Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BAB I Disusun Oleh : KELOMPOK 1 - INDRA RIZAL (30) - ACEP SYAHIDA (21)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BAB I Disusun Oleh : KELOMPOK 1 - INDRA RIZAL (30) - ACEP SYAHIDA (21)"— Transcript presentasi:

1 BAB I Disusun Oleh : KELOMPOK 1 - INDRA RIZAL (30) - ACEP SYAHIDA (21)
- ALI ALAMSYAH (12) Disusun Oleh :

2 Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga sumpah pemuda 1928 yang berbunyi: “kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoen-djoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada undang-undang dasar 1945 kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Namun, di samping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka diantara beratus-beratus bahasa nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu. Penting tidaknya suatu bahasa dapat didasari patokan: jumlah penutur luas penyebaran peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan pengungkap budaya. PERJUANGAN HIDUP DALAM MERAIH MIMPI-MIMPI

3 3. Peranannya Sebagai Sarana Ilmu, Seni Sastra, Dan Pengungkap Budaya
Jumlah Penutur Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, jumlah penuturnya mungkin tidak sebanyak bahasa Jawa atau bahasa Sunda. Akan tetapi, jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, kedudukannya dalam deretan jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama. 2. Luas Penyebaran Luas penyebaran jelas menempatkan bahasa Indonesia di baris depan. Sebagai bahasa setempat, bahasa itu dipakai orang di daerah pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau dan Bangka, serta di daerah pantai Kalimantan. Sebagai bahasa kedua, pemencarannya dapat disaksikan dari ujung barat sampai ke ujung timur dan dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri kita. 3. Peranannya Sebagai Sarana Ilmu, Seni Sastra, Dan Pengungkap Budaya Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah benar-benar menjadi satu-satunya wahana dalam penyampaian ilmu pengetahuan serta media untuk pengungkapan seni sastra dan budaya bagi semua warga Indonesia dengan latar belakang budaya serta bahasa daerah yang berbeda-beda. Arai adalah tokoh sentral dalam buku ini. Menjadi saudara angkat Ikal ketika kelas 3 SD saat ayahnya (satu-satunya anggota keluarga yang tersisa) meninggal dunia. Seseorang yang mampu melihat keindahan di balik sesuatu, sangat optimis dan selalu melihat suatu peristiwa dari kaca mata yang positif. Arai adalah sosok yang begitu spontan dan jenaka, seolah tak ada sesuatupun di dunia ini yang akan membuatnya sedih dan patah semangat. Ikal adalah anak kampung yang miskin yang dimiliki negara Jimbron, anak yatim piatu yang diasuh oleh seorang pastur Katolik bernama Geovanny. Laki-laki berwajah bayi dan bertubuh subur ini sangat polos. Segala hal tentang kuda adalah obsesinya, dan gagapnya berhubungan dengan sebuah peristiwa tragis yang memilukan yang dia alami ketika masih SD , dulu ayahnya sekarat di depan matanya maka ia membawa ayahnya dengan sepeda yang lajunya lama sampai di puskesmas ayahnya meninggal di depan matanya dan waktu ditanyai orang-orang di sudah terlanjur gagap karena terlalu banyak menangis sampai tersendat-sendat ia selalu berfikir jika saja waktu itu dia menaiki kuda pasti ayahnya tertolong. Jimbron adalah penyeimbang di antara Arai dan Ikal, kepolosan dan ketulusannya adalah sumber simpati dan kasih sayang dalam diri keduanya untuk menjaga dan melindunginya.

4 B. Ragam Bahasa Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut “bahasa Indonesia” karena masing-masing berbagi intisari bersama yang umum. Ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya kita masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun di samping itu kita dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesianya. Ragam yang ditinjau dari sudut pandangan penutur dapat diperinci menurut patokan: Daerah Pendidikan Sikap Penutur.

5 Ragam Bahasa Menurut Daerah
Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang mengenal luas selalu mengenal logat. Masing-masing dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur dialek yang daerahnya berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat laun logat itu dalam perkembangannya akan banyak berubah sehingga akhirnya dianggap bahasa yang berbeda. Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Normal Ragam bahasa menurut pendidikan normal, menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa Indonesia golongan yang kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya berpendidikan rendah. Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau penbacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain oleh umur dan kedudukan yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak disampaikannya, dan tujuan penyampaian informasinya.

6 Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat dirinci menjadi tiga macam: ragam dari sudut pandangan bidang atau pokok persoalan; ragam menurut sarannya; dan ragam yang mengalami pencampuran. Tiap penutur bahasa hidup dan bergerak dalam sejumlah lingkungan masyarakat yang adat istiadatnya atau tata cara pergaulannya dapat berbeda-beda. Perbedaan itu terwujud pula dalam pemakaian bahasa. Orang yang ingin turut serta dalam bidang tertentu atau ingin membicarakan pokok persoalan yang berkaitan dengan lingkungan itu harus memilih salah satu ragam yang dikuasainya dan yang cocok dengan bidang itu. Jumlah ragam yang dimilikinya agak terbatas karena bergantung pada luas pergaulan, pendidikan, profesi, kegemaran, dan pengalamannya. LATAR TEMPAT

7 C. Ciri Situasi Diaglosa
Situasi diaglosa dapat disaksikan di dalam masyarakat bahasa jika dua ragam pokok bahasa yang masing-masing memiliki berjenis subragam dipakai secara berdampingan untuk fungsi kemasyarakatan yang berbeda-beda. Ragam pokok yang satu, yang dapat dianggap dilapiskan diatas ragam pokok yang lain, merupakan sarana kepustakaan dan kesustraan yang muncul pada suatu masyarakat bahasa seperti halnya dengan bahasa Melayu untuk Indonesia dan Malaysia. Ragam pokok yang kedua tumbuh dalam berbagai rupa dialek rakyat. Ragam pokok yang pertama dapat disebut ragam tinggi dan ragam pokok yang kedua dapat dinamai ragam rendah. Di dalam situasi diaglosa terdapat tradisi yang mengutamakan studi gramatikal tentang ragam yang tinggi. Hal itu dapat dipahami jika diingat bahwa ragam itulah yang diajarkan dalam sistem persekolahan. Tradisi penulisan tata bahasa melayu, Malaysia, dan Indonesia membuktikan kecenderungan itu. Tradisi itulah yang meletakkan dasar dari usaha pembakuan bahasa. Norma ragam pokok yang tinggi di bidang ejaan, tata bahasa, dan kosakata dikodifikasi. Ragam yang rendah yang tidak mengenal kodifikasi itu menunjukan pekembangan ke arah keanekaan ejaan, variasi yang luas di dalam lafal, tata bahasa, dan kosa kata. NOVEL INI MENGGUNAKAN ALUR MAJU MUNDUR

8 D. Bahasa Baku Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahsa dunia pendidikan, merupakan pokok yang sudah agak banyak ditelaah orang. Ragam itu jugalah yang kaidah-kaidahnya paling lengkap diperikan jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Fungsinya sebagai tolok menghasilkan nama bahasa baku atau bahasa standar baginya. Ragam bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Kaidah pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan taat asas harus dapat menghasilkan bentuk perajin dan perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendikiaannya. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses pencendikiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa asing, harus dapat dilangsungkan lewat buku Bahasa Indonesia. Baku atau standar berpraanggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Itulah ciri ketiga ragam bahasa yang baku.

9 E. Fungsi Bahasa Baku Bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga diantaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif, yaitu : 1. Fungsi Pemersatu Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu. 2. Fungsi Pemberi Kekhasan Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku memperbedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur bahasa Indonesia.

10 3. Fungsi Pembawa Kewibawaan
Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri. Dapat juga dikatakan bahwa fungsi pembawa wibawa itu beralih dari pemilihan bahasa baku yang nyata kepemilikan bahasa yang berpotensi menjadi bahasa baku. Walaupun begitu, menurut pengalaman, sudah dapat disaksikan di beberapa tempat bahwa penutur yang mahir berbahasa Indonesia “dengan baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain. 4. Fungsi Sebagai Kerangka Acuan Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolok ukur bagi betul tidaknya pemakaian orang seorang atau golongan. Dengan demikian, penyimpangan dari norma dan kaidah dapat dinilai. Bahasa baku juga menjadi kerangka acuan bagi fungsi esestika bahasa yang tidak saja terbatas pada bidang susastra, tetapi juga mencakup segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya yang khas.

11 F. Bahasa yang Baik dan Benar
Jika sudah baku atau standar, baik yang diteapkan secara resmi lewat surat putusan pejabat pemerintah atau maklumat, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum dan yang wujudnya dapat kita saksikan pada praktik pengajaran bahasa kepada khalayak, maka dapat dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang tidak. Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Jika orang masih membedakan pendapat tentang benar tidaknya suatu bentuk bahasa, perbedaan paham itu menandakan tidak atau belum adanya bentuk baku yang mantap. Jika dipandang dari sudut itu, kita mungkin berhadapan dengan bahasa yang sama tatarannya sudah dibakukan; atau yang sebagaiannya sudah baku, sedangkan bagian yang lain masih dalam proses pembakuan; ataupun yang semua bagiannya belum atau tidak akan dibakukan.

12 Orang yang berhadapan dengan sejumlah lingkungan hidup harus memilih salah satu ragam yang cocok dengan situasi. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Oleh karena itu, anjuran agar kita “berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan mengikuti kaidah bahasa yang benar. Ungkapan “Bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu pada ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.


Download ppt "BAB I Disusun Oleh : KELOMPOK 1 - INDRA RIZAL (30) - ACEP SYAHIDA (21)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google