Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Labor Economics Series Labor Contract and Work Incentives.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Labor Economics Series Labor Contract and Work Incentives."— Transcript presentasi:

1 Labor Economics Series Labor Contract and Work Incentives

2 2 Supply-Demand Model Employment Wage S D Eq W E Wage = VMP  How to pay?

3 3 PIECE RATES TIME RATES BONUS PROFIT SHARING TOURNAMENTS DELAYED COMPENSATION EFFICIENCY WAGES LABOR MARKET CONTRACTS and WORK INCENTIVES

4 4 PIECE RATES  compensates the worker according to some measure of the worker’s output. Lebih dari 75 % TK industri alas kaki dan biji besi (USA) dibayar dengan “Piece Rates”. Membutuhkan “Monitoring Cost”. Piece Rates

5 5 Tingkat upah harus sama dengan Value of Marginal Product (VMP). Bila TK menerima upah dibawah VMP, maka TK akan pindah ke firm lain yang akan membayar lebih tinggi. Diterapkan pada firm yang dapat mengukur output dengan mudah. Piece Rates

6 6 Short run : depends only on the number of hours the worker allocates to the job and has nothing to do with the number of units the worker produces. Long run : firm will make decision on retention and promotion based on the worker’s performance record. Time Rates

7 7 Lebih dari 90% TK industri kimia dan baja di USA dibayar dengan sistem ‘’Time Rate’’. Time rate system diterapkan pada firm yang sulit mengukur output. Time Rates

8 8 Working hard  “disutility” HOW MUCH EFFORT DO WORKERS ALLOCATE TO THEIR JOBS ? Piece rate worker : TK bekerja untuk maximize utility : semakin banyak output semakin banyak take home salary  semakin besar utility

9 9 THE ALLOCATIONS OF WORK EFFORT by PIECE-RATE WORKER Output Dollars r q* MR MC MC able q able

10 10 Effort and Ability of Workers in Piece-Rate and Time-Rate Jobs Ability Utility x* Time-rate Workers Piece-Rates Workers Worker B Worker A rq

11 11 Sulit diterapkan pada firm yang menekankan pada “Teamwork”. Trade off antara quality dan quantity  dapat ditekan dengan adanya standart kualitas. Disadvantages of Using Piece-rate Compensation System

12 12 Upah yang berfluktuasi. Rachet Effect, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa TK yang memproduksi diatas ketentuan firm dianggap bekerja terlalu mudah sehingga upah diturunkan. Disadvantages of Using Piece-rate Compensation System

13 13 Bonus Bonuses are payments awarded to work above and beyond the base salary, and are typically linked to the worker’s (or to firm’s) performance during a specified time period

14 14 A profit sharing plan redistributes part or the firm’s profit back to the workers. Biasanya karena prestasi teamwork. Profit Sharing

15 15 Rewards diberikan berdasarkan perbandingan produksi dengan TK yang lain pada firm. Sistem ranking. Disanvantage : kerja sama untuk membagi rewards Tournaments

16 16 Contoh : setiap anggota tim pemenang Super Bowl tahun 1997 mendapat US$ 48.000, sedangkan tim kalah hanya mendapat US$ 29.000 Contoh : survey terhadap 200 firm di USA menyatakan bahwa terjadi kenaikan upah sebesar 142% dari jabatan Vice President menjadi CEO Tournaments

17 17 The Allocation of Effort in a Tournament

18 18 TK tidak dimonitor secara terus menerus cenderung melakukan “Shirking” sehingga dilakukan monitoring secara random. Terutama dilakukan bila TK lalai melaksanakan tugas. Mendorong produktivitas. Delayed Compensation

19 19 Delayed Compensation Years on the job Earnings D t* VMP C N A B E ABD = BCE

20 20 Delayed-Compensation Contract dilakukan dengan cara membayarkan upah dibawah VMP sampai periode t* dan diatas VMP sampai dengan periode N. Periode 0-t*  firm membayar dibawah VMP. Periode t*-N  seolah-olah firm membayar diatas VMP, namun sebenarnya merupakan “pembayaran hutang” Delayed Compensation

21 21 Tingkat upah subsisten menyebabkan kekurangan gizi sehingga TK tidak produktif. Tingkat upah terlalu tinggi menyebabkan profit berkurang. Kenaikan upah mungkin dapat meningkatkan produktivitas Kenaikan upah sebesar 1 % akan meningkatkan output sebesar 1 % Efficiency Wages

22 Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Indonesia, upah minimum ditetapkan di tingkat Propinsi (di Indonesia sebagai pengganti wilayah adalah propinsi). Berdasarkan Pasal 89 UU 13/2003, setiap wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah minimum mereka sendiri baik di tingkat propinsi dan tingkat Kabupaten/kotamadya. 22

23 Upah Minimum Kabupaten/Kota Upah Minimum Sektoral/Propinsi ditetapkan di beberapa propinsi atas dasar kesepakatan antara organisasi pengusaha dan organisasi sektoral pekerja. Upah Minimum sektoral di tingkat Propinsi dan kabupaten/kotamadya adalah hasil perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja dan ditetapkan oleh Gubernur. Di beberapa kota tertentu terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan; Upah minimum juga ditetapkan berdasarkan jenis pekerjaan. 23

24 Bagaimana penyesuaian Upah Minimum diputuskan? Penyesuaian di lakukan oleh Gubernur setalah mendapatkan masukkan dari Dewan Pengupahan (Perwakilan Serikat Buruh, pengusaha dan Pemerintah) baik di tingkat propinsi untuk Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Dewan Pengupahan kabupaten/Kotamadya untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota Madya (UMK) 24

25 Dasar Perhitungan UMK Informasi terhadap standar kebutuhan hidup di peroleh melalui survey yang dilaksanakan setiap bulan oleh dewan pengupahan. 25

26 Dasar Perhitungan UMK 1.Kebutuhan hidup minimum pekerja 2.Indeks harga konsumen 3.Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan 4.Tingkat Upah yg berlaku di masyarakat 5.Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita 6.Tingkat/Kondisi Pasar kerja. Informasi terhadap standar kebutuhan hidup di peroleh melalui survey yang dilaksanakan setiap bulan oleh dewan pengupahan. 26

27 UMK Jawa Timur 2013 27

28 UMK Jawa Timur 2013 28

29 UMK Jawa Timur 2013 29

30 30 Terima kasih


Download ppt "Labor Economics Series Labor Contract and Work Incentives."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google