Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSyahrul Andriana Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
PERBEDAAN PENDAPAT KARENA PERSOALAN HADIS
Akhmad Jalaludin
2
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
3
PENGERTIAN SUNNAH Makna Etimologis: Ketentuan, aturan
سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلًا (الإسراء77) Cara yang diadakan مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ Jalan yang dilalui النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِى فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى Makna Terminologis: Perilaku normatif Nabi Muhammad saw. yang menjadi model perilaku bagi umatnya
4
PENGERTIAN HADIS Makna etimologis: Perkataan
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ (النساء: 87 ( فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا (النساء: 78) Berita وَلَا يَكْتُمُونَ اللَّهَ حَدِيثًا (42) وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا Makna Terminologis: Bila digunakan secara mutlak, hadis berarti informasi yang berisi ucapan, perbuatan, taqrir dan sifat Nabi. Jadi, hadis adalah wadah atau kendaraan yang membawa sunnah kepada kita
5
KEHENDAK ALLAH (AL-HUKM)
AL-QUR’AN dan RASUL (HADIS) (Fiqh/Syari’ah) MANUSIA
6
Penjelasan Allah mempunyai kehendak. Kehendak-Nya disampaikan kepada manusia dengan media bahasa Arab (al-Qur’an) dan pribadi Rasul (Sunnah) Sunnah Rasul, baik ucapan maupun perbuatan, sampai kepada kita dalam bentuk hadis (rangkaian kata-kata berbahasa Arab) melalui pemberitaan dari mulut ke mulut lalu ditulis
7
Jadi, al-Qur’an dan Hadis keduanya merupakan teks, yaitu rangkaian kata-kata berbahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf-huruf Ketika digunakan, bahasa memiliki kelemahan, yaitu tidak sepenuhnya dapat mewadahi apa yang dikehen-daki penggunanya (dalam hal ini Allah, Rasul dan para periwayat hadis) 'Ulumul Hadis
8
Selanjutnya, manusia berusaha memahami al-Qur’an dan Hadis (keduanya berbentuk teks berbahasa manusia, yakni bahasa Arab) Manusia yang berusaha memahami al-Qur’an dan Hadis menghadapi kelemahan lain dari bahasa, yaitu dapat menimbulkan kesalahpaham-an. Akibatnya, pemahaman manusia terhadap al-Qur’an dan Hadis belum tentu benar.
9
Hadis yang merupakan berita juga mempunyai kemungkinan keliru dalam proses periwayatannya. Akibatnya, kesahihan hadis tidak mutlak benar, kecuali hadis mutawatir. Karena itu, hadis tidak hanya dapat menimbulkan perbedaan pemahaman, tapi juga perbedaan penilaian tentang kesahihannya
10
Contoh (1) Hadis tentang Posisi Tangan ketika I’tidal
Hadis Humayd al-Sa’di, riwayat al-Bukhari dll. …فإذا رفع رأسه استوى حتّى يعود كلّ فقار مكانه … maka ketika beliau mengangkat kepalanya, beliau tegak berdiri hingga setiap ruasnya kembali ke posisinya
11
فإذا رفعت رأسك فأقم صلبك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها
Hadis Rifa’ah bin Rafi’, riwayat Ahmad dll. فإذا رفعت رأسك فأقم صلبك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها … maka ketika engkau mengangkat kepalamu, tegakkanlah tulang rusukmu sehingga tulang-tulang kembali ke persendiannya 'Ulumul Hadis
12
Hadis Abu Hamid al-Sa’di, riwayat al- Turmudzi
كان رسول الله صلعم إذا قام إلى الصلاة قال سمع الله لمن حمده ورفع يديه واعتدل حتى يرجع كلّ عظم في موضعه معتدلا Rasulullah saw.jika berdiri dalam shalat membaca “sami’allahu liman hamidah” dan mengangkat kedua tangannya serta berdiri sehingga setiap tulangnya kembali ke posisinya dalam posisi tegak
13
Hadis-hadis tersebut sering ditafsirkan dengan “kembali ke posisi semula, yaitu bersedekap”. Padahal sama sekali tidak ada matan hadis yang mengatakan “kembali ke posisi semula” kecuali hanya penafsiran belaka. Bahkan ungkapan dalam hadis-hadis tersebut lebih menunjukkan ke posisi santai (tangan lepas ke bawah, tidak bersedekap)
14
Hadis Wa’il bin Hujr وحين رفع رأسه من الركوع رفع يديه ووضع كفيه وجافى وفرش فخذه اليسرى من اليمنى وأشار بأصبعه السبابة …dan ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya, dan meletakkan kedua telapak tangannya dan merenggangkan, dan meletakkan paha kirinya di tanah, tidak paha kanannya, dan berisyarat dengan jari telunjuknya
15
Hadis ini juga ditafsirkan bahwa Nabi bersedekap ketika I’tidal
Hadis ini juga ditafsirkan bahwa Nabi bersedekap ketika I’tidal. Padahal hadis ini tidak jelas menunjukkan meletakkan telapak tangan di atas dada (bersedekap) ketika ruku’. Bahkan jika dicermati, yang dimaksud adalah meletakkan telapak tangan ketika sujud 'Ulumul Hadis
16
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الله بن الوليد حدثني سفيان عن عاصم بن كليب عن أبيه عن وائل بن حجر قال : رأيت النبي صلى الله عليه و سلم حين كبر رفع يديه حذاء أذنيه ثم حين ركع ثم حين قال سمع الله لمن حمده رفع يديه ورأيته ممسكا يمينه على شماله في الصلاة فلما جلس حلق بالوسطى والإبهام وأشار بالسبابة ووضع يده اليمنى على فخذه اليمنى ووضع يده اليسرى على فخذه اليسرى Tapi hadis ini gharib. Salah seorang rawinya, yakni Abdullah bin al-Walid kontroversial, sebagian besar ahli hadis mengkritiknya, sehingga hadisnya dla’if.
17
Karena itu Majlis Tarjih berpendapat bahwa ketika berdiri i’tidal, kedua tangan lurus ke bawah dan tidak bersedekap
18
Contoh (2) : Hadis tentang Cara Turun ketika Hendak Sujud
Hadis dari Wâ’il bin Hujr r.a. bahwa ia melihat Nabi saw: إِذَا سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ Apabila beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasâi, Abu Dâwud, semuanya melalui Syarîk bin ‘Abdillâh, dari ‘Âshim bin Kulayb, dari Bapaknya, dari Wâ’il bin Hujr ra.
19
Hadis riwayat Abu Hurayrah ra.:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلا يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ Apabila salah seorang kalian sujud, maka janganlah mendekam seperti mendekam-nya onta, hendaklah meletakkan kedua tangannya lebih dahulu sebelum kedua lututnya. (HR. Abu Dâwud, al-Nasâi, Ahmad dan al-Dârimi) 'Ulumul Hadis
20
Mana yang shahih? Menurut Nâshiruddîn al-Albâni, hadis pertama dari Wâ'il berkualitas daif karena, menurutnya, di samping Syarîk yang banyak kesalahannya ini sendirian dan jalur ‘Ashîm bin Kulayb dari Bapaknya bermasalah, juga karena bertentangan dengan riwayat Abu Hurayrah yang dipeganginya 'Ulumul Hadis
21
Menurut Ibn al-Qayyim: justru matan hadis dari Abu Hurayrah-lah yang kacau dan ada kesalahan (wahm) sehingga terjadi syâdz (kejanggalan) berupa keterbalikan (maqlûb) dan ketidaksinkronan pada kalimat awal dengan kalimat akhir: pada kalimat awal melarang sujud seperti onta, tapi pada kalimat akhir justru menganjurkan supaya meletakkan kedua tangan lebih dahulu sebelum kedua lutut, padahal jika dicermati, cara onta sujud dengan meletakkan dan menekuk kaki depannya baru kemudian kaki belakangnya. 'Ulumul Hadis
22
Contoh (3): Cara bangun untuk berdiri lagi
Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a.: أَنَّ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ “Sesungguhnya Rasulullah saw. jika beliau (hendak) berdiri dalam sholatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.
23
Hadits ini disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish Al-Habir (1/466) dan An-Nawawy dalam Al-Majmu’ (3/421). Berkata Ibnu Ash-Sholah dalam komentar beliau terhadap Al-Wasith –sebagaimana dalam At-Talkhis- : “Hadits ini tidak shohih dan tidak dikenal serta tidak boleh berhujjah dengannya”. Berkata An-Nawawy : “(Ini) hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”.
24
Berkata Al-Azroq bin Qois rahimahullah :
رَأَيْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ وَهُوَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ : مَا هَذَا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قَالَ : رَأَيْتُ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْنِي اعْتَمَدَ Saya melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam sholat, bersandar pada kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya , “Apa ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah saw. melakukan ‘ajn dalam sholat –yaitu beri’timad”. 'Ulumul Hadis
25
Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Awsath (4/213/4007) dan Abu Ishaq al-Harbi dalam Ghoribul Hadits (5/98/1) dari jalan Yunus bin Bukair dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qois dari al-Azroq bin Qois. Al-Haitsam di sini adalah al-Haitsam bin ‘Imran al-Dimasyqy, meriwayatkan darinya 5 orang dan tidak ada yang menilainya terpercaya kecuali Ibnu Hibban (al-Tsiqat : 2/296, dan al-Jarh wa al-Ta’dil : 4/2/82-83). Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan rawi yang seperti ini sifatnya. Yang lebih tepat adalah bahwa rawi yang seperti ini dihukumi sebagai rawi yang majhul hal yang hadis-nya tidak bisa diterima.
26
Hadits ini juga bisa dihukumi sebagai hadits yang mungkar dari dua sisi :
Al-Haitsam ini menyelisihi Hammad bin Salamah –yang beliau ini lebih kuat hafalannya- dan juga ‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umary, yang keduanya meriwayatkan dari Al-Azroq bin Qois dengan lafazh “bahwa beliau bertumpu di atas bumi kedua tangan beliau” tanpa ada tambahan yang menunjukkan bahwa beliau mengepalkan kedua tangannya. 'Ulumul Hadis
27
Hadits ini berisi tuntunan shalat Nabi saw
Hadits ini berisi tuntunan shalat Nabi saw. yang setiap hari disaksikan oleh para shahabat dan sekaligus satu-satunya hadits mengenai masalah ini. Tapi, kenapa hadits ini hanya diriwayatkan dari jalan al-Haitsam dari al-Azroq dari Ibnu ‘Umar?!. Mana murid-murid senior Ibnu ‘Umar, seperti : Salim (anak beliau), Nafi’ dan lain-lainnya, kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits ini dari Ibnu ‘Umar tapi justru diriwayatkan oleh orang yang tingkat kemasyhuran dan hafalannya biasa-biasa saja?!
28
Selain dla’if atau dipersoalakan kesahihannya, lafazh الْعَاجِنُ dalam hadis pertama lebih tepat berarti orang tua yang kalau berdiri berpegangan, dan lafazh يَعْجِنُ dalam hadis kedua berarti berpegangan tanah sebagaimana berpegangannya orang tua ketika akan berdiri 'Ulumul Hadis
29
Contoh (4): Duduk akhir pada shalat dua raka’at
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ … وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتَّسْلِيمِ. Dan beliau setiap dua rakaat membaca tahiyyat dan meletakkan kaki kirinya di tanah dan memberdirikan kaki kanannya dst. …
30
Hadis riwayat Muslim ini menunjukkan bahwa Nabi saw
Hadis riwayat Muslim ini menunjukkan bahwa Nabi saw. pada setiap selesai dua rakaat membaca tahiyyat dan duduk dengan cara iftirasy. Dari sini muncul pendapat bahwa kalau shalatnya hanya dua rakaat maka cara duduk akhirnya adalah iftirasy 'Ulumul Hadis
31
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ …
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ …. قَالَ أَبُوحُمَيْدٍ السَّاعِدِىُّ أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم – رَأَيْتُهُ …. إِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى، وَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِه … jika beliau duduk pada rakaat kedua beliau duduk di atas kaki kirinya dan memberdirikan kaki kanannya, dan jika duduk pada rakaat terakhir beliau memajukan kaki kirinya dan memberdirikan kaki kanannya dan duduk di atas tempat duduknya
32
Hadis riwayat al-Bukhari ini menunjukkan bahwa Nabi duduk pada rakaat kedua dengan cara iftirasy, dan pada rakaat terakhir dengan cara tawarruk. Tapi hadis ini tidak menunjukkan cara duduk pada shalat dua rakaat 'Ulumul Hadis
33
قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم ….. حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِى فِيهَا التَّسْلِيمُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقِّهِ الأَيْسَرِ. قَالُوا صَدَقْتَ هَكَذَا كَانَ يُصَلِّى -صلى الله عليه وسلم- … sehingga ketika duduk di mana di dalamnya beliau salam, beliau membelakangkan kaki kirinya dan duduk tawarruk …
34
Hadis riwayat Abu Dawud, Ahmad dan al-Turmudzi ini menunjukkan bahwa duduk Nabi saw. pada raka’at di mana beliau salam adalah dengan cara tawarruk. Berdasarkan hadis ini, Majelis Tarjih berpendapat bahwa duduk tahiyyat akhir dalam shalat, baik shalat tersebut berjumlah empat rakaat, tiga rakaat maupun dua rakaat, maka cara duduknya adalah tawarruk. 'Ulumul Hadis
35
Contoh (5) : Jari telunjuk ketika tahiyyat
Hadis Wa’il bin Hujr ثم رفع أصبعه فرأيته يحرّكها يدعو بها Kemudian Nabi saw. mengangkat jari telunjuknya lalu aku melihat beliau menggerak-gerakkannya untuk berdo’a dengannya (HR. al-Nasa’i, Ahmad, al- Darimi dan Ibn Hibban).
36
Hadis ini melalui jalur ’Ashim bin Kulayb dari bapaknya dari Wa’il bin Hujr. Hadis ini syadz, kalimat فرأيته يحركها adalah tambahan yang syadz karena hanya ada dalam jalur yang melalui Za’idah bin Qudamah Abu al-Shatl, sedangkan 11 jalur lainnya tidak menyebutkan kalimat tersebut. 'Ulumul Hadis
37
Tapi al-Albani menilai sanad hadis tsb. shahih
Tapi al-Albani menilai sanad hadis tsb. shahih. Padahal, ketika membahas hadis tentang sujud, al-Albani menilai jalur yang sama dari ’Ashim bin Kulayb dari bapaknya tersebut sebagai dla’if. Di sini tampak inkonsistensi al-Albani. Seandainya pun hadis itu sahih, Kata يحرّك tidak mesti berarti menggerak-gerakkan (secara berulang-ulang), tetapi bisa pula menggerakkan (satu kali). Dengan arti kedua ini, maka kata يحرّكها dalam hadis tsb. menjelaskan ttg. menggerakkan jari telunjuk untuk memberi isyarat (menunjuk).
38
كان يشير بأصبعه إذا دعا ولايحرّكها
Hadis Abdullah bin Zubayr كان يشير بأصبعه إذا دعا ولايحرّكها Nabi saw. memberi isyarat dengan jari telunjuknya ketika berdoa dan tidak menggerak-gerakkannya (HR. Al-Nasa’i dan Abu Dawud dari ‘Abdullah bin Zubayr) Semua ahli hadis sepakat akan kesahihan hadis ini.
39
Al-Albani menilai kalimat ولايحرّكها sebagai syadz, tetapi dia tidak mampu membukti-kan letak syudzudznya. Hal ini menjadi sasaran kritik al-Yamani dalam bukunya al-Bisyarah terhadap buku Shifat al-Shalatnya al-Albani. Dengan menggunakan metode tarjih, yang dipegangi dan diamalkan adalah hadis yang kedua (tidak menggerak-gerakkan jari telunjuk). Sedangkan hadis pertama (menggerak-gerakkan jari telunjuk), karena kontroversial dan syadz, maka ditinggalkan dan tidak diamalkan.
40
4 Halangan Berpikir Objektif
Francis Bacon dalam Novum Organum: (1) idola tribus (idols of the tribe), (2) idola specus (idols of the den or cave), (3) idola fori (idols of the market), (4) idola theatri (idols of the theatre) 'Ulumul Hadis
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.