Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSaipul Helmi Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
LANDASAN FILOSOFIS & AZAS PEMUNGUTAN PAJAK
PERTEMUAN 4 LANDASAN FILOSOFIS & AZAS PEMUNGUTAN PAJAK
2
Asas-asas Pemungutan Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak asasnya. Adam Smith (1723 – 1790), The Four Maxims dalam bukunya “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada : Equality (Keadilan) : non diskriminasi, adil. Certainty: pajak yang dibayar seseorang harus certain dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary), kepastian hukum atas subjek, objek, besarnya dan ketentuan waktu pembayarannya. Convenience: “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it” (dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak). Economy: hemat, efisien.
3
Asas-asas Pemungutan Pajak
Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B Musgrave ada 2 macam asas keadilan dalam pemungutan pajak : Benefit Principle : Each individual’s tax contributions should be based on the benefit received from consuming public goods. Ability Principle : Levy taxes on how much the individual could afford to pay
4
Asas Menurut Falsafah Hukum
Teori-teori yang memberikan dasar atau landasan filosofis dari wewenang negara untuk memungut pajak, yang juga penafsiran Ahli Keuangan Negara tentang “azas keadilan” dalam pemungutan pajak adalah : Teori Asuransi: negara berhak memungut pajak karena negara bertugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa dan harta. Teori Kepentingan: negara berhak memungut pajak krn negara melindungi kepentingan jiwa & harta benda warganya. Teori Bakti: berdasar atas paham Organische Staatsleer, karena sifat negara (sebagai kumpulan individu) maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak. Teori Asas Daya Beli: mengambil daya beli rumah tangga dalam masyarakat ke negara dan menyalurkan kembali ke masyarakat untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya ke arah tertentu. Teori Gaya Pikul: besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dgn yang mutlak untuk kebutuhannya yang primer.
5
Syarat –syarat Pembuatan Undang-Undang Pajak
Untuk menguji Undang-undang perpajakan apakah UU tersebut mencerminkan rasa keadilan , ukurannya adalah sejauh mana asas pemungutan pajak di terapkan dalam UU. Agar UU pajak dipandang adil, syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Undang-undang adalah : Syarat Keadilan : Pemungutan Pajak harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada Wajib Pajak sebanding dengan kemampuannya untuk membayar dan manfaat yang diterima. Syarat Yuridis: Hukum Pajak harus memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Dasar hukum pemungutan pajak dalam pasal 23 ayat (2) dan memori penjelasannya mempunyai arti yang sangat dalam. In concreto secara umum tidak boleh dilupakan hal-hal sebagai berikut: Hak-hak fiskus yang telah diberikan oleh pembuat UU harus dijamin dapat terlaksananya dengan lancar, telah diketahui umum bahwa dalam praktek para WP suka mencoba dengan secara legal ataupun tidak, untuk menghindarkan diri dari yang telah ditentukan oleh UU pajak. Keadaan yang semacam ini harus diatasi dengan penyempurnaan peraturan-peraturan dalam UU, lengkap dengan sanksi- sanksinya. Sebaliknya WP harus mendapat jaminan hukum, agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh fiskus. Segala sesuatu harus diatur dengan terang dan tegas, bukan hanya mengenai kewajiban, melainkan juga hak WP, antara lain: dalam tingkat pertama mengajukan keberatan kepada Kepala KPP dan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak bila ditolak keberatan.
6
Yang tidak kurang pentingnya adalah jaminan terhadap tersimpannya rahasia mengenai diri atau perusahaanWP yang telah diberikan kepada instansi pajak, dan tidak disalahgunakan oleh para pejabatnya. Asas Ekonomis: Pemungutan pajaknya harus: diusahakan, supaya jangan menghambat lancarnya produksi dan perdagangan. diusahakan, supaya jangan mengalangi-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum. Asas Finansial: biaya-biaya untuk mengenakan dan memungut pajak harus sekecil- kecilnya, di bandingkan dengan pendapatannya.
7
Asas-asas Pemungutan Pajak Lainnya
Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak yaitu : Asas Domisili (tempat tinggal): negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayah suatu negara, dari semua penghasilan dari manapun dia peroleh, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri (world wide income) Negara yang menganut asas domisili, akan menentukan dalam UUnya , berapa lama seseorang yang bertempat tinggal, artinya seseorang akan dianggap sebagai subjek pajak suatu negara, apabila telah berdiam diri selama waktu yang ditentukan. Asas Sumber: negara berhak mengenakan pajak kepada setiap orang atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Misalnya : Mr. Kenneth Mhauan WN Singapura, dan bertempat tinggal di Singapura, memperoleh penghasilan Dividen dari perusahaan di Indonesia, maka atas penghasilan berupa dividen, dikenakan PPh Pasal 26 atas Dividen. Asas Kebangsaan: Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.Misalnya Negara A akan memungut pajak terhadap semua orang yang berkebangsaan negara A sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara A. Amerika Serikat adalah contoh negara yang menganut asas kebangsaan atau kewarganegaraan. Setiap orang yang memegang paspor Amerika, akan dikenai pajak sekalipun tidak bertempat tinggal di Amerika. Indonesia tidak menganut asas Kebangsaan, tetapi hanya asas Domisili dan asas Sumber.
8
Fungsi Pemungutan Pajak
Fungsi Pajak ada dua Fungsi Anggaran (Budgetair): fungsi pajak disektor publik, merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat berdasarkan undang-undang ke Kas Negara, hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum negara. 2. Fungsi mengatur (Regulerend): fungsi pajak yang dipergunakan untuk mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu di bidang ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan , dll.
9
Subjek Pajak Penghasilan
Dalam Undang-undang Pajak, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan subjek PPh. Tetapi secara umum pengertian subjek pajak adalah Siapa yang dikenakan pajak. UU PPh menegaskan ada 3 kelompok yang menjadi subjek PPh, yaitu : Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Badan yang terdiri dari Perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dana pensiun dan bentuk badan usaha lainnya. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jk waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Misalnya tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, pabrik, bengkel dan gedung kantor.
10
Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak PPh dibedakan antara Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jk waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
11
Subjek Pajak Luar Negeri
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jk waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. Subjek pajak dalam negeri akan menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan wajib pajak luar negeri sekaligus menjadi WP sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui BUT di Indonesia. Untuk penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif dapat dibaca dalam UU PPh Pasal 2A.
12
Pengecualian Sebagai Subjek Pajak
Yang tidak termasuk Subjek Pajak : Badan Perwakilan Negara Asing. Pejabat perwakilan Diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat : - Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. - Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh Penghasilan di Indonesia 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri Keuangan. Mis. ADB, IBRD, ILO, FAO, dll.
13
Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan Pajak berdasarkan UU PPN. Beberapa contoh yang termasuk Pengusaha Kena Pajak adalah : Pabrikan Importir Indentor Agen Utama atau Penyalur Utama Pedagang besar Eksportir Pedagang Eceran Besar Dll.
14
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek PBB adalah orang atau Badan yang mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan bangunan atau memperoleh manfaat atas Bumi dan Bangunan. Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Yang menjadi subjek pajak dalam BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Dengan kata lain, subjek pajak BPHTB adalah mereka yang menerima pengalihan hak, baik Badan maupun orang pribadi. Subjek Bea Meterai Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap sutu dokumen. Tidak semua dokumen dikenakan bea Meterai. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai hanyalah dokumen yang disebutkan dalam Undang-Undang. Pihak yang menggunakan dokumen-dokumen yang disebutkan dalam UU, adalah Subjek pajak dari Bea Meterai tersebut. Artinya, merekalah yang wajib melunasi sejumlah bea meterai yang telah ditentukan.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.