Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TEORI ILMU SOSIAL Oleh: TRISNAWATI.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TEORI ILMU SOSIAL Oleh: TRISNAWATI."— Transcript presentasi:

1 TEORI ILMU SOSIAL Oleh: TRISNAWATI

2 PARADIGMA ILMU SOSIAL Paradigma adalah suatu world view yang dipergunakan oleh suatu komunitas ilmuwan tertentu untuk mempelajari obyek keilmuwan mereka. Koinloch (1977) mengidentifikasi ada enam paradigma atau perspektif teoritik, yakni : organic paradigm, conflict paradigm, social behaviorism, structure functionalism, modern conflict theory, and social- psychological paradigm.

3 Lanjutan Paradigma Ilmu Sosial ……..
Burrel dan Morgan (1979) membaginya ke dalam empat paradigma, yakni : radical humanist paradigm, radical structuralist paradigm, intepretative paradigm, and functionalist paradigm. Crotty (1994) membagi menjadi lima paradigma dalam teori ilmu sosial, yakni: positivism, interpretivism, critical inquiry, fenism, and postmodernism.

4 Lanjutan Paradigma Ilmu Sosial ……..
Sementara Guba dan Lincoln (1994) membuat tipologi menjadi empat, yakni : positivism, postpositivism, critical theories, and constructivism. Tipologi pertama dan kedua, oleh peneliti sering disatukan menjadi satu kreteria, yakni menjadi classical paradigm.

5 Perbedaan Paradigma Ilmu Sosial
1. Pradigma Klasik: Menganalogikan ilmu sosial seperti ilmu alam. Mempergunakan deductive logic dan pengamatan empiris, guna secara probabilistik menemukan atau memperoleh konfirmasi tentang hukum sebab akibat yang bisa dipergunakan untuk memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu.

6 2. Paradigma Konstruktivis:
Lanjutan Perbedaan Paradigma Ilmu Sosial …….. 2. Paradigma Konstruktivis: Memandang ilmu sosial sbg analisis sistematis terhadap tindakan yang secara sosial penuh makna (socially meaningful action). Mempergunakan pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial dalam setting keseharian secara alamiah, agar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka.

7 Lanjutan Perbedaan Paradigma Ilmu Sosial ……..
3. Paradigma Kritis: Mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap the real structures. Mengkritisi struktur nyata yang nampak, yang dianggapnya semu, dengan tujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial untuk memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia.

8 Elemen-Elemen Paradigma (Guba, 1990)
Ontologi: Asumsi tentang “realitas”. What is the nature of ‘ reality’ ?  Epistemologi: Asumsi tentang hubungan antara peneliti dan yang diteliti.  What is the nature of the relationship between the inquirer and the knowable? Metodologi/Axiologi: Asumsi tentang bagaimana peneliti memperoleh pengetahuan.  How should the inquirer go about finding out knowledge?

9 Perbedaan Ontologis (Hakekat ttg Realitas Sosial)
KlasikRealitas yang ada itu diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal, meskipun sesungguhnya kebenaran tentang realita tersebut hanya bisa diperoleh secara probabilistic KonstruktivisKebenaran suatu realitas bersifat relatif. Ia berlaku sesuai dengan konteks khusus yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Realitas sosial merupakan hasil konstruksi sosial yang dilakukan oleh pelaku. Kritis Realitas sosial merupakan sesuatu yang semu (virtual reality) yang sudah terbentuk oleh proses sejarah, kekuatan sosial, budaya dan ekonomi politik.

10 Perbedaan Epistemologis (Hub. Peneliti & yg diteliti)
Klasik Ada realitas obyektif. Sebagai suatu realitas yang bersifat eksternal (berada di luar diri peneliti), maka peneliti sejauh mungkin harus membuat jarak dengan obyek penelitian (Dualist/objectivist). Konstruktivis Pemahaman thd suatu realitas, atau temuan penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dan yg diteliti (transactionalist/subjectivist). Kritis Hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Pemahaman terhadap suatu realitas merupakan value meditiated findings (transactionalis/subjectivist).

11 Perbedaan Aksiologis (posisi value judgement)
Klasik: Peneliti sbg observer. Nilai, etika dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. Peneliti berperan sbg disinterested scientist. Tujuan penelitian = eksplanasi, predisksi dan kontrol realitas sosial

12 Perbedaan Aksiologis (posisi value judgement)
Konstruktivis: Peneliti sbg fasilitator. Nilai, etika, dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari penelitian. Peneliti sbg passionate participant, fasilitator yg menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian = rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dan yg diteliti.

13 Perbedaan Aksiologis (posisi value judgement)
Kritis: Peneliti sbg aktivis. Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari penelitian. Peneliti menempatkan diri sbg transformative intellectual, advokat, dan aktivis. Tujuan penelitian = kritik sosial, transformasi, emansipasi, dan social empowerment.

14 BEBERAPA CONTOH TEORI TEORI SOSIAL
Berikut Akan Ditampilkan Beberapa Contoh Teori Sosial Dari Masing2 Paradigma: Karl Marx, Emile Durkheim (P. Klasik) Max Weber, Georg Simmel (P. Konstruktivis) Louis Althusser, Antonio Gramsci (P. Kritis)

15 BEBERAPA PEMIKIRAN KARL MARX (P KLASIK)
Materialisme Sejarah = Dalam Sepanjang Sejarah Perjalanan Masyarakat, Materi (Economic Materials/Means Of Production) Merupakan Esensi Pokok Kehidupan. Keberadaan (Existence) lah yang Menentukan Kesadaran (Conciousness), Dan Bukan Kesadaran Yang Menentukan Keberadaan.

16 Lanjutan Beberapa Pemikiran Marx………
Pemikirannya Bersifat Economic Determinism. Menurutnya, Siapa Saja Yg Dapat Mengontrol Means Of Production/ The Material (Economic) Substructure, Maka Juga Akan Dpt Mengkontrol Negara Melalui Justifikasi Ideologi Dan Kekuasaan Yg Dipegangnya.

17 Fetishism Of Commodity. Praxis Dan Emansipatoris, Dll.
Lanjutan Beberapa Pemikiran Marx……… Masyarakat Berkembang Secara Linier Dari: Primitive Communism (Hunting And Gathering), Ancient Slave Societies, Feodalism, Capitalism, Socialism. Class Struggle. Social Revolution. False Consciousness. Fetishism Of Commodity. Praxis Dan Emansipatoris, Dll.

18 BEBERAPA PEMIKIRAN EMILE DURKEHIM (P KLASIK)
Pemikirannya Emphasis On Social Order: Bahwa Tatanan Sosial Adalah The Driving Force In Society. Sama-sama Bersifat Determinism Seperti Halnya Marx, Namun Durkheim Lebih Fokus Pada Cultural Determinism, Sedang Marx Economic Determinism.

19 Lanjutan Beberapa Pemikiran Durkheim…………..
Menurutnya Untuk Memahami Masyarakat Kita Harus Menstudi Social Facts Sebagai 'Ontological Realities' Yg Mana Semua Itu Mempengaruhi Kehidupannya Whether They Know It Or Not. Suicide. Social Solidarity (Mechanical And Organic Solidarity). Division Of Labour (Traditonal --> Rational/Market And Bureaucracy Mechanisms.

20 BEBERAPA PEMIKIRAN WEBER (P. KONSTRUKTIVIS)
Pemikirannya Terkategori Dalam Interpretative Sociology = Kita Akan Dapat Memahami The Social World Dengan Melihatnya Melalui Makna (Meanings) Dari Para Aktor Yg Terlibat Dalam Tindakan Sosialnya --> Verstehen. Theory Of The Protestant Work Ethic. Iron Cage Of Rationality.

21 Lanjutan Beberapa Pemikiran Weber …….
Dia Salah Satu Pioner Pemikiran Ttg Stratifikasi Sosial. Stratifikasi Bukan Hanya Ditentukan Oleh Faktor Ekonomi (Marx) Saja, Tetapi Juga Faktor Sosial Budaya, Dan Politik (Kedudukan Dlm Party) Analisanya Lebih Fokus Pada Status Daripada Klas. Klas = Terbangun Oleh Market Relations. Status = Muncul Dari Social Honour/Social Esteem, Dan Social Privileges.

22 LANJUTAN BEBERAPA PEMIKIRAN WEBER
Menurutnya Education Might Become An Autonomous Source Of Status Distinction In Modern Society. Orang Yg Memiliki Pendidikan Tinggi Akan Memiliki The Priviledged Role, Serta Menjadi The Key Social Articulator.

23 BEBERAPA PEMIKIRAN GEORG SIMMEL (P. KONSTRUKTIVIS)
Ia ingin menjembatani kontroversi antara realisme (durkheim) dan nominalis (weber). Menurutnya, kenyataan sosial itu bersifat antar pribadi (interpersonal). (Marx dan durkheim melihat kenyataan sosial itu berada pada struktur sosial). Dinamika interaksi antar pribadi merupakan bahan darimana struktur sosial akan dibentuk, bukan sebaliknya.

24 LANJUTAN BEBERAPA PEMIKIRAN SIMMEL
Social Differentiation = Perub. Masy Secara Bertahap Dari Struktur Yg Sederhana Dgn Diferensiasi Yg Rendah Dan Homogen, Berubah Ke Struktur Yg Lbh Kompleks Dgn Diferensiasi Serta Heterogenitas Yg Tinggi. Ia Percaya Ada Perbedaan Antara Persepsi Manusia Mengenai Suatu Gejala, Dan Hakikat Dasar Mengenai Gejala Tsb (Ada Beda Antara Bentuk (Bersifat Apriori) Dan Isi Bersifat Empiris).

25 BEBERAPA PEMIKIRAN LOUIS ALTHUSSER (P. KRITIS)
Menurutnya, Ada Dua Mekanisme Untuk Menjadikan Warga Dalam Suatu Negara Berperilaku Sesuai Dgn Aturan Negara Yakni: Repressive State Apparatuses (Rsa), Dan Ideological State Apparatuses (Isa). Menurutnya, Ideology Merupakan Representasi Dari Hubungan Imajiner Individu Thd Kondisi Keberadaannya Yg Nyata.

26 LANJUTAN BEBERAPA PEMIKIRAN ALTHUSSER
Menurutnya, Ideology Itu Sesungguhnya Bukan Merupakan Representasi Dari Dunia Nyata, Namun Oranglah Yg Menghubung-2kannya Dgn Dunia Nyata Sbgmana Persepsi Dirinya Mengenai Dunia Nyata. Dunia Nyata Itu “Mengada”, Bukan Sebagai Sesuatu Yg Obyektif Tetapi Merupakan Suatu Produk Relasi Kita.

27 BEBERAPA PEMIKIRAN ANTONIO GRAMSCI (P. KRITIS)
Gramsci Dan Althusser Memiliki Kesamaan Teori Yg Berupa Ideological Hegemony. Jika Althusser Hegemony Oleh Negara Dilakukan Melalui Rsa Dan Isa, Maka Menurut Gramsci Hegemony Itu Dilakukan Dengan Lebih Soft Yakni Melalui Cultural Leadership.

28 LANJUTAN BEBERAPA PEMIKIRAN GRAMSCI
Menurutnya The Rulling Social Class Itu Bersifat Hegemonic. The Rulling Class Itu Bukan Hanya Mengkontrol Property Dan Kekuasaan, Tetapi Juga Mengkontrol Ideology Melalui Kekuasaan Dan Kemakmuran Yg Dimiliki. Menurutnya, Melalui Cultural Leadership, Negara Dpt Menjadi Propagator Budaya Dan Pendidikan Sipil, Serta Mengkontrol Sistem Institusional.

29 STRUKTURAL FUNGSIONAL
Asumsi Dasar: MASYARAKAT TERINTEGRASI ATAS DASAR KATA SEPAKAT PARA ANGGOTANYA TERHADAP NILAI DASAR KEMASYARAKATAN YANG MENJADI PANUTANNYA

30 Perspektif mengatasi Dilema
Dilema dalam ilmu-ilmu sosial (khususnya Ilmu Sosial) adalah tidak adanya konsensus baku untuk memahami berbagai fenomena sosial. Setiap ilmuwan sosial akan dipengaruhi oleh perspektif yang berbeda dalam menyusun kerangka analisis untuk memahami berbagai fenomena sosial. Maka kita akan menemukan suatu kesimpulan yang berbeda terhadap suatu fenomena yang sama, karena adanya perbedaan perspektif. Dalam proses keilmuan, perspektif atau pendekatan berfungsi sebagai kriteria utnuk memilah-milah maslah yang hendak diteliti dan sebagai penuntun ke arah metode penelitian yang hendak digunakan. Kita perlu memahami keragaman perspektif yang sering digunakan oleh Sosiologi Politik, karena keragaman itu menunujukkan adanya pengakuan jujur bahwa fenomena sosial tidak diakibatkan oleh penyebab tunggal atau satu faktor saja, melainkan adanya hubungan multi-kausal dalam hubungan antar variabel ilmu sosial. Di samping itu untuk menunjukkan bahwa kemampuan manusia untuk memahami fenomena secara menyeluruh dan dari segala segi sangatlah terbatas, sehingga perlu dilakukan pengkhususan dan pembatasan pusat perhatian.

31 KESEPAKATAN MASYARAKAT tersebut
Menjadi GENERAL AGREEMENTS yang memiliki kemampuan mengatasi PERBEDAAN-PERBEDAAN PENDAPAT dan KEPENTINGAN dari para anggotanya MASYARAKAT SEBAGAI SUATU SISTEM YANG SECARA FUNGSIONAL TERINTEGRASI KEDALAM SUATU BENTUK EQUILIBRIUM

32 Istilah lain pendekatan STRUKTURAL FUNGSIONAL
INTEGRATION APPROACH ORDER APPROACH EQUILIBRIUM APPROACH STRUCTURAL FUNGTIONAL APPROACH

33 TOKOH PLATO AUGUSTE COMTE HERBERT SPENCER EMILE DURKHEIM
BRANISLAW MALINOWSKI REDCLIFFE BROWN TALCOT PARSON

34 ANGGAPAN DASAR THEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
Masyarakat adalah suatu SISTEM dari BAGIAN-BAGIAN yang saling BERHUBUNGAN Hubungan dalam masyarakat bersifat GANDA dan TIMBAL BALIK (SALING MEMPENGARUHI) Secara FUNDAMENTAL, SISTEM SOSIAL cenderung bergerak kearah EQUILIBRIUM dan bersifat DINAMIS DISFUNGSI/KETEGANGAN SOSIAL/ PENYIMPANGAN pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui PENYESUAIAN dan proses INSTITUSIONALISASI

35 ANGGAPAN DASAR THEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL (lanjutan)
PERUBAHAN-PERUBAHAN dalam SISTEM SOSIAL bersifat GRADUAL melalui PENYESUAIAN. Bukan bersifat REVOLUSIONER PERUBAHAN terjadi melalui 3 macam kemungkinan: PENYESUAIAN SIATEM SOSIAL terhadap PERUBAHAN DARI LUAR (extra systemic change) PERTUMBUHAN melalui PROSES DIFFERENSIASI STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL PENEMUAN BARU oleh ANGGOTA MASYARAKAT Faktor terpenting dalam INTEGRASI adalah KONSENSUS

36 Penilaian/kritik terhadap theori STRUKTURAL FUNGSIONAL
Terlalu menekankan anggapan dasarnya pada PERANAN UNSUR-UNSUR NORMATIF dari TINGKAH LAKU SOSIAL (pengaturan secara NORMATIF terhadap HASRAT seseorang untuk menjamin STABILITAS SOSIAL) (David Lockwood)

37 Menurut David Lockwood
Terdapat SUB STRATUM yang berupa DISPOSISI-DISPOSISI yang mengakibatkan timbulnya PERBEDAAN LIFE CHANCES (kesempatan hidup) dan KEPENTINGAN-KEPENTINGAN YANG TIDAK NORMATIF DALAM SETIAP SITUASI SOSIAL terdapat 2 hal yaitu: TATA TERTIB yang bersifat NORMATIF SUB STRATUM yang melahirkan KONFLIK

38 GAMBARAN SITUASI SOSIAL MENURUT DAVID LOCKWOD
SUB STRATUM TATA TERTIB

39 KENYATAAN YANG DIABAIKAN DALAM PENDEKATAN STRUKTURAL FUNGSIONAL
Setiap STRUKTUR SOSIAL mengandung KONFLIK dan KONTRADIKSI yang bersifat internal dan menjadi PENYEBAB PERUBAHAN REAKSI suatu SISTEM SOSIAL terhadap PERUBAHAN yang datang dari luar (extra systemic change) tidak selalu bersifat Adjustive/tampak Suatu SISTEM SOSIAL dalam waktu yang panjang dapat mengalami KONFLIK SOSIAL yang bersifat VISIOUS CIRCLE Perubahan-perubahan sosial tidak selalu terjadi secara GRADUAL melalui penyesuaian, tetapi juga dapat terjadi secara REVOLUSIONER

40 Tertib Sosial dan Perubahan Sosial
Perspektif Teoritis Issue Struktural-Fungsional (termasuk teori konsensus, teori sistem dan teori-teori yang dipengaruhi Talcott Parson) Konflik (misalnya Ralf Dahrendorf, Lewis Coser) Kelas (Teori-teori yang dipengaruhi Karl Marx) Elitis (Gaetano Mosca, Vilfredo Pareto, Robert Michels, C. Wright Mills, dan Robert D. Putnam) Pluralis (Robert Dahl, Suzzane Keller) (1) Masyarakat Suatu sistem sosial yang diikat nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang sama. Konsensus. Arena bagi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing dan arena bagi pertikaian. Arena bagi pertikaian antar-kelas sosial. Didominasi dan dipimpin oleh kelompok minoritas yang terorganisir, yaitu kaum elit. Diluar kelompok ini massa yang tidak memahami keadaan. Terdiri dari jaringan-jaringan interaksi antar-individu dan antar-kelompok, yang mencerminkan kemajemukan kepentingan dan nilai-nilai. Tidak satupun kelompok yang mampu mendominasi yang lain. (2) Negara Suatu subsistem yang berfungsi memelihara, mempersatukan dan mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Tindakan-tindakan negara bersifat mengikat. Alat pemaksa yang dipakai oleh kelas penguasa untuk membuat rakyat tunduk pada kemauannya. Sarana kekerasan yang terorganisir yang didominasi oleh satu kelas sosial yaitu kelas kapitalis. Organ atau mekanisme yang dimanipulasi oleh sekelompok minoritas yang terorganisir, yaitu kaum elit, yang menjalankannya demi kepentingannya sendiri atau kepentingan pendukungnya. Hanya merupakan salah satu dari banyak lembaga politik yang ada dalam masyarakat. Negara mewakili kepentingan banyak kelompok. Karenanya ia demokratis. (3) Tertib Sosial dan Perubahan Sosial Masyarakat dipandang sebagai statis; selalu mengutamakan integrasi, ketertiban dan stabilitas. Kalau masyarakat berubah, perubahan itu berujud penyesuaian terhadap lingkungannya. Equilibrium. Masyarakat selalu dalam keadaan yang diliputi perubahan dan pertikaian. Konflik yang terjadi itu merupakan kekuatan dinamik masyarakat. Tanpa ada konflik kepentingan, masyarakat tidak akan bermakna Sumber dinamika masyarakat adalah perubahan sosial. Perubahan sosial tidak bisa dielakkan. Ketertiban dan status-quo sangat dipentingkan. Perubahan sosial dianggap membahayakan. Perubahan yang terjadi haruslah dituntun oleh kaum elit. Wujud perubahan yang terjadi sekedar sirkulai elit. Perubahan terjadi secara bertahap. Perubahan terjadi akibat konflik antara kelompok yang saling bersaing tetapi masih dalam tertib kelembagaan. Perubahan yang terjadi tidak sampai mengganggu kestabilan.

41 Ketimpangan dan Pelapisan Sosial
Perspektif Teoritis Struktural-Fungsional Konflik Kelas Elitis Pluralis (4) Ketimpangan dan Pelapisan Sosial Pelapisan sosial diperlukan sebagai sistem integratif untuk memelihara tertib dan stabilitas sosial. Pemberian ganjaran secara tidak merata diperlukan untuk menjamin bahwa hanya orang yang cakap yang menduduki jabatan penting. Pelapisan sosial merupakan penghalang terjadinya integrasi dan merupakan sumber utama terjadinya konflik dalam masyarakat. Pelapisan/ketimpangan itu terjadi karena langkanya dan tidak meratanya distribusi sumberdaya dalam masyarakat. Ketimpangan sosial dan pelapisan sosial adalah penyebab konflik. Ketimpangan dan pelapisan sosial bisa dihilangkan. Ketimpangan antara elit dan massa pasti terjadi. Elit pasti mendominasi massa. Elitis klasik: ketimpangan itu tidak bisa dihindarkan dan memang diperlukan. Elitis radikal: mengkritik keras terjadinya ketimpangan antara elit-masa. Ketimpangan sosial memang ada, tetapi pengaruh dan keuntungan yang ada dalam masyarakat didistribusikan secara merata. (5) Politik Mekanisme untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Memainkan peran menengahi dalam penyelesaian konflik. Politik berkenaan dengan kekuasaan, yaitu tentang siapa yang berkuasa, bagaimana ia memperoleh kekuasaan dan mengapa ia berkuasa. Politik membantu satu kelompok mencapai tujuannya dengan merugikan kelompok lainnya. Sarana yang dipakai oleh kelas penguasa untuk mempertahankan dominasi. Satu segi dari suprastruktur yang didominasi oleh kelas kapitalis. Sarana yang dipakai kaum elit untuk menguasai dan memanipulasi massa. Mekanisme untuk menengahi dan mewasiti berbagai kepentingan yang berbeda dan mewasiti berbagai konflik.

42 Perspektif Teoritis Struktural-Fungsional Konflik Kelas Elitis Pluralis (6) Partisipasi Politik Sarana yang dipakai oleh warga-negara dan kelompok-kelompok kepentingan untuk mendukung sistem politik. Sebagai imbalan terhadap dukungan warga negara itu, sistem politik memberikan kepemimpinan yang bertanggungjawab dan memenuhi tuntutan-tuntutan yang diajukan. Yang paling aktif berpartisipasi adalah mereka yang paling beruntung dalam masyarakat. Tuntutan dari masyarakat terhadap sistem politik tidak ditanggapi secara seimbang. Ada yang ditanggapi lebih serius, ada yang tidak. Bentuk-bentuk partisipasi konvensional bisa tidak efektif, karena hanya dilakukan demi kepentingan kelas penguasa. Bentuk-bentuk non-konvensional mungkin diperlukan. Mayoritas warga bersifat pasif dan diam. Mereka sekedar dimanipulasi oleh kaum elit. Para politisi yang memerintah tidak selalu tanggap terhadap tuntutan warga. Para pemilih dan kelompok kepentingan mempengaruhi proses pembuatan keputusan melalui cara-cara pemilihan, menjadi anggota kelompok kepentingan dan menemui dan berunding dengan pemimpin politik dan pemerintahan. Sistem politik selalu tanggap terhadap tuntutan warganya. (7) Kekuasaan Medium yang sah untuk mempertukarkan dan memobilisasi sumberdaya politik dalam sistem politik demi mencapai tujuan-tujuan bersama. Mekanisme yang tidak sah dan cenderung menguntungkan sekelompok kecil orang yang mendominasi masyarakat dengan merugikan sebagian besar anggota masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan. Terpusat di tangan para pemilik alat produksi, yaitu kelas penguasa. Terpusat di tangan mereka yang menduduki posisi-posisi tertinggi dalam struktur sosial. Kekuasaan adalah persekongkolan kepentingan dari lembaga-lembaga utama dalam masyarakat itu. Bersifat polisentris dan tersebar diantara berbagai kelompok kepentingan. Tidak ada satu kelompok yang memonopoli kekuasaan.


Download ppt "TEORI ILMU SOSIAL Oleh: TRISNAWATI."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google