Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERAN DAN NILAI-NILAI PERJUANGAN TOKOH NASIONAL DAN DAERAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA PADA MASA 1945-1965 R. Suharso.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERAN DAN NILAI-NILAI PERJUANGAN TOKOH NASIONAL DAN DAERAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA PADA MASA 1945-1965 R. Suharso."— Transcript presentasi:

1 PERAN DAN NILAI-NILAI PERJUANGAN TOKOH NASIONAL DAN DAERAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA PADA MASA R. Suharso

2 Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Melalui belajar mandiri, peserta dapat mengidentifikasi dan menganalisis peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa

3 Pengantar Tahun 1945 hingga 1965 adalah masa-masa sulit Republik Indonesia untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Dari pergulatan ideologi dan peristiwa masa itu, lahirlah tokoh-tokoh pejuang di tingkat pusat maupun daerah. Tokoh-tokoh itu sebagian ada yang menjadi Pahlawan Nasional dan sebagian lagi dilupakan peranannya. Tugas generasi saat ini adalah mengingat dan mengingat bagaimana republik ini telah dipertahankan mati-matian oleh para pendahulunya

4 TOKOH DAN KIPRAHNYA PADA MASA REVOLUSI FISIK 1945-1950

5 H. Agus Salim dalam Lintasan Sejarah
Menurut keterangan Adam Malik, nama Haji Agus Salim pertama kali menonjol di luar negeri ketika diadakan konferensi buruh sedunia di Jenewa pada tanggal 30 Mei 1929. Gambar 1. Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Haji Agus Salim Sumber: academia.edu

6 H. Agus Salim dalam Lintasan Sejarah
Pada kabinet Syahrir I Agus salim tidak duduk dalam jajaran kabinet, ia ditugasi saat itu sebagai penasihat menteri luar negeri Ahmad Subardjo, sebagai menteri luar negeri pertama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia setelah proklamasi kemerdekaannnya. Baru, pada kabinet Syahrir II yang dibentuk pada tanggal 12 Maret 1946 Agus salim ditunjuk sebagai menteri luar negeri muda, dengan sutan syahrir yang langsung merangkap jadi menteri luar negeri.

7 H. Agus Salim dalam Lintasan Sejarah
Misi diplomatik RI yang di pimpin H. Agus salim ke beberapa negara Arab, beranggotakan juga Muhammad Rasyidi, Nazir Pamuntjak, abdul Kadir dan A.R.Baswedan. Akibat usaha ini negara-negara Islam mengakui Republik Indonesia secara de jure. Pada tanggal 10 Juni 1947 Haji Agus Salim menanda-tangani persahabatan antara Republik Indonesia dan Mesir di Kairo. Gambar 2. Agus Salim bersama AR Baswedan, saat berada di Timur Tengah Sumber: Academia.edu

8 H. Agus Salim dalam Lintasan Sejarah
Delegasi Republik Indonesia kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Republik Siria. Perjanjian diplomatik dengan suriah itu juga mengakui secara de jure adanya Republik Indonesia. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 2 Juli 1947. Gambar 3. HAS bersama Hasan Al-Banna Sumber: hariansejarah.id

9 H. Agus Salim dalam Lintasan Sejarah
Agus Salim merupakan seorang ahli diplomasi yang namanya dikenal dunia. Berkat peran aktifnya dalam mempertahankan dan menunjukan eksistensi Republik Indonesia di mata masyarakat internasional, Agus Salim kemudian digelari sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1961 melalui SK Presiden: Keppres No. 657

10 JENDERAL SUDIRMAN

11 Jenderal Sudirman dalam Arus Sejarah
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Gambar 4. Panglima Besar Soedirman Sumber: academia.edu

12 Jenderal Sudirman dalam Arus Sejarah
Sudirman merupakan tokoh penting dalam revolusi. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.

13 Jenderal Sudirman dalam Arus Sejarah
Melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.

14 Jenderal Sudirman dalam Arus Sejarah
Adegan Soekarno dan Sudirman di samping merupakan politik citra yang dilakukan Bung Karno untuk mengabarkan kepada dunia bahwa relasi sipil-militer masih baik-baik saja dalam situasi revolusi Gambar 5. Presiden Soekarno dan Jenderal Sudirman Sumber: Wikipedia.id

15 Jenderal Sudirman dalam Arus Sejarah
Perang gerilya adalah tekhnik mengepung dengan cara tak terkesan (infisibble).Perang gerilya adalah bentuk perang yang tak terbelit dengan cara resmi pada ketentuan perang.Saat itu perang gerilya dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Perang gerilya bangsa Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:  Menghindari perang terbuka Menghantam musuh dengan cara tiba-tiba Menghilang ditengah lebatnya hutan alias kegelapan malam Menyamar sebagai rakyat biasa.

16 MOH. HATTA

17 Kiprah Hatta dalam Revolusi
Gambar 6. Keadaan Geografis Indonesia Pasca Perjanjian Linggarjati dan Renville Sumber: zenius.net

18 Kiprah Hatta dalam Revolusi
Di saat Indonesia sedang benar-benar di ambang kehancuran, seorang putera Minangkabau yang telah ditempa oleh kedisiplinan belajar yang mencengangkan, oleh keluasan wawasan yang didapat dari melahap 16 peti buku yang selalu ia bawa kemanapun. Dengan kepiawaiannya berargumentasi dan berdialektika, Hatta berhasil mendesak Belanda sekaligus mengambil simpatik seluruh dunia pada KMB (23 Agustus-2 November 1949). Gambar 7. Bung Hatta dalam KMB 1949 Sumber: Wikipedia.id

19 Kiprah Hatta dalam Revolusi
Hatta pada penumpasan pemberontakan komunis di Madiun 1948 yang menambah simpatik pihak Amerika (yang anti-komunis) terhadap Indonesia (Ricklefs, 1991). Ditambah dengan penyalahgunaan alokasi dana setelah Perang Dunia II yang seharusnya digunakan Belanda untuk membangun negara, malah digunakan untuk menyerang negara lain. Bung Hatta dapat pulang ke tanah air dengan senyum lebar penuh kemenangan, karena dirinya telah berhasil menghadiahkan NKRI (kecuali Irian Barat) sebuah pengakuan kedaulatan resmi dari Belanda dan juga dunia internasional.

20 TOKOH DAN KIPRAHNYA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

21 Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Program pokok dari kabinet ini adalah: Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat. Gambar 8. Kabinet Natsir Sumber: Wikipedia.id

22 Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Dalam bidang ekonomi kabinet ini memperkenalkan sistem ekonomi Gerakan Benteng  yang direncanakan oleh Menteri Ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo. Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah: Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

23 Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Kabinet Natsir sendiri kemudian berakhir disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI di Parlemen Indonesia menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

24 Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)

25 Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah: Menjamin keamanan dan ketentraman Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Mempercepat persiapan pemilihan umum. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya. Menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh. Gambar 9. Kabinet Sukiman Sumber: academia.edu

26 Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Kabinet ini mengutamakan skala prioritas terhadap peningkatan keamanan dan ketentraman negara, RMS. dan lainnya. Akan tetapi kabinet ini kemudian mengalami sandungan setelah parlemen mendengar bahwa kabinet ini menjalin kerja sama dengan blok barat, yaitu Amerika Serikat. Kabinet Sukiman ditenggarai melakukan Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran.

27 Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Kabinet Sukiman sendiri memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan militer dan kurang prograsif menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. Parlemen pada akhirnya menjatuhkan mosi tidak percaya kepada Kabinet Sukiman. Sukiman kemudian harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.

28 Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)

29 Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Program dalam negeri:  Menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante, DPR, dan DPRD  Meningkatkan kemakmuran rakyat,  Meningkatkan pendidikan rakyat, dan  Pemulihan stabilitas keamanan negara Program luar negeri:  Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta  Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif. Gambar 10. Kabinet Wilopo Sumber: Wikipedia.id

30 Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Dalam menjalankan tugasnya Kabinet Wilopo menghadapi krisis ekonomi, defisit kas negara, dan meningkatnya tensi gangguan keamanan yang disebabkan pergerakan gerakan sparatis yang progresif. Ketimpangan Jawa dan luar Jawa membuat terjadi gelombang ketidakpuasan di daerah yang memperparah kondisi politik nasional. Kabinet Wilopo juga harus menghadapi konflik 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI sebagai alat sipil dan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri.

31 Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Munculnya Peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli), Peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar yang di dukung PKI mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

32 Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)

33 Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I: Meningkatkan keamanan dan kemakmuran Menyelenggarakan Pemilu dengan segera Pembebasan Irian Barat secepatnya Pelaksanaan politik bebas-aktif Peninjauan kembali persetujuan KMB. Penyelesaian pertikaian politik. Gambar 11. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I Sumber: sejarahindonesiadahulu.blogspot.co.id

34 Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Dalam menjalankan fungsinya, kabinet ini berhasil melakukan suatu prestasi yaitu: Merampungkan persiapan pemilu yang akan diselenggarakan 29 September 1955 Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 memiliki pengaruh dan arti penting bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia- Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti : Berkurangnya ketegangan dunia Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik diskriminasi ras di negaranya. Indonesia mendapatkan dukungan diplomasi dari negara Asia-Afrika dalam usaha penyatuan Irian Barat di PBB

35 Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I, Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo memperkenalkan sistem ekonomi yang dikenal dengan sistem Ali-Baba. Sistem ekonomi Ali-baba diperuntukan menggalang kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan penguaha Tionghoa yang diidentikkan dengan Baba.

36 Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para pengusaha pribumi akhirnya hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa untuk mendapatkan kredit dari pemerintah. Kabinet Ali ini juga sama seperti kabinet terdahulu mengalami permasalahan mengatasi pemberontakan di daerah seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Terjadinya Peristiwa 27 Juni 1955, yaitu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD memperburuk usaha peningkatan keamanan negara.

37 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)

38 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah: Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi Perjuangan pengembalian Irian Barat Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif. Gambar 12. Pengambilan Sumpah Jabatan PM Burhanudin Harahap Sumber: hariansejarah.id

39 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Kabinet Burhanuddin Harap ini mencatatkan sejumlah keberhasilan dalam menjalankan fungsinya, seperti: Keberhasilan menyelenggarakan Pemilu pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan 15 Desember untuk memilih Dewan Konstituante. Membubarkan Uni Indonesia-Belanda Menjalin hubungan yang harmonis dengan Angkatan Darat Bersama dengan Polisi Militer melakukan penangkapan para pejabat tinggi yang terlibat korupsi

40 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Pemilu yang dilakukan pada tahun 1955 menghasilkan 4 partai besar di Parlemen yaitu, PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Pemilu itu diikuti oleh 27 dari 70 partai yang lolos seleksi. Kabinet ini mengalami ganggung ketika kebijakan yang diambil berdampak pada banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan yang dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Kabinet ini sendiri mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno ketika anggota Parlemen yang baru kurang memberikan dukungan kepada kabinet (Noer, 1983).

41 Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)

42 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut: Perjuangan pengembalian Irian Barat Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai. Menyehatkan perimbangan keuangan negara. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat. Pembatalan KMB Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif Melaksanakan keputusan KAA. Gambar 13. PM Ali Sastroamidjoyo bersama dengan Pemimpin Revolusi China Mao Tse Tung Sumber: brilio.net

43 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Kabinet ini mendapatkan dukungan penuh dari Parlemen dan Presiden Soekarno, sehingga dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment. Kabinet ini berhasil melakukan pembatalan seluruh perjanjian KMB. Pada masa kabinet ini muncul gelombang anti Cina di masyarakat, meningkatnya pergolakan dan kekacauan di daerah yang semakin menguat, serta mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer di Sumater dan Sulawesi.

44 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Lambatnya pertumbu han ekonomi dan pembangunan mengakibatkan krisis kepercayaan daerah luar Jawa dan menganggap pemerintah pilih kasih dalam melakukan pembangunan. Pembatalan KMB menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI mengakibatkan mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden (Muljana, 2008).

45 Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)

46 Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Program pokok dari Kabinet Djuanda dikenal sebagai Panca Karya yaitu: Membentuk Dewan Nasional Normalisasi keadaan RI Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB Perjuangan pengembalian Irian Jaya Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan Gambar 14. Pengembalian Mandat Kabinet Karya dari PM Djuanda kepada Presiden Soekarno Sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id

47 Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Presiden Soekarno juga pernah mengusulkan dibentuknya Dewan Nasional ini sebagai langkah awal demokrasi terpimpin (Kahin, 1952).Pada masa kabinet Juanda, terjadi pergolakan-pergolakan di daerah-daerah yang menghambat hubungan antara pusat dan daerah. Untuk mengatasinya diadakanlah Musyawarah Nasional atau Munas di Gedung Proklamasi Jalan Pegangsaan Timur No. 56 tanggal 14 September Munas tersebut membahas beberapa hal, yaitu masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah Republik Indonesia. Munas selanjutnya dilanjutkan dengan musyawarah nasional pembangunan (MUNAP) pada bulan November 1957 (Hapsari, 2015).

48 Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Keberhasilan Kabinet Karya yang paling menguntungkan kedaulatan Indonesia dengan dikeluarkannya Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan Indonesia. Kemudian dikuatkan dengan peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 4 prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Pasca Deklarasi Djuanda, perairan Indonesia bertambah luas sampai 13 mil yang sebelumnya hanya 9 mil (Kardiman, 2015).

49 Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut (Kahin, 1952).

50 TOKOH DAN KIPRAHNYA PADA MASA Demokrasi Terpimpin 1959-1965

51 Soekarno dalam Kancah Demokrasi Terpimpin
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan dekrit Gambar 15. Soekarno Berpidato di Depan Pejabat Tinggi Negara pada Masa Demokrasi Terpimpin Sumber: katailmu.com

52 Soekarno dalam Kancah Demokrasi Terpimpin
Gambar 16. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Sumber: wikipedia.id

53 Soekarno dalam Kancah Demokrasi Terpimpin
Kehidupan Soekarno menyokong pemikiran Soekarno. Kemiskinan dalam kehidupan Soekarno melahirkan buah-buah pemikiran bijaksana yang berjalan sesuai dengan norma-norma masyarakat (Adams, 2011:27-33). AGAMA NASIONALISME KOMUNISME

54 Soekarno dalam Kancah Demokrasi Terpimpin
Kelahiran Dekrit presiden 5 Juli dilatar belakangi atas konvensi pertemuan Soekarno dengan Perdana Menteri Djuanda, Wakil Ketua Dewan Nasional Roslan Abdoelgani, KASAD A. H. Nasution, Menteri Negara Moh. Yamin, Ketua Mahkamah Agung Mr. Wiryono dan Direktur Kabinet Presiden Mr. Tamzil pada Tanggal 4 Juli 1959, pada saat itulah gagasan kembali ke UUD 1945 mendapati konvensi tentang kelahiran dekrit presiden 5 juli. Presiden mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 sebagai solusi dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat (Budiarjo, 1998:4).

55 Soekarno dalam Kancah Demokrasi Terpimpin
Islam Budaya Jawa Revolusi Nasional Sosialisme Demokrasi Terpimpin sebenarnya, terlepas dari pelaksanaannya yang dianggap otoriter, dapat dianggap sebagai suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di dataran politik Indonesia dalam pertengahan tahun 1950-an (Feith, 1995).

56 Penutup Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang Peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa Untuk memperdalam kajian dan latihan, silakan mengerjakan tugas dan tes di bawah.


Download ppt "PERAN DAN NILAI-NILAI PERJUANGAN TOKOH NASIONAL DAN DAERAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA PADA MASA 1945-1965 R. Suharso."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google