Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehAdimas Wisnu Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN TERHADAP PENDIDIKAN
By Dr. Drs. H.M.Idrus, S.Psi., M.Pd
2
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN
Kontribusi Bagi Proses Pendidikan Kontribusi Bagi Peserta Didik Kontribusi Bagi Pendidik
3
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN 1
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN 1. Kontribusi Bagi Proses Pendidikan Penggunaan audio visual aids Membantu dalam pengelolaan sekolah Membantu dalam penyusunan jadwal pelajaran Membantu terhadap produksi buku pelajaran Memberi dasar bagi penyusunan kurikulum
4
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN 2
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN 2. Kontribusi Bagi Peserta Didik Mengerti hakekat belajar Pendidikan yang lebih kooperatif dan demokratif bagi siswa Membantu perkembangan kepribadian siswa melalui kegiatan ekstra/intra kurikuler
5
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN 3
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN 3. Kontribusi Bagi Pendidik Pendidik lebih terbuka terhadap perbedaan individu Mengetahui metode mengajar yang efektif Memahami permasalahan anak didik Membantu dalam evaluasi belajar Meningkatkan kemampuan meneliti Mengarahkan pendidik dalam menangani anak-anak khusus
6
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Introspeksi Observasi Metode Klinis Metode Diferensial Metode Ilmiah Metode Eksperimen
7
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1. Instrospeksi
Melakukan pengamatan ke dalam diri sendiri/self observation yaitu dengan melihat keadaan mental pada waktu tertentu.
8
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN 2. Observasi
Kegiatan melihat sesuatu di luar diri sehingga yang diperoleh merupakan data overt behavior (perilaku yang tampak).
9
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN 3. Metode Klinis
Digunakan untuk mengumpulkan data secara lebih rinci mengenai perilaku penyesuaian dan kasus-kasus perilaku menyimpang. Studi Kasus Klinis Studi Kasus Perkembangan Longitudinal Cross-Sectional
10
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN 4. Metode Diferensial
Digunakan untuk meneliti perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di antara anak didik. Menggunakan berbagai macam teknik pengukuran (contoh: tes, angket,dsb) serta menggunakan statistik untuk menganalisis.
11
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN 5. Metode Ilmiah
Merupakan prosedur yang sistematik dalam memecahkan permasalahan dan merupakan suatu pendekatan objektif yang terbuka untuk dikritik,dikonfirmasikan, dimodifikasi atau bahkan mungkin ditolak kebenarannya oleh penelitian berikutnya. Digunakan untuk menyelesaikan permasalahan perilaku yang lebih kompleks yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
12
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN 6. Metode Eksperimen
Melakukan pengontrolan secara ketat terhadap faktor-faktor atau variabel-variabel yang diperkirakan dapat mencemari atau mengotori hasil penelitian.
13
BAB II BAKAT & INTELEGENSI
PENDAHULUAN INTELEGENSI BAKAT LINGKUNGAN & HEREDITAS KELAS SOSIAL & IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN DIKOTOMI DESA-KOTA JENIS KELAMIN
14
A. PENDAHULUAN Bakat & intelegensi merupakan kemampuan mental individu
15
B. INTELEGENSI Sejarah Intelegensi Pengertian Intelegensi
Teori-teori Intelegensi Pengukuran Intelegensi Kurve Normal Dalam Intelegensi
16
B. INTELEGENSI 1. Sejarah Intelegensi
Wundt(Jerman), Galton(Inggris), Cattel(AS) tes untuk anak-anak. Hasilnya:ada perbedaan ketepatan dan kecepatan individu dalam mengerjkan tes. Pra 1800-an tes hanya untuk mengukur satu kemampuan 1880 Ebbinghause menemukan berbagai tes memori Alfred Binet & Theopile Simon membedakan intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir Tes Binet-Simon Tes Binet direvisi 1916 menjadi Tes Stanford Binet
17
B. INTELEGENSI 2. Pengertian Intelegensi
TERMAN Suatu kemampuan untuk berpikir berdasarkan atas gagasan yang abstrak. BINET Intelegensi mencakup 4 hal yaitu:pemahaman, hasil penemuan, arahan dan pembahasan. STREN Kapasitas umum dari individu yang secara sadar dapat menyesuaikan jiwa yang umum dengan masalah dan kondisi hidup baru. THORNDIKE Daya kekuatan respon yang baik dari sudut pandang kebenaran dan kenyataan. Tiga aspek intelegensi: ketinggian, keluasan dan kecepatan.
18
B. INTELEGENSI 3. Teori-teori Intelegensi
CHARLES SPEARMAN Dua faktor intelegensi, yaitu: Faktor G: mencakup semua kegiatan intelektual dan dimiliki oleh semua orang. Faktor S: mencakup semua faktor khsusus tertentu yang relevan dengan tugas tertentu.
19
B. Intelegensi 3. Teori-teori Intelegensi
THURSTONE Intelegensi beroperasi pada empat tingkat trial & error yaitu : Perilaku nyata (trial & error) Perseptual (trial & error) Ideational Konseptual dijadikan acuan bagi pengukuran intelegensi
20
B. INTELEGENSI 3. Teori-teori Intelegensi
KEMAMPUAN KONSEPTUAL THURSTONE: Verbal Comprehention (V) Number (N) Spatial Relation (S) Word Fluency (W) Memory (M) Reasoning (R)
21
B. INTELEGENSI 4. Pengukuran Intelegensi
KUALITATIF Perbedaan intelegensi disebabkan karena kualitas individu yang berbeda. KUANTITATIF Perbedaan intelegensi disebabkan karena terdapat perbedaan kuantitas individu.
22
B. INTELEGENSI 4. Pengukuran Intelegensi
ALFRED BINET TES STANFORD BINET IQ = MA X 100 CA IQ = Intelligence Quotient MA = Mental Age CA = Chronological Age
23
B. INTELEGENSI 4. Pengukuran Intelegensi Klasifikasi IQ Menurut Stanford-Binet
24
B. INTELEGENSI 4. Pengukuran Intelegensi
DAVID WECHSLER Wechsler-Bellevue Intellegence Scale (1939) Wechsler Intellegence Scale for Children (1949) Wechsler Adult Intellegence Scale (1955)
25
B. INTELEGENSI 4. Pengukuran Intelegensi Klasifikasi IQ Menurut Wechsler
26
B. INTELEGENSI 5. Kurve Normal Dalam Intelegensi
27
C. BAKAT Sejarah Bakat Pengertian Bakat Bakat & Intelegensi
Pengukuran Bakat
28
C. Bakat 1. Sejarah Bakat Pendidikan = Bakat Ideal
Aplikasi Bakat pendidikan & lapangan kerja Thorndike Tiga jenis intelegensi : Abstrak Mekanis Sosial Spearman Teori faktor G & faktor S dalam intelegensi
29
C. Bakat 2. Pengertian Bakat
Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkat yang beragam William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau tergantung dari latihan Brigham : Bakat kondisi, kualitas, atau sekumpulan kualitas yang dititik beratkan pada apa yang dapat dilakukan individu (segi performance/kinerja) setelah individu mendapat latihan.
30
C. Bakat 2. Pengertian Bakat
Woodworth dan Marquis : bakat adalah prestasi yang dapat diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus. Bakat merupakan kemampuan yang memiliki tiga arti, yaitu: 1. Achievement Kemampuan aktual 2. Capacity Kemampuan potensial 3. Aptitude Kualitas
31
C. Bakat 2. Pengertian Bakat
Guilford : bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual Suryabrata : Analisis mengenai bakat selalu merupakan analisis mengenai tingkah laku. Tingkah laku mengandung tiga aspek : aspek tindakan (performance/act) aspek sebab atau akibatnya (a person causes a result) aspek ekspresif Aspek kedua banyak dibahas terutama bila dikaitkan dengan bakat
32
C. Bakat 3. Bakat dan Intelegensi
Binet dan Weschler menekankan pada berfungsinyaseluruh kemampuan mental individu. Hasil tes intelegensi bisa mengukur bakat. Pengukuran intelegensi bersifat meramalkan tentang keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang memerlukan kemampuan mental. Pengukuran bakat bertujuan menunjukkan kemampuan yang berhasil dalam bidang khusus.
33
C. Bakat 4. Pengukuran Bakat
Prosedur pengukuran bakat (Suryabrata, 1995) : a. Analisis jabatan/lapangan b. Deskripsi jabatan/lapangan studi c. Menemukan persyaratan yang diperlukan d. Menyusun alat pengungkap bakat, biasanya berbentuk tes
34
D. LINGKUNGAN & HEREDITAS
Studi terhadap keluarga Studi terhadap anak kembar
35
D. Lingkungan & Hereditas
1. Studi terhadap Keluarga Galton orang tua IQ tinggi = IQ anak tinggi Asumsi dulu: IQ dipengaruhi faktor keturunan Asumsi sekarang: IQ kemungkinan dipengaruhi faktor lingkungan
36
D. Lingkungan & Hereditas 2. Studi terhadap Anak Kembar
Penelitian Hardy dan Heyes, 1988: Kembar monozigotik dibesarkan bersama: IQ hampir sama faktor nature berperan besar IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan besar Kembar monozigotik dibesarkan, terpisah IQ hampir sama faktor nature berperan kecil IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan kecil
37
E. KELAS SOSIAL Havighurst kelas sosial & intelegensi, laki-laki & perempuan Makin tinggi kelas sosial, makin tinggi tingkat intelegensi Tidak ada perbedaan laki-laki & perempuan
38
F. DIKOTOMI DESA-KOTA Crow & Crow (1989) intelegensi anak kota anak desa Colleman, dkk prestasi anak metropolitan anak non metropolitan
39
G. JENIS KELAMIN Intelegensi laki-laki = perempuan (Cage & Berliner, 1979;Crow & Crow, 1989)
40
G. JENIS KELAMIN Perbedaan laki-laki & perempuan (Cage & Berliner, 1979): Kemampuan verbal (p l) Kemampuan matematika (l p) Kemampuan spasial (l p) Problem solving (l p) Orientasi prestasi
41
BAB III KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN
PENDAHULUAN PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT PENDIDIKAN BAGI SLOW LEARNER PENDIDIKAN ANAK KHUSUS
42
A. PENDAHULUAN Aplikasi konsep-konsep bakat & intelegensi pada lapangan pendidikan Pendidikan harus sesuai dengan kondisi peserta didik
43
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
Kondisi di manca negara(AS, Jepang, Inggris, Korea, Taiwan) dan di Indonesia Anak berbakat Identifikasi anak berbakat Model identifikasi Layanan pendidikan anak berbakat
44
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 1. Di Mancanegara dan Indonesia
1958; Amerika mencoba memikirkan pendidikan untuk menjaring anak berbakat. Aplikasi teori psikologi (teori belajar dan konsep kognitif) dan pengkajian teknologi merupakan hal yang berpengaruh terhadap masalah bakat dan aktualisasi diri di AS. Jepang menggunakan “Sistem Nasional Pendidikan Universal” untuk mengidentifikasi anak berbakat. Inggris tidak mengenal pengelompokkan Gifted & Talented. Hal itu akan membuat anak di luar kelompok itu merasa inferior secara intelektual. Identifikasi anak berbakat merupakan tugas guru
45
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 1. Di Mancanegara dan Indonesia
Korea. Pengembangan pendidikan anak berbakat melalui dua tingkat: a. Tingkat Nasional b. Tingkat Swasta Untuk penjaringan anak berbakat dengan: a. Akselerasi b. Undang-undang (1996) yang mengatur beragam ukuran untuk menjamin adanya suatu bentuk belajar mengajar yang berbeda-beda yang diarahkan pada diversifikasi, kebutuhan individual pengajar dan untuk memaksimalkan pengembangan potensi individu.
46
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 1. Di Mancanegara dan Indonesia
Taiwan. Faktor dalam pengembangan pendidikan di taiwan: kebutuhan nasional akan pendidikan bagi Gifted & Talented, kebutuhan akan pengembangan individual dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Taiwan SEL (Special Education Laws) 1984, mengartikan Gifted & Talented meliputi individu yang memiliki satu atau lebih kualitas di bawah ini: a. Gifted dalam kemampuan umum b. Gifted dalam bakat akademik c. Gifted dalam talent khusus
47
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 1. Di Mancanegara dan Indonesia
1974, beasiswa bagi anak unggulan yang tidak mampu 1980, pilot project untuk identifikasi dan seleksi anak berbakat Prosesnya: 1. Penjaringan umum % anak berbakat dari populasi sekolah. Berdasarkan penilaian guru, nilai rapor dan tes IQ. 2. Proses seleksi dengan baterai tes IQ, tes kreativitas, skala perilaku siswa dan tes hasil belajar. 1989, UU No.2/1989 (Sisdiknas) ps 8:”Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
48
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 2. Anak Berbakat
Keberbakatan: beberapa anak berbakat (child giftted) yang memilik kinerja dengan tingkat potensi aktivitas manusia yang bernilai dan secara konsisten luar biasa. (Paul Witty) Gifted (berbakat): 1.memiliki suatu derajat kemampuan intelektual yang tinggi, IQ > 140 atau lebih; 2.memiliki satu bakat non-intelektual, misalnya musik atau olahraga sampai pada tingkat tinggi sekali. Talent: suatu bentuk kemampuan khusus, seperti kemungkinan musikal yang diwarisi orang tua dan memungkinkan seseorang memperoleh keuntungan dari hasil latihannya sampai tingkat yang tinggi (bakat) (sumber:Chaplin, 1995).
49
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 3. Identifikasi Anak Berbakat
Penjaringan Anak Berbakat. A. Didasarkan pada anggapan bahwa dalam skala makro terdapat 1 % dari seluruh populasi adalah anak berbakat unggul (Ward dalam Semiawan, 1994). B. Pada populasi anak berbakat terdapat 10 % dengan IQ = (moderately gifted) C. Sampel identifikasi awal = % (Penelitian Balitbang dalam Semiawan, 1994)
50
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 3. Identifikasi Anak Berbakat
Penyaringan Anak Berbakat Tujuan: memberikan dasar terhadap penilaian pada kemampuan, sifat, sikap atau perilaku seseorang. Penyaringan berguna bagi peramalan tentang kinerja tertentu pada masa yang akan datang. Identifikasi anak berbakat harus meliputi semua aspek secara komprehensif yaitu IQ, kreativitas, motivasi dan kepemimpinan. Berbagai kemampuan tersebut merupakan manifestasi dari berbagai bakat sebagai kapasitas mental (Semiawan, 1994)
51
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 4. Model Identifikasi Renzulli
IQ > Rata-rata Task comitment Kreativitas THREE-RINGS INTERACTION
52
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 4. Model Identifikasi Triandis
Sekolah Teman Sebaya Keuletan Kreativitas Anak cerdas tinggi Intelegensi Keluarga
53
B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT 5. Layanan Pend.Anak Berbakat
Menurut Ward, Kitano & Kirby (dalam Semiawan, 1994): Pendidikan anak berbakat seyogyanya berbeda dengan menekankan pada aspek intelektual. Diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas sesuai kemampuan anak berbakat di atas rata-rata. Penekanan pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi. Penekanan pada orientasi penemuan dan pendekatan induktif. Memerlukan pertimbangan khsusus dalam pendidikan. Kurikulum berdiferensiasi (Semiawan, 1994)
54
C. MENTAL RETARDATION Karakteristik MR Kategori MR
Faktor-faktor penyebab MR
55
C. MENTAL RETARDATION 1. Karakteristik MR Menurut PPDGJ III:
a. IQ = 75 ke bawah b. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial c. Adaptive behavior buruk MR merupakan fenomena sosiokultural yang kompleks karena melibatkan hal-hal yang kompleks: hubungan antar keluarga menjadi beban semua orang hambatan bagi pembangunan
56
C. MENTAL RETARDATION 2. Kategori MR 1). Ditinjau dari skala IQ
a. Mild MR - Stanford Binet : - Wechsler : b. Moderate MR - Stanford Binet : - Wechsler :
57
C. MENTAL RETARDATION 2. Kategori MR c. Severe MR
- Stanford Binet : - Wechsler : d. Profound MR - Stanford Binet : <= 19 - Wechsler : <= 24
58
C. MENTAL RETARDATION 2. Kategori MR
2). Ditinjau dari istilah dalam psikologi dan kesehatan: a. Debil : IQ b. Imbicil : IQ c. Idiot : IQ < 25 3). Ditinjau dari istilah dalam pendidikan: a. Dull : IQ b. Educable : IQ c. Trainable : IQ d. Hanya mampu rawat : IQ < 25
59
C. MENTAL RETARDATION 3. Faktor Penyebab MR Sebab Biologis
A). Pranatal: infeksi, detoksifikasi, virus rubella, oabt, AIDS, herphes simplex, siphilis, hypoxia, radiasi, kelainan metabolisme. B). Masa pranatal dengan penyebab tidak jelas: microcephallus, hydrocephallus, meningocelle, kelainan kromosom, BB < minimum, bayi dari ibu psikosis Sebab Psikologi dan sosial Disebabkan karena dibesarkan dalam lingkungan primitif (masa pekanya terlewati tanpa adanya stimulasi)
60
D. EXCEPTIONAL PEOPLE Pengertian Kategori individu khusus
61
D. EXCEPTIONAL PEOPLE 1. Pengertian
Individu yang secara jelas/signifikan dan sifatnya menetap berbeda dari yang normal dan mengalami hambatan untuk mencapai suskes dalam aktivitas sosial, personal dan pendidikan yang sangat dasar (Harring, 1982). Beberapa istilah terkait: Disabled Impaired Disordered Handicaped Exceptional
62
2. Kategori Exceptional People
D. EXCEPTIONAL PEOPLE 2. Kategori Exceptional People Kategori Harring (1982): Sensory Handicapped Mental Deviation Communication Disorder Learning Disabilities Behavioral Disorders Physical Handicaps
63
2. Kategori Exceptional People
D. EXCEPTIONAL PEOPLE 2. Kategori Exceptional People Kategori Indonesia: a. Tuna Netra (SLB A) b. Tuna Wicara & Tuna Rungu (SLB B) c. Tuna Grahita (SLB C) d. Tuna Daksa (SLB D) e. Tuna Laras (SLB E) f. Berbakat/gifted (SLB F)
64
BAB IV PERENCANAAN KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR
PENDAHULUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL MODEL INSTRUKSIONAL KURIKULUM MODEL PEMILIHAN TUJUAN
65
A. PENDAHULUAN “Apa yang akan saya lakukan?”
“Perubahan apa yang saya inginkan dari siswa-siswa saya?”
66
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Guru yang efektif Model tujuan instruksional yang bertujuan Keuntungan model tujuan instruksional yang bertujuan
67
Model Instruksional yang Beracuan Tujuan
C. MODEL INSTRUKSIONAL Penilaian Pendahuluan Penentuan tujuan-tujuan spesifik Pengajaran Evaluasi Model Instruksional yang Beracuan Tujuan
68
Langkah-langkah yang ditentukan oleh evaluasi hasil
C. MODEL INSTRUKSIONAL Jika tujuan tidak tercapai, perbaiki Penilaian Pendahuluan Penentuan tujuan-tujuan spesifik Pengajaran Evaluasi Jika tujuan tercapai, kembangkan Langkah-langkah yang ditentukan oleh evaluasi hasil
69
D. KURIKULUM Definisi kurikulum Model pemilihan tujuan (Tyler)
70
D. KURIKULUM 1. Definisi Kurikulum Kurikulum ialah keseluruhan hasil belajar yang direncanakan dan di bawah tanggung jawab sekolah.
71
D. KURIKULUM 2. Model Pemilihan Tujuan (Ralph Tyler)
Komponen-komponen dalam kurikulum (Model Tyler): Siswa Masyarakat Bidang studi Ketiga kategori ini saling berhubungan dan saling melengkapi.
72
BAB V PROSES BELAJAR KOMUNIKASI PEMBELAJARAN AKTIF
73
A. KOMUNIKASI Pengertian komunikasi Unsur-unsur dalam komunikasi
Model proses persuasi Komunikasi dalam proses belajar-mengajar
74
A. KOMUNIKASI 1. Pengertian Komunikasi
Berasal dari bahasa Latin “communicere” = “memberitahukan”, “berpartisipasi”, “menjadi milik bersama” Susanto (1973): komunikasi berarti memberitahukan (dan menyebarkan) untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama (commoness). Hovland, Janis, Kelly: komunikasi merupakan suatu proses dimana individu (komuniaktor)mentransmisikan stimulus (yang biasanya verbal) untuk mengubah perilaku individu lainnya.
75
A. KOMUNIKASI 1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi primer - sekunder Komunikasi langsung - tidak langsung Komunikasi dua arah
76
A. KOMUNIKASI 2. Unsur-unsur dalam Komunikasi
Komunikator (pemberi informasi, berita atau pesan) dan Komunikan / receiver (penerima informasi, berita atau pesan). Informasi, berita dan pesan. Media, alat, saluran, metode/cara penyampaian informasi bertia/pesan
77
A. KOMUNIKASI 3. Model Proses Persuasi Model Psikodinamika
Alternatif proses psikologis laten Pembahasan yang terjadi dalam wujud tindakan Pesan-pesan Persuasi Model Psikodinamika
78
A. KOMUNIKASI 3. Model Proses Persuasi Model Sosial Budaya
Membentuk batasan(definisi untuk perilaku sos.bagi anggota kelompok Pesan yang persuasif Menghasilkan perubahan perilaku Batasan(Batasan kembali proses sosbud kelompok) Model Sosial Budaya
79
A. KOMUNIKASI 4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar
Tiga fungsi sosial pendidik dalam pendidikan: Fungsi sebagai komunikator Fungsi sebagai inovator Fungsi sebagai emansipator
80
A. KOMUNIKASI 4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar
Tiga tipe kemampuan seseorang memperoleh atau menerima tanggapan : Tipe Visual Tipe Auditif Tipe Motoris
81
A. KOMUNIKASI 4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar
Metode untuk memperoleh umpan balik dalam komunikasi proses belajar dan mengajar : Metode tanya jawab Metode diskusi dan seminar Metode tugas Simulasi atau permainan
82
B. PEMBELAJARAN AKTIF Latar belakang& pengertian Untuk apa Mengapa
Bagaimana Penilaian pembelajaran aktif yang bermakna
83
B. PEMBELAJARAN AKTIF 1. Latar Belakang & Pengertian
Upaya untuk meningkatkan layanan pendidikan : Secara Kuantitatif Secara Kualitatif Pendidikan yang semakin merata. Peningkatan mutu proses belajar mengajar
84
B. PEMBELAJARAN AKTIF 1. Latar Belakang & Pengertian
CBSA (Raka Joni, 1993): Melihat kegiatan belajar mengajar sebagai pemberian makna secara konstruktivistik terhadap pengalaman bagi peserta didik. Pengendalian kegiatan belajar harus meletakkan dasar bagi pembentukan prakarsa dan tanggungjawab peserta didik ke arah belajar sepanjang hayat.
85
B. PEMBELAJARAN AKTIF 2. Untuk Apa kreatif ekspresif memiliki prakasa
tanggung jawab Tuntutan masa depan
86
B. PEMBELAJARAN AKTIF 3. Mengapa
Memberikan umpan bagaiman peserta didik belajar membentuk sikap yang diperlukan, mengelola perolehannya untuk menjadi bekal dan dasar bagi pengalaman belajar berikutnya, atas prakarsa sendiri. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan mental peserta didik.
87
B. PEMBELAJARAN AKTIF 4. Bagaimana Yang perludiperhatikan:
Persiapan pembelajaran aktif yang bermakna dan kondusif Mengandung unsur pengamatan terhadap objek yang dipelajari dengan memperhatikan keseimbangan otak kanan dan kiri. Interpretasi. Mencatat ciri khas dari suatu objek tahap perkembangan atau kejadian untuk menghubungi pengamatan yang satu dengan yang lain.
88
B. PEMBELAJARAN AKTIF 4. Bagaimana
Ramalan.Perkiraan secara anlogi atau dengan menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru maupun menggunakan pengalaman baru. Eksperimen dan atau penerapan konsep/teori
89
4. Penilaian Pembelajaran Aktif yang Bermakna
B. PEMBELAJARAN AKTIF 4. Penilaian Pembelajaran Aktif yang Bermakna Yang perlu diperhatikan: Peserta didik harus menyadari kriteria apa yang akan di capai dan penting untuknya. Tujuan apa yang akan dicapai dan sejauh mana ia telah mencapai tujuan dalam sasaran yang berkesinambungan.
90
BAB VI EVALUASI BELAJAR
PENDAHULUAN FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN ANALISIS TAKSONOMIS TEKNIK PENILAIAN
91
A. PENDAHULUAN Usaha melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa
Penilaian dan prediksi terhadap penguasaan materi pada siswa
92
A. PENDAHULUAN 1. Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Siswa
Cara-cara yang dilakukan untuk menilai hasil belajar siswa : Ujian/ testing Melakukan tugas tertentu Membuat karangan mereproduksi materi yang telah diajarkan wawancara, dan sebagainya
93
A. PENDAHULUAN. 2. Penilaian Dan Prediksi Terhadap Penguasaan
A. PENDAHULUAN 2. Penilaian Dan Prediksi Terhadap Penguasaan Materi Pada Siswa Penilai berusaha menentukan atau memperkirakan sejauh mana peserta didik mengalami kemajuan ke arah tujuan (pendidikan) yang harus dicapai dan/atau untuk menentukan apakah peserta didik telah memenuhi syarat dalam suatu kategori tertentu. Penilaian hasil-hasil pendidikan biasanya disebut rapor Bentuk-bentuk rapor : Mempergunakan lambang A, B, C, D, E Skala 11 tingkat misl: mulai 0-10 atau 0 sampai 100
94
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
Dasar psikologis Dasar didaktis Dasar administratif
95
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN 1. Dasar Psikologis
Evaluasi pendidikan berguna sebagai bahan orientasi untuk menghadapi usaha-usaha yang lebih jauh a. Di pandang dari segi anak didik b. Di pandang dari segi pendidik
96
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN 1. Dasar Psikologis. a
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN Dasar Psikologis a. Di pandang dari segi anak didik Anak-anak belum dapat “mandiri pribadi” Butuh pendapat orang dewasa dalam menentukan sikap ,tingkah lakunya dan orientasi dalam suatu sikap tertentu Anak membutuhkan status diantara teman-temannya
97
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN 1. Dasar Psikologis. b
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN Dasar Psikologis b. Di pandang dari segi pendidik Orang membutuhkan untuk mengetahui sejaumana usahanya telah mencapai tujuan sebagai pedoman dan dasar untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut Guru butuh untuk mengetahui hasil usahanya sebagai pedoman dalam menjalankan usaha-usaha lebih lanjut.
98
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN 2. Dasar Didaktis. a
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN Dasar Didaktis a. Ditinjau dari segi anak didik Pengetahuan tentang kemajuan-kemajuan yang telah dicapai umumnya berpengaruh baik terhadap pekerjaan-pekerjaan selanjutnya
99
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN 2. Dasar Didaktis. b
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN Dasar Didaktis b. Ditinjau dari segi pendidik Guru dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan Membantu menilai readiness (kesiapan) anak dalam belajar Mengetahui status anak dalam kelasnya Membantu menempatkan murid dalam suatu kelompok yang tepati Membantu memperbaiki metode belajar dan mengajar membantu dalam memberikan pelajaran tambahan
100
B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN 2. Dasar Administratif
Memberikan data untuk menentukan status anak didik dalam kelasnya Memberikan ihtisar hasil usaha yang telah dilakukan oleh suatu lembaga Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orangtua, atau pejabat pemerintah , guru-guru dan murid.
101
C. ANALISIS TAKSONOMIS Segi kognitif ( Tokoh : Bloom)
Segi afektif (Tokoh : Krathwohl) Segi psikomotoris (Tokoh : E.J. Simpson)
102
C. ANALISIS TAKSONOMIS 1. SEGI KOGNITIF (Bloom)
Memperhatikan Merespon Menghayati Nilai Mengorganisasikan Mempribadikan nilai atau seperangkat nilai
103
C. ANALISIS TAKSONOMIS 2.. SEGI AFEKTIF (Krathwohl)
Memperhatikan Merespon Menghayati nilai Mengorganisasikan Memperhatikan nilai atau seperangkat nilai
104
C. ANALISIS TAKSONOMIS 3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J. Simpson)
Persepsi Set Respon Terbimbing Respon Mekanistis Respon Kompleks
105
D. TEKNIK PENILAIAN Tes subjektif Tes objektif
106
D. TEKNIK PENILAIAN 1. Tes Subjektif
Kelemahan Tes subjektif : Sukar dinilai secara tepat Sukar untuk komprehensif Kecenderungan pendidik memberikan nilai seperti biasa reliabilitas, validitas, dan objektivitas rendah
107
D. TEKNIK PENILAIAN 1. Tes Subjektif
Tes subjektif dapat digunakann dalam situasi : Mengkaji pendapat siswa tentang suatu persoalan Mengetahui hasil yang diperoleh anak didik setelah mengadakan suatu kegiatan Mengetahui kemampuan mengarang menyelidiki kecakapan pemecahan masalah
108
D. TEKNIK PENILAIAN 2. Tes Objektif
Tes benar-salah atau tes Ya-Tidak (True-False Test, Yes-No Test) KEKUATAN KELEMAHAN Mudah disusun Mendorong untuk menerka, Komprehensif dapat mengerjakan tanpa belajar Dapat dinilai cepat Reliabilitas rendah praktis Menimbulkan kekeburan, dan objktif sukar dicari item yang benar-benar salah
109
D. TEKNIK PENILAIAN 2. Tes Objektif
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
110
D. TEKNIK PENILAIAN 2. Tes Objektif
Matching Test
111
D. TEKNIK PENILAIAN 2. Tes Objektif
Tes Isian
112
M. Fakhrurrozi & Praesti Sedjo
TERIMA KASIH M. Fakhrurrozi & Praesti Sedjo
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.