Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
2
Dipresentasikan oleh:
Suku sakai riau Dipresentasikan oleh: Chairul Umam
3
Nama dan Bahasa Suku Sakai
Sebenarnya tidak satu pun penjelasan yang menjelaskan tentang asal dan nama suku sakai, Boechary Hasmy (1970), mantan Kepala Kecamatan Mandau, mengatakan bahwa nama Sakai berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, K-ampung, A-nak, i-kan. Hal ini mencerminkan pola kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan Loeb (1935) dan Mozkowski (1911) menyatakan bahwa kata Sakai mempunyai konotasi merendahkan dan menghina karena mempunyai arti yang kira-kira sama dengan orang yang tidak beradab dan budak, dan karena itu menurut kedua ahli tersebut orang Sakai lebih senang disebut dan menyebut dirinya sebagai "orang Batin". Untuk berhubungan satu sama lain masyarakat suku Sakai menggunakan bahasa Sakai. yang merupakan perpaduan antara bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau. Sejumlah kosakata Sakai tidak mempunyai padanan dalam bahasa Melayu maupun bahasa Minangkabau, kosakata ini mungkin merupakan kosakata yang lebih tua daripada kosakata bahasa Melayu maupun bahasa Minangkabau.
4
Lokasi Suku Sakai Propinsi Riau terletak melintang diantara 1°5' LS - 2°25' LU dan membujur diantara 100° -105° 45' BT. Orang sakai hidup dalam wilayah kebupaten Bengkalis, jumlah orang sakai terbanyak berada di kecamatan Mandau, sebagian kecil lainnya berada di kecamatan Bukit Batu, dan sebagian lagi di daerah pedesaan yang terpencil, yaitu di hulu sungai, mata air, dan rawa-rawa. Satu di antara lima kabupaten yang termasuk dalam wilayah Propinsi Riau, yang di sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Sumatra Utara dan bagian selatan dari Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Propinsi Jambi, di sebelah timur dengan bagian selatan dari Laut Cina Selatan, dan di bagian barat dengan Propinsi Sumatra Barat serta bagian barat daya dari Propinsi Sumatra Utara.
6
Asal Muasal Orang Sakai
Menurut Moszkowski(1908), orang sakai adalah orang Veddoid yang bercampur dengan orang-orang Minangkabau yang datang bermigrasi pada sekitar abad ke 14 ke daerah Riau, yaitu tepatnya di Gasib, ditepi sungai Gasib dihulu sungai Rokan. Kemudian dihancurkan oleh kerajaan Aceh dan mereka melarikan diri kehutan-hutan didaerah sungai Gasib, Rokan, dan Mandau. Dan ada juga yang berpendapat bahwa orang sakai berasal dari Pagarruyung, Batu Sangkar, dan Mentawai.
7
Perbatinan Lima Negeri Pagaruyung sangat padat penduduknya. Raja berusaha mencari wilayah-wilayah pemukiman baru untuk menampung kepadatan penduduknyaa. Yang dipilih adalah wilayah-wilayah di sebelah timur Pagaruyung karena tampaknya masih kosong penduduk dan hanya dipenuhi rimba belantara. Sebuah rombongan yang jumlahnya 190 orang terdiri dari 189 orang janda dan seorang hulubalang atau prajurit laki-laki sebagai kepalanya dikirim oleh raja untuk berangkat ke arah timur. Mereka menembus hutan rimba belantara dan akhirnya mereka sampai di tepi sebuah anak sungai yang mereka namakan sungai Biduando, yang artinya sungai dari rombongan 189 orang janda yang dipimpin oleh seorang kepala rombongan (bidu = kepala rombongan, dan Ando = janda). Nama Biduondo kemudian berubah menjadi Mandau.
8
Perbatinan Delapan Setelah keberangkatan rombongan terakhir meninggalkan Pagaruyung, kerajaan itu pun mulai terasa padat hingga susah mencari nafkah. Dan akhirnya sebagian dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri dan hulubalang pergi secara diam-diam untuk mencari tempat pemukiman baru. Dan akhirnya mereka menemukan tempat, yaitu hulu sungai Syam-syam, di Mandau. Dan merekapun hidup disana selama beberapa tahun. Dan hingga akhirnya mereka hamil, saat ngidam mereka minta seekor bayi rusa jantan yang masih berada dalam kandungan ibunya, akan tetapi sang suami tidak menemukannya, hingga akhirnya istri yang mengandung pun tidak kuat dan berniat untuk meninggalkan tempat tersebut.
9
Setelah sekian lama akhirnya istri tersebut melahirkan anak laki-laki
Setelah sekian lama akhirnya istri tersebut melahirkan anak laki-laki. Setelah mereka tumbuh besar merek kembali ke Pagaruyung dan memberi tahu akan kejadin tersebut, hingga akhirnya sang raja mengirim laki-laki dan keluarga untuk menjemput rombongan yang dipimpin oleh Batin Sangkar. Jadi dari sejarah asal muasal orang sakai khususnya sejarah terbentuknya perbatinan lima dan delapan, dapat dilihat bahwa orang sakai menurut penelitian ini mereka berasal dari Minangkabau (Pagaruyung dan Mentawai). Dan mereka adalah orang belian (setengah budak). Yang menarik untuk diperhatikan adalah unsur perempuan yang mayoritas dan dominan dalam legenda asal-muasal tersebut.
10
Sistem Kekerabatan dan Kelompok Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat suku Sakai memperlihatkan gabungan antara sistem parental dan sistem matrilineal. Hubungan antara sesama saudara kandung yang membedakan tingkat generasi berdasarkan waktu kelahiran tercermin dalam sistem kekerabatan yang generatif. Di samping itu, peranan saudara tua laki-laki dari ibu sangat penting dalam masalah-masalah perkawinan, warisan, dan hubungan tanggung jawab kesejahteraan hidup dan penghonnatan (hampir sama dengan hubungan antara mamak-kemenakctn dalam kebudayaan Minangkabau).
11
Konsep Ketuhanan Salah satu ciri masyarakat suku Sakai sebagaimana dilihat oleh orang Melayu adalah agama mereka bersifat animistik. Agama asli masyarakat suku Sakai memang berdasarkan kepercayaan pada berbagai mahluk halus, ruh, dan berbagai kekuatan gaib dalam alam semesta, khususnya dalam lingkungan hidup manusia mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan hidup mereka. Mahluk gaib ini mereka namakan hantu. mereka sangat mempercayai bahwasannya hantulah yang menentukan kehidupan mereka, maka daripada itu mereka sangat mengagungkan hantu. mereka percaya bahwasannya hantu ini juga yang memberikan keselamatan dan kecelakaan dalam hidup mereka.
12
Mata Pencaharian Suku Sakai
Mata pencaharian mereka adalah: Mencari dan mengumpulkan hasil hutan untuk dijual ke tengkulak. Berladang yang berpindah-pindah. Menangkap ikan disungai dan dirawa-rawa serta memburu hewan dihutan.
13
Tahapan tempat berladang
Memilih tempat yang akan dijadikan ladang Menebang pepohonan dan semak belukar, dan membakarnya, lalu ditaburkannya agar menjadi pupuk. Menanam benih Menanam ubi manggalo Ubi Manggalo
14
Panen Padi Panen padi merupakan puncak kebahagiaan masyarakat suku Sakai setelah mereka dengan susah payah menjaga dari gangguan hama dan hewan-hewan liar. Panen padi dilakukan dengan cara bergotong royong dengan sistem bagi hasil. Para pemanen adalah tetangga, kerabat, dan mereka yang tinggal dalam satu perbatinan atau desa. Sebelum mereka panen, mereka mengadakan upacara yang mana upacara ini dutujukan untuk menghindarakan keluarga dari segala malapetaka.
15
Selama masa pantangan tersebut mereka dilarang menerima tamu di rumahnya, dan apabila ada yang melanggarnya maka dia akan menerima denda. Pelaksanaan hukuman ini dilakukan oleh Batin dengan mengatasnamakan Sultan Siak dan tardisi nenek moyang serta para antu yang ada di sekeliling kehidupan manusia. Batin memperoleh bagian sepersepuluh dari hasil panen padi, yang menurut keterangan setengahnya diserahkan kepada pemerintah Sultan Siak. Setelah panen hari pertama selesai, keluarga pemilik ladang dipantangkan untuk memanen padinya selama tiga hari.
16
Rumah suku sakai Secara tradisional rumah orang sakai dibangun diatas ladang mereka. Rumah mereka dibangun diatas tiang-tiang kira-kira 130 cm sampai 180 cm Tiangnya terbuat dari kayu-kayu gelondongan besar dan kecil. Lantai dan dindingnya terbuat dari kulit kayu. Atap rumahnya terbuat dari jalinan daun kapau Rumah mereka tidak berjendela, dan pintunya hanya satu, dan pintu ini ditutup dari dalam dengan palang kayu, untuk masukn kedalam rumah, mereka menggunakan tangga
17
Rumah mereka dibuat tanpa menggunakan paku, semua yang tersambung diikat dengan tali dari rotan.
Rumah mereka tidak memiliki kamar-kamar, hanya terdiri dari bagian dapur dan bagian tempat tidur mereka. Dapur mereka terletak dekat pintu rumah, dan dekat pintu tersebut dibuat tungku untuk memasak, dan ditempay ini jjuga mereka makan. Di dalam rumahnya terdapat para, dan setiap rumah orang sakai mempunyai para, hal ini digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga mereka( baju bagus, senjata berburu,dll) dan juga sebagai tempat penyimpanan persediaan makanan.
18
Dan di dalam rumah mereka juga terdapat peti, yang kurang lebih panjangnya sekitar 70 cm, lebar 35 cm, dan tinggi sekitar 30 cmm dan peti ini digembok. Dihalaman rumah mereka terdapat kayu-kayu, ranting-ranting, cabang-cabang atau juga belahan-belahan kayu. Ukuran luas rumah mereka ada yang luasnya 4 m x 6 m, dan ada juga yang 6 m x 10 m.
19
Lingkaran Daur Hidup Hamil dan melahirkan bayi Menikah Kematian
Tahapan-tahapan tersebut merupakan puncak-puncak peristiwa kehidupan bagi mereka.
20
Perkawinan Mereka boleh menikah dengan siapa saja, kecuali dengan anggota keluarganya, yang termasuk keluarga ialah: Ibu Ibu tiri Ibu angkat Bapak Bapak angkat Bapak tiri Saudara kandung Dan anak Zaman sekarang
21
Perkawinan Suku Sakai Uniknya, perkawinan yang terjadi di masyarakat Sakai biasanya hanya dilakukan oleh seorang perjaka dengan seorang gadis dan seorang duda dengan seorang janda. Jarang ditemukan perkawinan antara seorang laki-laki beristri dengan perempuan lain alias poligami. Alasan di balik keputusan tersebut semata-mata didasarkan atas pertimbangan praktis, yaitu menghindari pembiayaan hidup yang mahal karena menanggung kehidupan lebih dari satu istri . Perkawinan dalam masyarakat Sakai biasanya didahului oleh sebuah hubungan personal yang dekat dan mendalam. Hubungan ini lahir dari interaksi sosial yang intensif di antara keduanya, yang bisanya terjalin melalui kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang melibatkan keduanya.
22
Namun, hubungan ini selalu melibatkan peran orang tua, terutama dalam konteks pengawasan dan kontrol agar hubungan tersebut tidak berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya hamil di luar nikah. Pengawasan yang ketat biasanya berasal dari pihak orang tua dan keluarga besar si gadis. Bahkan, masyarakat pun turut serta mengontrol hubungan tersebut, karena secara adat hubungan seks di luar nikah juga merupakan sebuah larangan. Ketika kedua belah pihak merasa bahwa hubungan antara di perjaka dan si gadis sudah nampak semakin serius dan mendalam, maka biasanya orang tua si perjaka menyuruh anaknya untuk segera melamar si gadis. Jika lamaran tersebut diterima, maka kedua orang tua bersepakat mencari hari yang tepat untuk melangsungkan upacara perkawinan tersebut. Bisanya upacara perkawinan diselenggarakan setelah satu bulan hingga dua bulan semenjak prosesi lamaran.
23
Bahan untuk Melamar Terdapat perbedaan antara masyarakat Sakai dahulu dan sekarang dalam mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk keperluan lamaran. Pada zaman dulu, bahan-bahan yang dibutuhkan meliputi: Sirih pinang selengkapnya. Kain dan baju sepersalinan. Gelang dan cincin yang terbuat dari perak. Sebuah mata uang riyah yang terbuat dari perak. Sebuah beling. dan sebuah tombak.
24
Sementara bahan-bahan yang biasanya diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan pada masa sekarang ini meliputi: Ranjang yang terbuat dari besi, yang dilengkapi dengan kasur, seprai, bantal, guling, serta kelambu. Gelang dan cincin yang terbuat dari perak; dan Radio atau tape recorder. Beliung, tombak, dan mata uang riyal, tidak menjadi keharusan dalam prosesi lamaran saat ini.
25
Bahan-bahan untuk upacara Perkawinan
Barang-barang yang diberikan oleh keluarga mempelai laki-laki adalah seperangkat mas kawin yang terdiri dari: Sebuah mata uang riyal (jika dalam lamaran pemberian mata uang ini tidak bersifat wajib, maka untuk keperluan mas kawin sifatnya wajib). Baju sepersalinan lengkap. Sepotong pakaian untuk dipakai sehari-hari. Sebuah cincin dan gelang yang terbuat dari perak.
26
Tata Cara Pelaksanaannya
Menurut Suparlan (1995: ), perkawinan pada masyarakat Sakai dapat dikatakan sah ketika memenuhi tahapan-tahapan sebagai berikut: Prosesi Lamaran. Penyerahan Mas Kawin. Upacara Pengesahan Perkawinan. Pesta.
27
Upacara-upacara Suku Sakai
Upacara Panen Padi Upacara panen, yaitu upacara yang diadakan pada waktu masa panen. Upacara ini dilakukan sebelum panen dimulai, diawali dengan membaca doa yang bunyinya tidak jauh berbeda dengan upacara menanam benih padi. Upacara panen itu bertujuan untuk menghindarakan keluarga dari segala malapetaka dimulai dengan.
28
UPACARA DIKIR PERLENGKAPAN
“ Dikir, menurut pengamatan Parsudi Suparlan adalah metode pengobatan asli orang Sakai yang dilakukan jika si sakit tidak sembuh juga walaupun telah diobati . “ PERLENGKAPAN Tetabuhan (kendang besar dan kecil), untuk mengiringi mantra yang dinyanyikan dukun. Sebuah gong kecil. Miniatur rumah adat Melayu yang berasal dari batang pohon belubi, Menurut salah seorang warga yang mengukir hiasan, rumah adat itu adalah simbol dari rumah ‘antu’ yang menempel pada si sakit. Umumnya dalam miniatur rumah itu juga ditaruh dekorasi lainnya seperti boneka kecil, dan pada hari tertentu rmah beserta isinya dibawa keluar dan diletakkan di daerah yang ditengarai sebagai asal dari sumber penyakit. Harapannya adalah antu pergi setelah memiliki tempat tinggal, dan penderita sembuh. Obor kecil yang dinyalakan di sisi belakang miniatur rumah, beras, lilin.
29
PROSES PELAKSANAAN UPACARA DIKIR
Di tengah ruangan rumah tempat upacara akan berlangsung, laki-laki dan perempuan berkumpul, semuanya kurang lebih dua belas orang duduk bersila merangkai sejenis daun yang tampaknya seperti daun kelapa, disebut lembia sebagai dekorasi dari miniatur rumah adat Melayu yang diminta oleh dukun upacara Dikir. Ibu-ibu merangkai lembaran lembia menjadi hiasan burung-burungan, bunga, yang diselingi dengan kertas emas berwarna merah atau hijau, lalu dirangkai dan diletakkan di sisi kanan dan kiri, serta bagian depan dari miniatur rumah adat Melayu. Miniatur rumah adat ini, adalah simbol dari rumah ‘antu’ yang menempel pada si sakit. Umumnya dalam miniatur rumah itu juga ditaruh dekorasi lainnya seperti boneka kecil, dan pada hari tertentu rmah beserta isinya dibawa keluar dan diletakkan di daerah yang ditengarai sebagai asal dari sumber penyakit. Harapannya adalah antu pergi setelah memiliki tempat tinggal, dan penderita sembuh. ibu-ibu telah berkumpul di sisi kanan ruangan ke arah teras belakang, di dekat pintu masuk duduk para bapak dan di tengah ruangan terletak miniatur rumah adat Melayu yang bersinar terang dengan hiasan bungan-bunga di kanan kirinya.
30
ibu-ibu telah berkumpul di sisi kanan ruangan ke arah teras belakang, di dekat pintu masuk duduk para bapak dan di tengah ruangan terletak miniatur rumah adat Melayu yang bersinar terang dengan hiasan bungan-bunga di kanan kirinya. Gong dan satu buah kendang disediakan di belakang dan sisi kiri miniatur rumah. Upacara dimulai dengan menyalakan lilin dan obor, dimana Pak Dukun ambil duduk bersila di hadapan miniatur rumah, lalu mengenakan atribut upacara: ikat kepala berwarna merah, selempang berwarna merah, dan bertelanjang dada. Dukun pun mulai membacakan mantranya dan dia pun berdiri mengambil sejumput campuran beras antara lain beras putih dan kuning, yang disebar-sebarkan ke seluruh sudut ruangan. Proses ini diulang kurang lebih tiga kali. Dukun mendekati si sakit untuk membacakan mantra seraya menari-nari dengan iringan tetabuhan kendang yang sesuai dengan ritme mantranya yang dinyanyikan dengan lantang. Suara tetabuhan yang dilakukan oleh satu orang terdengar ritmis, dan magis. Poses pengobatan berlangsung kurang lebih satu setengah jam.
31
Dukun dalam suku sakai Kemampuan seorang dukun diwariskan dan diperoleh secara turun temurun. Tapi tidak semua keturunannya mempunyai bakat untuk menjadi dukun. Dalam tulisan Parsudi Suparlan, seseorang menjadi dukun karena tiga hal : Melalui wangsit dari ‘antu’ bahwa dia haru menjadi dukun. Mewarisi keahlian bapaknya atau pamannya. Menuntut ilmu dari dukun lain. Pada umumnya dukun yang masih menjalankan upacara tradisional Dikir adalah laki-laki, tapi ada juga dukun perempuan.
32
TARI ADAT SUKU SAKAI A. Tari Makan Sirih Tarian Makan Sirih selalu ditampilkan pada acara awal kegiatan. Tari ini yang kini menjadi tari persembahan yang diciptakan oleh seniman-seniman. Jumlah penari bisa 8 atau 10 orang, tergantung kepada tempat yang mau ditampilkan.
33
kematian Apabila ada salah satu dari mereka yang meninggal, maka mayatnya diletakkan ditenga-tengah rumah, kemudian kening si mayat dilukai hingga keluar darah, lalu darah tersebut dipercikkan atau diusapkan ke wajah dan dada si mayat tersebut. Selama 3 hari 3 malam mayatnya disemayamkan ditengah-tengan rumah, hal ini ditujukan untuk menunggu anggota keluarga mereka yang dari jauh yang mau datang untuk melayatnya. Saat ini juga saudara perempuan si mayat harus menangis dipojok rumah. Dan pada hari keempatnya mayat tersebut dimakamkan ditempat pemakaman. Dan ketika mayat mau dikebumikan seluruh keluarga si mayat harus memakai ikat kepala berwarna putih.
34
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Terima kasih atas perhatiannya…!!!
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.