdata, Banding perkara perdata dari Pengadilan Negeri ke pengadilan Tinggi disebut Appel Bandingan perkara pidana dari Pengadilan Negeri ke pengadilan Tinggi disebut Revisi Dalam bahasa Indonesia appel dan revisi tetap disebut Banding
36
12. ISTILAH YANG DIGUNAKAN PERDATA : yang mengajukan gugatan dinamakan Penggugat pihak lawannya/digugat dinamakan Tergugat PIDANA : yang mengajukan perkara ke pengadilan adalah jaksa/penuntut umum pihak yang disangka tersangka terdakwa terpidana
37
13. TUGAS HAKIM DALAM PEMBUKTIAN PERDATA : Tujuan Pembuktian adalah mencari kebenaran formil mencari kebenaran sesungguhnya yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu. PIDANA :mencari kebenaran materiil tidak terbatas apa saja yang telah dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materiil secara mutlak dan tuntas.
38
BAB II SURAT KUASA KHUSUS VERRI OCTAVIAN,SH.,MH
39
Pengertian Kuasa Secara Umum Pasal 1792 KUH Perdata sebagai berikut : Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
40
Dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak, yaitu : Pemberi Kuasa/ Latsgever/ instrucilon/ mandate. Penerima Kuasa/ Kuasa/ yang diberi perintah atau mandate melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
41
Sifat Perjanjian Kuasa Pasal 1792 dan 1793 (1) BW terdapat beberapa sifat pokok, yaitu : Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa. Pemberi kuasa bersifat konsensual. Berkarakter garansi kontrak Pasal 1806 BW.
42
Berakhirnya Kuasa – Pasal 1813 BW Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak (Pasal 1814 BW dan 1819 BW). Salah satu pihak meninggal dunia Pasal 1813 BW. Penerima kuasa melepas kuasa.
43
Pasal 1817 BW memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk melepaskan kuasa yang diterimanya dengan syarat : Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kapada pemberi kuasa. Pelepasan hak tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.
44
Macam-macam Surat Kuasa 1. Kuasa umum diatur Pasal 1795 BW, menurut Pasal ini, kuasa umum bertujuan memberikan kuasa kepada seorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu : Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan mandate. Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberi kuasa atas harta kekayaannya. Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
45
2. Kuasa Istimewa Pasal 1796 BH mengatur perihal pemberi kuasa istimewa, selanjutnya ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg. Jika ketentuan pasal - pasal ini dirangkai diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah menurut Hukum sebagai kuasa Hukum istimewa. Bersifat limitative. Harus berbentuk akta otentik.
46
3. Kuasa Perantara Pasal 1792 BW dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan atau makelar, disebut juga broker atau perwakilan dagang.
47
4. Kuasa Khusus (Pasal 123 HIR & Pasal 147 RBg serta SEMA No.01/1971). Pasal 123 HIR atau Pasal 147 RBg dan SEMA No.01/1971, mengatur berbagai hal yang terkait dengan Surat Kuasa Khusus tersebut misalnya : Surat kuasa khusus dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara otentik. Surat kuasa khusus harus menyebutkan identitas pemberi dan penerima kuasa. Harus menyebutkan nomer perkara, bila sudah ada. Pengadilan mana dan dimana.( Kompetensi pengadilan) Perihal apa dan untuk apa surat kuasa diberikan. Bila ada rekonvensi dalam surat kuasa harus sudah menyebut dengan tegas. Harus menyebut subyek dan obyek. Harus bermaterai secukupnya. Dan lain lain.
48
SURAT KUASA Kepala Surat dan Identitas Pemberi an Penerima Kuasa 1.Judul "surat kuasa khusus" 2.Identitas dan kapasitas Pemberi Kuasa 3.Kedudukan Hukum (alamat) Pemberi Kuasa 4.disebut "Pemberi Kuasa" 5.Pemberian Kuasa Khusus kepada Penerima Kuasa 6.Identitas Penerima Kuasa 7.Kedudukan hokum Penerima Kuasa 8.disebut "Penerima Kuasa" 9."KHUSUS"
49
Dasar Gugatan 10. Bertindak mewakili a/n. Pemberi Kuasa. 11. Dasar gugatan 12. Domisili hukum (alamat) pengadilan yang berwenang 13. Identitas dan kedudukan hokum ( alamat) Tergugat Pokok Kuasa yang diberikan 14. Hak subtitusi 15. Hak Retensi Penutup 16. Tempat dan Tanggal tanda tangan 17. Tanda tangan Penerima Kuasa 18. Tanda tangan Pemberi Kuasa 19. Materai
50
SURAT KUASA KHUSUS (1) Bahwa kami yang bertandatangan di bawah ini : I Made Andhika Darma Perkasa, SH, SE. Mkn, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT. MAJU TERUS, (2) sebagaimana termaktub dalam Anggaran Pendirian PT. MAJU TERUS no. 123 tanggal 2 Januari 2015, yang berkantor pusat di Jl. Jenderal Sudirman Kav 1, Jakarta Pusat (3), untuk selanjutnya disebut sebagai “PEMBERI KUASA” (4) Dalam hal ini memilih kedudukan hukum sebagaimana tersebut di bawah ini dan dengan ini memberikan kuasa kepada :(5) Johansyah, SH. Supriadi, SH, Mkn. Andi Sarwono, SH, MH (6) Para Advokat pada Kantor Hukum Andi Sarwono & Rekan (ADR) yang berkedudukan hukum di Jl. Setiabudi No. 46, Jakarta Pusat (7). Dalam hal ini bertindak secara bersama –sama maupun secara sendiri – sendiri,untuk selanjutnya disebut sebagai “PENERIMA KUASA” (8) ========================K H U S U S (9)============================
51
Bertindak mewakili untuk dan atas nama PEMBERI KUASA untuk membela kepentingan PEMBERI KUASA sebagai Penggugat (10) untuk mengajukan gugatan wanprestasi (ingkar janji) (11) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (12), berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam No. 123 tanggal 12 Januari 2015 terhadap: RAJA NGUTANG, dalam kapasitanya sebagai Direktur Utama PT SUKAR MAJU sebagaimana termaktub pada Anggaran Perubahan Terakhir PT. SUKAR MAJU No. 123 tanggal 12 Desember 2009, yang berkantor pusat di Jl. Menteng 13, Jakarta Pusat (13).
52
Untuk itu, PENERIMA KUASA diberikan kewenangan untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan hukum PEMBERI KUASA, Membuat, mengajukan, dan menandatangani surat - surat, gugatan, replik, kesimpulan, Menghadap di muka pengadilan, Menghadiri persidangan, Menghadap hakim-hakim, panitera-panitera, pejabat-pejabat, Meminta keterangan-keterangan, penetapan, putusan, Mengajukan saksi-saksi, bukti-bukti, akta-akta dan dokumen-dokumen, Menghadiri, mengusulkan, menerima atau menolak perdamaian, Menerima pembayaran dan menandatangani kuitansi. Dan selanjutnya mewakili PEMBERI KUASA untuk mengambil segala tindakan yang lazim pekerjaan seorang Advokat sepanjang untuk mempertahankan kepentingan hukum PEMBERI KUASA dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Kuasa ini dibuat dengan Hak Subtitusi (14) dan Hak Retensi (15) Jakarta, 11 Maret 2015 (16) PENERIMA KUASA (17) PEMBERI KUASA (18) MATERAI (19) Johansyah, SH. I MADE ANDHIKA SH SE Mkn Supriadi, SH, Mkn. Andi Sarwono, SH, MH
53
BAB III GUGATAN VERRI OCTAVIAN,SH.,MH
54
PENGERTIAN GUGATAN Sudikno Mertokusumo : tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main Hakim sendiri (eigenrichting) Darwan Prinst : suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Pasal 1 angka 2 tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.
55
Gugatan pada prinsipnya didefinisikan merupakan tuntutan hukum guna pemenuhan hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan oleh seseorang atau lebih (sebagai Penggugat) terhadap seseorang/suatu badan hukum atau lebih (sebagai Tergugat). Gugatan dapat diajukan, baik itu secara secara lisan (Pasal 120 HIR) ataupun tertulis (Pasal 118 HIR), oleh seseorang/pihak yang dirugikan.
56
JENIS GUGATAN 1.Gugatan contentiosa, perkara yang di dalamnya terdapat sengketa atau perselisihan. 2.Gugatan voluntaria, perkara yang di dalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan Kepentingan yang bersifat sepihak semata, tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan,bersifat Ex parte. Petitum Permohonan harus murni tentang permintaan penyelesaian kepentingan pemohon dengan acuan sebagai berikut: a. Isi petitum beberapa permintaan yang bersifat Deklaratif. b. Petitum Tidak boleh melibatkan pihak lain yg tidak ikut sebagai pemohon. c. Petitum Tidak bersifat Comdemnatoir. d. Harus terinci tentang hal-hal yang dikehendaki pemohon e. Petitum tidak boleh bersifat Compositur atau ex Aeque et bono
57
CIRI KHAS GUGATAN VOLUNTARIA 1.Bersifat Reflektif : hanya demi kepentingan pemohon sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Contoh Permohonan : Adopsi,Perwalian, pengampuan,Konsinyasi, ganti nama, ganti kelamin, kewarganegaraan, permohonan Dispensasi Kawin, Ijin Poligami, ijin Kawin dalam masa idah, pencegahan perkawinan,pengesahan nikah ( Itsbat Nikah ), Wali adhol (enggan/tdk diketahui ( gaib ), pembatalan perkawinan, cerai talak( ijin penjatuhan Ikrar Talak) 2.Perbuatan hakim dalam peradilan merupakan perbuatan administratif, Penetapan, Syarat syarat administrasi dipenuhi maka kemungkinan dikabulkan.
58
PERBEDAAN CONTENTIOSA DAN VOLUNTARIA 1. Pihak yang berperkara Contentiosa : penggugat dan tergugat Voluntaria : pemohon 2. Aktifitas hakim yang memeriksa perkara Contentiosa : terbatas yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak Voluntaria : hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas hakim bercorak administratif.
59
3. KEBEBASAN HAKIM Contentiosa : hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan Undang Undang Voluntaria : hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya. 4. KEKUATAN MENGIKAT PUTUSAN HAKIM Contentiosa : hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah didengar sebagai saksi. Voluntaria : mengikat terhadap semua pihak.
60
BENTUK,SYARAT DAN ISI GUGATAN a. Bentuk lisan (Pasal 120 HIR/ Pasal RBg). Syarat formil gugatan lisan : bila penggugat tidak bisa membaca dan menulis. Cara pengajuan gugatan lisan : Diajukan dengan lisan Ditujukan Kepada Ketua PN dan Menjelaskan dan menerangkan isi dan maksud gugatan.
61
Fungsi Ketua PN Ketua PN wajib memberikan layanan. Pelayanan yang harus diberikan Ketua PN. Mencatat dan menyuruh catatan gugatan yang disampaikan penggugat. Merumuskan sebaik mungkin gugatan itu dalam bentuk tertulis sesuai dengan yang diterangkan oleh penggugat. Putusan MA tentang ini yang menegaskan “adalah tugas Hakim Pengadilan Negeri untuk menyempurnakan gugatan tulisan tersebut dengan jalan melengkapinya dengan petitum, sehingga dapat mencapai apa sebetulnya yang dimaksud dengan oleh Penggugat.
62
b. Bentuk Tulisan. Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalan bentuk tertulis. (Pasal 118 ayat 1 HIR, Pasal 142 RBg dan yang berhak dan berwenang membuat dan mengajukan gugatan perdata adalah : Penggugat sendiri (Pasal 118 ayat 1 HIR) Kuasa/ wakil (Pasal 123 ayat 1 HIR) c. Syarat gugatan : 1.Gugatan dalam bentuk tertulis( ps 118 ayat 1 HIR/142 ayat 1 RBG) GugatanLisan ps 120 HIR/144 RBG ) 2.Diajukan oleh orang yang berkepentingan hukum. ( Point d’interes point d’ action asas Legitima persona standi in judicio. 3.Diajukan ke pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus
63
Isi gugatan : Menurut Pasal 8 ayat 3 Rv gugatan memuat : 1. Identitas para pihak 2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang : - kejadian- kejadian/peristiwanya ( feitelijke gronden) menjelaskan duduk perkaranya dan - menguraikan tentang hukumnya ( recht s gronden ) yang uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis gugatan. 3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan
64
FORMULASI ISI GUGATAN a.Ditujukan kepada Ketua PN sesuai dengan kompetensi relative. b.Diberi tanggal c.Ditandatangani oleh penggugat atau kuasa. d.Identitas para pihak. Nama lengkap. Alamat/ tempat tinggal Penyebutan identitas lain tidak imperative. e. Alamat/ tempat tinggal.
65
PERUMUSAN POSITA GUGATAN 1.Substcntierings Theorie : dalil dugagatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa Hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus dijelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa Hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa Hukum tersebut.
66
2. Teori Individualisasi (individualisering theorie) peristiwa atau kejadian Hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan Hukum yang menjadi dasar tuntutan, namun tidak perlu di kemukakan dasar dan sejarah terjadinya hubungan Hukum, karena hal itu dapat diajukan berikutnya dalam proses permeriksaan sidang pengadilan.
67
SYARAT MATERIIL HIR & RBG hanya mengatur cara mengajukan 118 &120, Isinya tidak. Menurut Yurisprudensi MA No.547K/SIP/1972 pada dasarnya orang bebas menyusun dan merumuskan Surat Gugatan, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar tuntutan ( gugatan )
68
Syarat Formil yaitu syarat untuk memenuhi ketentuan Tata tertib beracara yg ditentukan oleh Undang - Undang Bagaimana kalau syarat formil Gugatan tidak dipenuhi ? Syarat Formil tidak dipenuhi maka akan Mengakibatkan gugatan tidak sah Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet onvankelijke Verklaard ) atau Pengadilan tidak berwenang mengadili.
69
SYARAT FORMIL YANG HARUS DIPENUHI 1.Tidak melanggar Kompetensi Absolut & Relatif, 2.Gugatan tidak Error in Persona. Contohnya : Penggugat tidak cakap / tidak punya kepentingan hukum yang cukup, yang ditarik sebagai Pihak - pihaknya tidak lengkap Plurium litis consortium 3.Gugatan harus jelas dan tegas ( ps 8 RV ) tidak obscuur Libel, contohnya : - Posita tidak menjelaskan kejadian serta dasar hukum tuntutan dalam gugatan, - Tidak jelas objek Gugatan, - posita bertentangan dengan petitum, - petitum tidak terinci tapi hanya Kompositur (Ex aequo et bono)
70
4.Tidak melanggar azas nebis in idem ( ps 1917 BW & yurisprudensi MA ( Sengketa,Objek Pokok Perkaranya sama dimana perkara Pertama sudah ada putusan yang mengikat yang bersifat positif /negatif (Mengabulkan/menolak Gugatan). 5.Gugatan tidak Prematur/ belum waktunya diajukan Gugatan, Tidak menggugat sesuatu yang telah dihapuskan/dikesampingkan oleh Penggugat Penggugat telah menghapuskan sendiri haknya dengan cara penolakan, ataupun karena Verjaring ( daluwarsa ) yg bersifat perdata Verjaringnya 30 th 6.Aanhanging geding /Rei Judicata deductae apa yang digugat sekarang masih tergantung pemeriksaannya dalam proses peradilan banding, Kasasi, PK
71
Syarat Formil Gugatan menurut Ridwan halim 1.Diajukan secara tertulis dalam bentuk Surat Gugatan 2.Ditujukan Ke pengadilan yang berwenang 3.Memuat identifikasi yang lengkap Penggugat dan tergugat
72
4. Memuat dasar/alasan tuntutan ( Posita/FP) dan Petitum yang memenuhi syarat sebagai berikut : a.Jelas dan Terang maksudnya, b.Rasional, c.degan fakta dan bukti bukti yang autentik/asli d.kejadian materiil yang lengkap dan inheren sehinga kebenarannya dapat dibuktikan dari seluruh bagian Gugatan e.tidak memuat unsur penipuan /pemalsuan bukti /pemutar balikan fakta f.Dilandasi dengan dasar-dasar hukum yang rasional dan bukan dibuat-buat atau dicari-cari sekenanya, g.Tuntutan yang Layak/Wajar berdasarkan bukti bukti yang tidak mengandung unsur pemerasan,kesewenang- wenangan.
73
JENIS – JENIS PETITUM (TUNTUTAN) 1.Petitum Pokok Tuntutan Pokok tuntutan utama yang diminta oleh Penggugat untuk diputuskan oleh Pengadilan yang berkaitan langsung dengan pokok perkara yang disengketakan. contohnya : Tuntutan hutang pada Penggugat belum mengembalikan meski sudah ditagih dan sudah jatuh tempo ( WanPrestasi ). Petitum Pokok Penggugat adalah Pemenuhan perjanjian.
74
2.Petitum Tambahan ( Acessoir ) Tuntutan yang sifatnya melengkapi atau sebagai tambahan dari Tuntutan Pokok. Contoh tuntutan tambahan : a.Menghukum Tergugat membayar biaya perkara, b.Menyatakan Putusan dapat dilaksanakan terlebih dulu ( serta Merta ) Uit Voerbaar bij voorraad c.Menghukum Tergugat membayar bunga ( moratoir ) sebesar 2 % perbulan, ( costen Schaden,en interesten )
75
d. Menghukum Tergugat membayar Dwangsom/Astreinte tiap hari sebesar Rp.100.000,- sejak putusan berkekuatan hukum tetap. e. Menghukum Tergugat membayar uang Nafkah idah sebesar 600 Juta dan Mutah sebesar 400 Juta Kepada Termohon yang dibayar setelah pemohon mengucapkan ikrar talak di muka persidangan. f.Menghukum Tergugat untuk menyerahkan 1/2 Harta bersama
76
Tuntutan Pengganti : Tuntutan yang fungsinya untuk menggantikan tuntutan pokok, apabila Tuntutan Pokok ditolak oleh pengadilan sebagai Tuntutan cadangan alternatif. Tuntutan Subsider, apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya ( Ex aequo et bono )
77
Tata cara pemeriksaan gugatan kontentiosa a. Sistem Pemeriksaan Secara Contradictoir 1.Dihadiri oleh kedua belah pihak secara in person atau kuasa. 2.Proses pemeriksaan berlangsung secara optegnspraak proses pemeriksaan perkara berlangsung dengan saling sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun konklusi.
78
b. Asas Pemeriksaan. 1.Mempertahankan tata Hukum perdata. Hakim berperan dan bertugas untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. 2.Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran kepada para pihak. 3.Tugas hakim menemukan kebenaran formil. 4.Persidangan terbuka untuk umum. 5.Aiudi Alterem Partem ( Pemeriksaan persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara seimbang). 6.Asas Imparsialitas 7.Mengandung pengertian luas yaitu : Tidak memihak. Bersikap jujur dan adil. Tidak bersikap diskriminatif.
79
Pencabutan Gugatan (Pasal 271-272 RV) a.a. HIR dan RBg. Tidak mengatur pencabutan gugatan. b.Pencabutan gugatan merupakan hak penggugat 1.Pencabutan mutlak hak penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung. 2.Atas persetujuan tergugat apabila pemeriksaan telah berlangsung.
80
c. Cara Pencabutan 1.Yang berhak melakukan pencabutan adalah penggugat sendiri secara pribadi atau kuasanya. 2.Pencabutan gugatan yang belum diperiksa dilakukan dengan surat. 3.Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang.
81
Komulasi, Penggabungan Gugatan 1. Pengertian Kumulasi gugatan adalah penggabungan lebih dari satu tuntutan hukuk kedalam satu gugatan. 2. Tujuan penggabungan Gugatan. a.Mewujudkan peradilan sederhana. b.Menghindari putusan yang saling bertentangan.
82
3. Syarat Penggabungan. a.Terdapat hubungan erat. b.Terdapat hubungan Hukum. 4. Bentuk Penggabungan. a.Kumulasi subyektif b.Kumulasi Obyektif 5. Pengabungan yang tidak dibenarkan : a.Pemilik obyek gugatan berbeda. b.Gugatan yang digabungkan tunduk pada Hukum acara yang berbeda. c.Gugatan tunduk pada kompetensi absolute yang berbeda. d.Gugatan rekonvensi tidak ada hubungan dengan gugatan kovensi.
83
6. Penggabungan gugatan cerai dengan pembagian harta bersama diataur dalam Pasal 86 (1) UU No.7/1989, dalam hal ini diperkenankan. A, B, dan C menggugat DEF dalam hal warisan juga ternyata DEF punya hutang bersama pada A, B, dan C dalam hal ini, komulasi gugat diperkenankan. Penggugat (A) bertindak sebagai wali dan anaknya yang belum dewasa menggugat (B), kemudian digabungkan dengan gugatan mengenai utang pribadi (B) kepada (A), dalam hal ini komulasi gugat tidak diperkenankan.
84
Perubahan Gugatan a. HIR tidak mengatur, sehingga Hakim leluasa menentukan. Sebagai patokan dapat dipergunakan ketentuan bahwa perubahan atau penambahan gugat diperkenankan asalkan kepentingan penggugat terutama tergugat jangan sampai dirugikan. b. MA dalam putusannya tanggal 6 Maret 1971 No. 209 K/SIP/1970 menentukan bahwa suatu perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan asas-asas Hukum secara perdata, asalkan tidak merubah atau menyimpang dari kejadian meteriil walaupun tidak ada tuntutan subsidair untuk peradilan yang adil, terutama dalam yurisprudensi Indonesia, penerbit I, II, III, IV.1972 hal. 470 MA RI.
85
c. Perubahan gugatan dilarang dilarang apabila berdasar atas keadaan Hukum yang sama domohon pelaksanaan suatu hak yang lain. Misalnya : 1.Semula dimohon ganti rugi berdasar ingkar janji gugat dirubah, berdasar ingkar janji agar tergugat dipaksa untuk memenuhi janjinya. 2.Semula dasar gugatan perceraian adalah peryizinahan, kemudian dirubah dasar gugatan menjadi keretakan yang tidak dapat diperbaiki. d. Penggugat berhak merubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh merubah atau menambah pokok gugatannya (pasal 127 RV). e. Yurisprudensi No. 1043 K/SIP/1971, Perubahan surat gugatan diperbolehkan asal tidak mengakibatkan perubahan Posita dan tergugat tidak dirugikan haknya membela diri.
86
Gugatan Rekonvensi 1. Pengertian Gugatan Rekonvensi. Pasal 132 ayat (1) HIR hanya memberikan pengertian singkat. Maknanya menurut pasal ini adalah sebagai berikut : Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya, dan Gugagatan Rekonvensi itu, diajukan tergugat kepada PN,pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat; Contoh : A menggugat B untuk menyerahkan tanah yang telah dibelinya dari B sesuai dengan transaksi jual beli yang dibuat di PPAT. Terhadap gugatan itu Pasal 032 ayat (1) HIR member hak kepada B mengajukan gugatan rekonvensi terhadap A untuk melunasi pembayaran yang masih tersisa ditambah ganti rugi bunga atas perbuatan Wanprestasi yang dilakukannya.
87
Komposisi Para Pihak Dihubungkan Dengan Gugatan Rekonvensi Dalam keadaan normal, komposisi para pihak dalam gugatan biasa terdiri dari: Pengugat sebagai pihak yang berinisiatif mengajukan gugatan. Tergugat sebagai pihak yang ditarik dan di dudukan sebagai orang digugat. Gugatan hanya tunggal derdiri dari gugatan yang diajukan penggugat saja. Oleh karena itu dasar dan landasan pemeriksaan perkara, di sidang pengadilan sepenuhnya bertitik tolak dari gugatan penggugat tersebut. a. Komposisi Gugatan. Dengan adanya gugatan rekonvensi, komposisi gugatan menjadi : Gugatan penggugat disebut gugatan rekonvensi yang bermaksa sebagai gugatan masal yang ditunjukan penggugat kepada tergugat. Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi yang bermakna gugatan balik yang ditujukan tergugat kepada tergugat.
88
b. Komposisi Para Pihak. Selain muncul dan saling berhadapan gugatan konvensi dan rekonvensi, serta merta hal itu menimbulkan komposisi yang menempatkan para pihak dalam kedudukan : Penggugat asal sebagai penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi terhadap gugatan Rekonvensi. Penggugat asal sebagai Tergugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.
89
c. Gugatan Rekonvensi Bersifat Eksepsional. 1. Prinsip Umum gugatan adalah : setiap gugatan yang diajukan seseorang kepada orang lain, memiliki sifat individual yang terpisah dan berdiri sendiri dari gugatan yang lain. Pasal 121 (1) HIR atau Pasal 1 Rv : Setiap gugatan di register dan diberi nomer terdiri oleh Panitera dalam buku yang disediakan untuk itu; Pendaftaran perkara dalam buku register dilakukan dengan tertib dan cermat dengan mencantumkan seluruh data gugatan yang bersangkutan. Selanjutnya Ketua PN atau Ketua Majelis menentukan hari sidang pemeriksaan perkara dengan jalan memanggil para pihak.
90
2. Gugatan Rekonvensi mengenyampingkan ketentuan Pasal 121 (1) tersebut diatas, hal ini bisa dilihat dati ketentuan Pasal 132a HIR memberikan hak kepada tergugat melakukan komulasi gugatan Rekonvensi dengan gugatan konvensi dalam proses pemeriksaan gugatan perkara yang sedang berjalan : Mengajukan gugatan Rekonvensi sebagai gugatan balik atas gugatan penggugat, dan Gugatan Rekonvensi itu dikomulasi Tergugat dengan gugatan konvensi penggugat. d. Tujuan Gugatan Rekonvensi. Menegakkan Asas Peradilan Kesederhanaan. Menghemat biaya dan waktu.
91
e. Syarat Materiil Gugatan Rekonvensi. 1. Undang-undang Tidak Mengatur Syarat Materiil. Tidak ada ketentuan syarat materiil, Pasal 132a HIR hanya berisi penegasan, bahwa : Tergugat dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan Rekonvensi; Tidak disyaratkan antara keduanya mesti mempunyai hubungan yang erat atau koneksitas yang substansial. 2. Praktek Peradilan cenderung masyarakat koneksitas Gugatan Rekonvensi baru dianggap sah dan dapat diterima untuk diakumulasi dengan Konvensi apabila terpenuhi syarat : Terdapat factor pertautan hubungan mengenai dasar Hukum dan kejadian yang relevan antara gugatan konvensi dan Rekonvensi. Hubungan pertautan itu harus sangat erat sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan secara efektif da;a, satu proses dan putusan.
92
3. Gugatan Rekonvensi diajukan bersama-sama dengan jawaban. Pasal 132b (1) HIR Berbunyi : “Tergugat wajib mengajukan gugatan melawan bersama-sama dengan menjawabnya baik dengan surat maupun dengan lisan” Terhadap makna “jawaban” telah terjadi perbedaan pendapat yaitu a.Rekonvensi wajib diajukan besama-sama dengan jawaban pertama. Membolehkan atau member kebabasan bagi tergugat mengajukan gugatan Rekonvensi diluar jawaban pertama dapat menimbulkan kerugian bagi penggugat dalam mebela hak dan kepentingannya. Selain itu membolehkan tergugat mengajukan gugtan Rekonvensi melampaui jawaban pertama dapar menimbulkan ketidak lancaran pemeriksaan dan penyelesaian perkara. Rasio yang terkandung dalam pembatasan pengajuan mesti pada jawaban pertama agar tergugat tidak sewenang-wenang dalam mempergunakan haknya mengajukan gugatan Rekonvensi.
93
b. Batas pengajuan Gugatan Rekonvensi sampai tahp pembuktian. Hal ini sejalan dengan putusan MA No. 239 K/SIP/1968, menurut putusan tersebut gugatan Rekonvensi dapat diajukan selama proses jawab menjawab berlangsung. Karena Pasal 132b (1) dan Pasal 158 RBg, hanya menyebut jawaban, sendangkan replik, duplik juga merupakan jawaban meskipun bukan jawaban pertama, demikian pula putusan MA No.642 K/SIP/1972, bahwa atas pengajuan gugatan rekonvensi masih terbuka sampai dimasukinya tahap proses pemeriksaan saksi, pembahasan yang demikian disepakati oleh Prof. Soedikno Martokusumo. Yaitu apabila proses pemeriksaan telah memasuki tahap pembuktian tergugat tidak dibenarkan mengajukan gugatan rekonvensi.
94
g. Larangan Mengajukan Gugatan Intervensi. 1.Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi kepada diri orang yang bertindak berdasarkan suatu kualitas ( Pasal 132a (1) HIR. 2.Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi diluar Yuridiksi PN yang memeriksa perkara. Pasal 118 (1) dan (3) HIR. 3.Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi terhadap exsekusi pasal 132a (1) ke-3 HIR dan pasal 379Rv. 4.Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi pada tingkat banding Pasal 132a (2) HIR dan putusan MA No.1250 K/Pdt/1986. 5.Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi pada tingkat kasasi Putusan MA No. 209 K/SIP/1970.
95
Gugatan Intervensi Proses dengan tiga pihak ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu proses (Pasal 279-282 Rv) 1. Voeging. Jika pihak ketiga itu mau membela atau mengabungkan diri ke salah satu pihak yang sedang berperkara. 2. Tussenkomst Jika pihak ketiga itu tidak memihak salah satu pihak, melainkan membela kepentingannya sendiri terhadap penggugat dan tergugat. 3. Vrijwaring. Penarikan pihak ketiga dalam suatu proses untuk menanggung, supaya tergugat dapat bebas dari penuntutan yang merugikan.
96
Cara Mengajukan Gugatan Intervensi 1.Mengajukan permohonan kepada majelis agar diperkenankan mencampuri proses tersebut dan dinyatakan ingin menggabungkan diri kepada salah satu pihak (voging) (Retno Wulan, SH. Hal.48). 2.Pihak pemohon intervensi datang dipersidangan lalu dengan lisan atau tulisan mengemukakan kehendaknya untuk mencampuri perkara tersebut sebagai pihak ketiga. (Subekti, SH. Hal. 71) 3.Gugatan intervensi diajukan kepada pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan dengan melawan pihak yang sendang bersengketa/ ikut salah satu pihak dengan menunjuk no, tanggal perkara yang dilawan seperti gugatan biasa tanpa membayar biaya perkara dan tidak diberi nomer baru (Mukti Arti. Hal. 109)
97
Gugatan Class Action/ Gugatan Perwakilan Kelompok. Perma No.1/2002 Tanggal 26 april 2006. 1. Pengertian Class Action Suatu tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan satu orang atau lebih. Orang itu bertindak mewakili kelompok (CR) untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili anggota kelompok (class members). Antara yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili memiliki kesamaan fakta dan dasar Hukum.
98
Pasal 1 huruf a PERMA No.1/2002. 2. Tujuan GPK/ CA/ RA. Mengembangkan penyederhanaan akses masyarakat memperoleh keadilan. Mengefektifkan efisiensi penyelesaian pelanggaran Hukum yang merugikan orang banyak. 3. Syarat Formil CA/ RA a.Ada kelompom (Class) Perwakilan kelompok.(Class Action). Anggota kelompok (class members) b. Kesamaan fakta atau dasar Hukum. c. Kesamaan jenis tuntutan.
99
SURAT GUGATAN Kepala Surat Dan Identitas Para Pihak Kepada Yth. Bapak ketua Pengadilan Kapasitas dan Domisili Kuasa Hukum Dasar Surat Kuasa Khusus Kapasitas dan domisili Pemberi Kuasa untuk selanjutnya disebut “PENGGUGAT” Kapasitas dan domisili Tergugat untuk selanjutnya disebut sebagai “TERGUGAT”
100
Dasar Gugatan (posita) 8. uraian kronologis perkara 9. uraian dasar hukum yang dilanggar 10. uraian kerugian yang ditimbulkan 11. uraian perlunya sita jaminan (apabila ada)
101
Petitum (permohonan) 12.Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 13. Menyatakan sah dan berharga Perjanjian 14. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi (ingkar janji) terhadap PENGGUGAT 15. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada PENGGUGAT sebesar xxx 16. Menyatakan sah dan berharga sita aminan (conservatoir beslaag) terhadap seluruh harta Tergugat 17. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara. Penutup 18. Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono) 19. Hormat kami TTD Lawyer
102
PENGADILAN INDONESIA VERRI OCTAVIAN,SH.,MH 102
103
Lingkup Peradilan Macam-Macam Pengadilan Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula : Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus anggota ABRI. 103
104
104 Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam. Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.
105
Susunan Badan Pengadilan Umum Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam : Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana. 105
106
106 Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama. Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan hukumnya saja.
107
Tempat dan kedudukan pengadilan Pengadilan Negeri berada di tiap Kabupaten. Pengadilan tinggi berada di tiap Provinsi Mahkamah Agung di Ibu kota negara Jakarta 107
108
Susunan Pejabat Pengadilan Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan wakil ketua. Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan. 108
109
109 PANITERA bertugas menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). Panitera harus membuat Berita Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan menanda tanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197 Rbg). Panitera tidak mungkin mengikuti semua sidang- sidang pemeriksaan perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera pengganti.
110
110 JURUSITA (deurwaarder) dan Jurusita Pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). Tugasnya melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman - pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas perintah hakim.
111
111 Kewenangan atau Kompetensi Pengadilan Dalam hukum acara perdata, dikenal dua macam kompetensi atau Kewenangan mengadili dari pengadilan atau hakim, yaitu : 1.Kewenangan Mutlak (Kompetensi Absolut). 2.Kewenangan Nisbi (Kompetensi Relatif)
112
112 Kompetensi Absolut Kompetensi absolut yaitu kewenangan badan peradilan dalam memeriksa dan mengadili jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa dan diadili oeh badan peradilan lain..
113
113 Dengan demikian kompetensi absolut ini menjawab pertanyaan, badan peradilan apa yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut, apakah badan peradilan umum atau badan peradilan agama. Misalnya, perkara perceraian orang Islam, maka yang berwenang mengadili secara mutlak adalah peradilan agama. Kalau diajukan ke peradilan umum (PN), maka PN harus menyatakan tidak berwenang tanpa harus dilakukan eksepsi
114
114 Kompetensi Relatif. Kompetensi Relatif yaitu mengatur tentang pembagian kekuasaan mengadili suatu perkara tertentu antar pengadilan yang sejenis berdasarkan wilayah hukumnya. Misalnya, apakah yang berwenang mengadili suatu perkara PN Tangerang atau PN Jakarta selatan.
115
115 Kompetensi Relatif (Wewenang Nisbi) atau tempat pengajuan gugatan Ke Pengadilan Negeri manakah gugatan atau tuntutan hak itu harus diajukan? Mengenai pertanyaan ini menyangkut pembagian kekuasaan kehakiman (distribusi kekuasaan kehakiman) secara relatif. Kewenangan ini berkaitan dengan wilayah hukum suatu pengadilan.
116
116 Jadi kompetensi relatif adalah untuk menjawab pertanyaan, PN mana yang berwenang mengadili suatu perkara tertentu, misalnya : seorang tergugat tinggal di pondok indah, maka penggugat harus mengajukan gugatan ke PN Jakarta Selatan karena secara relatif yang berwenang ialah PN Jakarta Selatan.
117
117 Kompetensi relatif ini diatur dalam Psl 118 HIR / 142 RBg. pasal-pasal ini mengatur dua hal : 1.Tentang kewenangan relatif / kompetensi relatif 2.Tentang tempat mengajuan gugatan atau kemana gugatan itu diajukan Menurut Psl 118 HIR / 142 RBg, : “Pada asasnya gugatan harus diajukan ke PN tempat tinggal tergugat”
118
118 Sebagai asas ditentukan bahwa PN di tempat tergugat tinggal (alamat tergugat) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. Asas ini dikenal dengan “actor sequitur forum rei” (Psl 118 ayat 1 HIR / 142 ayat 1 RBg). Jadi gugatan harus diajukan ke PN di tempat tergugat tinggal. Kalau penggugat tinggal di Padang, sedangkan tergugat tinggal di Medan, maka gugatan diajukan ke PN Medan
119
119 Alasannya ialah ……. Tidaklah layak apabila tergugat harus menghadap ke PN di tempat penggugat tinggal. Tergugat tidak dapat dipaksa untuk menghadap ke PN di tempat penggugat tinggal, hanya karena ia digugat oleh penggugat yang belum tentu terbukti kebenaran gugatannya. Di samping itu, bukanlah kemauan tergugat bahwa ia digugat oleh penggugat. Juga belum tentu gugatan penggugat itu dikabulkan oleh pengadilan.
120
120 Oleh karena itu …… Tergugat haruslah dihormati dan diakui hak - haknya selama belum terbukti kebenaran gugatan penggugat, sehingga tidak dapat dipaksa berkorban untuk kepentingan pihak penggugat, yang belum tentu tinggal satu kota dengan tergugat, dengan menghadap ke PN di tempat penggugat tinggal. Tergugat haruslah dianggap pihak yang benar selama belum terbukti sebaliknya.
121
121 Tempat Pengajuan Gugatan. Sebagai pengecualian asas actor sequitur forum rei, sebagai asas pokok, dimana gugatan harus diajukan ke PN dimana tergugat tinggal, Pasal 118 HIR / 142 RBg juga mengatur tempat pengajuan gugatan, yaitu: a.Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan ke PN di tempat tergugat sebenarnya tinggal atau tempat tinggal terakhir.
122
122 b.Apabila tergugat terdiri dari dua orang atau lebih dan mereka tinggal pada tempat yang berbeda, maka gugatan diajukan ke PN dimana salah seorang tergugat bertempat tinggal. c.Apabila yang digugat itu terdiri dari orang-orang yang berutang di satu pihak dan orang-orang sebagai penjamin di pihak lain, maka gugatan diajukan ke PN dimana pihak yang berutang bertempat tinggal
123
123 d.Apabila tempat tinggal atau tempat kediaman tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan ke PN di tempat tinggal penggugat. e.Apabila gugatan itu mengenai benda tetap, maka gugatan diajukan ke PN di mana benda tetap berlokasi (forum rei sitae).
124
124 f.Apabila kedua belah pihak (penggugat dan tergugat) memilih tempat tinggal tertentu atau domisili hukum yang disebutkan dalam perjanjian, maka gugatan diajukan ke PN dimana tempat tinggal atau domisili hukum yang dipilih tersebut. Hak ini merupakan hak istimewa yang diberikan kepada penggugat sebab apabila pihak penggugat mau mengajukan ke PN di tempat tinggal tergugat, ini dibolehkan
125
125 Selain yang ditentukan dalam Psl 118 HIR / 142 RBg, juga terdapat pengecualian : Pengecualian itu yang diatur dalam KUHPer, Rv, UU Perkawinan, dan sebagainya, meliputi : a.Apabila dalam hal tergugat tidak cakap, maka gugatan diajukan ke PN tempat tinggal orang tuanya / walinya / pengampunya. b.Apabila tergugat itu PNS, gugatan diajukan ke PN dimana ia bekerja.
126
126 c.Kalau tergugat itu seorang buruh yang menginap di tempat tinggal majikannya, maka gugatan diajukan ke PN di tempat tinggal majikannya. d.Dalam hal kepailitan, gugatan diajukan ke PN (sekarang Pengadilan Niaga) yang menyatakan pailit. e.Gugatan perceraian bagi yang non muslim, diajukan ke PN yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
127
PENYITAAN VERRI OCTAVIAN,SH.,MH
128
BESLAAG/PENYITAAN/SITA Pengertian : 1.Tindakan hukum 2.Tindakan hakim 3.Bersifat eksepsional 4.Adanya permohonan dari pihak bersengketa 5.Mengamankan barang - barang sengketa 6.Tujuan akhir menjamin pelaksanaan putusan hakim
129
MAKNA SITA/PENYITAAN 1.Tindakan menempatkan Hak Tergugat secara paksa berada dalam Penjagaan ( to take into costudy the property of defendant ) 2.Tindakan Paksa Penjagaan( costudy ) dilakukan secara resmi berdasarkan perintah Hakim 3.Benda yang ditempatkan dalam penjagaan merupakan benda yang disengketakan, tetapi boleh juga benda yg akan dijadikan pembayaran uang sebagai pelunasan utang dengan jalan penjualan secara Lelang
130
4. Penetapan dan penjagaan benda yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan sampai dengan putusan pengadilan Berkekuatan hukum tetap ( In Kracht van Gewijde) Menyatakan Sah dan berharga atas tindakan penyitaan yang sudah dilakukan.
131
3 Essensi Fundamental dari penerapan penyitaan : a)Sita merupakan Tindakan Eksepsional ( ps 226,227 jo 195 HIR ) 1.penyitaan memaksakan kebenaran gugatan. 2.Penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan. b) Sita merupakan Tindakan Perampasan c) Penyitaan berdampak psikologis
132
Bentuk-bentuk Penyitaan Ada 2 yaitu : 1.Conservatoir beslaag/sita jaminan yaitu penyitaan terhadap barang milik tergugat. Dasar hukum : Pasal 227 HIR/261 RBg Tujuan : untuk menjamin terlaksananya putusan pengadilan Sita ini dapat dilakukan jika ada permintaan dari penggugat dengan mengemukakan alasan ada dugaan/sangkaan bahwa tergugat akan berusaha menghilangkan, merusak, memindah tangankan benda-benda HaK milik nya. Benda-benda yang menjadi objek sita ini adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak milik Tergugat
133
2.Revindicatoir beslaag yaitu sita terhadap barang milik penggugat yang dikuasai oleh orang lain. Dasar hukumnya Pasal 226 HIR/260 RBG Tujuan : menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon dan berakhir dengan penyerahan barang yang disita. Objeknya : benda bergerak Sita ini hanya terbatas atas sengketa hak milik.
134
3. Marital beslaag yaitu sita yang diletakkan atas harta perkawinan. Sita dapat dimohonkan dalam sengketa perceraian, pembagian harta perkawinan, pengamanan harta perkawinan. 4. Eksecutoir beslaag yaitu eksekusi dalam rangka pelaksanaan putusan hakim untuk Eksekusi Verhaal
135
TUJUAN PENYITAAN 1.Agar Gugatan tidak Illusoir HaK Tergugat tidak dialihkan atau dibebani dengan hak kebendaan 2.Merupakan upaya bagi Penggugat untuk menjamin dan melindungi kepentingannya atas keutuhan HaK Tergugat sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap ( IVG ). 3.Untuk menghindari itikad beruk Tergugat dengan berusaha melepaskan tanggung jawab ( Civil Liability ) yang mesti dipikulnya atas PMH /WP yang dilakukannya. 4. Objek eksekusi sudah pasti ada.
136
136 PERMOHONAN SITA JAMINAN Sita jaminan (beslag) dapat dimohonkan oleh Penggugat dalam gugatannya atau secara terpisah dengan suatu permohonan tersendiri yang diajukan kepada Majelis Hakim yang memerika dan mengadili perkara. Penyitaan pada prinsipnya dapat diletakan baik itu terhadap benda bergerak maupun tidak bergerak guna menjamin pelaksanaan putusan.
137
137 JENIS SITA JAMINAN Conservatoir Ps. 227 HIR Revindicatoir Ps. 226 HIR MaritalPandbeslag Sita yang diletakan, baik itu terhadap benda bergerak maupun tidak bergerak yang dimiliki atau berada dalam penguasaan Tergugat. Sita yang diletakan terhadap benda bergerak milik Penggugat yang berada dalam penguasaan Tergugat. Sita yang dimohonkan oleh istri, baik terhadap benda bergerak maupun tidak bergerak yang dimiliki atau berada dalam penguasaan suami. Sita yang diletakan, baik itu terhadap benda bergerak maupun tidak milik Tergugat guna pemenuhan suatu kewajiban tertentu, misal dalam kasus wanprestasi sewa menyewa tanah atau bangunan.
138
A.Jelaskan pengertian,tujuan dan akibat penyitaan ? B.Sebutkan Macam Penyitaan dan tunjukan perbedaannya masing 2 C.Sebutkan syarat agar permohonan penyitaan agar dikabulkan ooleh hakim dan sebutkan 3 Essensi dr Penyitaan
139
PROSES JAWAB MENJAWAB VERRI OCTAVIAN.SH.,MH
140
LOGO SISTEM KONTRADIKTOIR -Memberikan kesempatan kepada pihak tergugat untuk membantah dalil-dalil gugatan penggugat begitu juga sebaliknya. GUGATAN JAWABAN REPLIK DUPLIK VERSTEKVERZET PEBUKTIAN KONKLUSI
141
LOGO SIDANG PERTAMA Setelah Hakim membuka sidang dengan menyatakan “ sidang terbuka untuk umum” dengan mengetuk palu, hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan kepada penggugat dan tergugat: a.Identitas Penggugat/ Tergugat b.Apakah sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak di muka persidangan c.Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. d.Sebagai bukti identitas para pihak menunjukkan KTP masing-masing
142
LOGO SIDANG KEDUA (JAWABAN TERGUGAT) 1.Apabila para pihak dapat berdamai maka ada 2 kemungkinan, yaitu gugatan dicabut atau mereka mengadakan perdamaian diluar atau dimuka sidang 2.Apabila perdamaian diluar sidang maka hakim tidak ikut campur 3.Apabila perdamaian dilakukan dimuka hakim, maka ciri-cirinya adalah: 1.Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan 2.Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tidak dapat diajukan kembali 3.Apabila tidak tercapai suatu perdamaian maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. Jawaban ini dibuat rangkap tiga. Lembar pertama untuk penggugat, lembar kedua, untuk hakim, lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri.
143
LOGO SIDANG KETIGA (REPLIK) Pada sidang ini penggugat dan kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu untuk tergugat, satu untuk penggugat itu sendiri. Replik adalah tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat
144
LOGO SIDANG KEEMPAT (DUPLIK) Dalam sidang ini, tergugat menyerahkan duplik, yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat, kurang lebih berisi meneguhkan sikap konsistensi pendirian yang disampaikan dalam jawaban atas gugatan
145
LOGO SIDANG KELIMA (PEMBUKTIAN PENGGUGAT) Penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dengan melemahkan dalil- dalil tergugat.
146
LOGO SIDANG KEENAM (PEMBUKTIAN TERGUGAT) Jalan nya sidang sama dengan sidang pembuktian dari pihak penggugat, dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi adalah tergugat, sedang tanya jawabnya kebalikan dari sidang kelima
147
LOGO SIDANG KETUJUH Penyerahan kesimpulan, hasil-hasil yang diperoleh atau ditemukan selama proses persidangan. Isi pokok kesimpulan sudah barang tentu dibuat menguntungkan masing-masing pihak yang berperkara
148
LOGO SIDANG KEDELAPAN Dinamakan sidang putusan hakim. Hakim membaca putusan yang seharusnya dihadiri oleh para pihak. Setelah selesai membaca putusan maka kakim mengetuk palu tiga kali dan para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. Pernyataan banding ini harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan.
149
KUMULASI GUGATAN
150
LOGO MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN 1.Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151 Rbg, 1283-1284BW dan 18 Wvk 2.Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual doelmatig. Pengecualian: 1.Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan memenuhi perjanjian) 2.Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan tuntutan lain. 3.Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv
151
LOGO KETENTUAN PENGGABUNGAN 1.Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga memudahkan proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan saling bertentangan serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau Procesueel doelmatig (Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975, Nomor 880 K/Sip/1973 2.Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah” (Yurisprudensi MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/ Sip/ 1971 jo. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas “sederhana, cepat dan biaya ringan” 3.Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK CIPTA, dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW (Yurisprudensi MARI, Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/ Sip/1972
152
PERUBAHAN DAN PENCABUTAN GUGATAN M.HAMIDI MASYKUR SH,M.Kn
153
LOGO PERUBAHAN GUGATAN 1.Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat 2.Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut terlebih dahulu Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan pada sidang pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari TERGUGAT. (pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk mencabut gugatan, tanpa perlu persetujuan )
154
LOGO PENTING! 1.Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak lawan (Tergugat) 2.Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271 ayat (2) Rv 3. Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970 (Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan, asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN
155
JAWABAN TERGUGAT
156
LOGO 156 EKSEPSI Eksepsi merupakan suatu tangkisan atau bantahan dari pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak langsung menyentuh pokok perkara. Eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan; yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima (inadmissible). Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk).
157
LOGO 157 JENIS EKSEPSI (1) Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR hanya memperkenalkan eksepsi kompetensi absolut dan relatif. Namun, Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa jenis eksepsi. Dilihat dari Ilmu Hukum, jenis eksepsi terbagi atas: 1. Eksepsi Prosesuil (Processuele Exceptie) 2. Eksepsi Prosesuil di Luar Eksepsi Kompetensi 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)
158
LOGO 158 JENIS EKSEPSI (2) Add. 1. Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie) Yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan. Eksepsi Prosesual dibagi dua bagian, yaitu: 1. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Absolut Eksepsi yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri yang sedang melakukan pemeriksaan perkara tersebut dinilai tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena persoalan yang menjadi dasar gugatan tidak termasuk wewenang pengadilan negeri tersebut melainkan wewenang badan peradilan lain, misalnya PTUN atau Pengadilan Agama. Eksepsi ini dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan perkara berlangsung, bahkan hakim pun wajib pula mengakuinya karena jabatannya (Ps. 134 HIR). 2. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Relatif Eksepsi yang menyatakan bahwa suatu pengadilan negeri tertentu tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena tempat kedudukan atau obyek sengketa tidak berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa atau mengadili perkara tersebut. Eksepsi ini tidak diperkenankan diajukan setiap waktu, melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu sebelum diajukan jawab menyangkut pokok perkara. Putusan dituangkan dalam bentuk: - Putusan sela (interlocutoir), apabila eksepsi ditolak; atau - Putusan akhir, apabila eksepsi dikabulkan.
159
LOGO 159 JENIS EKSEPSI (3) Add. 2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi Eksepsi prosesual di luar eksepsi kompetensi terdiri dari berbagai bentuk atau jenis. Yang terpenting dan yang paling sering diajukan dalam praktik, antara lain: 1. Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak sah 2. Eksepsi Error in Persona Tergugat dapat mengajukan eksepsi ini, apabila gugatan mengandung cacat error in persona. 3. Eksepsi Res Judicata atau Ne Bis In Idem Eksepsi terhadap perkara yang sama yang telah pernah diputus hakim dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap. 4. Eksepsi Obscuur Libel Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan penggugat kabur atau tidak terang (onduidelijk).
160
LOGO 160 Jenis Eksepsi (4) Add. 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie) Jenis eksepsi materiil (Materiele Exceptie) 1. Eksepsi dilatoir (dilatoria exceptie) Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, dengan kata lain gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan karena masih prematur (terlampau dini). 2. Eksepsi peremptoir (exceptio peremptoria) Adalah eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya oleh karena gugatan telah diajukan lampau waktu (Kadaluwarsa) atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan. Cara Pengajuannya diajukan bersama-sama dengan jawaban mengenai pokok perkara. Cara Penyelesaiannya diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. Oleh karena itu, putusannya tidak berbentuk putusan sela, tetapi langsung sebagai satu kesatuan dengan putusan pokok perkara dalam putusan akhir.
161
GUGATAN REKONVESI
162
LOGO 162 REKONVENSI Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugat balasan (gugat balik) terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya [Pasal 132a ayat (1) HIR]. Pada dasarnya gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat (Pasal 132b HIR jo 158 RBg). Tujuan rekonvensi antara lain: 1. Menegakkan Asas Peradilan Sedehana 2. Menghemat biaya perkara 3. Mempercepat penyelesaian sengketa 4. mempermudah pemeriksaan 5. menghindari putusan yang saling bertentangan
163
LOGO LANJUTAN Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan Rekonvensi a. Komposisi Gugatan Gugatan Penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal), sedangkan Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi (gugatan balik) b. Komposisi para Pihak Penggugat asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan Berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai Penggugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi. Baik gugatan konvensi (gugat asal) maupun gugatan rekonvensi (gugat balasan) pada umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan hakim. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.
164
LOGO Lanjutan Pada asasnya tuntutan rekonvensi dapat meliputi segala hal ada pengecualiannya(ps132a(1) no 1,2,3 HIR,157,158 Rbg. 1.Bila penggugat dalam konvensi bertindak karena suatu kualitas tertentu, sedang tuntutan rekonvensi akan mengenai diri penggugat pribadi atau sebaliknya. Misalnya bertindak sebagai pihak formil(wali), maka tuntutan rekonvensi tidak boleh ditujukan kepada penggugat secara pribadi. Bila penggugat bertindak sebagai pemberes (vereffenaar) suatu perseroan, maka tuntutan rekonvensi tidak boleh mengenai penggugat secara pribadi 2.Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak wenang memeriksa gugat rekonvensi 3.Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan
165
MASUKNYA PIHAK KETIGA
166
LOGO INTERVENSI DASAR HUKUM Pasal 279-282 BRv “Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan (interest)” Bentuknya : 1.Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu pihak. 2.Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak. 3.Vrijwaring (penanggungan) : Mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak dari pihak ketiga yang bersangkutan. Ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh salah satu pihak yang berperkara. 4.Exceptio Plurium Litis Consortium: Masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang berperkara. Dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap. Contoh dalam perkara warisan.
167
www.themegallery.com
168
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA VERRI OCTAVIAN,SH.,MH
169
DASAR HUKUM Pasal 162 – 177 HIR Pasal 282 – 388 Rbg Pasal 1865 – 1945 BW
170
Pembuktian Hakim dalam melaksanakan tugas pengadilan membutuhkan: Pengetahuan tentang hukum Pengetahuan tentang fakta
171
Pembuktian Pengetahuan tentang hukum: hukum tertulis yg berlaku hukum kebiasaan kaedah-kaedah hukum asing
172
Pembuktian Pengetahuan tentang fakta Dalam hal hakim menjatuhkan putusan verstek Dalam hal tergugat mengakui kebenaran gugatan penggugat Dalam hal tidak ada penyangkalan Dalam hal hakim karena jabatannya dianggap telah mengetahui fakta-faktanya yaitu: fakta notoir fakta prosesuil
173
Pembuktian fakta notoir fakta yang tidak memerlukan pembuktian karena dianggap sudah diketahui oleh umum. Ct: tgl 17 Agustus adalah hari libur. fakta prosesuil fakta yang terjadi dalam proses dan disaksikan sendiri oleh hakim. Ct: tidak datangnya penggugat/ tergugat dalam persidangan, pengakuan dalam sidang.
174
Pembuktian Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, sehingga hubungan hukum itu harus dapat dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya penggugat) menginginkan kemenangan. Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu dibuktikan, misalnya hal-hal yang diakui / tidak disangkal oleh Tergugat, tidak perlu lagi dibuktikan, atau hal-hal yang sudah diketahui umum (facta notoir) Hukum Pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pencarian kebenaran dan keadilan di hadapan hakim.
175
Pembuktian Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan oleh hakim. Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil Menurut ajaran individualiserings-theorie, bahwa penggugat dapat diterima gugatannya bila ia mampu mendalilkan hal-hal yang pokok, dan pihak tergugat dapat mengerti apa yang dimaksudkan dalam tuntutan penggugat. Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie meminta penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang menjadi dasar gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan berdasarkan fakta yang dikemukakan.
176
Pembuktian Para pihak yang berperkara diwajibkan untuk membuktikan tentang duduk perkara Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa tersebut. Upaya hakim untuk memeriksa kebenaran dari bukti- bukti tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum tertentu untuk menambah wacana keilmuan dan pemahaman tentang hukum.
177
Pembuktian Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd) Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap kenyataan yang ada (judex factie) Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan kepastian tentang peristiwa yang disengketakan
178
Pembuktian 3 Teori yang lazim digunakan untuk menentukan keterikatan hakim dan para pihak, yaitu : Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim, tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang mengikat hakim, dan itu tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh hakim dalam persidangan Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pembuktian Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap hakim disamping ada larangan Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah Teori Pembuktian bebas
179
Beban pembuktian Pasal 163 HIR: “Barang siapa yg menyatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”. Kesimpulan : Siapa yg mendalilkan sesuatu maka ia yg harus membuktikan.
180
Beban Pembuktian Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang mengemukakan itikad buruk harus membuktikannya Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai menguasai sesuatu untuk orang lain, maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut, kecuali apabila terbukti sebaliknya Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya wanprestasi
181
Beban pembuktian Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo): Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang mengemukakan harus membuktikan Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu hak, maka ia harus membuktikan Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia telah meminta hakim untuk menerapkan ketentuan hukum obyektif terhadap suatu peristiwa yang diajukan tersebut. Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu peristiwa di pengadilan merupakan kepentingan publik. Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian berdasakan kesamaan kedudukan para pihak (asas audi et alteram partem
182
Titik tolak pembuktian Pasal 162 HIR “Tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat-alat bukti dalam perkara perdata, Ketua Pengadilan Negeri wajib mengingat aturan utama yg disebut dibawah ini”
183
Macam-macam alat bukti Pasal 164 HIR Bukti surat (165-167 HIR); Bukti saksi (168-172 HIR); Persangkaan (173-174 HIR); Pengakuan (175-176 HIR); Sumpah (177 jo 155, 156 HIR).
184
Surat Akta Otentik Akta Surat Akta di bawah tangan Bukan Akta
185
Surat Akta; Dibuat untuk ditujukan sebagai alat bukti. Dibagi menjadi akta otentik dan akta bawah tangan. Bukan akta. Dibuat tidak ditujukan untuk menjadi alat bukti di pengadilan, Ct: memo, undangan dll.
186
Akta otentik Definisi: Suatu akta yg dibuat dalam bentuk menurut UU oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yg berwenang untuk itu, di tempat di mana akta itu dibuat. (165 HIR atau pasal 285 Rbg) Kekuatan hukum akta otentik merupakan bukti yg sempurna bagi para pihak dan ahli warisnya. (Pasal 165 HIR ) Terhadap pihak ketiga akta tersebut merupakan alat bukti bebas.
187
Akta otentik Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yg sempurna, mengikat, formil dan materil. Ct : surat-surat yang dibuat oleh notaris, pegawai catatan sipil, panitera pengadilan.
188
Akta di bawah tangan: Definisi: Surat yg dibuat dan ditandatangani oleh para pihak dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum tetapi akta tersebut tidak dibuat dihadapan seorang pejabat umum. Apabila akta tsb sudah diakui oleh para pihak akan memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna bagi akta tersebut (ordonansi 1867/29 pasal 6, pasal 2)
189
Keterangan saksi Yang dapat diterangkan oleh saksi adalah apa yang saksi lihat, dengar dan alami sendiri 171 HIR: Kesaksian harus terbatas pada peristiwa- peristiwa yg dialaminya sendiri, sedangkan pendapat-pendapat atau persangkaan yg didapat secara berfikir bukan merupakan kesaksian.
190
Saksi 169 HIR: keterangan seorang saksi saja dengan tidak ada sesuatu alat bukti lainnya tidak dapat dianggap sebagai bukti yg cukup. Unus testis, Nullus testis (satu saksi bukan saksi).
191
Saksi Pihak – pihak yg tidak dapat didengar sebagai saksi (145 HIR) Pihak – pihak yg dapat mengundurkan diri dalam memberikan kesaksian (146 HIR)
192
Saksi Saksi ahli Diatur dalam 154 HIR. Saksi ahli harus dibedakan dengan saksi biasa. Keterangan yg diberikan saksi ahli didasarkan bidang ilmu pengetahuan yg dimilikinya atau keahliannya.
193
Persangkaan HIR tidak menjelaskan, definisi dari persangkaan diatur dalam pasal 1915 BW. Persangkaan: Kesimpulan yg oleh UU atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang dan nyata kearah peristiwa lain yg belum terang dan nyata.
194
Persangkaan Persangkaaan ada dua macam: persangkaan hakim Ct: dalam hal perkara gugatan perceraian atas dasar perzinahan persangkaan UU Ct: Pasal 1394 BW yg menentukan bahwa tiga kwitansi terakhir sudah dapat membuktikan suatu perbuatan hukum kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya;
195
Pengakuan Pengakuan sebagai alat bukti adalah pengakuan yg diberikan oleh salah satu pihak yang berperkara yang dilakukan di depan persidangan atau di luar sidang pengadilan. Pengakuan di dalam sidang pengadilan mempunyai kekuatan bukti yg sempurna (pasal 174 HIR).
196
Pengakuan Pengakuan di dalam sidang pengadilan oleh salah satu pihak yg berperkara dapat bersifat : suatu pernyataan kehendak, suatu perbuatan dan suatu perbuatan penguasaan.
197
Pengakuan Pengakuan dibedakan: Pengakuan murni; Pengakuan dengan suatu kualifikasi; Pengakuan dengan suatu klausula.
198
Sumpah Sumpah sebagai alat bukti berbeda dengan sumpah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Arti sumpah disini yaitu dimana sebelumnya ada suatu keterangan yg diucapkan oleh salah satu pihak, dan keterangan tersebut kemudian diperkuat dengan sumpah.
199
Sumpah Sumpah dibedakan menjadi : Sumpah yg diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak yg berperkara (sumpah supletoir) tujuannya untuk melengkapi bukti yg telah ada ditangan salah satu pihak; Sumpah yg dimohonkan oleh pihak lawan (sumpah pemutus/ sumpah decissoir) Sumpah ini terdapat dalam salah satu pihak yg berperkara mohon kepada hakim agar kepada pihak lawan diperintahkan untuk melakukan sumpah meskipun tidak ada pembuktian sama sekali
200
Sumpah Bila menyangkut perjanjian timbal balik, sumpah ini dapat dikembalikan (156 ayat 2 HIR) Sumpah ini harus bersifat Litis Decisoir yaitu benar-benar mengenai suatu hal yg menjadi pokok perselisihan.
201
Sumpah Mengangkat sumpah dapat diwakilkan dengan suatu akta otentik yang menyebutkan dengan seksama tentang sumpah yang akan diangkat (157 HIR)
202
Thanks… Sekian Terimakasih
203
VERRI OCTAVIAN.SH.,MH PUTUSAN PENGADILAN
204
Arti Putusan Pengadilan Pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk tujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian oleh hakim di persidangan (Sudikno Mertokusumo)
205
Kesimpulan akhir yang diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa antara pihak-pihak yang berperkara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Abdul Manan)
206
Asas Putusan 1. Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci 2. Wajib mengadili seluruh Bagian Gugatan 3. Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan 4. Diucapkan di muka umum a. Prinsip keterbukaan untuk umum bersifat imperatif
207
b. Akibat Hukum atas Pelanggaran Asas Keterbukaan Pelanggaran atas prinsip tersebut mengakibatkan putusan yang dijatuhkan : -tidak sah -tidak mempunyai kekuatan hukum c. Dalam hal pemeriksaan secara tertutup, Putusan tetap diucapkan dalam sidang terbuka d. Diucapkan di dalam Sidang Pengadilan
208
e.Radio dan Televisi Dapat Menyiarkan Langsung Pemeriksaan dari ruang sidang Pembatasannya berupa : a. Pemasangan kamera TV tidak boleh mengganggu proses pemeriksaan persidangan b.Harus lebih mengutamakan reportase akurat daripada sisi entertainment c.tidak diperkenankan menayangkan saksi yang harus dilindungi d.tidak diperkenankan memberi reportase (komentar baik pribadi maupun konfidensial) e.Tidak diperkenankan adanya komentar berkaitan teknis dan administrasi peradilan
209
Formulasi Putusan 1. Memuat secara ringkas dan jelas Pokok Perkara, Jawaban, Pertimbangan dan Amar Putusan a. Dalil Gugatan b. Mencantumkan jawaban Tergugat c. Uraian singkat Ringkasan dan Lingkup Pembuktian d.Pertimbangan Hukum e. Ketentuan Perundang-undangan f. Amar Putusan
210
Amar Putusan Amar putusan harus jelas dan ringkas perumusannya, dengan acuan sebagai berikut: 1. Gugatan mengandung Cacat Formil a. Jika cacat formil karena surat kuasa, error in persona, obscuur libel, prematur kadaluwarsa, ne bis in idem, amar putusannya : Gugatan tidak dapat diterima b. Jika cacat formil mengenai kompetensi, amar putusannya : (1) Menyatakan tidak berwenang mengadili (2) Gugatan Tidak Dapat Diterima
211
Gugatan Tidak Terbukti Apabila penggugat tidak mampu mengajukan alat bukti yang cukup memenuhi batas minimal pembuktian atau tergugat mampu menunjukkan bukti yang melumpuhkan bukti penggugat maka penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil gugatnya. Akibatnya, gugatan mesti ditolak seluruhnya. Dengan demikian, amar putusannya : Menolak Gugatan Penggugat Seluruhnya
212
Gugat Konvensi Tidak Terbukti, Eksepsi Tidak Berdasar dan Rekonvensi Tidak Terbukti Apabila tergugat mengajukan eksepsi dan rekonvensi maka terdapat tiga pokok perkara yang harus diselesaikan yakni konvensi, eksepsi dan rekonvensi. Apabila gugat konvensi tidak terbukti, eksepsi tidak berdasar dan rekonvensi tidak terbuti, maka : (1) Dalam Konvensi (a) Dalam Eksepsi Menolak Eksepsi atau Eksespsi tidak dapat diterima (b) Dalam Pokok Perkara Menolak Gugatan Seluruhnya (2) Dalam Rekonvensi Menolak Gugatan Rekonvensi Seluruhnya
213
Konvensi Tidak Terbukti, Eksepsi Tidak Berdasarkan, Rekonvensi Terbukti Dalam kasus yang demikian, amar putusan harus berbunyi : (1) Dalam konvensi (a) Dalam Eksepsi - Menolak Eksepsi (b) Dalam Pokok Perkara - Menolak Gugatan Seluruhnya (2) Dalam Rekonvensi - Mengabulkan Gugatan Rekonvensi Seluruhnya atau Sebagian
214
5. Konvensi Terbukti, Eksepsi Tidak Berdasar, Rekonvensi Tidak Terbukti Menghadapi kasus seperti ini, amar putusan yang mesti dijatuhkan : (1) Dalam Konvensi (a). Dalam Eksepsi - Menolak Eksepsi (b). Dalam Pokok Perkara - Mengabulkan Gugatan Sebagian atau Seluruhnya (2) Dalam Rekonvensi - Menolak Gugatan Rekonvensi
215
6. Dalam Perkara Perlawanan (Verzet) terhadap Putusan Verstek (1) Verzet ditolak - Menyatakan Pelawan, Pelawan yang tidak benar - Menolak perlawanan Pelawan - Menguatkan putusan Verstek tanggal......No...... (2) Pengajuan verzet lewat waktu (Verzet harus diajukan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan putusan atau 8 hari setelah aanmaning eksekusi) - Menyatakan pelawan, pelawan yang tidak benar - Menyatakan Perlawanan tidak dapat diterima (3) Perlawanan dikabulkan - Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang benar - Membatalkan putusan Verstek tanggal..... No.... - Menolak Gugatan Penggugat/ Terlawan Seluruhnya
216
Dalam Perkara terdapat Rangkaian Konvensi, Eksepsi, Rekonvensi dan Intervensi Menghadapi perkara yang demikian, terdapat beberapa kemungkinan yang terjadi (1) Eksepsi Dikabulkan ----Maka yang lainnya Tidak dapat diterima (2) Konvensi Dikabulkan, Eksepsi Ditolak, Rekonvensi Ditolak, Intervensi Tidak dapat Diterima (3) Konvensi Dikabulkan, Eksepsi Ditolak, Rekonvensi Ditolak. Intervensi Secara Formil diterima tapi Gugatan Ditolak (4) Konvensi Ditolak, Eksepsi Ditolak, Rekonvensi Ditolak, Intervensi Dikabulkan
217
Proses Pengambilan Putusan 1. Musyawarah Majelis Hakim Musyawarah Majelis Hakim merupakan perundingan yang dilaksanakan untuk mengambil keputusan terhadap suatu perkara yang diajukan kepadanya dan sedang diproses dalam persidangan Pengadilan Agama yang berwenang. MMH dilaksanakan secara rahasia, apa yang dihasilkan dalam rapat Majelis Hakim hanya diketahui oleh anggota Majelis sampai putusan diucapkan di depan sidang Pengadilan
218
Hak Majelis Hakim dalam MMH : 1. Mengkonstatir peristiwa hukum yang diajukan para pihak dengan melihat, mengakui atau membenarkan telah terjadinya peristiwa 2. Mengkualifisir peristiwa hukum yang diajukan para pihak. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang dianggap benar-benar terjadi tersebut termasuk dalam hubungan hukum yang bagaimana dan apa hukumnya 3. Mengkonstituir yaitu menetapkan hukumnya atau memberikan keadilan kepada para pihak yang berperkara
219
Jika dua orang hakim anggota Majelis berpendapat sama terhadap hal tersebut diatas, maka hakim yang kalah suara (termasuk Ketua Majelis) harus menerima pendapat yang telah sama tersebut. Hakim yang kalah suara menuliskan pendapatnya dalam buku catatan hakim yang memuat : (1) Nama hakim, (2) kedudukan dalam Majelis (3) nomor perkara (4) tanggal putusan perkara tersebut (5) pendapat hakim serta alasannya, (6) paraf hakim
220
Jika masing-masing anggota Majelis Hakim berbeda pendapat satu sama lain terhadap perkara yang sedang diperiksa maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan alternatif yaitu : 1. Ketua Pengadilan Agama mengadakan rapat pleno hakim yang dilaksanakan secara tertutup dan rahasia 2. Ketua Majelis Hakim karena jabatannya dapat mempergunakan hak vetonya dalam menyelesaikan perkara tersebut. Hakim yang tidak sependapat dengan putusan hakim dapat mencatatnya dalam buku catatan hakim.
221
2. Metode Penemuan Hukum Tugas menemukan hukum terhadap suatu perkara yang sedang diperiksa oleh Majelis Hakim merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan. Para hakim dianggap tahu hukum (ius curia novit)sehingga hakim harus mengadili dengan benar semua perkara yang diajukan kepadanya.
222
Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan belum ada hukumnya atau belum jelas hukumnya. Sebagai penegak hukum, ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum yang hidup di masyarakat.
223
Usaha untuk menemukan hukum dapat dilakukan melalui : 1. Kitab perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis 2. Kepala Adat dan penasihat agama bagi hukum yang tidak tertulis 3. Sumber yurisprudensi, dengan catatan hakim tidak terikat dengan putusan terdahulu dan dapat menyimpang jika putusan terdahulu diketahui menyimpang atau tidak lagi sesuai dengan hukum kontemporer. 4. Tulisan ilmiah para pakar hukum dan buku-buku ilmu pengetahuan lain yang terkait dengan perkara yang diperiksa.
224
Jika tidak diketemukan sumber-sumber tersebut, maka hakim harus mempergunakan metode interpretasi dan konstruksi. Metode interpretasi adalah penafsiran terhadap teks undang-undang dan masih berpegang pada bunyi teks itu. Metode konstruksi adalah hakim mempergunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut teks undang-undang. Hakim tidak terikat pada bunyi teks tapi tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem (Ahmad Ali)
225
Teknik Pengambilan Putusan Dari segi metodologi, para hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam mengambil keputusan terhadap perkara-perkara yang diperiksa dan diadili hendaknya melalui proses tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Perumusan masalah atau pokok sengketa b. Pengumpulan data dalam proses pembuktian c. Analisa data untuk menemukan fakta d. Penemuan hukum dan penerapannya e. Pengambilan keputusan
226
Penemuan hukum dan penerapannya
227
Pengambilan keputusan F x R = C F = Fact atau peristiwa/kejadian C = Conclusion R = Rule atau peraturan X = Operasional atau penalaran hukum FRC TTT FTF TFF FFF
228
UPAYA HUKUM Oleh Verri Octavian,SH.,MH
229
Upaya Hukum Biasa 1. Banding - Dasar Hukum:pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (UU- Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.1] [ 1] Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,cet. 1, (Jakarta :Sinar Grafika,1994), hal. 94, - Dasar Hukum:pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (UU- Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.1] [ 1] Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,cet. 1, (Jakarta :Sinar Grafika,1994), hal. 94,1] [ 1] [ 1]
230
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN BANDING Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985. Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.
231
PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN BANDING Diajukan di Panitera PN dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya permohonan banding. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947) oleh ybs maupun kuasanya. Panitera PN akan membuat akte banding yang memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh panitera dan pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata. Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan memori banding sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra memori banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan MARI No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975). Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang- undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.
232
KASASI ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI Diatur dalam pasal 30 UU No. 14/1985 jo pasal 30 UU No.5 Tahun 2005 Tentang MA jo ps. 30 UU No.4/2004 antara lain : 1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan. diminta dalam surat gugatan. 2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti. tidak tepat dilakukan oleh judex facti. 3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. batalnya putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah
233
Tenggang Waktu: - Pemohon Kasasi: 14 hari-14 hari - Pemohon Kasasi: 14 hari-14 hari (ps.46-47); (ps.46-47); - Termohon Kasasi: 14 hr - Termohon Kasasi: 14 hr PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi. Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985) Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985 )
234
Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan- alasan permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985) Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari (pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985). Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU No. 14/1985) Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985)
235
3. VERZET PENGERTIAN Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri yang diputus Verstek. PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET,pasal 129 HIR/153 Rbg Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri; Bila memungkinkan di periksa oleh Majelis Hakim yang sama. Pembuktian berdasakan SEMA No.9/1964, walaupun sebagai Pelawan bukan sbg Penggugat tapi tetap Terlawan sehingga yang membuktikan dulu adalah Terlawan/Penggugat asal. [1][1] Supomo, Prof. Dr., S.H., Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta, Pradnjaparamita, 1967) hal 39. [1]
236
UPAYA HUKUM LUAR BIASA 1. PK Upaya hukum peninjauan kembali (request civil) merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde). Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi). Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan. [1] [1] [ 1][ 1] R. Soeroso,Praktik Hukum Acara Perdata, Tata Cara, Proses Persidangan, cet. 1,(Jakarta: Sinar Grafika, 1994),hal.92. [ 1]
237
ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI ( pasal 67 UU No. 14/1985, jo Per MA No. 1/1982). 1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu. 2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan. 3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut. 4. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya, telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain. 5. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya. 6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
238
Tenggang Waktu (Pemohon PK) : 180 hr-ps.69 Ad.1: semenjakputusan pidana diberitahukan. Ad.2: dihitung sejak ditemukannya surat bukti baru tsb dimana hari dan tgl. Dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pihak yang berwenang. Ad.3,4,5 dan 6 sejak pts tsn mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan diberitahukan kepada para pihak. Tenggang Waktu Termohon PK (ps.72 UU No.14/1985) 30 hari setelah ada pemberitahuan.
239
PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN KEMBALI Permohonan kembali diajukan oleh pihak yang berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. Membayar biaya perkara. Permohonan Pengajuan Kembli dapat diajukan secara lisan maupun tertulis. Bila permohonan diajukan secara tertluis maka harus disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985) Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985) Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali disusun secara lengkap dan jelas, karena permohonan ini hanya dapat diajukan sekali.
240
Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985) Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat Kontra Memori PK bila lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No. 14/1985). Kontra Memori PK diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon untuk diketahui (pasal 72 ayat (3) UU No. 14/1985). Permohonan peninjauan kembali lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No. 14/1985). Pencabutan permohona PK dapat dilakukan sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985)
241
3.Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga) Mnrt ps. 1917 KUHPerdata : pts hakim hanya mengikat para pihak yg berperkara. Ps. 378 Rv: Pihak ke-3 yg merasa dirugikan oleh pts aquo dapat mengajukan perlawanan. Ps.382 Rv bila perlawanan dikabulkan maka pts tsb. Direvisi sepanjang kerugian pihak ke-3 tsb. Perlawanan thd CB, RB dan Sita Eksekusi hrs diajukan Pemilik ke Pengadilan Negri yang secara nyata menyita (ps. 195 (6) HIR, ps.206 (6) Rbg). Perlawanan tidak menunda Eksekusi, namun bila ada alasan yang essensil maka KPN harus menunda.
242
Eksekusi VERRI OCTAVIAN, SH, MH.
243
Definisi Eksekusi Tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yg kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan yg berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata (Yahya Harahap) Melaksanakan putusan yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana kekuatan umum ini berarti polisi (Subekti) Hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan (Supomo)
244
Eksekusi Kesimpulan: Eksekusi adalah pelaksanaan putusan DASAR HUKUM: 195 – 208 HIR
245
Asas Eksekusi Pelaksanaan putusan hanya dapat dilakukan terhadap suatu putusan yg telah berkekuatan hukum tetap (BHT) atau inkracht van gewijsde,
246
Syarat Putusan dapat dieksekusi Maka eksekusi atau pelaksanaan putusan hanya dapat dilakukan: terhadap putusan BHT, terhadap putusan yang bersifat condemnatoir, dan tidak dilaksanakan secara suka rela.
247
Pengecualian Asas Eksekusi Pengecualian terhadap asas BHT: 1. Terhadap pelaksanaan putusan serta merta (uit voerbaar bij voorrad) Dasar Hukum: 180 ayat (1) HIR Perhatikan ketentuan SEMA No 3/2000 dan 4/2001 2. Terhadap pelaksanaan putusan provisi Dasar Hukum: 180 ayat (2) HIR 3. Terhadap pelaksanaan akta perdamaian Dasar Hukum: 130 HIR Dasar Hukum: 130 HIR 4. Terhadap eksekusi Grosse Akta
248
Grosse Akta Suatu surat grosse dari hipotik dan pengakuan utang yang dibuat dihadapan notaris, dikepalanya menggunakan titel eksekutorial (irah-irah) sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial = keputusan hakim. Dasar Hukum: 224 HIR
249
Macam Eksekusi Beberapa macam eksekusi : Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Prestasi yg diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. (ps 196 HIR atau 208 Rbg) Eksekusi putusan yg menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan (ps 225 HIR atau 259 Rbg) Seseorang tidak dapat dipaksakan melakukan suatu perbuatan, tetapi pihak yg menang dapat meminta hakim (KPN) agar kepentingan yg diperolehnya dinilai dengan uang. Eksekusi riil. Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yg dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. (ps 1033 RV) “Jikalau putusan hakim yang memerintahkan pengosongan suatu barang yang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum maka Ketua akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita supaya dengan bantuannya alat kekuasaan negara (polisi) barang itu dikosongkan oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang kepunyaannya”. Perhatikan ps 200 ayat (11) HIR
250
Parate Eksekusi Disamping tiga macam eksekusi diatas, ada jenis eksekusi lain yaitu parate eksekusi: Apabila seorang kreditur menjual barang- barang tertentu milik debitur tanpa adanya title eksekutorial Ct: Pasal 1155 KUHPerdata
251
Prosedur Eksekusi Putusan dilaksanakan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yg memutus perkara tsb. Pelaksanaan putusan hakim dalam perkara perdata dilakukan oleh juru sita dipimpin oleh KPN (ps 195 dan 197 ayat 2 HIR, ps 36 ayat (3) UU 4/2004). Pelaksanaan putusan dilakukan atas dasar permohonan pihak yg menang, kecuali pihak yg kalah mau melaksanakan putusan secara suka rela.
252
Prosedur Eksekusi 1. Surat permohonan eksekusi 2. Aanmaning 3. Sita Eksekusi 4. Lelang
253
Surat Permohonan Eksekusi Dalam ps 196 HIR ditentukan bahwa untuk dapat melaksanakan suatu putusan hakim secara paksa oleh PN, maka pihak yg memenangkan perkara mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada KPN yg bersangkutan agar putusan dilaksanakan.
254
Aanmaning Selanjutnya KPN berdasarkan permohonan tsb memanggil pihak yg dikalahkan dan memperingatkan (aanmaning) supaya ia memenuhi keputusan itu dalam jangka waktu 8 hari. Pasal 196 HIR Pasal 196 HIR
255
Sita Eksekusi Namun jika dalam tempo yg ditentukan itu pihak yg dikalahkan belum memenuhi isi putusan, atau jika ia sudah dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, maka Ketua karena jabatannya dapat memberi surat penetapan supaya disita barang-barang bergerak milik orang yg dikalahkan atau jika tidak ada barang bergerak yang disita barang tetap (untuk kemudian dilelang) sebanyak jumlah nilai uang dalam putusan ditambah dengan semua biaya untuk menjalankan putusan Pasal 197 ayat (1) HIR
256
Tata cara sita eksekusi 1.Berdasarkan Surat Perintah Ketua Pengadilan Negeri. 2.Dilaksanakan Panitera atau Juru Sita. 3.Pelaksanaan dibantu Dua Orang Saksi. 4.Sita Eksekusi Dilakukan di Tempat. 5.Pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi. 6.Penjagaan Yuridis Barang yang Disita. 7.Ketidakhadiran Tersita Tidak Menghalangi Sita Eksekusi.
257
SYARAT-SYARAT POKOK KEABSAHAN TATA CARA SITA EKSEKUSI Barang yang disita benar-benar milik pihak tersita (termohon) Barang yang disita benar-benar milik pihak tersita (termohon) Mendahulukan penyitaan barang yang bergerak, dan apabila tidak mencukupi baru dilanjutkan terhadap barang yang tidak bergerak, sampai mencapai batas jumlah yang dihukum kepada pihak yang kalah. Mendahulukan penyitaan barang yang bergerak, dan apabila tidak mencukupi baru dilanjutkan terhadap barang yang tidak bergerak, sampai mencapai batas jumlah yang dihukum kepada pihak yang kalah.
258
Lelang Definisi: Penjualan di muka umum harta kekayaan termohon yang telah di sita eksekusi atau dengan kata lain menjual di muka umum barang sitaan milik termohon (debitur), yang dilakukan di depan juru lelang atau penjualan lelang dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang (juru lelang). Penjualan di muka umum harta kekayaan termohon yang telah di sita eksekusi atau dengan kata lain menjual di muka umum barang sitaan milik termohon (debitur), yang dilakukan di depan juru lelang atau penjualan lelang dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang (juru lelang).
259
Penangguhan Eksekusi Perhatikan: Pasal 66 Ayat (2) UU No 14/1985 jo UU No 5/ 2004 jo 3/ 2009 tentang Mahkamah Agung: “ Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan”
260
Hukum Acara Perdata Positif mengenal Gugat perwakilan krn 2 Hal yakni 1)Penunjukan oleh yg berkepentingan. 2)Perwakilan krn Penunjukan oleh Hukum;
261
Perwakilan dalam Perkara Perdata Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan syarat dengan surat kuasa Khusus Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat, kuasa hukum itu diberikan kepada advokat. Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.
262
Surat kuasa : suatu dokumen di mana isinya seseorang menunjuk dan memberikan wewenang pada orang lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Macam-macam surat kuasa : 1.Surat kuasa umum :surat yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja, artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik berat pengurusan. 2.Surat kuasa khusus: kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja. Dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
263
Isi Surat Kuasa Khusus 1.Identitas pemberi kuasa dan penerima kuasa. 2.Apa yang menjadi pokok perkara. 3.Pertelaan isi kuasa yang diberikan. Dijelaskan tentang kekhususan isi kuasa. 4.Hak subsitusi /pengganti
264
DASAR HUKUM CLASS ACTIONS DI INDONESIA Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,Pasal 37. Undangan – Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 46 Undang-Undang nomor 41 tahun 1999, tentang Kehutanan, Pasal 71 PERMA NO. 1 tahun 2002
265
Walaupun telah ada dasar hukum mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan tetapi belum ada hukum acara yang mengatur.
266
LATAR BELAKANG LAHIRNYA PERMA NO.1 TAHUN 2002 A. Asas Peradilan sederhana,cepat dan biaya ringan. B.Pelanggaran Hukum yang merugikan secara serentak terhadap orang banyak. C.Tidak efektif penyelesaian pelanggaran hukum tersebut huruf b diselesaikan sendiri-sendiri. D.Pelanggaran hukum pada huruf c dapat diajukan dengan gugatan perwakilan kelompok. E.Undang-undang yang mengatur gugatan perwakilan kelompok, spt UU No.23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tetapi belum ada hukum acaranya. F.Mengisi kekosongan hukum.
267
TATA CARA MENGAJUKAN GUGATAN PERWAKILAN (Pasal 3 PERMA No.1 Tahun 2002). Harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku,surat gugatan perwakilan kelompok harus memuat : A.Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok B.Definisi kelompok secara rinci dan spesifik walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu C.Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan.
268
D.Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok yang terindikasi maupun tidak terindikasi dikemukakan secara jelas dan terinci. E.Dalam satu gugatan perwakilan, dapat dikelompokan beberapa bagian atau sub kelompok jika tuntutan tidak sama karena karena sifat dan kerugian yang berbeda. F.Petitum ganti rugi harus jelas
269
SURAT KUASA WAKIL KELOMPOK (PASAL 4 PERMA No.I/2002) Untuk kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak disyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok
270
BAGAIMANA PADA SIDANG PERTAMA ADA PENARIKAN DARI WAKIL KELOMPOK? Tidak mengugurkan hak procedural maupun hak subjektif dari anggota kelompok yang pada saat gugatan didaftarkan tidak disebutkan. Pasal 3 PERMA tidak disyaratkan penyebutan nama anggota kelompok satu persatu. Pasal 7 PERMA didata ulang pada saat proses pemberitahuan (notification) pada tahan sertifikasi, kedudukan wakil kelompok tidaklah harus permanen karena Pengadilan sewaktu-waktu dapat memerintahkan untuk mengganti anggota kelompoknya apabila wakil kelompok dinilai : “Tidak memperlihatkan kejujuran serta mengabaikan anggota kelompoknya, contohnya wakil kelompok telah mendapat uang kadeudeuh(pemberian atas dasar alasan kemanusiaan. dari tergugat. Dalam Praktek Anggota Kelompok dapat memberi ku asa dan menunjuk anggota perwakilan baru dimuka persidangan.
271
BAGAIMANA MENGUJI SYARAT YURIDIS DARI GUGATAN PERWAKILAN Bahwa apabila terjadi peristiwa-peristiwa kegiatan-kegiatan atau suatu perkembangan dapat menimbulkan pelanggaran hukum yang merugikan secara serentak atau sekaligus dan massal terhadap orang banyak, sementara sangatlah tidak efektif dan efisien apabila penyelesaian pelanggaran hukum tersebut diselesaikan sendiri-sendiri dalam satu surat gugatan Bahwa terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial,serta kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya.
272
CONTOH KASUS LONGSOR DI HUTAN MANDALAWANGI: Peristiwa yang telah diketahui umum maka sifatnya “notoir feiten” (tidak perlu pembuktian) yang perlu pembuktian apakah peristiwa tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi orang banyak dan siapa yang paling bertanggung jawab, maka sarana hukum yang paling effektif untuk menampung tuntutan kelompok masyarakat korban adalah melalui prosedur “ gugatan secara class-action”.
273
Tentang adanya kesamaan fakta dan kesamaan hukum, dapat dilihat dari hasil sertifikasi wakil kelompok diserahkan daftar mengenai fakta (adanya jumlah orang banyak yang menderita kerugian yang sejenis. - Kelompok kerugian luka berat dan ringan - Kelompok kerugian harta benda rumah dan tanah - Kelompok kerugian alat-alat rumah tangga - Kelompok kerugian peternakan dan pertanian - Kelompok kerugian harta benda rumah dan tanah desa - Kelompok kerugian hilangnya fasilitas umum - Kelompok pembiayaan penghidupan dan pengajaran selama para anggota kelompok dalam pengungsian
274
LEGAL STANDING Istilah legal standing disebut juga standing, ius standi, persona standi atau hak gugat, yaitu akses orang perorangan ataupun kelompok/organisasi di Pengadilan sebagai pihak penggugat..
275
URGENSI LEGAL STANDING I. Faktor kepentingan masyarakat luas Banyaknya kasus-kasus publik telah tumbuhnya organisasi advokasi antara lain : –Y–Yayasan lembaga bantuan hukum Indonesia ( YLBHI) –Y–Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) –W–Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) II. Faktor penguasaan sumber daya alam oleh negara Objek sumber daya alam ( sungai, hutan dan mineral atau tambang), karena dalam praktek sering pemerintah mengabaikan kewajibannya untk berlanjutnya sumber daya alam.
276
Persamaan prinsip Actio Pop & CA Sama2 mrpk Gugatan yg melibatkan kepentingan sejumlah besar orang scr perwakilan oleh seorang /lebih. AP yg berhak mengajukan adalah setiap orang atas dsr Ia adalah anggota masyarakat (WN ) Tanpa hrs mrpk phk yg mengalami kerugian, Yg dituntut/petitumnya adalah utk Kepentingan Umum yg mrpk kepentingan WN Hanya satu/Bbrp yg mrpk anggota kelompok yg mengalami kerugian scr langsung. Yg dituntut/Petitumnya adalah kepentingan yg sama dlm satu permasalahan yg menimpa kelompok.
277
Di Belanda dikenal terminologi lain = Group Acties yg pengertiannya ad : Sbg hak yg diberikan oleh suatu Badan Hukum utk mengajukan gugatan mewakili kepentingan orang banyak ( Other person’s interes ), apa bila dlm ADnya mencantumkan kepentingan orang banyak ( Kepentingan Umum )yg serupa dgn yg diperjuangkan di Pengadilan, namun tdk boleh menuntut ganti rugi misal kepentingan perlindungan konsumen.
278
Apakah terdapat Perbedaan antara Group Acties dgn Class Action. G A ad mrpk perkembangan baru dlm hk terutama berkaitan dgn pemberian hak gugat ( LS ) bagi BH utk mewakili kepentingan orang banyak.BH tdk perlu satu tempat tinggal dlm satu daerah dgn masy yg diwakili, cukup AD mencantumnya perlindungan kepentingan masy yg diwakili Yg dituntut kepentingan orang banyak tdk boleh menuntut GR BH tdk hrs mengalami kerugian scr nyata,tdk hrs bertempat tinggal satu daerah dgn masy yg diwakilinya. Ad berkaitan dgn prosedur pengajuan perkara yg melibatkan sekelompok orang yg mempunyai kepentingan serta permasalahan yg sama. YG DITUNTUT ad kepentingan yg sama dr sekelompok orang yg bersifat individual brp tuntutan GR
279
Apakah Indonesia mengadopsi hal tsb A.UU No.23/ 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; B.UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen; C.UU 41/1999 Tentang Kehutanan, D.PERMA 2/1999 Tentang Pengawasan MA thd Parpol.
280
Sistem hukum Kita Sekarang menjadi mengenal Gugatan dgn 2 model yakni : 1)Model Class Action, 2)Legal Standing ( ius Standing ). Ini semula tdk dikenal dlm HIR maupun RBG
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.