Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA"— Transcript presentasi:

1 KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
Oleh: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) MATERI DISAMPAIKAN PADA ACARA CERAMAH PENINGKATAN PENGETAHUAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Jumat, 27 Agustus 2010

2 PIDANA Nestapa/derita
Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui pengadilan) Dikenakan pada seseorang Yang secara sah telah melanggar hukum pidana Melalui proses peradilan pidana

3 Pidana sebagai pranata sosial
Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma2 yang berlaku Mencerminkan nilai & struktur masyarakat Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap ‘hati nurani bersama’ Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu Selalu berupa konsekwensi yang menderitakan, atau setidaknya tidak menyenangkan.

4 Pengertian Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :
Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman dan sistem tindakan yang memuat: Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan; Beratnya sanksi itu; Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku; Perumusannya dalam aturan pidana; Cara sanksi itu dilakukan; Tempat sanksi itu dijalankan;

5 Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana
Merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; Diberikan dengan sengaja oleh badan yang memiliki kekuasaan (berwenang); Dikenakan pada seseorang penanggung jawab peristiwa pidana menurut UU (orang memenuhi rumusan delik/pasal). (Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)

6 PEMIDANAAN Penjatuhan Pidana/sentencing : Upaya yang sah
Yang dilandasi oleh hukum Untuk mengenakan nestapa penderitaan Pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana Terbukti secara sah dan meyakinkan Bersalah melakukan suatu tindak pidana.

7 Dasar-Dasar Hukuman : Hukum pidana sebagai suatu sanksi yang bersifat istimewa: terkadang dikatakan melanggar HAM  melakukan perampasan terhadap harta kekayaan (pidana denda), pembatasan kebebasan bergerak/ kemerdekaan orang (pidana kurungan/penjara) dan perampasan terhadap nyawa (hukuman mati). Merupakan Ultimum Remedium (senjata pamungkas, jalan terakhir, jalan satu-satunya/tiada jalan lain).

8 Teori-Teori Pemidanaan/ Tujuan Pemidanaan menurut doktrin
TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan (lex talionis): Hukuman adalah sesuatu yang harus ada sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan; Orang yang salah harus dihukum (E. Kant, Hegel, Leo Polak).

9 Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)
Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu, bukan hanya sekedar sebagai pembalasan: Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i, seyogyanya : Hukuman bersifat memperbaiki/merehabilitasi  orang yang “sakit moral” harus diobati. Tekanan pada treatment/pembinaan. Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan. Anti punishment, model medis.

10 Prevensi: hukuman dijatuhkan utk pencegahan
Prevensi Umum : sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak meniru perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan. Prevensi Khusus: Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan lain. Deterrence : menakut/nakuti – serupa dengan prevensi Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada umumnya terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut dan tidak mengalami kejahatan

11 Teori Gabungan : Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi) retributive/pembalasan dan relative/tujuan. Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan untuk: Pembalasan, membuat pelaku menderita Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana Merehabilitasi Pelaku Melindungi Masyarakat.

12 Retributive Justice Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan Restorative Justice : Keadilan yang merestorasi  pelaku harus mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang seimbang bagi pelaku namun juga memperhatikan keadilan bagi korban.

13 Tujuan Pemidanaan : Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun 2008:
Prevensi umum, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman kepada masyarakat Rehabilitasi & Resosialisasi, memasyarakatkan terpidana, dengan melakukan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. Supaya mereka bisa kembali ke masyarakat ( LP = Lembaga Pemasyarakatan): ” Mereka bukan penjahat, hanya tersesat, masih ada waktu untuk bertobat .. ”

14 Tujuan Pemidanaan Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai Membebaskan rasa bersalah pada terpidana Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan dan merendahkanmartabat manusia (CAT ... ) Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum memiliki Sentencing Guidelines (pedoman yang memuat tentang pemidanaan), tp sudah dirumuskan dalam Pasal 55 R-KUHP 2008.

15 Jenis - Jenis KUHP (UU No. 1/1946) Pidana R-KUHP (2008)
Bab II Buku I Pasal 10 Bab III Buku I Pasal 65 Hukuman/Pidana Pokok : Hukuman mati (death penalty/capital punisment) Hukuman penjara Hukuman kurungan Hukuman denda Hukuman tutupan (khusus utk perbuatan yang patut dihormati)  UU No. 20/1946 B.Hukuman/Pidana Tambahan: Pencabutan hak-hak tertentu Perampasan barang-barang tertentu Pengumuman putusan hakim A. Pidana Pokok : Pidana penjara Pidana tutupan Pidana pengawasan Pidana denda Pidana kerja sosial B. Pidana Tambahan : Perampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan 3.Pengumuman putusan hakim 4. Pembayaran ganti kerugian 5. Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat

16 Catatan Lihat juga Pasal 14a KUHP : (reclassering/lembaga yg mengawasi  BAPAS, Balai Pemasyarakatan) penghukuman/pidana bersyarat/pidana percobaan, dan pelepasan bersyarat. Larangan Kumulasi hukuman, mis. melakukan pencurian, pemerkosaan dan pembunuhan lalu mayat korban dibuang. Ancaman pidananya mengikuti prinsip gabungan tindak pidana Sistem penjatuhan pidana: stelsel kumulasi murni, stelsel kumulasi terbatas, absorsi murni, absorsi yang dipertajam.

17 R-KUHP Pasal 66 dan 87 : pidana mati bersifat khusus, diancamkan secara alternatif diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Dan dijatuhkan sbg upaya terakhir utk mengayomi masyarakat Pasal 101dan psl. 129/ps.132 : Double track system : individualisasi hukuman, orang yang dalam situasi/kondisi tertentu dapat dijatuhi tindakan : Penempatan di RSJ, bagi orang yang tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya cacat pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit (psl. 44 ayat 2 KUHPTindak pidana yang dilakukan oleh anak yg masih di bawah umur.Berdasarkan UU 3/1997 dan RKUHP, anak yg dpt dipidana adlh yg berusia thn. Psl KUHP diganti dengan pasal2 dalam UU No.3/1997 : dikembalikan pada orang tuanya, diserahkan pada negara utk dididik, atau diserahkan pada Dep.Sos, organisasi sosial

18 HUKUMAN/PIDANA MATI Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP
Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman mati: A. Dalam KUHP : Pembunuhan berencana Kejahatan terhadap keamanan negara Pencurian dengan pemberatan Pemerasan dengan pemberatan Pembajakan di laut dengan pemberatan. B. Di luar KUHP : Terorisme Narkoba Korupsi Pelanggaran HAM Berat : kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida yang dilakukan secara meluas dan sistematis.

19 PIDANA PENJARA Psl. 12 KUHP :
Hukuman penjara lamanya seumur hidup atau sementara/ pidana penjara dilakukan dalam jangka waktu tertentu ( min 1 hari – selama2nya 15 thn atau dpt dijatuhkan selama 20 thn, tp tdk boleh lebih dr 20 thn).

20 PIDANA PENJARA Pidana bersyarat (ps. 14 a-14 f KUHP): Bila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 1 tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusan dapat memerintahkan untuk tidak menjalani pidana tersebut; kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yg menentukan lain, karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaannya selesai atau tidak memenuhi syarat-syarat khusus yg ditentukan.

21 PIDANA PENJARA Boleh saling berinteraksi.
Pelepasan bersyarat (PB – reclassering), jika telah menempuh 2/3 dr hukumannya. Meskipun hukuman penjara dilakukan bersama2 tp tetap ada pemisahan mutlak : Laki-laki dan perempuan Orang dewasa dan anak di bawah umur Org yg dihukum/ tahanan - org yg dihukum krn upaya preventif Orang militer dan org sipil.

22 PIDANA KURUNGAN Dilaksanakan di penjara, tp lebih bebas, ada hak pistole  fasilitas lebih. Pidana bersyarat/hukuman percobaan (ps. 14a KUHP) Pelepasan bersyarat (ps. 15 KUHP). PIDANA TUTUPAN UU No. 20/1946 Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn mempertimbangkan bhw perbuatan yg dilakukan didasari oleh suatu motivasi yg patut dihormati/dihargai. Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh membawa dan menikmati: buku bacaan, radio/tape. 1 yurisprudensi di Jogja

23 PIDANA DENDA Pasal 30 ayat (1) KUHP
Dgn adanya pidana denda seringkali penerapan Hukum Pidana menjadi kabur krn pidana denda dianggap bukan pidana karena pelaku td ada di LP Kontroversi nilai mata uang

24 Pidana Denda Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn pidana kurungan
Kurungan pengganti denda: Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan Bila ada pemberatan denda, maka kurungan pengganti denda dapat menjadi 8 bulan

25 Pidana Tambahan Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP
Perampasan barang: berupa barang yg diperoleh dr kejahatan atau yg sengaja digunakan utk melakukan kejahatan  Ps. 39 KUHP Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43 KUHP

26 Tindakan Juga merupakan sanksi pidana
Tujuannya lebih bersifat menolong terpidana Menurut KUHP: penempatan org di RSJ (rehabilitasi) Untuk anak2: (menurut UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak)

27 PERUMUSAN ANCAMAN HUKUMAN
TUNGGAL; (PENJARA) ALTERNATIF; (PENJARA ATAU DENDA) KUMULASI; (PENJARA DAN DENDA) KUMULASI ALTERNATIF. (PENJARA DAN ATAU DENDA) TERGANTUNG SIAPA SUBYEK HUKUM: ORANG; BADAN HUKUM/UMUM

28 PEMIKIRAN BARU (R. KUHP)
KETIDAK PERCAYAAN TERHADAP KEBERHASILAN “PENJARA” SEBAGAI SALAH SATU BENTUK HUKUMAN / SANKSI “ABOLISIONIS”; “ NEGARA TANPA PENJARA ” TIDAK BERHASILNYA PENCIPTAAN “DETERRENCE” EFEK MENAKUTKAN PREVENCI UMUM DAN KHUSUS. TIDAK MEWAKILI KEPERLUAN KORBAN/MASYARAKAT

29 HARUS ADA UPAYA “BARU” !!! DENGAN PRINSIP:
1. INDIVIDUALISASI PEMIDANAAN, MENGHINDARI “PENSAMAAN “ HUKUMAN UNTUK SEMUA BENTUK TINDAK PIDANA DAN UNTUK SEMUA PELAKU TINDAK PIDANA. “PENJARA” adalah ancaman hukum untuk semua tindak pidana (semua perkara) dan pelakunya” adalah salah

30 “NEGARA TANPA PENJARA”
Pemikiran Islam 1. Tindakan Pidana yang diancam dengan hukuman tertentu dan mutlak (al-Hudud) yang mencakup kejahatan-kejahatan berat seperti : Hubungan seks yang tidak legal (zina), menuduh orang berzina (qazf), meminum benda-benda yang memabukkan (syurb al-khamr), pencurian (sariqah), perampokan yang disertai dengan pembunuhan (hirabat), merekayasa huru-hara/subversi (al-baghyu) dan murtad dari agama Islam (riddah).

31 Kelompok pertama ini merupakan kejahatan berat yang mengganggu ketertiban umum dan ketenangan dalam masyarakat. Karenanya, dikategorikan sebagai hak Allah SWT. Artinya, jika kasus di atas telah terpenuhi persyaratannya secara lengkap, maka hakim tidak berhak merubah hukuman yang telah ditetapkan. Tetapi jika persyaratan yang diminta tidak terpenuhi, maka hakim tidak boleh menerapkan hukuman hudud. Umpamanya empat orang saksi yang harus menyaksikan langsung kasus perzinahan, jika tidak terpenuhi (misalnya kurang satu orang), maka hukum had tidak dapat diterapkan.

32 2. Tindakan Pidana yang diancam dengan hukuman pembalasan setimpal (al-Qishash) dan ganti rugi (ad-Diyat). Kelompok kedua ini agak berbeda dari yang pertama, karena di sini terdapat perpaduan antara hak Allah dan hak manusia. Contohnya dalam masalah pembunuhan. Hukuman yang pertama adalah qishash dengan menjatuhkan hukuman mati bagi si pembunuh setelah terbukti dan terpenuhi syarat-syaratnya. Tetapi dalam keadaan ahli waris si terbunuh memberikan maaf, maka hukuman alternatif adalah membayar diyat (sejenis ganti rugi) yang besarnya seratus ekor unta, atau dua ratus ekor sapi. Inilah yang dimaksud dengan perpaduan hak Allah dan hak manusia.

33 3. Tindakan Pidana yang hukumannya diserahkan kepada keputusan hakim (at-Ta’zir)
Misalnya : berduaan dengan lawan jenis yang tidak halal, merugikan harga diri/kehormatan orang lain, dan berbagai pelanggaran hukum lainnya.

34 Hukuman mati 1. perbuatan zina, 2. perampokan dan subversi,
3. pembunuhan (menghilangkan nyawa orang lain) dalam hal tidak mendapat kemaafan dari ahli waris, 4. pengkhianatan terhadap agama (murtad).

35 ALTERNATIF SANKSI PIDANA KERJA SOSIAL (TINDAK PIDANA DENGAN ANCAMAN ATAU PENJATUHAN HUKUMAN TERTENTU); PEMENUHAN KEWAJIBAN ADAT SETEMPAT (MH); PEMBAYARAN KERUGIAN KEPADA KORBAN ATAU AHLI WARISNYA; KEWAJIBAN “PERBAIKAN/PENGGANTIAN” AKIBAT DARI TINDAK PIDANA

36 TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNYA


Download ppt "KETENTUAN PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google