Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehEdo Amalia Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
PENTINGNYA HARA DAN PUPUK P BAGI TANAH DAN TANAMAN TEBU
Bahan kajian MK Pupuk dan Pemupukan Diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno MS Jur Tanah FP UB Oktober 2011 1
2
P DAN TANAMAN TEBU Pengendalian P-tersedia dalam tanah sangat menentukan hasil tebu dan gula. Perkembangan akar tebu akan lambat kalau suplai P-tersedia terkendala, sehingga akan muncul gangguan dalam proses penyerapan air dan hara oleh akar tanaman. Defisiensi P banyak terjadi pada tebu-ratoon, dan gejala defisisensi semakin parah dengan bertambahnya umur tanaman. P bersifat mobil dalam tubuh tanaman, sehingga gejala defisiensi muncul pertama pada daun tua. Defisiensi P ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman kerdil. Panjang ruas, panjang batang dan diameter batang tebu semuanya mengecil kalau terjadi defisiensi P. Mula-mula gejala defisiensi pada daun tidak tampak, kemudian daun menjadi slender dan hijau kebiruan warnanya. Warna merah dan ungu juga dapat muncul, terutama di bagian pucuk daun dan tepi daun yang terkena cahaya langsung. Akhirnya helai daun mati mulai dari ujung daun dan menjalar sepanjang tepi daun. 2
3
PEMUPUKAN FOSFAT TANAMAN TEBU
Bagi tanaman tebu ternyata hara P sangat penting untuk pertumbuhan akar, pemanjangan batang, kualitas tebu dan hasil gula. Hara P membantu serapan N oleh tanaman, ketidak-seimbangan N/P tanaman menyebabkan tanaman tebu mudah roboh dan mengganggu kualitas tebu. Efisiensi pupuk fosfat biasanya agak rendah, karena sebagian P-tersedia dalam pupuk setelah diaplikasikan ke tanah akan diikat oleh komponen tanah menjadi bentuk P-tidak tersedia. Untuk mengatasi kendala fiksasi fosfat oleh tanah, disarankan juga aplikasi fosfat melalui daun tebu. 3
4
KETERSEDIAAN P-TANAH: HASIL DAN KUALITAS TEBU
Ketersediaan P-tanah dan aplikasi pupuk P sangat memperbaiki pertumbuhan tebu, hasil tebu dan kualitas rendemennya. Indeks luas daun tanaman tebu dan produksi bahan kering meningkat pada aplikasi pupuk P dosis tinggi. Distribusi pertumbuhan akar tanaman tebu ke arah vertikal dan horisontal juga berhubungan erat dengan ketersediaan P-tanah. Hasil tebu maksimum sebesar 76 t/ha dicapai pada tanah yang kaya P-tersedia, sedangkan pada tanah yang miskin P-tersedia ternyata hasil tebu hanya sekitar 53 t/ha. Hasil gula pada kebun tebu yang kaya P-tersedia sebesar 12 t/ha dan pada tanah yang miskin P-tersedia sebesar 8 t/ha. Kandungan P-tersedia yang terlalu tinggi dapat menekan penyerapan Zn dan Cu oleh tanaman tebu. Kandungan P-tersedia dalam tanah yang dianggap optimum adalah mg P2O5/100 g tanah; ditinjau dari hasil tebu dan gula. Sumber: Japanese Journal of Tropical Agriculture 41 (2) 52–59 4
5
RESPON TANAMAN TEBU thd Sumber: Better Crops International
P-TANAH Produktivuitas tebu dapat ditingkatkan dnegan pemupukan P yang dikombinasikan dengan N, K, S dan Zn. Aplikasi pupuk P dosis tinggi dalam strategi pemupukan yang berimbang dapat meningkatkan hasil tebu dan hasil gula. Perbaikan ketersediaan P-tanah dapat meningkatkan hasil tebu hingga 31% lebih tinggi dibandingkan dnegan kondisi kontrol. Pendekatan pemupukan P yang lebih berimbang ternyata diperlukan untuk meningkatkan hasil tebu dan hasil gula. Aplikasi pupuk P dapat merangsang pertumbuhan akar tebu, merangsang tumbuhnya anakan , mempengaruhi pertumbuhan tebu yang dapat digiling, dan meningkatkan hasil tebu per hektar. Cukupnya status P tanaman tebu sangat diperlukan untuk akumulasi simpanan gula dalam jaringan batang tebu. Sekitar % dari pupuk P yang diaplikasikan ke tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman tebu dalam satu musim tanam. Sumber: Better Crops International Vol. 17, No. 1, May 2003
6
Sumber: Better Crops International
Hubungan antara dosis pupuk P dengan P-tanah ekstraks Na-bikarbonat setelah 20 hari masa inkubasi tanah. Sumber: Better Crops International Vol. 17, No. 1, May 2003 6
7
REKOMENDASI PUPUK P TANAMAN TEBU
Rekomendasi pupuk P didasarkan pada hasil analisis tanah, disesuaikan dengan kapasitas tanah untuk memfiksasi P. Pupuk P diaplikasikan dalam larikan (alur) untuk memenuhi kebutuhan P tanaman tebu dan ratoon pertama. Tujuan rekomendasi pemupukan P adalah meningkatkan kandungan P-tanah hingga mendekati 206 kg P2O5/ha, seperti contoh: P-tanah kg P2O5/ha 160 115 68 28 Dosis pupuk 46 92 137 183 7
8
ASAM HUMAT MEMPERBAIKI KETERSEDIAAN HARA DAN SERAPANNYA OLEH TANAMAN
Penggunaan asam humat bersama dengan pupuk ternyata dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan serapannya oleh tanaman. Aplikasi asam humat 20 kg/ha bersama dengan 100% dosis pupuk rekomendasi dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan hara makro dan Fe, Zn. Aplikasi asam humat 0.1% melalui semprotan daun dapat emningkatkan serapan hara oleh tanaman dibandingkan dengan kontrol. Sumber: J.S.VIRGINE TENSHIA and P. SINGARAM Department of Soil Science and Agricultural Chemistry, Tamil Nadu Agricultural University, Coimbatore 8
9
ASAM HUMAT MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P-TANAH
Asam humat dapat memacu proses pelarutan mineral fosfat dalam tanah secara lambat & kontinyu, sehingga ketersediaan P-tanah meningkat. Asam humat dapat memperbaiki aktivitas ensim fosfatase dalam tanah, ensim ini menghidrolisis ester-fosfat menjadi fosfat anorganik, sehingga ketersediaan P-tanah meningkat. Asam humat mereduksi kemampuan tanah memfiksasi fosfat, sehingga ketersediasan P-tanah meningkat. 9
10
MEMPERBAIKI KETERSEDIAAN HARA TANAH
ASAM HUMAT + PUPUK NPK MEMPERBAIKI KETERSEDIAAN HARA TANAH Aplikasi asam humat bersama dengan pupuk NPK meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (Vertisol dan Alfisol) bagi tanaman. Perlakuan aplikasi terbaiki adalah 10 kg ha-1 asam humat (soil application) + 0.1% asam humat semprotan daun (dua kali) + 0.3% asam humat % NPK dosis rekomendasi. Perlakuan lain yang sama baiknya adalah aplikasi asam humat 20 kg ha-1 HA (soil application) + 100% NPK dosis rekomendasi. Sumber: Journal Acta Agronomica Hungarica Volume 52, Number 3 / November 2004 10
11
P-tanah bagi TEBU Kandungan P-tanah ekstraks air (Pw) dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pupuk P bagi tanaman tebu. Rekomendasi pupuk fosfat bagi tebu dosisnya berkisar 0 hingga 75 pounds P2O5 per acre; tanah-tanah yang mempunyai Pw lebih ebsar dari 6 lbs per acre tidak perlu dipupuk fosfat. Semua rekomendasi pemupukan P disusun berdasarkan hasil analisis contoh tanah yang diambil sebelum tanam. 11
12
Hubungan antara kandungan P-tanah dan hasil relatif tanaman tebu
12
13
Hubungan antara dosis pupuk P dengan hasil tebu ratoon
13
14
Dampak pengapuran pada tanah-tanah yang kaya Al dan Fe
14
15
Menjenuhi tapak-tapak sorpsi dengan anion sejenis
15
16
PELARUTAN FOSFAT Asam humat dan fulvat meningkatkan pelarutan aluminum phosphate (AlPO4) dan iron phosphate (FePO4). Jumlah P yang dilepaskan oleh HA dan FA meningkat dengan waktu. Asam humat lebih efektif melarutkan logam-fosfat dibandingkan dengan FA. Hasil pelarutan ini mengandung ortofosfat bebas dan sedikit kompleks P-asam humat. Hal ini menunjukkan bahwa asam humat berperan sebagai khelator Al dan Fe, dan membebaskan anion ortofosfat.. Pertumbuhan tanaman yang diberi AlPO4 atau FePO4 menjadi lebih baik kalau ada asam humat atau fulvat. Sumber: Communications in Soil Science and Plant Analysis. Volume 29, Issue 5 & 6, 1998, Pages 16
17
KOMPLEKS P – ASAM HUMAT Al dan Fe menjadi jembatan logam dalam pembentukan kompleks asam humat – logam – P anorganik. Bentuk P dalam asam humat ternyata tergantung pH, dimana mereka diendapkan dari ekstraks alkali. Pada tanah-tanah gambut ternyata P-anorganik lebih rendah dibandingkan dnegan P-organik. Sumber: Communications in Soil Science and Plant Analysis . Volume 28, Issue 11 & 12, 1997, Pages 17
18
ASAM HUMAT MELEPASKAN P - TERIKAT
Pembentukan Fe-fosfat dan Ca-fosfat dalam tanah terjadi pada kondisi tanah alkalin, tanah berpasir dan tanah-tanah dimana banyak hujan. Fe-phosphate dan Ca-phosphates tidak larut, sehingga fosfatnya tidak tersedia bagi tanaman. Asam humat mampu memecahkan ikatan antara P, Fe dan Ca dalam tanah, sehingga ketiga hara ini menjadi tersedia bagi tanaman. Sumber: BioLynceus, LLC Estes Park, CO & Lyons, CO 18
19
PUPUK HAYATI PK BAGI TEBU
Pupuk hayati dibuat dari batuan fosfat dan kalium yang dicampur dengan belerang yang diinokulasi dengan bakteri oksidasi Acidithiobacillus. Aplikasi pupuk hayati ini dapat mereduksi pH tanah, dan memperbaiki tanaman tebu; meningkatkan ketersediaan Ca dan Mg dalam tanah. Pupuk hayati ini sangat cocok untuk tanah-tanah yang miskin P-tersedia dan miskin K-tersedia. Sumber: World Journal of Microbiology and Biotechnology. Volume 24, Number 10, , 19
20
BATUAN FOSFAT UNTUK TEBU
Aplikasi batuan fosfat dilakukan pada saat awal tanam pertama tebu dengan dosis 125, 250, 500 P2O5 kg/ha sebagai pupuk dasar. Peningkatan hasil tebu tahun pertama terjadi pada dosis batuan fosfat lebih dari 250 kg P2O5/ha. Efek residu batuan fosfat pada tanaman tebu tahun ke dua dan ke tiga hanya terjadi pada aplikasi dengan dosis 500 P2O5 kg/ha. Aplikasi batuan fosfat ternyata cukup efektif bagi tanaman tebu tahun pertama, tetapi juga mempunyai efek residu yang bagus pada tanaman tebu tahun ke dua dan ke tiga. Sumber: Proceedings of an International Meeting, Kuala Lumpur, Malaysia, July, 2001 pp 20
21
APLIKASI FOSFAT LEWAT DAUN TEBU
Percobaan aplikasi pupuk fosfat di kebun tebu melibatkan beberapa perlakuan: Kontrol (RD) : dosis pupuk (250 kg N, 115 kg P2O5 dan 115 kg K,O) RD tanpa P2O5 (250 kg N and 115 kg K2O), RD plus aplikasi fosfat lewat daun 8 kg/ha, RD plus aplikasi fosfat lewat daun 12 kg/ha, RD plus aplikasi lewat daun Boron (1%), RD plus aplikasi lewat daun Fe dan Zn (masing-masing 0.5% ) RD plus aplikasi lewat daun Si (2%). Aplikasi fosfat lewat daun dan aplikasi unusr hara mikro lewat daun dapat meningkatkan aktivitas ensim SS: sucrose synthase dan ensim SPS: sucrose phosphate synthase . Mean commercial cane sugar content was increased with foliar application of phosphorous 8 kg/ha (14.39%), 12 kg/ha (14.56%) and 0.5% iron and zinc (14.15%) as compared to control (13.68%). Sumber: Sugar Tech . Volume 5, Number 3, 21
22
APLIKASI FOSFAT LEWAT DAUN
Aplikasi fosfat lewat daun biasanya dicampur dengan N dan unsur mikro. Asam orthofosfat ternyata sangat efektif untuk aplikasi lewat daun, dibandingkan dengan senyawa fosfat lainnya. Pupuk fosfat dapat larut yang mengandung N juga dapat diaplikasikan lewat daun dengan dosis yang lebih tinggi dari dosis asam ortofosfat. Senyawa lain yang dapat diaplikasikan lewat daun sebagai pupuk fosfat adalah tri-polyphosphate dan tetra-polyphosphate. 22
23
APLIKASI ASAM HUMAT LEWAT DAUN
Aplikasi asam humat lewat tanah dan lewat daun dapat memperbaiki produktivitas dan kualitas tanaman. Humus padatan diaplikasikan ke tanah satu bulan sebelum tanam dan asam humat cair diaplikasikan lewat daun dua kali . Dosis aplikasi humus 0, 2 dan 4 g/kg dan dosis asam humat 0, 0.1 dan 0.2%. Salinitas berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman jagung; bobot kering tanaman menurun dan serapan hara juga menurun kecuali Na dan Mn. Aplikasi humus ke tanah meningkatkan serapan N tanaman, sedangkan aplikasi asam humat lewat daun meningkatkan serapan P, K, Mg,Na,Cu dan Zn. Sumber: Soil & Water Res., 6, 2011 (1): 21–29 23
24
Korelasi terbaik terjadi pada luas permukaan akar.
CIRI-CIRI AKAR TEBU Serapan hara N, P, K, Ca, Mg, Si dan S dipengaruhi oleh sifat-sifat akar tebu seperti bobot akar, luas permukaan akar, KTK, dan KTA. Dalam tanah dan kultur larutan, KTK dan KTA akar tebu tidak berkorelasi dengan jumlah serapan kation dan anion; hal ini mungkin disebabkan oleh karena serapan ion terjadi melalui proses aktif, bukan melalui pertukaran ion. Dalam kultur larutan, bobot akar, luas permukaan akar, KTK dan KTA-akar tanaman tebu berkorelasi dengan bobot batang dan serapan hara N, K, Ca, Mg dan S. Korelasi terbaik terjadi pada luas permukaan akar. Dalam kultur tanah, hanya bobot akar yang berkorelasi erat dengan bobot batang dan serapan hara N, Mg dan S. SUmber: Journal of the Science of Food and Agriculture. Vol. 26 No.7 p July 1975 24
25
DISTRIBUSI AKAR TEBU & SERAPAN P
Akar tanaman tebu yang berfungsi menyerap hara terkonsentrasi di daerah bawah batang, tidak ada akar pada jarak lateral lebih dari 4 feet dari pusat barisan tanaman (kedalaman 6 inchi) . Konsentrasi tertinggi akar di sebelah sisi batang ditemukan pada kedalaman 3 inchi. Penyerapan fosfat oleh tanaman tebu ternyata berbanding langsung dengan pertumbuhannya. Terjadi penyerapan fosfat yang lambat tetapi mantap selama musim dingin dan musim semi. Sumber: Proceeding of the South African Sugar Technologist ‘s Association. April 1964 25
26
Sumber: Plant Physiology. Vol. 80, No. 1, Jan., 1986
P & TRANSPOR SUKROSE Transpor sukrose ke dalam vakuole sel tebu melibatkan sekelompok translokator. Translokator ini tergantung pada UDP-Glucose (Glc) eksternal, dan melalui serangkaian reaksi ensimatis di dalam tonoplast; sucrose phosphate dan sucrose diendapkan di dalam vesicles. Fructose-6-phosphate tidak duiperlukan untuk serapan UDP-Glc , dan juga tidak diserap. pH optimum untuk serapan UDP-Glc adalah Serapan UDP-Glc dihambat oleh para-chloromercuribenzene-sulfonic acid, UDP, dan GDP; carbonyl cyanide m-chlorophenylhydrazone juga sedikit menghambat . Sumber: Plant Physiology. Vol. 80, No. 1, Jan., 1986 26
27
EFEK RESIDU PUPUK P TANAMAN TEBU
Efek residual pupuk P p[ada hasil tebu dan kualitasnya ternyata cukup besar pada tanah cambisol dan vertisol. Kandungan P-tanah (residual) masih cukup tinggi, sehingga tebu tidak memerlukan pupuk P. The sugarcane varieties performed differently in terms of yield and quality under cambisol and vertisol. Performance was higher under cambisol soils than under vertisol soils, this was attributed to cambisol soils faster P release into the soil solution. Variety N14, KEN and EAK recorded yields higher than 90TCH and were of good quality under vertisol soils while varieties N14, KEN82-216, KEN82-472, KEN82-808, and KEN recorded yields higher than 100TCH under cambisol soils. This suggests variety N14, KEN and EAK may be efficient in P uptake in P fixing soils. The study concludes that P dynamics vary with soil types and therefore may influence P fertilizer management for sugarcane production. Sumber: 27
28
PENYERAPAN P TEBU A study was made of the effect of rainfall and of placement of fertilizer on fertilizer P uptake by sugar cane as measured by radioisotope methods. Placement tests were conducted with fertilizer applied in 2 bands 10 in, to the side of the row at depths of 6, 12 and 18 in. In one test fertilizer was applied in one band 4 in. below the stubble. It was found that rainfall during the 4-week period prior to sampling was closely correlated with fertilizer P uptake from the 6-in. depth but was not associated with uptake from the 12- and 18-in. depths. The correlation coefficients were r = 0.463, r = and r = , respectively. A negative correlation, r = , was observed between soil values for available P and yield response to fertilizer P. Correlation between means of the proportions of plant P from the fertilizer for all samplings at each site and yield response to fertilizer P at each site approached significance. Means of 8.8, 13.5 and 11.8 % of plant P from fertilizer P placed at the 6-in. depth were found at the 11, 15 and 19-week samplings, respectively. The mean uptake in the above-ground parts by the 19-week sampling was of P equivalent to 3.61 lb. of fertilizer P2O5per acre or 9.0% of the P applied. The rates of uptake of fertilizer P by sugar cane from the different depths suggest that roots develop vertically in greater number and activity early in the growing season than they do laterally. By the latter part of July the amounts of P uptake from the 6-, 12- and 18-in. depths were approximately equal. Placement of fertilizer in 2 vertical bands 6 in. in depth in the 6- to 12-in. zones 10 to 12 in. to the side of the row would permit feeding early in the growth period to be heavier in the lower portion of each band, and subsequent feeding in the entire band. -La St. Univ., Baton Rouge. Sumber: Conference proceedings; Book Proc. 12th Congr. int. Soc. Sugar Cane Technol., Puerto Rico, pp pp. 28
29
. 29
30
PEMUPUKAN P P dalam tanah tidak-mobil, therefore placement of phosphate fertilizers is a major management decision in crop production systems. No ideal special placement exists for all crops. Decisions about phosphate fertilizer placement depend on the intended crop, soil test P level, and environmental considerations. Phosphorus movement off agricultural land to surface waters can accelerate eutrophication. This is the process in bodies of water of stimulating algal growth which ultimately die and decay in the water, and deplete available oxygen. The reduced oxygen levels ultimately result in reduced higher-order aquatic plant and animal populations. Animal manures and bedding materials contain significant amounts of phosphorus in organic forms. After microbial mineralization from the organic forms, the phosphorus applied to soils is subject to the same fates as inorganic fertilizer phosphorus. Rates of land application of animal wastes such as poultry litter should be based on soil tests, nutrient content of the material, and crop needs. Directions on obtaining nutrient analysis of manures are available at your local Extension office. Phosphorus movement in landscapes is intmately associated with soil erosion because P is closely attached to solid soil materials. Phosphorus addition to soils must be managed to lessen movement to surface waters. Phosphorus needs of plants are most critical in the earliest growth stages. If the pH is between 6 and 7, and the soil has a low risk of erosion, P can be applied in the fall for cotton or grain production. 30
31
SERAPAN P TANAMAN Crop response to phosphorus depends on the availability of phosphorus in the soil solution and the ability of the crop to take up phosphorus. The availability of phosphorus in the soil solution has already been discussed. The ability of a plant to take up phosphorus is largely due to its root distribution relative to phosphorus location in soil. Because phosphorus is very immobile in the soil, it does not move very far in the soil to get to the roots. Diffusion to the root is only about 1/8 of an inch per year, and relatively little phosphorus in soil is within that distance of a root. Thus, the roots must grow through the soil and basically go get the phosphorus the plant needs. Therefore root growth is very important to phosphorus nutrition. Any factor that affects root growth will affect the ability of plant to explore more soil and get adequate phosphorus. Soil compaction, herbicide root injury, and insects feeding on roots can all dramatically reduce the ability of the plant to get adequate phosphorus. Young seedlings can suffer from phosphorus deficiency even in soils with high available phosphorus levels because they have very limited root systems that are growing very slowly in cold, wet, early early-season soil conditions. This is why some crops respond to phosphorus applied at planting in starter fertilizers even in relatively high phosphorus soils. 31
32
PERILAKU P DALAM TANAH Figure 1 shows an overview of the behavior of phosphorus in the soil. The soil solution is the key to plant nutrition because all phosphorus that is taken up by plants comes from phosphorus dissolved in the soil solution. Because the amount of soluble phosphorus in the soil solution is very low, it must be replenished by as many as 500 times during a growing season to meet the nutritional needs of a typical crop. Although very little phosphorus is in the soil solution at any time, there is a large amount of phosphorus in most soils. The bulk of the soil phosphorus is either in the soil organic matter or in the soil minerals. A large proportion of the phosphorus in both of these fractions is in very stable, unavailable forms, while a much smaller proportion is in available forms that can dissolve in the soil solution and be taken up by plants. The dynamic and available phosphorus phosphorus in these fractions, such as phosphorus added in fertilizer or manure, can be quickly fixed into stable, unavailable forms in the soil. This is why, even with optimum management, the efficiency of plant uptake of phosphorus is very low—usually less than 20 percent. At the same time as the soil solution phosphorus is depleted by crop uptake, unavailable phosphorus can slowly be released to more available forms to replenish the soil solution. This slow release can sustain plant growth in many natural systems, but is usually not rapid enough to maintain adequate phosphorus availability in intensively managed cropping systems without some supplemental phosphorus in the form of fertilizer, manure, or crop residues. 32
33
. Organic phosphorus availability depends on microbial activity to breakdown the organic matter and release this phosphorus into available forms. Thus, availability of organic phosphorus is very dependent on conditions in the soil and on the weather, which influence microbial activity. The mineralization of organic phosphorus to inorganic forms is favored by optimum soil pH and nutrient levels, good soil physical properties, and warm moist conditions. The inorganic phosphorus is bound with varying adhesiveness to iron and aluminum compounds in the soil. Replenishment of the soil solution with phosphate from inorganic forms comes from slow dissolution of these minerals. The solubilities of the compounds holding phosphorus are directly related to the soil pH. The pH range of greatest phosphorus availability is 6.0 to 7.0. At a lower pH, when the soil is very acidic, more iron and aluminum are available to form insoluble phosphate compounds and, therefore, less phosphate is available. At very high pH, phosphorus can react with excess calcium to also form unavailable compounds in the soil. 33
34
Phosphate is largely immobile in soil and must be placed close to the roots to be beneficial to a plant. Since phosphate often binds to the soil and does not get to the roots for uptake, many applications of granular phosphate are wasted. 34
35
ASAM HUMAT & EFISIENSI PUPUK P
Percobaan inkubasi dilakukan untuk memantau perubahan kandungan P-ekstraks bikarbonat , sebagai akibat dari perlakuan pupuk SSP yang dikombinasikan dengan FYM dan asam humat. Tanah berkapur diinkubasi dengan SSP (60 kg ha-1) yang dikombinasikan dengan FYM dan asam humat (200, 400, 800, 1600 dan 2000 gms ha-1). Aplikasi pupuk kompos FYM tidak berpengatruh terhadap mineralisasi P–pupuk, diduga hal ini karena dosisnya kurang banyak. Asam humat (batubara lignitik) dengan dosis 200 g ha-1 menunjukkan imobilisasi-P paling sedikit, baik P-alami maupun P-pupuk selama inkubasi 16 minggu. Persen recovery P dan P-mineralisasi lebih besar pada perlakuan asam humat dengan dosis 200 g ha-1. Sumber: Journal of Agricultural and Biological Science. VOL.1, NO.1, JULY 2006 35
36
Yield depression due to phosphate fertilizer in sugar-cane RA Yates Australian Journal of Agricultural Research (4) A large series of trials involving phosphate fertilizer showed that yields of cane could be reduced by the application of superphosphate at rates of up to 2 cwt/acre in four distinct areas. In these areas, the yield response to phosphate was dependent on the rate of nitrogen fertilization; yield depression only occurred where the nitrogen supply was adequate; phosphate could increase yields at low nitrogen. In most cases, the yield depression was associated with a low calcium/ magnesium (Ca/Mg) ratio in the soil (a ratio of less than 3.0 in terms of milliequivalents). On soils with high Ca/Mg ratios, regressions of yield response on soil or leaf phosphate indicated critical levels similar to those accepted elsewhere. Significant regressions could not be obtained from soils with low Ca/Mg ratios. A few trials testing a phosphate x trace element interaction indicated that the phosphate yield depression in at least one area was due to an induced deficiency of some trace element. The trace element effect is independent of the Ca/Mg ratio effect. 36
37
Phosphate fixation in soil (note adsorption of phosphate ions at neutral sites)
37
38
Reaction of lime and fertilizers with soil.
38
39
Phosphorus Reactions with Soil Minerals Availability of phosphorus is primarily dependent upon the pH of the soil. However, soil pH doesn't affect phosphorus availability directly. Instead, soil pH levels indicate how certain minerals--iron, aluminum, and calcium--interact with phosphorus in the soil, and it is this interaction that affects phosphorus availability. 39
40
Phosphorus Reactions with Soil Organic Matter
Soil microbes require phosphorus as a part of their diet. As a result, microbes compete with crops for soil phosphorus. This is especially true if a residue with a high carbon-to-phosphorus ratio has been applied to the soil. In this case, the microbes will need extra phosphorus to help them decompose the residue. During decomposition, phosphorus is temporarily unavailable to the crop. This is called phosphorus immobilization. When decomposition nears completion, phosphorus will once again become available for plant uptake. It is important to monitor phosphorus immobilization carefully because it can result in purple corn or similar deficiencies. If the residue has a high carbon to phosphorus ratio (e.g., 300:1), apply additional phosphorus fertilizer to prevent phosphorus deficiencies. 40
41
Soil phosphorus dynamics including potential tranformations and fates of applied fertilizer P.
41
42
Phosphorus availability and immobilization
The solubility of phosphorus in soils depends upon the presence of other ions in the soil solutions which exist in equilibrium with their solid phases. The following is an illustration of a simple system (Novozamsky and Beek 1978): Ca4H(PO4)3. 3H2O 4Ca2+ + H+ + 3PO43-+ 3H2O log Ksp = Octacalcium phosphate Ca10(OH)2(PO4)6 10Ca2+ + 6PO OH- log Ksp = Hydroxyapatite Ca10F2(PO4)6 10Ca2+ + 6PO F- log Ksp = Fluoroapatite AlPO4. 2H20 Al3+ + H2PO4-+ 2OH log Ksp = FePO4. 2H2O Fe3+ + H2PO4-+ 2OH- log Ksp = -34.9 CaHPO4 Ca2+ + HPO log Ksp = -6.66 The activity of phosphates in soil solution at equilibrium with one or more of the solids mentioned above depends upon the activities of Ca2+, A13+ and Fe3+ and on the pH of the soil system. 42
43
The solubility of calcium phosphate (calcium and hydrogen ion activities and inorganic phosphate concentrations) in the presence of calcite or calcite plus gypsum in an aqueous system at various levels of CO2 Harmsen, K. 1984, The chemistry and fixation of phosphorus in calcareous soils. In: Proceedings of the Workshop on Fertility Use in Dry Areas. ICARDA, Aleppo, Syria: 43
44
Relationship between half-life of labile phosphate and hydrogen-ion concentration of soils (Larsen et al. 1965) Larsen, S., Gunary, D. and Sutton, C.D. 1965, The rate of immobilization of applied phosphate in relation to soil properties. Journal of Soil Science 16: 44
45
Average P-immobilization curve for calcareous versus gypsiferous soils
45
46
P-immobilization curve in soils with 5 percent and 40 percent of gypsum by weight
46
47
47
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.