Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA"— Transcript presentasi:

1 SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
Oleh Maruarar Siahaan

2 INDONESIA NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Indonesia, negara hukum, dan didasarkan pada kedaulatan rakyat yang dilaksanakan berdasar UUD 1945, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), yang lazim disebut sebagai constitutional democracy dan democratische rechtsstaat. Indonesia menganut ajaran pemisahan kekuasaan secara lebih tegas. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, sehingga kekuasaan harus diawasi oleh kekuasaan. (So that one can not abuse power, power must check power by arrangement of things-Montesquieu)

3 SEPARATION OF POWERS Cabang-cabang kekuasaan tidak diletakkan dalam satu tangan tetapi harus dibatasi dengan memisahkan satu dengan yang lain secara tegas Keterpisahan dapat dikenali dari kewenangan yang dilakukan dan orang yang melaksanakannya tidak saling mencampuri. Tidak diterapkan secara kaku dalam isolasi komplit, melainkan terhubung satu dengan yang lain agar penyelenggaraan kekuasaan negara terkoordinasi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama.

4 “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”
. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” Dalam negara kesatuan, kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Pemerintah Daerah disusun dalam Pemerintah Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kekuasaan aslinya berada di tingkat pusat, dan daerah mendapat kekuasaan oleh pusat dengan penyerahan sebagian kekuasaan yang ditentukan dengan tegas

5 Kewenangan yang disebut sebagai authority, diartikan sebagai hak untuk bertindak dan mengeluarkan perintah dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pejabat umum atau lembaga negara untuk meminta kepatuhan orang pada perintah yang dikeluarkan secara sah dalam ruang lingkup tugas publiknya (public duties). Pembedaan lembaga negara sebagai organ konstitusi yang memperoleh wewenangnya dari UUD 1945 dan yang bukan, sangat penting untuk dIperhatikan bahwa sumber kewenangan tersebut merupakan tolok-ukur atau ukuran untuk menentukan corak lembaga negara yang bersengketa menyangkut kewenangannya

6 Dengan ukuran yang jelas demikian belum dapat dikatakan bahwa satu lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari UUD, tidak mungkin bersengketa dengan lembaga negara yang memperoleh kewenangan dari undang-undang, meskipun lembaga negara demikian disebut dalam UUD 1945 dengan kewenangan pokok ditentukan dalam konstitusi, tetapi diatur lebih lanjut dalam undang-undang, sehingga sumber kewenangan secara tidak langsung dari UUD 45.

7 Mukhtie Fajar berpendapat bahwa hal tersebut bisa mengundang beberapa penafsiran, yaitu :
A. penafsiran luas, sehingga mencakupsemua lembaga negara yang nama dan kewenangannya disebut/tercantum dalam UUD 1945 B. penafsiran moderat, yakni yang hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara C. penafsiran sempit, yakni penafsiran yang merujuk secara implisit dari ketentuan pasal 67 UU MK

8 Empat karakeristik utama sebuah kewenangan yang berbasis peraturan, yaitu
1 Hak untuk membuat keputusan-keputusan yang berkekuatan hukum. Hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang dikeluarkan sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangannya. Potensi sengketa kewenangan lembaga negara sangat mungkin lahir dari produk hukum yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga negara yang kemudian mengikat kepada lembaga negara lain. 2 Perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan dengan kewenangan. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa lembaga negara yang secara legitimatif kekuasaannya diberikan dalam landasan hukum yang berbeda dengan landasan hukum kewenangannya. Hal itu menimbulkan perbedaan tafsiran antara kekuasaan, fungsi, tugas, wewenang dan kewajiban maupun penjabaran terhadap unsur-unsur tersebut. Akibatnya sering suatu lembaga negara merasa lebih memiliki kekuasaan ataupun kewenangan terhadap satu hal daripada lembaga negara lain

9 Lanjutan Aturan hirarkis yang jelas, seperti lex specialis derogat legi generalis, lex superiori derogat legi inferiori, yg diperlukan dalam menjamin kepastian hukum, dapat membingungkan ketika beberapa jenis peraturan sudah tercabut dengan azas tersebut 3 Kewenangan yang terbagi. Beberapa kewenangan dimiliki lembaga negara secara bersamaan dengan lembaga negara lain. Kerancuan timbul ketika wilayah kewenangan mulai ditafsirkan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lain 4

10 6. SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA NEGARA SEBAGAI AKIBAT SATU LEMBAGA NEGARA MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945 PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA Sengketa (dispute) itu dapat terjadi karena digunakannya kewenangan lembaga negara yang diperolehnya dari UUD 1945, dan kemudian dengan penggunaan kewenangan tersebut terjadi kerugian kewenangan konstitusional lembaga negara lain

11 Check : Pengawasan (control) To Check = menguji
Checks and Balances. Check : Pengawasan (control) To Check = menguji To Check = menunda, menghambat, mengerem Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang dilindungi konstitusi pemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersama Checks and balance hrs menyertai separation of powers utk mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan bergeraknya kekuasaan tidak terkordinasi sehingga tidak efektif.

12 Check : Pengawasan (control) To Check = menguji
Checks and Balances. Check : Pengawasan (control) To Check = menguji To Check = menunda, menghambat, mengerem Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang dilindungi konstitusi pemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersama Checks and balance hrs menyertai separation of powers utk mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan bergeraknya kekuasaan tidak terkordinasi sehingga tidak efektif.

13 Carl Schmitt: Konsekwensi Pemisahan Kekuasaan yang kaku (strict,complete)
Eksekutif tidak memiliki hak inisiatif UU Tidak dikenal persetujuan bersama dalam pembentukan undang-undang. Tidak mengenal delegasi kewenangan dalam legislasi kepada eksekutif. Eksekutif tidak mempunyai hak veto atas pembentukan UU sebagai kewenangan legislatif. Legislatif tidak mempunyai hak memberhentikan (impeachment) /kepala negara. Judikatif tidak mempunyai wewenang judicial review yang menjadi kewenangan legislatif. Oleh karenanya tidak dilakukan pemisahan kekuasaan secara kaku, melainkan cabang kekuasaan terhubungkan dan terkoordinasi

14 Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis
GRAPH 1 Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis

15 Lembaga Negara Menurut UUD 1945
GRAPH 2 Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Setelah di Amendemen UUD – 1945 MA Pasal 24 ayat (2) MK Pasal 24C (1) KJ Pasal 24B BPK Pasal 23E PRESIDEN Pasal 4 MPR Pasal 2 DPR Pasal 19 DPD Pasal 4 NOTE : MPR: MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 8.KJ:KOMISI YUDISIAL PRESIDEN Catatan: DPR: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KPU:KOMISI PEMILIHAN DPD: DEWAN PERWAKILAN DAERAH UMUM ? BPK: BADAN PEMERIKSA KEUANGAN MA: MAHKAMAH AGUNG MK: MAHKAMAH KONSTITUSI

16 LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
UUD 1945 BPK Presiden/ Wakil Presiden DPR MPR DPD MA MK KY Kementerian Negara badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman kpu bank sentral dewan pertimbangan TNI/POLRI PUSAT Lingkungan Peradilan PERWAKILAN BPK PROVINSI PEMDA PROVINSI DAERAH Umum KPD DPRD Agama Militer PEMDA KAB/KOTA TUN KPD DPRD LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 I

17 Majelis Permusyawaratan Rakyat.(MPR). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
lembaga negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD 1945 tetapi kewenangannya dirujuk akan diatur lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 maupun yang sekedar disebut saja,yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.(MPR). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Presiden. Wakil Presiden. Dewan Pertimbangan Presiden. Kementerian Negara. Duta. Konsul. Pemerintahan Daerah Propinsi, yang mencakup

18 Pemerintahan Daerah Kabupaten, yang mencakup Jabatan Bupati
Lanjutan Jabatan Gubernur. DPRD Propinsi Pemerintahan Daerah Kabupaten, yang mencakup Jabatan Bupati DPRD Kabupaten Pemerintahan Daerah Kota, yang mencakup Jabatan Walikota DPRD Kota. Komisi Pemilihan Umum)KPU), yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Bank Sentral, yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

19 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mahkamah Agung (MA)
lanjutan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Konstitusi (MK). Komisi Yudisial.(KY) Tentara Nasional Indonesia(TNI). Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemerintah Daerah Khusus atau istimewa. Kesatuan Masyarakat hukum adat (Jimly Asshidiqie SH, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press & PT Syaamil Cipta Media, 2006 hal 15.)

20 (8) Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian diadopsi sebagai syarat legal standing dalam pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, menetetapkan tiga syarat untuk legal standing tersebut yaitu : 1. Pemohon adalah lembaga negara yang menganggap kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain 2. Pemohon harus mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan 3. Termohon adalah lembaga negara yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, dan/atau merugikan pemoh

21 LEGAL STANDING - SENGKETA LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU MK
Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan Perorangan warga negara Indonesia Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 Ada kewenangan konstitusional yang dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon Pemohon harus memiliki kepentingan langsung dengan kewenangan yang dipersengketakan

22 LEGAL STANDING - SKLN - JURISPRUDENSI MK
Putusan MK Nomor 001/SKLN - II/2004 Putusan MK Nomor 002/SKLN – IV/2006 ……Bahwa KPU Kota Depok merupakan KPUD yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dalam hal ini UU Pemda. Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), menurut UU Pemda dan sebagaimana juga diakui oleh Pemohon, KPUD bukanlah bagian dari KPU yang dimaksudkan Pasal 22E UUD Dengan demikian, meskipun KPUD adalah lembaga negara, namun dalam penyelenggaraan Pilkada kewenangannya bukanlah kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 dan UUMK…………

23 9. Putusan MK Nomor 04/SKLN-IV/2006, menyatakan :
”Keseluruhan kewenangan tersebut diatur dalam undang-undang yang melaksanakan pasal 18, Pasal 18A dan pasal 18B UUD Pasal 18 ayat (6) adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dasar kepada pemerintahan daerah dan sekaligus juga perintah kepada pembuat undang-undang agar kewenangan tersebut tidak diabaikan dalam melaksanakan ketentuan pasal 18, pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945”

24 10. Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/ 2006 menentukan :
Lembaga Negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah : Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Presiden Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) . Pemerintahan Daerah (Pemda); atau Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

25 “Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”
11. Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 “Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan” Menteri Kehutanan adalah lembaga Negara, yang menjadi pembantu Presiden

26 12. Pasal 18 ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UUD 1945, mengatur sebagai berikut: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang di atur dengan undang-undang Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan

27 “Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah mempunyai hak:
13. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan “Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah mempunyai hak: a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahanya b. Memilih pimpinan daerah c. Mengelola aparatur daerah d. Mengelola kekayaan daerah e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainya yang berada di daerah g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah h. Mendapatkan hak lainya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. “

28 OTONOMI DAERAH Pasal 1 .5 UU 32/2004: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pasal 1.6 UU 32/2004 : “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

29 URUSAN PEMERINTAHAN Pasal 10 UU 32/2004 :
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan Pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Politik luar negeri Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter dan fiscal nasional; dan Agama.

30 TITIK SINGGUNG MK-PTUN
SATU KEPUTUSAN (BESCHIKKING) SEBAGAI HASIL PELAKSANAAN SATU WEWENANG MENURUT UUD 1945, MENYEBABKAN ADA TITIK SINGGUNG KEWENANGAN MK DAN PTUN, KRN SATU KEPUTUSAN TUN YANG INDIVIDUAL, KONKRIT DAN FINAL DIUJI OLEH PTUN, TETAPI SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YG MEMPEROLEH KEWENANGAN DR UUD 1945 MERUPAKAN KEWENANGAN MK; AKIBATNYA TERDAPAT PILIHAN FORUM DAN PILIHAN HUKUM BAGI PEMOHON.

31 LEGAL STANDING - SENGKETA LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU MK
Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan Perorangan warga negara Indonesia Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 Ada kewenangan konstitusional yang dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon Pemohon harus memiliki kepentingan langsung dengan kewenangan yang dipersengketakan

32 Mahkamah Agung Lembaga Negara Sebagai Pihak SKLN
Pasal 65 UU MK : “MA tidak dapat menjadi pihak dalam SKLN. Pasal 2 ayat (3) PMK 08/2006 : “MA tidak dapat menjadi pihak, baik sebagai Pemohon ataupun Termohon dalam sengketa kewenangan teknis peradilan. Pendirian ini lahir dari permohonan uji materi yang diajukan 31 Hakim Agung, yg substansi sesungguhnya dianggap sengketa kewenangan lembaga negara.

33 KETENTUAN HUKUM ACARA UMUM
PLENO DAN KORUM PIMPINAN PLENO PANEL SIDANG PEMERIKSAAN DAN PENGUCAPAN PUTUSAN TERBUKA UNTUK UMUM RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM (RPH) TERTUTUP

34 PEMERIKSAAN PENDAHULUAN. Pasal 11 (2) PMK 08/2006
Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan oleh Panel, sekurangnya 3 orang hakim; Dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya; Dalam hal ada permohonan putusan sela, pemeriksaan pendahuluan dihadiri Termohon;

35 Penarikan Permohonan Pasal 18 PMK 08/2006
1.Penarikan dpt dilakukan sebelum/selama pemeriksaan. 2.Apabila penarikan yg dilakukan setelah pemeriksaan, harus lebih dahulu mendengar keterangan termohon. 3. Permohonan penarikan dapat ditolak, dan pemeriksaan dilanjutkan.

36 Akibat hukum Penarikan Permohonan.(Pasal 19/PMK 08/2006)
Jika ditarik tdak dapat diajukan kembali dengan permohonan baru, kecuali apabila : Substansi sengketa memerlukan penyelesaian secara konstitusional; Tidak terdapat forum lain untuk menyelesaikan sengketa dimaksud; Ada kepentingan umum yang memerlukan kepastian hukum.

37 PUTUSAN SELA YG MENGHENTIKAN SEMENTARA PELAKSANAAN KEWENANGAN YG DISENGKETAKAN :
Dapat dijatuhkan apabila : 1. Terdapat kepentingan hukum yang mendesak yg, apabila pokok permohonan dikabulkan, dapat menimbulkan akibat hukum yg serius; 2. Kewenangan yg dipersoalkan bukan mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.

38 PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Putusan Akhir adalah putusan yg mengakhiri sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan kehadapan Mahkamah Konstitusi, sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir yang mengikat secara umum. Putusan Mahkamah atau putusan Pengadilan pada umumnya didefinisikan ”perbuatan hakim sebagai perjabat yang berwenang yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dibuat secara tertulis untuk mengakhiri sengketa yang dihadapkan kepadanya. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI  

39 Putusan Hakim Oleh karena sifatnya yang mengakhiri sengketa, maka putusan demikian disebut juga sebagai putusan akhir. M.P. Stein yang mengatakan : een vonnis dient men te verstaan de door de Rechters als bevoegd overheids orgaan verrichte rechtshandeling, strekkend tot beslissing van het aan hen voorgelegde geschill tussen partijen.(Compendium Van Het Burgerlijke Processrecht,4e druk, Kluwer, 1977 hal ).

40 KESIMPULAN 1. Sengketa kewenangan sebagai objectum litis MK, masih berkembang dinamis, dan pandangan yang baku tentang kewenangan harus secara rinci dan jelas diatur dalam UUD 45, boleh jadi berkembang secara dinamis karena kebutuhan forum untuk penyelesaian sengketa sebagai solusi nasional; 2. Pihak Pemohon(subjectum litis) yang hanya disebut dalam UUD dan kewenangannya kemudian dirumuskan lebih rinci dalam undang-undang, di masa depan sangat dimungkinkan, meski hanya Termohon yang memperoleh kewenangan dari UUD 1945; dipersoalkan penggunaan kewenangannya yg merugikan Termohon 3.Dengan karakter kewenangan berdasar peraturan perundang-undangan yang ada, sengketa kewenangan antara Pemerintahan daerah dengan Pemerintah Pusat menjadi sesuatu yang niscaya, yg menjadi kewenangan MK; .

41 Kesimpulan (Cont). 4. Hanya Aturan ttg SKLN yang mengatur secara tegas adanya kewenangan menjatuhkan Putusan sela. 5. Terdapat titik singgung antara kewenangan MK dengan Peradilan TUN, karena kewenangan yang dipersengketakan, menghasilkan keputusan TUN, sehingga terdapat pilihan forum (Choice of forum), bagi satu sengketa yang memiliki dua karakter.

42 Maruarar Siahaan Oleh Terima Kasih


Download ppt "SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google