Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MATA KULIAH ULUMUL HADITS PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MATA KULIAH ULUMUL HADITS PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’"— Transcript presentasi:

1 MATA KULIAH ULUMUL HADITS PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’
Pertemuan ke-5 علوم الحديث Andri Ismail, MA MATA KULIAH ULUMUL HADITS PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’

2 dari segi kualitas sanad, hadits terbagi menjadi 3 bagian
Pembagian Hadits dari segi kualitas sanad, hadits terbagi menjadi 3 bagian Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat, dan tidak janggal. 1. Hadits Shahih Hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang adil, tapi tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. 2. Hadits Hasan Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan. 3. Hadits Dho’if

3 Syarat-syarat Hadits Shahih
1. Rawinya bersifat adil 2. Sempurna ingatan Hadits dinilai shahih apabila memenuhi lima syarat 3. Sanadnya tidak putus 4. Hadits itu tidak ber’illat 5. Tidak ada kejanggalan

4 Seorang Rawi dikatakan adil apabila memenuhi 4 syarat
1. Selalu memelihara perbuatan ta’at dan menjauhi perbuatan maksiat 2. Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun 3. Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada qadar dan mengakibatkan kepada penyesalan 4. Tidak mengikuti salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’

5 Hadits shahih terbagi kepada dua bagian
Shahih lidzatih Shahih lighairih

6 1) Hadits Shahih li-Dzatihi        Hadits Shohih li-Dzatihi adalah suatu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, dhabith yang sempurna, serta tidak ada syadz dan ‘Illat yang tercela. 2) Hadits Shahih li-Ghairihi        Adalah hadits yang belum mencapai kualitas shahih, misalnya hanya berkualitas hasan li-dazatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya, maka hadits tersebut meningkat menjadi hadits shahih li- ghairihi.

7 Ulama hadits mendefinisikan hadits shahih li- ghairihi.
هو ماكان رواته متأخراعن درجة الحا فظ الضا بط مع كونه مشهورا بالصدق حتى يكون حديثه حسنا ثم وجد فيه من طريق اخر مساو لطريقه أوارجح ما يجبر ذالك القصورالواقع فيه “Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula merupakan hadits hasan, karena adanya mutabi’ dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi shahih li-Ghairihi.”

8 Tingkatan Hadits Shahih
Perlu diketahui bahwa martabat hadits shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhaditsin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu: Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.

9 Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas. Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.

10 Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut: 1) Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih), 2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja, 3) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja, 4) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,

11 5) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,
6) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja, 7) Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.

12 Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H). 2) Shahih Muslim (w. 261 H). 3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H). 4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H). 5) Mustadrok Al-hakim (w. 405). 6) Shahih Ibn As-Sakan. 7) Shahih Al-Abani.

13 Pengertian Hadits Hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu: مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدَلِ الَّذِيْ خَفَّ ضَبْطُهُ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ “ “Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”

14 Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:
حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ الحديث " “Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu- pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).

15 Klasifikasi Hadits Hasan
1) Hadits Hasan li-Dzatih        Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits. 2) Hadits Hasan li-Ghairih        Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu banyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya.

16 Jumhur ulama muhaddisin memberikan definisi tentang haditst hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
مالايخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفلا. كثير الخطاء ولاظهر منه سبب مفسق, ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.

17 Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if
Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas sebagai hadits dha’if.

18 Kehujahan Hadits Hasan
Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.

19 Pengertian Hadits Dhoif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah. Secara istilah yaitu; مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَةُ الْحَسَنِ، بِفَقْدِ شَرْطِ مِنْ شُرُوْطِهِ  “ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan” Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

20 Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;
مَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ "حَكِيْمِ الأَثْرَمِ"عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : " مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ " Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al- Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw.

21 Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al- atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”. Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” : Hakim al- Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.

22 Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal: 1) Sebab Terputusnya sanad, terputus sanad secara zahir: (a) Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad baik satu rawi atau lebih secara berurutan. (b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya yaitu orang sesudah tabi’in (Sahabat). (c) Mu’dhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau lebih secara berurutan. (d) Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak tersambung.

23 Sedangkan terputus sanad secara khofi (tersembunyi) yaitu:
(a) Mudallas adalah menyembunyikan cacat (‘aib) pada sanadnya dan memperbagus untuk dzohir haditsnya. (b) Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang ia bertemu atau sezaman dengannya apa yang ia tidak pernah dengar dengan lafadz yang memungkinkan ia dengar dan yang lainnya seperti qaala.

24 Sebab penyakit pada rawi
Penyakit pada rawi pun terbagi atas 2 yaitu penyakit dalam ‘adalah dan dhobit (hafalannya). adapun yang pertama penyakit pada ‘adalah (ketaqwaan) yaitu: (a) Pendusta (b) Tertuduh dusta (c) Fasiq (d) Bid’ah (e) Kebodohan Adapun penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu : (a) Jelek hafalannya (b) Lalai (c) Menyelisihi yang tsiqat (d) Ucapan yang menipu

25 Hadits Dha’if dan Macam-macamnya
Hadits Dha’if adalah Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan. Sebab-sebab tertolaknya Hadits dari dua jurusan Sanad Matan

26 Dhaif disebabkan terputusnya sanad dan macam-macamnya
Sebab-sebab tertolaknya Hadits karena sanadnya digugurkan/tak bersambung Yang digugurkan Disebut Sanad pertama Hadits Mu’allaq sanad yg terakhir Hadits Mursal dua orang rawi atau lebih berturut -turut Hadits Mu’dhal dua orang rawi atau lebih tidak berturut -turut Hadits Munqathi’

27 Dhaif disebabkan cacat selain keterputusan sanad
dan macam-macamnya No Jenis cacat Disebut 1 Dusta Hadits Maudhu’ 2 Tertuduh dusta Hadits Matruk 3 Fasik 4 Banyak salah 5 Lengah dalam menghafal Hadits Munkar 6 Banyak waham Hadits Muallal 7 Menyalahi riwayat orang kepercayaan 8 Tidak diketahui identitasnya Hadits Mubham 9 Penganut Bid’ah 10 Tidak berturut-turut Hadits Syadz & Mukhtalith

28 Klasifikasi Hadits Dha’if
1) Dha’if karena tidak bersambung sanadnya (a) Hadits Munqathi’        Hadits yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal. (b) Hadits Mu’allaq        Hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal sanadnya secara berturut- turut. (c) Hadits Mursal        Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.

29 Hadits Mursal diklasifikasi kepada dua:
(1) Mursal al-Jali        Hadits yang tidak disebutkannya (gugur) nama sahabat dilakukan oleh tabi’in besar. (2) Mursal al-Khafi        Pengguguran nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil. Hal ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia hidup sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits.

30 (d) Hadits Mu’dhal        hadits yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-turut, baik sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-tabi'in maupun dua orang sebelum shahabiy dan tabi'iy. (e) Hadits Mudallas        yaitu hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak terdapat cacat.

31 2) Dha’if karena tiadanya syarat adil
(a) Hadits al-Maudhu’        Hadits yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak. (b) Hadits Matruk dan Hadits Munkar        Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau tanpak kefasikannya, baik pada perbuatan ataupun perkataannya, atau orang yang banyak lupa maupun ragu.

32 3) Dha’if karena tiadanya Dhabit.
(a) Hadits Mudraj        hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadits (b) Hadits Maqlub        hadits yang lafaz matannya terukur pada salah seorang perawi, atau sanadnya. Kemudian didahulukan pada penyebutannya, yang seharusnya disebutkan belakangan, atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.

33 (c) Hadits Mudhtharib        hadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda padahal dari satu perawi dua atau lebih, atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan tidak bisa ditarjih. (d) Hadits Mushahhaf dan Musharraf        Hadits Mushahhaf yaitu hadits yang perbedaannya dengan hadits riwayat lain terjadi karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits Musharraf yaitu hadits yang perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.

34 4) Dha’if karena Kejanggalan dan kecacatan
(a) Hadits Syadz        hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama. (b) Hadits Mu’allal        hadits yang diketahui ‘Illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat dari cacat

35 5) Dha’if dari segi matan (a) Hadits Mauquf        hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik sanadnya bersambung maupun terputus. (b) Hadits Maqthu        hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain, hadits maqthu adalah perkataaan atau perbuatan tabi’in.

36 Kehujahan Hadits Dhoif
Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat: 1) Level Kedhaifannya Tidak Parah     Hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.        Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).

37 2) Berada di bawah Nash Lain yang Shahih        Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih. 3) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya       Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.


Download ppt "MATA KULIAH ULUMUL HADITS PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google