Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KULIAH MPP Dra Ita Ulfin,MSi

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KULIAH MPP Dra Ita Ulfin,MSi"— Transcript presentasi:

1 KULIAH MPP Dra Ita Ulfin,MSi
KRISTALISASI KULIAH MPP Dra Ita Ulfin,MSi

2 PRINSIP DASAR PEMISAHAN
& PEMURNIAN Prinsip dasar pemisahan atau pemurnian dengan cara kristalisasi adalah : Adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni atau dalam pelarut campuran; Suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan pelarut dingin.

3 Senyawa organik yang berbentuk padat pada temperature ruang biasanya dimurnikan melalui kristalisasi. Teknik umum melalui pelarutan bahan yang akan dikristalkan dalam pelarut panas (atau campuran pelarut) dan didinginkan dalam larutan secara pelan-pelan. Bahan yang dilarutkan mempunyai kelarutan yang lebih kecil pada temperature yang rendah dan akan memisah dari larutan setelah pendinginan. Gejala ini disebut dengan Kristalisasi, jika kristal tumbuh secara pelan-pelan dan selektif. Perbedaannya dengan pengendapan yaitu jika prosesnya berjalan cepat dan tidak selektif

4 Dalam pekerjaan organik skala mikro, dua metode yang umum digunakan dalam kristalisasi yaitu:
Kristalisasi skala semi-mikro, jika berat zat padat yang dikristalisasi lebih besar dari 0,1 gram. kristalisasi skala mikro, jika berat zat padat yang dikristalkan lebih kecil dari 0,1 gram.

5 KELARUTAN Masalah utama adalah pemilihan pelarut  bahan yang akan dikristalkan menunjukkan sifat kelarutannya yang dinginkan. Idealnya, yaitu bahan harus sedikit larut pada temperatur ruang dan larut cukup besar pada saat pemanasan ( disekitar titik didih pelarut yang dipilih). Kurva kelarutan harus bertahap (lihat gambar dibawah ini).

6 kurva kelarutan sebagai fungsi temperatur
C. Pelarut jelek, sangat larut pada semua temperatur A. pelarut sessuai, sangat larut pada temperatur tinggi, sedikit larut pada temperatur kamar Gram kelarutan B. pelarut jelek, sedikit larut pada semua temperatur temperatur

7 Kurva dengan kemiringan (slope) kecil tidak menyebabkan kristalisasi signifikan jika temperatur larutan diturunkan ( garis B). Bahan sangat larut ( kelarutannya besar) pada semua temperatur. ( garis C). Garis A memiliki kemiringan yang besar, terlihat bahwa bahan yang akan dikristalkan mempunyai kelarutan yang kecil pada temperatur rendah dan kelarutannya sangat besar jika temperatur dinaikkan. Disini perbedaan kelarutannya cukup besar dan ini merupakan pelarut yang sangat baik atau ideal untuk kristalisasi.

8 Kelarutan senyawa organik adalah fungsi dari polaritas kedua pelarut dan zat terlarut ( bahan yang dilarutkan). Dikenal sebagai ” like dissolve like” . Senyawa yang mempunyai gugus fungsi yang dapat membentuk ikatan hidrogen ( contohnya –OH, –NH– , –COOH, –CONH– ) akan lebih larut dalam pelarut hidroksilat seperti air dan metanol dari pada pelarut hidrokarbon seperti toluen dan heksana. Jika gugus fungsinya bukan merupakan bagian yang utama pada molekul,  sifat kelarutannya mungkin sebaliknya. Misalnya dodecyl alkohol, CH3(CH­2)10CH2OH selalu tidak larut dalam air, disini rantai karbon-12 menyebabkan pelarut ini lebih bersifat hidrokarbon dibandingkan alkohol.

9 Penurunan tingkat polaritas pelarut
H2O (air) RCOOH (asam organik: asam asetat) RCONH2 (amida: dimetilformamida) ROH(alkohol: metanol,etanol) RNH2 (amina:trimetilamin, piridin) RCOR (keton:aseton) RCOOR (ester:etilasetat) RX (halida: CH­2Cl2 > CHCl3 > CCl4) ROR (ether : dietil-eter) ArH (aromatik: benzena, toluena) RH (alkana : heksana, petroleum eter)

10 Stabilitas kisi kristal mempengaruhi kelarutan.
Pada titik leleh yang lebih tinggi (kristal lebih stabil), senyawa kurang larut. Contohnya asam p-nitrobenzoat (TL: 242°C) kurang larut dalam ethanol 10 kali dari pada bentuk isomernya yaitu bentuk ortho (TL 147°C) dan bentuk meta (TL 141°C).

11 Keberhasilan kristalisasi
Tergantung pada perbedaan yang besar pada kelarutan bahan dalam pelarut panas dan kelarutannya dalam pelarut yang sama jika didinginkan. Jika pengotor dalam bahan sama-sama larut dalam kedua pelarut panas dan dingin, maka efektifitas pemurnian tidak mudah dicapai melalui kristalisasi. Jika zat yang diinginkan dan pengotor mempunyai kelarutan yang sama, maka pengotor harus ada dalam fraksi yang kecil. Zat yang diinginkan akan mengkristal pada pendinginan, tetapi pengotor tetap larut.

12 Contoh proses kristalisasi
Diketahui zat A dan pengotor B mempunyai kelarutan yang sama yaitu pada suhu 200 C adalah 10 mg/mL dan pada suhu 100°C adalah 100 mg/mL dengan pelarut yang sama. Jumlah bahan yang tidak murni mempunyai komposisi 90 mg zat A dan 20 mg pengotor B. Diasumsikan bahwa kelarutan kedua zat A dan zat B tidak efektif oleh adanya zat lain. Berapa jumlah zat A yang dapat dikristalkan? Berapa mL pelarut yg digunakan?

13 Pada 20°C, jumlah total bahan tidak dapat larut dalam 1 mL pelarut.
Namun jika pelarut dipanaskan hingga 100°C, maka semua bahan (110 mg) akan larut. Pelarut mempunyai kapasitas untuk melarutkan 100 mg A dan 100 mg B pada temperatur 100°C ini. Jika larutan didinginkan hingga 20°C, maka hanya 10 mg setiap zat terlarut tetap larut, sehingga 80 mg A dan 10 mg B terkristalkan, dan berarti tinggal 20 mg total bahan (A dan B) yang ada dalam larutan

14 Larutan yang tetap ada setelah kristalisasi disebut dengan cairan induk (mother liquor).
Jika proses diulangi dengan menambahkan kedalam kristal yang terbentuk ( masih campuran A dan B) dengan 1 mL pelarut baru yang sama, maka 70 mg A akan terkristalkan lagi, dan tinggal 10 mg A dan 10 mg B yang ada pada cairan induk. Sehingga secara keseluruhan akan diperoleh kristal A murni sebanyak 70 mg, sedangkan bahan yang hilang pada proses kristalisasi ini adalah 40 mg. Jika pengotor B lebih larut dari pada A dalam pelarut yang sama, maka kehilangan zat A (zat yang dikristalkan / dimurnikan ) dapat direduksi. Kehilangan dapat juga direduksi jika pengotor ada dalam jumlah yang sangat kecil dibanding bahan yang akan dikristalkan.

15 Kristalisasi ini akan berhasil dengan baik karena bahan A yang ada dalam jumlah yang lebih besar dari pada B yang sebagai pengotor. Jika campuran bahan yang akan dikristalkan punya perbandingan yang sama (1 : 1), maka pemisahan tidak dapat dicapai. Secara umum, kristalisasi akan berhasil hanya jika ada sejumlah kecil pengotor pada bahan yang akan dikristalkan/ dimurnikan. Jika jumlah pengotor bertambah, maka kehilangan bahan juga bertambah. Dua zat dengan sifat kelarutan yang hampir sama, ada dalam jumlah yang sama, maka tidak dapat dipisahkan. Jika sifat kelarutan dua zat sama dan jumlahnya berbeda, maka pemisahan atau pemurnian masih dapat dilakukan.

16 Kadang-kadang atau bahkan sering kali, tidak mendapatkan pelarut yang sesuai .
Banyak zat padat larut baik dalam keadaan panas maupun dingin, juga tidak mampu melarutkan dalam keadaan panas. Maka kristalisasi dengan sistem dua campuran pelarut dilakukan (pelarut X adalah yang sangat melarutkan +pelarut Y yang tidak melarutkan sama sekali). Caranya adalah melarutkan zat padat tidak murni tersebut dalam pelarut X sesedikit mungkin (beberapa mL) dalam keadaan panas, kemudian masih dalam keadaan panas tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit pelarut Y sehingga diperoleh larutan jenuh, dan selanjutnya didinginkan.

17 Apabila zat padat tersebut telah mengkristal dalam keadaan dingin, maka dapat dipisahkan dengan cara penyaringan isap. Beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan : metanol-air, etanol air, asam asetat air, aseton-air, eter-aseton, eter-metanol, eter petroleum eter, benzena-ligroin, metil klorida etanol. Kekuatan melarutkan suatu pelarut, pada umumnya bertambah dengan bertambahnya titik didih. Umpamanya etanol (TD:780C ) dapat melarutkan dua kali lebih banyak daripada methanol (TD:650C ).

18 CARA MENGERINGKAN KRISTAL

19 CARA MEMISAHKAN PENGOTOR DARI KRISTAL

20 CARA KRISTALISASI SKALA MIKRO

21 Saran untuk membantu rekristalisasi:
1 Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. 2 Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh, sehingga perlu penambahan kristal bibit. 3 Pembentukan kristal kadang perlu waktu induksi yang berkisar beberapa menit sampai satu jam. 4 Kadang-kadang didapati suatu keadaan yang disebut kelewat jenuh (supersaturation), dimana kristal – kristal baru akan keluar bila dipancing dengan sebutir kristal murni. Cara tersebut menguntungkan dalam pemisahan campuran dua atau lebih zat yang mempunyai kelarutan yang sama dalam suatu pelarut tertentu. Agar pemisahan dapat dilakukan, maka keadaan jenuh jangan diganggu, yaitu dengan menghindarkan pengadukan dan goncangan berlebihan ataupun pendinginan yang terlalu cepat.

22 5 Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. Kita harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut,maka akan terjadi pembentukan kompleks. 6 Secara umum pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Tetapi biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut bukan masalah sederhana. 7 Apabila larutan yang akan dikristalkan ternyata berwarna, sedangkan zat padatnya tak berwarna, maka perlu menambahkan norit / arang halus ke dalam larutan panas sebelum disaring. Tidak semua zat warna dapat diserap arang dengan baik. Zat warna yang tidak terserap ini akan tetap tinggal dalam larutan induk (mother liquor) tetapi akan hilang pada waktu pencucian dan penyaringan. Penggunaan norit ini tidak boleh diulang apabila larutannya masih berwarna. Penggunaan norit jangan berlebihan sebab bisa menyerap senyawanya.

23 Rekristalisasi garam dapur
NaCl(s) + H2O(l)  NaCl(aq) NaCl(aq)  NaCl(s) Rekristalisasi tembaga sulfat Cu(SO4)(s) + H2O(l)  Cu(SO4)(aq) Cu(SO4)(aq) dipanaskan --> Cu(SO4)(s) putih Cu(SO4)(aq) dipanaskan  Cu(SO4).5H2O(s) biru


Download ppt "KULIAH MPP Dra Ita Ulfin,MSi"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google