Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ASPEK HUKUM Penyelenggaraan BPJS

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ASPEK HUKUM Penyelenggaraan BPJS"— Transcript presentasi:

1 ASPEK HUKUM Penyelenggaraan BPJS
  Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho S.H., M.Hum. (Dosen FH UNS – Wakil Rektor II UNS)   Disampaikan Dalam Seminar Nasional dan Diskusi Interaktif “BPJS Mengancam Kelangsungan Dunia Usaha, Benarkah?” Diselenggarakan oleh HR Forum Solo Raya Tanggal 4 Desember Di Pendapa Gede Balaikota Surakarta

2 Jaminan Sosial Jaminan Sosial adalah program negara yang merupakan Amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945 untuk memberikan perlindungan dasar kepada seluruh rakyat Indonesia. Amanat tersebut telah diwujudkan dengan berlakunya UU No. 40 Tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Berdasarkan Ketentuan Umum pasal 1 angka 2, SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Sebagaimana mengacu pada Bab V tentang kepesertaan dan iuran terutama Pasal-pasal 13 dan 14 bahwa SJSN merupakan perpaduan antara program asuransi sosial dan bantuan sosial, sekalipun pendekatan dalam penyelenggaraan SJSN mengacu pada asuransi sosial.

3 Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Dengan memperhatikan Pasal-pasal UU No. 40/2014, maka penyelenggaraan jaminan sosial dilakukan melalui : Mekanisme koleksi iuran secara wajib, terutama bagi pemberi kerja dan tenaga kerja; Pembiayaan berbasis fiskal dengan cakupan yang terbatas untuk program bantuan sosial bagi penduduk miskin Kombinasi dari keduanya (a dan b) seperti SJSN.

4 Menurut Pasal-pasal 28-H dan 34
Menurut Pasal-pasal28-H dan 34 UUD 1945, jaminan sosial adalah hak seluruh rakyat, baik masyarakat kaya, menengah maupun miskin. Dalam kaitan itu, pemerintah mengembangkan system jaminan sosial dengan pembiayaan bersama dalam bentuk iuran perusahaan, tenaga-kerja dan pemerintah, guna mengantisipasi adanya peristiwa-peristiwa sosial ekonomi yang kemungkinannya dapat menimpa masyarakat yang pada akhirnya dapat menimbulkan hilangnya sebagian atau keseluruhan penghasilan masyarakat sebagai akibat peristiwa-peristiwa sakit, kecelakaan kerja, kematian prematur, PHK dan hari tua. Dengan berlakunya UU SJSN ini dapat diharapkan untuk mensejahterakan rakyat karena adanya kepastian jaminan untuk kelangsungan hidup. Akan tetapi, kepastian jaminan yang hakiki adalah adanya jaminan pekerjaan atau jaminan usaha bagi masyarakat untuk mendapatkan penghasilan regular agar masyarakat yang bekerja atau yang berusaha dapat membayar iuran program SJSN.

5 Jaminan pekerjaan & jaminan usaha
Jaminan pekerjaan dan jaminan usaha menjadi tanggung-jawab Negara melalui Pemerintah agar penyelenggaraan SJSN dapat berkelanjutan. Jaminan pekerjaan oleh Pemerintah adalah landasan dasar bagi terselenggaranya SJSN secara efektif. Setelah itu SJSN diperlukan sebagai suatu system jaminan social yang inklusif dalam arti menjangkau kepesertaan seluruh penduduk agar mendapatkan hak konstitusi. Mengingat SJSN dirancang sebagai program jaminan sosial seumur hidup bagi seluruh rakyat, maka diperlukan UU badan penyelenggaraan SJSN untuk implementasi UU SJSN.

6 Menurut Pasal 5 UU SJSN Menurut Pasal 5 UU SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus dibentuk dengan UU. Pembentukan BPJS harus mengacu pada Pasal 2 tentang asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan dan Pasal 4 tentang prinsip-prinsip SJSN yang antara lain : Gotong royong, nirlaba, portabilitas, kepesertaan wajib dan dana amanah. Adapun asas dan prinsip-prinsip tersebut sebagaimana dimaksud dalam UU SJSN bersifat mengikat bagi BPJS. Bentuk badan hukum BPJS secara tidak langsung adalah Wali Amanat yang dengan sendirinya sebagai badan hukum nirlaba (Board of Trustee). Dengan memperhatikan asas dan prinsip-prinsip UU SJSN, maka BUMN Persero dinyatakan tidak berlaku lagi untuk menyelenggarakan SJSN, karena keterikatannya dengan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Penyertaan Modal BUMN.

7 Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) harus dilihat secara obyektif dari seluruh sisi, termasuk bentuk hukum, konsekuensi hukum, dan aspek akuntabilitas lembaga tersebut. Kewajiban penyelenggaraan jaminan sosial nasional harus ditempatkan secara obyektif dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

8 Aspek Bentuk Hukum BPJS
Salah satu aspek yang mengemuka di pembahasan BPJS adalah aspek bentuk hukum, dimana mengemuka pendapat tentang bentuk hukum BPJS berbentuk Badan Hukum Publik Wali Amanat. Konsep ini dapat dikatakan hibrida dari konsep badan hukum publik dan privat, untuk memberi jalan privatisasi dengan cara yang sangat halus.

9 Konsep yang tidak lazim dipakai
Pada dasarnya, konsep ini menyisakan pertanyaan besar, karena selain merupakan konsep yang tidak lazim dipakai, konsep ini hampir serupa dengan konsep Badan Hukum Pendidikan (BHP) bagi perguruan tinggi. Pada konsep BHP, Hibrida badan hukum publik dan privat menghasilkan kebijakan pendidikan tinggi yang liberal dan berpihak kepada yang memiliki uang. Terdapat kecenderungan aspek privat akan lebih dikedepankan daripada aspek pelayanan publiknya, karena peran kontrol pemerintah bukanlah yang utama di Majelis Wali Amanat.

10 Kerancuan dalam hal audit
Konstruksi ini akan menimbulkan kerancuan dalam hal audit terhadap dana yang dikelola, dimana terdapat potensi ketentuan pasal 51 akan ditafsirkan secara sepihak. Ada kemungkinan penafsiran status keuangan yang dikelola bukan keuangan negara sehingga tidak memungkinkan pemeriksaan dalam konteks tindak pidana korupsi. Pendekatan ini hampir serupa dengan status keuangan yang dikelola Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), meskipun dana awal LPS berasal dari pemerintah dan dalam hal LPS kemungkinan kekurangan dana dalam melakukan penyelamatan akan meminta bantuan pemerintah melalui APBN.

11 Konsep Hibrida Konsep hibrida badan hukum publik dan privat sebagai solusi dari ketidakmampuan Negara memberikan jaminan sosial nasional dalam APBN, seharusnya juga berujung pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Hal tersebut nyata-nyata telah diingkari oleh pembentuk undang-undang, dimana konsep subsidi silang untuk peserta yang tidak mampu hanya akan dibayarkan oleh pemerintah pada tahap pertama (pasal 17 ayat 5)

12 Permasalahan lain Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah salah satu tugas DJSN dalam mengusulkan kebijakan investasi dana jaminan social, dimana dalam melakukan tugas tersebut dapat meminta masukan dan bantuan dari tenaga ahli (pasal 9). Proses liberalisasi dan privatisasi dapat bermula dari peluang kecil ini sehingga organ BPJS akan melaksanakan sepenuhnya rekomendasi DJSN tersebut. Hal ini rentan terhadap kepentingan pihak-pihak tertentu yang biasanya menyatu melalui tim tenaga ahli, bantuan, ataupun asistensi.

13 Curiculum Vitae Nama : Prof. Dr. H. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Tempat, tgl lahir : Magelang, 8 November 1962 Tempat Tinggal : Jalan Manunggal 1/43 Solo, Jateng Pendidikan : S1 FH UNS, S2 PPS Undip, S3 UNDIP Status : BERKELUARGA, 1 Istri, 3 Anak HP. : atau Website : PEKERJAAN: DOSEN S1, S2, S3 Fak. Hukum dan Wakil Rektor II UNS Surakarta LAIN-LAIN: Reviewer Penelitian dan Pengabdian DP2M Dikti Instruktur brevet, Konsultan DPRD Ngawi-Jatim, DPRD Karang Anyar-Jateng, DPRD Surakarta, DPRD Balikpapan, Konsultan IAPI, Konsultan Pemda Ngawi, Pemda Magetan-Jatim, Pemkot Gorontalo, Saksi ahli di beberapa Pengadilan, dll. DOSEN PASCASARJANA di MM FE UNS, STIH IBLAM Jakarta, Univ. Djuanda Bogor, Univ. Swadaya Gunung Jati Cirebon, Univ. Batik Solo, MM STIE AUB Surakarta, Unibraw Malang (disertasi) dll

14 Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Sekian & Terima Kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Download ppt "ASPEK HUKUM Penyelenggaraan BPJS"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google