Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

LATAR BELAKANG PENERAPAN PENYUSUTAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "LATAR BELAKANG PENERAPAN PENYUSUTAN"— Transcript presentasi:

1 Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat

2 LATAR BELAKANG PENERAPAN PENYUSUTAN
Sesuai ketentuan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008: “penetapan nilai BMN dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)” Berdasarkan Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, khususnya Paragraf 52 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Berbasis Akrual Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap: “Aset Tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut dikurangi akumulasi penyusutan”

3 GAMBARAN MODUL PENYUSUTAN
Tujuan Ketentuan Umum Asumsi Masa Manfaat Formula Ketentuan Lain-lain Ilustrasi Kasus Penyajian dan Pengungkapan

4 TUJUAN MODUL PENYUSUTAN
Modul Penyusutan BMN Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat ini dimaksudkan sebagai pedoman atau acuan bagi entitas Pemerintah Pusat dalam melakukan penghitungan, penyajian dan pengungkapan penyusutan Aset Tetap sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat, sehingga penyusutan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, optimal, dan terintegrasi.

5 Ketentuan Umum (1) Penyusutan dilakukan atas aset tetap yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang dan Pengguna Barang. Penyusutan dilakukan oleh satker atas aset tetap berupa gedung dan bangunan; peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya berupa aset tetap renovasi dan alat musik modern. Aset tetap sebagaimana angka 2 (dua) di atas yang direklasifikasi menjadi Aset Lainnya dalam neraca disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap. Penyusutan Aset Tetap dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan dilakukan tanpa memperhitungkan adanya nilai residu.

6 Ketentuan Umum (2) Penghitungan dan pencatatan penyusutan Aset Tetap dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah dengan pembulatan hingga satuan Rupiah terkecil. Aset Tetap berupa Aset Tetap Renovasi yang memenuhi persyaratan kapitalisasi Aset Tetap, disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap. Aset Lainnya berupa Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle, disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap. Penyusutan Aset Tetap setiap semester disajikan sebagai akumulasi penyusutan di Neraca periode berjalan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual. Penyusutan Aset Tetap diakumulasikan setiap semester dan disajikan dalam akun Akumulasi Penyusutan sebagai pengurang nilai Aset Tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap di Neraca.

7 Ketentuan Umum (3) Pelaksanaan penyusutan dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: Penyusutan pertama kali Penyusutan pada saat terjadinya transaksi BMN Penyusutan yang dilakukan secara periodik

8 ASUMSI Asumsi yang digunakan dalam pengembangan aplikasi penyusutan:
Asumsi Penyusutan Pertama Kali Asumsi Penyusutan Periode Berjalan

9 ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI (1)
Aset Tetap yang diperoleh sebelum tanggal 1 Januari 2013, menggunakan nilai buku per 31 Desember 2012 sebagai nilai yang dapat disusutkan. Catatan : Asumsi ini tidak berlaku untuk Aset Tetap Renovasi Dalam hal terjadi perubahan nilai aset tetap sebagai akibat penambahan atau pengurangan kuantitas dan/atau nilai Aset Tetap, maka penambahan atau pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan. Aset Tetap yang hanya dapat dipergunakan bersamaan dengan Aset Tetap lain sehingga dicatat dan dibukukan secara berkelompok, penghitungan dan pencatatan penyusutan Aset Tetap juga dilakukan secara berkelompok.

10 ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI (2)
Aset Tetap yang sebelumnya dicatat secara berkelompok dan akan dicatat secara tersendiri, nilai akumulasi penyusutan Aset Tetap-nya dialokasikan secara proporsional berdasarkan nilai masing-masing Aset Tetap. Aset Tetap yang diperoleh sebelum diberlakukannya penyusutan Aset Tetap, dikenakan koreksi penyusutan Aset Tetap sebagai berikut: Aset Tetap yang dilakukan Inventarisasi dan Penilaian dalam rangka penyusunan neraca awal pemerintah pusat, dikenakan koreksi penyusutan terhitung mulai perolehan Aset Tetap. Aset Tetap yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal pemerintah pusat, dikenakan koreksi penyusutan terhitung mulai perolehan Aset Tetap.

11 ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI (3)
Koreksi penyusutan Aset Tetap diperhitungkan sampai dengan satu semester sebelum diberlakukannya penyusutan. Koreksi penyusutan Aset Tetap diperhitungkan sebagai penambah nilai akun Akumulasi Penyusutan dan pengurang nilai ekuitas pada neraca. Koreksi penyusutan Aset Tetap diperhitungkan sebagai koreksi saldo awal periode berjalan. Koreksi penyusutan Aset Tetap,dikecualikan untuk Aset Tetap yang sudah dihapuskan pada akhir semester diberlakukannya penyusutan Aset Tetap. Seluruh Aset Tetap telah diinput dalam Aplikasi SIMAK BMN. Seluruh Aset Tetap yang diperoleh sebelum 2004 telah dilakukan Inventarisasi dan Penilaian.

12 ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI (4)
Pada tahun pertama penyusutan, terdapat kemungkinan bahwa masa manfaat aset sudah habis. Masa manfaat Aset Tetap dihitung sejak tahun perolehan. Pengembangan nilai aset yang dikapitalisasi tidak berdampak pada perubahan masa manfaat. Dalam hal masa penyusutan habis, maka nilai yang dapat disusutkan adalah sebesar nilai yang tersisa.

13 ASUMSI PENYUSUTAN PERIODE BERJALAN (1)
Nilai dasar penyusutan didasarkan pada nilai buku semesteran dan tahunan. Dalam hal terjadi perubahan nilai aset tetap sebagai akibat penambahan atau pengurangan kuantitas dan/atau nilai Aset Tetap, maka penambahan atau pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan. Pengembangan nilai aset yang dikapitalisasi dapat berdampak sebagai berikut: Menambah masa manfaat aset tetap sebagaimana Tabel Masa Manfaat II. Tidak menambah masa manfaat.

14 ASUMSI PENYUSUTAN PERIODE BERJALAN (2)
Persentase penambahan masa manfaat didapat dari perbandingan antara realisasi pengembangan nilai aset dibandingkan dengan nilai buku aset sampai dengan dilakukannya pengembangan nilai aset diluar nilai akumulasi penyusutan. Akumulasi sisa masa manfaat dan penambahan masa manfaat sebagaimana dampak atas pengembangan nilai aset yang menambah umur ekonomis, tidak dapat melebihi Tabel Masa Manfaat I. Penambahan masa manfaat sebagai dampak dari pengembangan nilai aset atas Aset Tetap yang sudah habis masa manfaatnya, diperhitungkan pada akhir periode penyusutan berikutnya.

15 ASUMSI PENYUSUTAN PERIODE BERJALAN (3)
Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan telah diusulkan penghapusannya kepada Pengelola Barang tidak disusutkan. Aset Tetap yang hilang dan telah diusulkan penghapusannya kepada Pengelola Barang tidak disusutkan. Memungkinkan terjadi perubahan nilai yang disusutkan. Memungkinkan terjadi perubahan masa manfaat.

16 DEFINISI MASA MANFAAT Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010, definisi masa manfaat adalah: Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik

17 PEDOMAN PENETAPAN MASA MANFAAT
Pedoman penetapan Masa Manfaat tertuang dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan nomor 59/KMK.6/2013 tentang Tabel Masa Manfaat Dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat. Tabel Masa Manfaat I : merupakan tabel Masa Manfaat atas Aset Tetap untuk tahun pertama diterapkannya penyusutan. Untuk tahun kedua dan selanjutnya, tabel ini berlaku untuk seluruh Aset Tetap perolehan baru. Tabel Masa Manfaat II : merupakan tabel Masa Manfaat atas Perbaikan terhadap Aset Tetap yang menambah masa manfaat suatu Aset Tetap. Perbaikan dimaksud mencakup : renovasi, restorasi dan overhaul.

18 FORMULA PENYUSUTAN Metode yang digunakan dalam melakukan penghitungan penyusutan Aset Tetap adalah Garis Lurus. Penyusutan per Periode = Nilai Yang Dapat Disusutkan Masa Manfaat

19 KETENTUAN LAIN-LAIN Kriteria Data BMN bermasalah:
BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (1) Kriteria Data BMN bermasalah: BMN dengan kuantitas kurang dari 0, tetapi memiliki nilai Rp0; BMN dengan kuantitas kurang dari 0 dan memiliki nilai kurang dari Rp0; BMN dengan kuantitas kurang dari 0, tetapi memiliki nilai lebih dari Rp0; BMN dengan kuantitas 0, tetapi memiliki nilai kurang dari Rp0; BMN dengan kuantitas 0, tetapi memiliki nilai lebih dari Rp0; BMN dengan kuantitas lebih dari 0, tetapi memiliki nilai kurang dari Rp0; BMN dengan kuantitas lebih dari 0, tetapi memiliki nilai Rp0; BMN dengan tanggal perolehan kosong; BMN dengan kodefikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan PMK 29/2010; BMN dengan kodefikasi kurang dari 10 digit.

20 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (2) Melakukan konfirmasi pada aplikasi Migrasi Data SIMAK BMN dan Penyusutan Pertama kali, atas data BMN dengan kuantitas dan nilai yang tidak wajar. Melakukan reklasifikasi data BMN tersebut ke dalam Daftar Normalisasi Data Barang Milik Negara. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak dicantumkannya BMN tersebut di dalam Laporan Barang Kuasa Pengguna, Posisi BMN di Neraca, dan Buku Barang. Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas dilakukan dengan menggunakan jenis transaksi koreksi normalisasi atas Aset Tetap (209) dan koreksi normalisasi atas Aset Lain-lain (299).

21 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (3) Setelah melakukan reklasifikasi data BMN, satker diharuskan melakukan beberapa hal sebagai berikut: Menelusuri keberadaan fisik BMN tersebut. Dalam hal secara fisik keberadaan BMN tersebut ada, maka satker diharuskan melakukan pencatatan atas BMN tersebut pada Aplikasi SIMAK BMN melalui menu Transaksi BMN, sub menu Saldo Awal BMN (jenis transaksi 100). Dalam hal secara fisik keberadaan BMN tersebut tidak ada, maka satker diharuskan membuat surat keterangan yang menyatakan bahwa telah terjadi kesalahan dalam membukukan BMN tersebut di dalam SIMAK-BMN. Surat keterangan tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai Kode BMN, Uraian BMN, Nomor Urut Pendaftaran/Nomor Aset, Kuantitas BMN, dan Nilai BMN. Melakukan pengungkapan di dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara.

22 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (4) Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas tidak menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan Daftar Normalisasi Data Barang Milik Negara dan Laporan Normalisasi Data Barang Milik Negara, serta mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi sebagaimana angka 2 (dua) di atas.

23 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (5)

24 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kondisi Rusak Berat (1)
Pada saat suatu BMN diketahui kondisinya rusak, satker segera melakukan perubahan kondisi BMN dengan menerbitkan surat keterangan atas kondisi BMN tersebut. Satker mengusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Setelah melakukan pengusulan kepada Pengelola Barang, selanjutnya satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam Daftar Barang Rusak Berat. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak dicantumkannya BMN tersebut di dalam Laporan Barang Kuasa Pengguna, Posisi BMN di Neraca, dan Buku Barang.

25 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kondisi Rusak Berat (2)
Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 3 (tiga) di atas tidak menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan Daftar Barang Rusak Berat dan Laporan Barang Rusak Berat, serta mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi sebagaimana angka 3 (tiga) di atas.

26 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN Dengan Kondisi Rusak Berat (3)

27 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN yang Dinyatakan Hilang (1)
Pada saat suatu BMN dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah, satker mengusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Setelah melakukan pengusulan kepada Pengelola Barang, selanjutnya satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam Daftar Barang Hilang. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak dicantumkannya BMN tersebut di dalam Laporan Barang Kuasa Pengguna, Posisi BMN di Neraca, dan Buku Barang. Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas tidak menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan Daftar Barang Hilang dan Laporan Barang Hilang, serta mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas Laporan Keuangan.

28 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN yang Dinyatakan Hilang (2)
Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi sebagaimana angka 2 (dua) di atas. Dalam hal BMN berupa Aset Tetap yang dinyatakan hilang diketemukan kembali, dilakukan pencatatan sebagaimana perolehan BMN, yaitu: Dicatat sebagai transaksi perolehannya apabila diperoleh pada tahun anggaran berjalan. Dicatat sebagai transaksi saldo awal apabila diperoleh sebelum tahun anggaran berjalan.

29 KETENTUAN LAIN-LAIN BMN yang Dinyatakan Hilang (3)

30 KETENTUAN LAIN-LAIN Aset Tetap Renovasi (1) ATR merupakan renovasi atas aset tetap yang tidak terdaftar dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna satuan kerja tersebut, melainkan terdaftar dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna satuan kerja lain atau milik satuan kerja perangkat daerah yang memenuhi persyaratan kapitalisasi aset tetap Adanya perbedaan karakteristik antara ATR dengan Aset Tetap secara umum mengakibatkan perlunya penambahan/pembedaan asumsi atas penyusutan ATR

31 KETENTUAN LAIN-LAIN Aset Tetap Renovasi (2)
ATR yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2012 diasumsikan tidak memiliki masa manfaat. ATR yang diperoleh setelah 31 Desember 2012 dan menambah masa manfaat aset tetap induk. ATR yang menambah masa manfaat disusutkan sebagaimana layaknya aset tetap. Sebelum proses serah terima ATR kepada K/L dengan Aset Tetap induk dilakukan, penyusutan ATR yang menambah masa manfaat di hitung tersendiri di satker yang bersangkutan. Serah terima ATR yang menambah masa manfaat kepada K/L dengan Aset Tetap induk dituangkan dalam bentuk Berita Acara Serah Terima (BAST). BAST minimal harus menyajikan informasi tanggal perolehan ATR, nilai buku ATR, sisa masa manfaat ATR dan tanggal penyerahan ATR.

32 KETENTUAN LAIN-LAIN Aset Tetap Renovasi (3)
Pada saat ATR yang menambah masa manfaat diserahterimakan, sisa masa manfaat ATR dan nilai buku ATR diperhitungkan ke dalam Aset Tetap induk, terhitung sejak tanggal penyerahan. Apabila ATR diserahkan pada saat nilai buku 0 maka tidak ada penyesuaian masa manfaat di Aset Tetap induk. ATR yang diperoleh setelah 31 Desember 2012 dan tidak menambah masa manfaat Aset Tetap induk. ATR yang tidak menambah masa manfaat tidak disusutkan. serah terima ATR yang tidak menambah masa manfaat kepada K/L dengan Aset Tetap induk dituangkan dalam bentuk BAST. BAST minimal harus menyajikan informasi tanggal perolehan ATR, nilai ATR, dan tanggal penyerahan ATR.

33 KETENTUAN LAIN-LAIN Aset Tetap Renovasi (4)
pada saat penyerahan ATR yang tidak menambah masa manfaat ke Aset Tetap induk, maka nilai ATR akan menambah nilai Aset Tetap induk dan disusutkan sesuai sisa umur masa manfaat Aset Tetap induk dengan penyesuaian akumulasi penyusutan sebesar masa manfaat yang telah dikonsumsi sejak tanggal perolehan ATR sampai dengan tanggal penyerahan ATR ke Aset Tetap induk.  informasi penyesuaian akumulasi penyusutan akibat penambahan nilai ATR yang tidak menambah masa manfaat terhadap Aset Tetap induk dijelaskan ke dalam Catatan Ringkas Barang dan Catatan Atas Laporan Keuangan pada saat akhir periode serah terima dilakukan. tanggal perolehan ATR yang tidak menambah masa manfaat adalah tanggal dimana serah terima dari pihak ke-3 dilakukan. Selanjutnya Aset Tetap induk disusutkan secara normal. Dalam hal saat serah terima Aset Tetap induk = 0, maka nilai ATR nya akan langsung disusutkan hingga 0 pada periode serah terima.

34 KETENTUAN LAIN-LAIN Transfer BMN (1)
Transfer BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satu satker ke satker lainnya dimana kedua satker tersebut merupakan entitas Pemerintah Pusat. Satker Pemberi Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima BMN. Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan dengan cara menghapus nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Serah terima BMN dilengkapi dengan serah terima Arsip Data Komputer atas BMN yang ditransfer keluar. Arsip Data Komputer merupakan output SIMAK-BMN yang memuat informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi penyusutan atas BMN tersebut.

35 KETENTUAN LAIN-LAIN Transfer BMN (2) Satker Penerima
Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima BMN. Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal perolehan awal satker pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar masa manfaat aset dapat diukur berdasarkan perolehan awalnya. Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal Berita Acara Serah Terima BMN. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara melakukan proses terima Arsip Data Komputer atas BMN yang diterima. Arsip Data Komputer merupakan output SIMAK-BMN yang memuat informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi penyusutan atas BMN tersebut.

36 KETENTUAN LAIN-LAIN Hibah BMN (1)
Hibah BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satker (entitas pemerintah pusat) ke unit lainnya dimana unit lainnya tersebut bukan merupakan entitas Pemerintah Pusat. Entitas Pemerintah Pusat sebagai Pemberi Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima BMN. Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan dengan cara menghapus nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya.

37 KETENTUAN LAIN-LAIN Hibah BMN (2)
Entitas Pemerintah Pusat sebagai Penerima Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima BMN. Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal perolehan awal unit pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar masa manfaat aset dapat diukur berdasarkan perolehan awalnya. Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal Berita Acara Serah Terima BMN. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Akumulasi penyusutan atas BMN yang diperoleh dari Hibah dihitung secara otomatis oleh Aplikasi SIMAK-BMN pada saat satker melakukan pencatatan BMN.


Download ppt "LATAR BELAKANG PENERAPAN PENYUSUTAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google