Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Komisi Pemberantasan Korupsi
Mengenal KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi Dedie A. Rachim Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
2
LATAR BELAKANG DIBENTUKNYA KPK
TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidanan Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 UU No. 30 Th. 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3
Aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam pemberantasan korupsi
Korupsi sudah menjadi kejahatan luar biasa dan harus dihadapi dengan cara-cara yang luar biasa. Aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam pemberantasan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi
4
UU No. 30 Tahun 2002 Pasal 3 Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pengertian “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.
5
Pemberantasan TPK Ps. 1 butir 3 UU No. 30/2002
Pemberantasan TPK adalah serangkaian tindakan untuk : mencegah dan memberantas TPK melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan-penyidikan- penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat
6
Pengertian PP No. 71 tahun 2000 Pasal 1 ayat (1) : Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, organisasi masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
7
Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan TPK
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999(pasal 41 dan 42): Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud diwujudkan dalam bentuk : hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; hak untuk memperoleh perlindungan hukum
8
Tindak Pidana Korupsi (TPK)
UU No. 30 tahun 2002, UU No. 20 tahun 2001, dan UU No. 31 tahun 1999
9
Rumusan TPK Rumusan dalam UU No. 31 tahun 1999:
Pasal 2 (berasal dari pasal 1 ayat 1 sub a UU no. 3/71) Setiap orang (orang perseorangan termasuk korporasi) Perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 3 (berasal dari pasal 1 ayat 1 sub b UU no. 3/71) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 13 (berasal dari pasal 1 ayat 1 sub d UU No. 3/71) yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
10
Rumusan TPK Rumusan dalam UU No. 20 tahun 2001:
Kelompok delik penyuapan Pasal 5, 6, dan 11; Kelompok delik penggelapan dalam jabatan Pasal 8, 9, dan 10; Delik pemerasan dalam jabatan Pasal 12 Delik yang berkaitan dengan pemborongan Pasal 7 Delik Gratifikasi (pasal 12 B dan 12 C) Poin a, b, c, dan d diatas merupakan delik- delik yang diadopsi dari KUHP ( berasal dari pasal 1 ayat 1 sub c UU no. 3/71)
11
Tugas KPK (Pasal 6) TUGAS KPK Koordinasi Supervisi (Pasal 7)
UU No. 30 Tahun 2002 Koordinasi (Pasal 7) Supervisi (Pasal 8) TUGAS KPK (Pasal 6) Penyelidikan, Penyidikan & Penuntutan (Pasal 11) Monitoring (Pasal 14) Pencegahan (Pasal 13)
12
Alasan Pengambilalihan Penyidikan & Penuntutan penyidik/ penuntut umum
(Pasal 9, 10) UU No. 30 Tahun 2002 Laporan masyarakat ttg TPK tidak ditindaklanjuti Proses penanganan TPK berlarut-larut / tertunda tunda tanpa alasan yg dapat dipertanggungjawabkan KPK memberitahukan kpd penyidik/ penuntut umum Penanganan TPK ditujukan untuk melindungi pelaku TPK yg sesungguhnya Penanganan TPK mengandung unsur korupsi Hambatan penanganan TPK karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif Keadaan lain yg menurut kepolisian/kejaksaan, penanganan TPK sulit dilaksanakan dg baik dan dapat dipertanggungjawabkan (2)
13
Penyidikan, & Penuntutan
UU No. 30 Tahun 2002 Tugas Penyelidikan, Penyidikan, & Penuntutan (Pasal 11)
14
PENGADILAN TPK (ADHOCK) Pengaduan/ Informasi
Dimungkinkan untuk dilakukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi TPK dan Kasasi ke Mahkamah Agung PERAN SERTA MASYARAKAT K A S U S PENGADILAN TPK (ADHOCK) Pengaduan/ Informasi PENYELIDIKAN PENYIDIKAN PENUNTUTAN Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan TPK yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau “penyelenggara negara (UU 28/99) Mendapat perhatian yang meresah kan masyarakat, dan/atau Menyangkut kerugian negara > satu milyar Meminta bantuan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan Meminta bantuan pencarian, penyitaan, pencarian barang bukti di luar negeri Menghentikan transaksi untuk sementara/ mencabut sementara perijinan/lisensi/ konsesi Meminta data kekayaan & perpajakan tersangka Memerintahkan pemberhentian sementara tersangka dari jabatannya Memerintahkan pemblokiran rekening milik tersangka atau terdakwa atau pihak lain yang terkait Meminta keterangan ttg keadaan keuangan tersangka atau terdakwa Memerintahkan pelarangan ke luar negeri Menyadap & merekam pembicaraan Kewenangan KPK (pasal 12 UU No. 30 tahun 2002) Segala kewenangan dalam KUHAP (UU No. 8 th. 1981) juga dimiliki oleh KPK
15
1. Dilakukan atas perintah Pimpinan KPK
PENYELIDIKAN (LID) * Menemukan bukti permulaan yang cukup = 2 alat bukti (termasuk informasi/data yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara biasa atau meng-gunakan elektronik/ optik) (ps. 26 A UU No. 20/2001) * Bila diketemukan 7 (tujuh) hari penyelidik telah melapor- kan kepada KPK * Hasilnya dapat disidik sendiri oleh KPK atau dilimpahkan ke Penyidik Polri atau Kejaksaan * Bila tidak ditemukan KPK menghentikan LID. 2. Gugatan rehabilitasi dan atau kompensasi serta praperadilan terhadap KPK dimungkinkan PENYIDIKAN (DIK) * Prosedur khusus untuk memeriksa tersangka tidak berlaku * Penyitaan dapat dilakukan tanpa ijin Pengadilan Tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya, istri, anak dan organisasi/ korporasi yang diketahui atau patut diduga mempunyai hubungan dengan TPK yang dilakukan tersangka. Tidak berwenang mengeluarkan SP3 Mengkoordinasikan/mengendalikan penyidikan perkara koneksitas PENUNTUTAN (TUT) * PU pada KPK adalah Jaksa Penuntut Umum * 14 hari setelah berkas diterima telah dilimpahkan ke Pengadilan Pelimpahan ke Pengadilan TPK (AdHock) PN Jakarta Pusat (ps. 38B pembuktian terbalik mengenai harta benda) * Paling lama 90 hari sudah diputus. * Upaya hukum dapat dilakukan (Banding, Kasasi). * Pemeriksaan dilakukan berdasarkan KUHAP dan UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001
16
Undang-Undang No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 6 huruf c : KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pasal 11 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp ,00 (satu milyar rupiah). (Kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan- penyidikan-penuntutan hanya terbatas “khusus” terhadap tindak pidana korupsi butir a, b, dan c pasal 11)
17
Tanggung Jawab KPK (Pasal 20)
UU No. 30 Tahun 2002 1 KPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya Kepada PUBLIK, dengan cara: wajib audit atas kinerja & pertanggungjawaban keuangan menerbitkan laporan tahunan membuka akses informasi 2 KPK menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden RI, DPR RI, dan BPK
18
Azas KPK (UU No. 30 Tahun 2002) Pasal 5
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berasaskan pada : a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. kepentingan umum; dan e. proporsionalitas. Selain sikap skeptisme dan permisif terhadap korupsi ini, berdasarkan kajian dan penelitian terhadap korusi ini banyak yang menyimpulkan bahwa rendahnya gaji pegawai negeri sipil merupakan penyebab utama terjadinya korupsi, sehingga seringkali timbul sikap toleransi yang negatif antar pegawai dan masyarakat dalam menyuburkan iklim korupsi dan kolusi. Namun kita menyadari bahwa kondisi buruknya sistem penggajian ini bukanlah satu- satunya penyebab korupsi. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan; rendahnya integritas dan profesionalisme; kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan dan lingkungan masyarakat yang merangsang timbulnya korupsi; lemahnya keimanan, kejujuran dan rasa malu, adalah beberapa hal yang berpengaruh terhadap suburnya iklim korusi dan kolusi. Dengan demikian bilamana masalah korupsi dan kolusi ini tidak mendapatkan porsi yang memadai dalam upaya pencegahan dan penindakannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa upaya–upaya untuk mewujudkan good governance akan menjadi sulit.
19
Bidang Pegadaan Barang & Jasa
Krisis Nasional yang dihadapi bangsa Indonesia di penghujung abad ke 20, sampai saat ini belum secara signifikan menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Boleh jadi masalah ini tidak terlepas dari kegagalan bangsa ini dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik atau ”good governance”. Oleh karena itu, sebagai suatu upaya pencegahan korupsi kiranya akan sangat baik bagi kita semua apabila dapat menerapkan Good Governance sebagai bagian penting dalam pemberantasan korupsi.
20
Hakikat 10 Tipikor di Bidang Public Procurement
1. Pemberian Suap/Sogok (Bribery) 2. Penggelapan (Embezzlement) 3. Pemalsuan (Fraud) 4. Pemerasan (Extortion) 5. Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Power) 6. Pertentangan Kepentingan/Memiliki Usaha Sendiri (Internal/Insider Trading) 7. Pilih Kasih (Favoritism) 8. Menerima Komisi (Commision) 9. Nepotisme (Nepotism) 10. Kontribusi atau Sumbangan Ilegal (Illegal Contribution) Krisis Nasional yang dihadapi bangsa Indonesia di penghujung abad ke 20, sampai saat ini belum secara signifikan menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Boleh jadi masalah ini tidak terlepas dari kegagalan bangsa ini dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik atau ”good governance”. Oleh karena itu, sebagai suatu upaya pencegahan korupsi kiranya akan sangat baik bagi kita semua apabila dapat menerapkan Good Governance sebagai bagian penting dalam pemberantasan korupsi.
21
PATOLOGI Bidang Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah (1)
1. PERENCANAAN PENGADAAN : Penggelembungan Anggaran, Rencana yang diarahkan, Rekayasa untuk KKN. 2. PEMBENTUKAN PANITIA LELANG : Tidak Transparan, Integritas lemah, Memihak, Tidak Independen. 3. PRAKUALIFIKASI PERUSAHAAN : Dokumen tidak memenuhi syarat, Aspal, Tidak dilakukan legalisasi dokumen, Evaluasi tidak sesuai kriteria. 4.PENYUSUNAN DOKUMEN LELANG : Spek diarahkan, Rekayasa kriteria evaluasi, dokumen lelang non-standar, Tidak lengkap 5. PENGUMUMAN LELANG : Semu atau fiktif, tidak lengkap, jangka waktu terlalu singkat, Koran bodong (terbit hanya 10 exp.) 6. PENGAMBILAN DOKUMEN LELANG : Beda dokumen, waktu distribusi terbatas, lokasi sulit dicari 7. PENYUSUNAN HPS : HPS Ditutup-tutupi, Markup, harga tidak standar, kerjasama dengan “calon pemenang”. Selain sikap skeptisme dan permisif terhadap korupsi ini, berdasarkan kajian dan penelitian terhadap korusi ini banyak yang menyimpulkan bahwa rendahnya gaji pegawai negeri sipil merupakan penyebab utama terjadinya korupsi, sehingga seringkali timbul sikap toleransi yang negatif antar pegawai dan masyarakat dalam menyuburkan iklim korupsi dan kolusi. Namun kita menyadari bahwa kondisi buruknya sistem penggajian ini bukanlah satu- satunya penyebab korupsi. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan; rendahnya integritas dan profesionalisme; kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan dan lingkungan masyarakat yang merangsang timbulnya korupsi; lemahnya keimanan, kejujuran dan rasa malu, adalah beberapa hal yang berpengaruh terhadap suburnya iklim korusi dan kolusi. Dengan demikian bilamana masalah korupsi dan kolusi ini tidak mendapatkan porsi yang memadai dalam upaya pencegahan dan penindakannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa upaya–upaya untuk mewujudkan good governance akan menjadi sulit.
22
PATOLOGI (2) 8. AANWIJZING : Pembatasan informasi dan deskripsi
9. PENYERAHAN & PEMBUKAAN PENAWARAN : Dokumen terlambat dan fiktif diterima. 10. EVALUASI PENAWARAN : Perubahan dokumen 11. PENGUMUMAN CALON PEMENANG : Pengumuman yang terbatas, tidak sesuai dan penundaan 12. SANGGAHAN : Tidak semua sanggahan ditanggapi, seolah-olah ditanggapi sebagai proforma 13. PENUNJUKKAN PEMENANG LELANG : Menunda, tidak lengkap, terburu-buru 14. PENANDATANGANAN KONTRAK : Disertai penegasan fee atau fee dimuka 15. PENYERAHAN BARANG/JASA : Volume tidak sesuai, mutu rendah, tidak sesuai spek Selain sikap skeptisme dan permisif terhadap korupsi ini, berdasarkan kajian dan penelitian terhadap korusi ini banyak yang menyimpulkan bahwa rendahnya gaji pegawai negeri sipil merupakan penyebab utama terjadinya korupsi, sehingga seringkali timbul sikap toleransi yang negatif antar pegawai dan masyarakat dalam menyuburkan iklim korupsi dan kolusi. Namun kita menyadari bahwa kondisi buruknya sistem penggajian ini bukanlah satu- satunya penyebab korupsi. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan; rendahnya integritas dan profesionalisme; kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan dan lingkungan masyarakat yang merangsang timbulnya korupsi; lemahnya keimanan, kejujuran dan rasa malu, adalah beberapa hal yang berpengaruh terhadap suburnya iklim korusi dan kolusi. Dengan demikian bilamana masalah korupsi dan kolusi ini tidak mendapatkan porsi yang memadai dalam upaya pencegahan dan penindakannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa upaya–upaya untuk mewujudkan good governance akan menjadi sulit.
23
T E R I M A K A S I H TELP : 021 – 25578389 FAX : 021 – 52892454
SMS : PO BOX : 575 Jakarta 10120 SURAT : Jl. HR. Rasuna Said Kav. C Jakarta 12920 Selain sikap skeptisme dan permisif terhadap korupsi ini, berdasarkan kajian dan penelitian terhadap korusi ini banyak yang menyimpulkan bahwa rendahnya gaji pegawai negeri sipil merupakan penyebab utama terjadinya korupsi, sehingga seringkali timbul sikap toleransi yang negatif antar pegawai dan masyarakat dalam menyuburkan iklim korupsi dan kolusi. Namun kita menyadari bahwa kondisi buruknya sistem penggajian ini bukanlah satu- satunya penyebab korupsi. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan; rendahnya integritas dan profesionalisme; kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan dan lingkungan masyarakat yang merangsang timbulnya korupsi; lemahnya keimanan, kejujuran dan rasa malu, adalah beberapa hal yang berpengaruh terhadap suburnya iklim korusi dan kolusi. Dengan demikian bilamana masalah korupsi dan kolusi ini tidak mendapatkan porsi yang memadai dalam upaya pencegahan dan penindakannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa upaya–upaya untuk mewujudkan good governance akan menjadi sulit.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.