Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Pembelajaran Teks Integratif Terpadu
Riyadi Santosa FSSR, UNS
2
Pendahuluan Tingkat literasi anak didik kita sampai saat ini masih pada level 3 sementara negara tetangga sudah dapat mencapai 4, 5 bahkan 6 (lihat hasil PISA 2009). Sementara itu, survey literasi PIRLS dan TIMSS menempatkan 95% anak Indonesia hanya pada posisi bawah sampai menengah. Daya saing global rendah, maka perlu pembenahankurikulum Seperti negara-negara lain di dunia, misalnya cina, (Xiaoming, 2011) juga melakukanhal yang sama untuk bersaing secara global ini.
3
Struktur Kurikulum Bahasa 2013
Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia mempunyai struktur yang mirip dengan struktur kurikulum negara-negara di dunia, yang dibangun secara holistik and integratif melalui tiga tujuan utama ialah penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan pengembangan sikap (lihat Xiaoming 2011). Tingkat keholistikan dan integratifan kurikulum ini dapat dilihat dari tiga aspek: 1. konsep KI dan KD yang merepresentasikan nilai-nilai keagamaan, sosial-budaya, dengan pengetahuan, ketrampilanberbahasa serta sikap yang dibentuk melalui KI dan KD. 2. konsep kebahasaan yang digunakan sebagai pendekatan 3. serta implikasi metodologi pembelajarannya.
5
Struktur Kurikulum (Lanjutan)
Keholistikan kurikulum ini dapat dilihat melalui KI, KD, dan indikatornya yang memberikan akses anak didik untuk belajar secara holistik. Anak didik belajar memahami konsep (kognitif), berlatih menggunakan bahasanya secara tepat (ketrampilan) serta menentukan sikapnya terhadap lingkungannya secara simultan melalui berbagai jenis teks (proses sosial atau genre) yang dipelajari. Dengan kurikulum ini anak didik tidak hanya belajar secara aktif mengenai lingkunagn (kognitif) dan bagaimana (ketrampilan) cara berproses sosial dengan lingkungan dengan tepat. Akan tetapi, mereka juga akan belajar bersikap terhadap lingkungannya melalui berbagai jenis teks (genre) serta indikatornya atau registernya (sistem kebahasaanya) yang sesuai dengan konteksnya (lihat juga Moskver, 2008).
6
Struktur Kurikulum (Lanjutan)
Untuk merealisasikan KI dan KD, kurikulum ini dikemas di dalam metode pembelajaran berbasis jenis teks atau genre (lihat Burns, 2003), yang melibatkan siswa melakukan ‘dekonstruksi dan rekonstruksi secara integratif’. Metode pembelajaran ini meliputi empat tahap, yaitu: membangun konteks (MK), pemodelan (P), membangun teks bersama-sama (MTB), dan membangun teks mandiri (MTM) (MEDSP, 1985). Metode pembelajaran ini mengajak anak untuk mendekonstruk teks dengan properti linguistik, nilai sosial dan budayanya. Kemudian mereka diajak untuk merekonstruksi properti linguistik, sosial dan budayanya kembali Setelah mereka menguasai, mereka diajak bersikap terhadap lingkungan hidup, sosial dan budayanya secara mandiri (Santosa, 1995).
7
Bahasa sebagai Teks Di dalam kurikulum ini konsep bahasa yang digunakan merealisasikan KI dan KD-nya adalah bahasa sebagai teks. Bahasa yang kita gunakan di dalam kehidupan sehari-hari selalu hadir dalam bentuk teks. Di dalam percakapan sehari-hari, di kantor, di pasar, di dalam media cetak, audio, maupun video, bahasa yang digunakan untuk mencapai tujuan sosialnya selalu dalam bentuk teks (lisan maupun tulis). Oleh karena itu, Halliday ( dalam Halliday dan Hasan, 1985) mengatakan bahwa teks adalah bahasa yang sedang menyelesaikan tugas atau fungsi sosialnya di dalam suatu konteks sosial tertentu.
8
Bahasa Sebagai Teks (Lanjutan)
Teks, dalam konsep ini, selalu hadir dalam suatu konteks situasi dan konteks budaya tertentu. Oleh karena itu, teks juga merepresentasikan nilai-nilai kultural serta proses sosial tertentu (Martin 1992; Santosa, 2003). Pada dasarnya, nilai dan norma kultural di dalam suatu masyarakat direalisasikan melalui proses sosial atau genre. Setiap proses sosial ini membawa nilai, norma, serta tujuan proses sosial dengan tahapannya. Oleh karena itu, nilai, norma, tujuan sosial, tahapan di dalam genre akan direalisasikan ke dalam teks dengan propertinya (ciri-ciri kebahasaan) termasuk struktur teks dan teksturnya (Sturat- Smith, 2007). Dengan demikian, setiap proses sosial atau genre yang berbeda direalisasikan ke dalam teks yang berbeda. Di dalam pengertian seperti ini, genre sama dengan jenis teks (Moessner, 2001; Santosa, 2003).
9
Konsep Teks (Lanjut) Konsep bahasa sebagai teks ini menunjukkan bahwa teks tidak sekedar pengembangan struktur gramatikal. Teks bukan merupakan kumpulan kalimat-kalimat. Akan tetapi, teks merupakan realisasi sistem nilai, norma sosial, proses sosial dengan tujuan sosialnya. Oleh karena itu, teks mempunyai sistem tersendiri yang berupa semantik wacana, yang mengandung nilai dan norma sosial-budaya. Oleh karena itu, teks tidak dapat diukur dengan jumlah kalimat atau banyak sedikit kata yang dimiliki. Teks, secara sistemik, adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan sosialnya di dalam konteks situasi dan budaya tertentu. Oleh karena itu teks harus dipahami sebagi proses dan produk (Halliday & Hasan 1985, Knapp & Watkins, 2005).
12
Konsep Teks (lanjut) Sebagai proses teks harus dipandang sebagai proses negosiasi antara aspek register medan, pelibat dan sarana sehingga menghasilkan bahasa yang digunakan untuk mencapai tujuan sosialnya. Sebagai produk, teks merupakan hasil dari konfigurasi kontelstual anata meda, pelibat, dan sarana sehingga menghasilkan teks yang dapat direkam dan didekonstruk. Jika digambarkan, maka konsep bahasa di dalam kurikulum ini seperti yang terdapat di dalam Gambar 1.
13
Konsep Genre Banyak definisi mengenai genre, tetapi terdapat tiga tradisi studi genre yang kuat di dunia ini, yaitu ESP (English for Specific Purposes), Sydney School, dan NR ( New Rhethoric) (lihat Hyon, 1996; Lewin, Fine, and Lynne (2001). Masing-masing mempunyai fokus yang berbeda. Misalnya ESP memfokuskan pada genre yang dihasilkan dari sub- kultur yang menghasilkan genre makro, sedangkan Sydney School mengembangkan genre untuk pendidikan yang berasal dari super-ordinate culture, yang menghasilkan genre mikro (lihat Santosa 2010). Sementara itu, NR lebih memfokuskan studi etnografiknya di dalam mempelajari genre. Untuk pengembangan kurikulum 2013, kita mengadopsi genre yang telah dikembangkan di Sydney Schools.
14
Konsep Genre (lajutan)
Genre adalah proses sosial yang berorientasi pada tujuan itu. Dan tujuan sosial itu dicapai secara bertahap (Martin, 1992). Maka genre bukan bahasa, tetapi lebih pada semacam aturan sosial yang berupa tahapan prosedural yang secara konvensional digunakan untuk mencapai tujuan sosial tertentu lihat juga, (Taboada, 2011). Karena setiap genre mempunyai nilai, norma, dan tujuan tertentu, maka setiap genre menghasilkan teks tertentu. Dalam pengertian ini genre seolah-olah sama dengan jenis teks (lihat juga Lee, 2001). Genre terdiri dari genre mikro dan genre makro (Martin, 2006). Genre mikro berasal dari kristalisasi proses sosial di dalam kebudayaan superordinat sehingga genre ini bersifat generik. Genre makro berasal dari kebudayaan sub-ordinat dengan demikian dekat dengan konteks situasi, dan oleh sebab itu bersifat lebih unik tidak generik (Santosa, 2010). Genre makro ini menurut Martin (2008) sama dengan konsep genre EAP yang dikemukakan Swales (1980) dan Bhatia (2004) dan Dijk (2001) (lihat juga Santosa, 2011a; 2011b; 2012).
15
Konsep Genre (lanjut) Genre mikro terdiri dari genre faktual, dan cerita, serta genre lisan (Martin 1992; 2006). Genre faktual terdiri dari delapan jenis, seperti: deksripsi, laporan, rekon, prosedur, eksplanasi, eksposisi, diskusi dan eksplorasi. Sementara itu, genre cerita terdapat empat jenis, yaitu, genre rekon, anekdot, eksemplem, dan naratif. Ahli lain mengklasifikasikan genre berbeda-beda. Akan tetapi, di dalam kurikulum 2013 menggunakan konsep Martin ini. Konsep genre mikro dan makro ini pulalah di dalam kurikulum 2013 direalisasikan ke dalam kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) serta indikator ketercapaian KD dan KI (Kemendikbud, 2013). Di dalam KI C dan D Kurikulum 2013 secara implisit mensiratkan pembelajaran berdasarkan jenis teks. Di dalam KD, jenis teks tersebut diurai berdasarkan ranah kedekatan dengan siswa serta tingkat kesulitan tatanan nila dan norma sosial yang terealisir di dalam bahasanya. Berikut ini template atu prototipe jenis teks yang terdapat di dalam kurikulum 2013 beserta indikator kebahasaannya.
16
Genre Faktual dan Tahapannya
20
Genre Cerita dan Tahapannya
21
Pengajaran bahasa berdasarkan Jenis teks.
Untuk mengajarkan genre ini diperlukan metode pembelajaran yang interaktif, dekontruktif dan rekonstruktif. Di dalam kurikulum ini disebut empat tahap: membangun konteks, pemodelan, membangun teks bersama- sama,dan membangun teks mandiri. Tahapan ini mengadopsi metode pembelajaran berdasarkan genre yang telah dilaksanakan di Sydney Schools, yang disebut ‘teaching-learning cycle’ (MEDSP, 1989; Bawarshi & Reiff, 2010). Metode ini meliputi building knowledge of the field (BKOF), modeling, joint construction of texts, dan independent construction of text. Metode ini diketahui sangat bagus untuk membangun siswa aktif untuk membangun pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Hal ini dikarenakan anak diajak secara aktif untuk mengenal konteks melalui membangun konteks,kemudian mereka diajak untuk mendekonstruk teks beserta nilai dan cirri kebahasaannya melaui kegiatan-kegiatan dekonstruktif dalam tahap pemodelan. Berikutnya, siswa diajak merekonstruksi teks bersama-sama dengan teman dan bantunan guru melaluikegiata-kegiatan rekonstruktif dalam tahap membangun teks bersama-sama. Setelah mereka, menguasai tahap ketiga ini, siswa diberi tugas untuk membuat teks dengan genre yang sama tetapi dengan topik yang berbeda secara mandiri di dalam tahapan membangun teks secara mandiri.
23
Membangun Konteks Tahap membangun konteks ini digunakan guru dan siswa untuk mempersiapkan siswa untuk masuk ke pelajaran yang akan diberikan. Tahap ini dapat dimulai dengan kegiatan mereview pelajaran minggu lalu atau mengajak siswa untuk menyelami ranah pelajaran yang akan diberikan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui tanya- jawab, cerita ulang, atau diskusi.
24
Pemodelan Pemodelan merupakan tahap awal pengenalan model teks yang diberikan. Biasanya, tahap ini guru memberikan model genre atau tipe teks tertentu yang ideal, lengkap dengan tujuan sosial (termasuk nilai dan norma sosialnya), tahapan, dan ciri-ciri kebahasaan. Di dalam tahap ini pemodelan dilaksanakan dalam sejumlah kegiatan dekonstruksi tujuan sosial, tahapan, dan ciri kebahasaan untuk teks ini. Kegiatan dekonstruktif ini bersifat top-down dari level teks, semantik wacana, gramatika, leksis, dan fonologi/grafologi. Kegiatan pembelajaran pada tahap pemodelan ini umumnya bersifat less productive (kurang produktif). Artinya belum menghasilkan sebuah teks. Hal ini karena pemodelan bersifat pengenalan nilai, norma, tujuan sosial serta realisasinya di dalam ciri-ciri kebahasaan pada level semantik wacana, gramatika, leksis, dan fonologi atau grafologi. Kegiatan pembelajaran pada tahap ini bisa meliputi: membaca cepat (skimming) dan membaca detil (scanning), tanya jawab, memasangkan, melabeli, pilihan ganda, memparafrase, drilling dan sebagainya.
25
Membangun teks bersama
Pada tahap ini siswa diajak merekonstruksi nilai-nilai sosial, tujuan sosial, tahapan, dan ciri-ciri kebahasaan dari level semantik wacana sampai dengan fonologi/grafologi. Siswa diajak membuat teks dengan genre, tujuan sosial, tahapan, dan ciri-ciri kebahasaannya. Yang tidak kalah pentingnya ialah siswa diajak menentukan sikapnya di dalam teks tersebut. Kegiatan ini sangat sulit terutama untuk menangkap struktur teks dan ciri-ciri kebahasaan yang sesuai (lihat Su-Hie, & Pei-Feng, 2008). Oleh karena itu, untuk membangun teks bersama ini, siswa perlu dibantu melalui kelompok-kelompok siswa yang disupervisi guru. Kegiatan pembelajarannya melalui kegiatan pembelajaran yang lebih produktif. Kegiatan-kegiatan melengkapi dialog, bagan, meringkas, dan kegiatan membangun teks (jumbled reading, sets of questions, sets of situations) akan sangat membantu siswa untuk membangun teks secara bersama-sama.
26
Membangun Teks Bersama (lanjutan)
Yang paling penting di dalam kegiatan ini adalah proses bagaimana siswa membangun teks secara bersama- sama dengan teman dan gurunya. Pastikan di dalam kegiatan ini terdapat kegiatan ‘learning how to learn’ atau belajar strategi belajar agar siswa nantinya dapat membangun teks secara mandiri. Oleh karena itu, kegiatan membangun teks bersama ini harus dikerjakan secara berulang mencari sumber di perpustakaan, media, internet, observasi lapangan, dan interview narasumber secara kelompok (lihat juga Chaisiri, 2010). Kemudian, siswa akan mempunyai catatan kepustakaan, catatan lapangan, dan hasil interview yang akan ditulis menjadi sebuah teks dengan genre yang utuh secara bersama.
27
Membangun teks mandiri
Membangun teks mandiri ini merupakan puncak dari seluruh kegiatan yang mengakumulasikan antara kegiatan-kegiatan membangun teks dengan segala isinya. Secara prosedural ini merupakan kegiatan yang sama dengan kegiatan membangun teks bersama, hanya kali ini siswa diminta untuk bekerja secara mandiri. Siswa akan bekerja secara mandiri mulai mencari sumber di perpustakaan, media, internet, observasi di lapangan, interview nara sumber untuk memperoleh data yang akurat untuk membangun teks secara mandiri ini. Kemudian, siswa akan mempunyai catatan kepustakaan, catatan lapangan, dan hasil interview yang akan ditulis menjadi sebuah teks dengan genre yang utuh secara mandiri. Demikian pula siswa juga diminta untuk mempunyai sikap terhadap lingkungan sebelum dituangkan ke dalam bentuk teks.
28
least to most productive activities
30
Penutup Makalah ini sudah berusaha menggambarkan konsep kebahasaan serta implikasi metodologi pembelajarannya yang dipakai untuk melandasi Kurikulum Bahasa 2013. Yang jelas kurikulum ini menunut semua pihak yang terkait memahami konsep kebahasaan serta implikasi metodologisnya, jika semuanya menginginkan siswa mempunyai pengetahuan, ketrampilan sekaligus sikap. Oleh karena itu, kita perlu usaha keras dan kesabaran yang terus menerus mengingat fokus kurikulum ini lebih menekankan proses dengan produk (pengetahuan, ketrampilan dan sikap) yang lebih baik. Yang jelas bahwa bahasa tetap bisa diajarkan di sekolah, tidak hanya diperoleh melalui pengalaman praktis saja (Purcell-Gates, Duke, & Martineau, 2007) .
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.