Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Latar Historis “Development”

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Latar Historis “Development”"— Transcript presentasi:

1 Latar Historis “Development”
Lata maksud pembangunannya pasca PD II melalui 4 (empat) isu pokok Pertumbuhan akumulasi kapital transformasi struktural, dan peran pemerintah.

2 Keempat isu ini merupakan tema dasar yang menjadi kajian penting dan utama dalam evolusi pemikiran pembangunan generasi pertama ( ). Mengapa dan apa logika keempat isu utama terwebut? Pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi ditandai oleh peningkatan pendapatan per kapita (Growth National Product, GNP). Agar dapat tumbuh dengan baik, diperlukan persyaratan adanya akumulasi kapital (modal) dan ini hanya bisa dicapai melalui investasi.

3 Industrialisasi merupakan salah satu cara mengumpulkan modal dan investasi utama
Konsep berpikir pembangunan seperti itu, seiring dengan para pemikir pembangunan mazhab ekonomi neoklasik dan strukturalis seperti Paul Rosestein-Rodan (1944), Ragnar Nurkse (1952), Arthur Lewis (1955), dan Irma Adelman (1961) bahwa “capital accumulation, investment, and well-designed industrialization are the very crucial components to accelerate development.”

4 Ketiga unsur tersebut merupakan kekuatan pendorong utama, yang dapat menggerakkan proses transformasi struktural. Proses ini mengandaikan adanya lompatan pembangunan yang semula berbasis pertanian ke pembangunan yang berbasis industri. Industrialisasi akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, yang menjadi salah satu elemen vital dalam proses produksi. Bila proses produksi berjalan baik, maka pendapatan nasional pun akan meningkat.

5 Konsep pembangunan dengan 4 isu utama di atas, harus diakui telah menciptakan perubahan penting menuju tahapan moderninasi sebagai titik lompatan menuju kehidupan yang maju, sejahtera dan modern. Namun, pilihan paradigma pembangunan yang dirumuskan oleh generasi pertama tersebut menuai banyak kritik tajam, sebab paradigma pembangunan tsb sangat problematik bagi masyarakat kebanyakan.

6 Kritik ini diapresiasi dengan sangat baik oleh para pemikir pembangunan generasi berikutnya (1975-sekarang), yang kemudian lebih memusatkan perhatian pada empat isu fundamental yaitu: (i) distribusi pendapatan, (ii) ketidakadilan, (iii) kemiskinan, dan (iv) kebebasan dan demokrasi. Dudley Seers dalam The Meaning of Development (1969) secara tegas menggugat fenomena terjadinya distorsi pembangunan tersebut melalui apa yang ia sebut dengan “the growth fetishism of development theory.”

7 Ia menyatakan bahwa makna paling hakiki pembangunan itu bukan semata peningkatan pendapatan per kapita, melainkan pemerataan distribusi pendapatan, penurunan pengangguran, pembebasan kemiskinan, dan penghapusan ketidakadilan. Keempat hal ini dinilainya jauh lebih penting dan mendasar dalam proses pembangunan, karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

8 Model pembangunan yang terlalu mengedepankan pertumbuhan adalah tidak fair dan tidak adil bagi kelas menangah ke bawah yang semestinya menjadi sasaran utama pembangunan. Yang terjadi justri polarisasi sosial. Sejarah menunjukkan, kesenjangan ekonomi yang tajam justru menjadi faktor pemicu munculnya kekacauan sosial akibat gerakan protes, pertikaian etnis, dan konflik kelas yang sulit dikendalikan. Meksiko dan Brazil di Amerika Latin, Rwanda dan Burundi di Afrika, serta India, Sri Lanka, dan tentu saja Indonesia di Asia adalah sebagian dari contoh empirik yang memberi pelajaran berharga.

9 Para pengritik teori pembangunan ini kemudian memperhatikan dengan isu-isu baru, yakni isu kebebasan dan demokrasi politik (Lipset 1959, Diamond & Linz 1995, Amartya Sen 1999, Przeworzki & Alvarez 2000, dan Meier & Stiglitz 2002). Para ahli ini berargumen, selain pertumbuhan, peningkatan pendapatan nasional, dan akumulasi kapital, pembangunan harus mampu mengantarkan suatu bangsa mencapai kehidupan politik yang bebas dan demokratis, yang tercermin pada adanya pengakuan apa yang disebut civil rights and political liberty.

10 Semua itu diperlukan untuk menjamin keamanan sosial dan memelihara stabilitas politik. Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, meringkas keseluruhan pandangan para pemikir pembangunan generasi kedua itu dalam rumusan yang padat: "development requires the removal of major sources of unfreedom: poverty as well as tyranny, poor economic opportunities as well as systematic social deprivation, neglect of public facilities as well as intolerance or overactivity of repressive states.”

11 Sejak itu, teori pembangunan telah menjadi mainstream dan teori yang paling dominan mengenai perubahan sosial. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial meruapakan fenomena yang luar biasa, karena sebuah gagasan dan teori begitu mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global, terutama di bagian dunia yang disebut sebagai ”dunia ketiga”. Gagasan dan teori pembangunan mirip ”agama baru” yang menjanjikan harapan baru untuk memecahakan masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan bagi berjuta-juta rakyat di dunia ketiga.

12 Kata ’pembangunan’ menjadi diskursus yang dominan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, terutama bila dikaitkan dengan munculnya rezim pemerintahan. Dalam konteks Indonesia, rezim Orde Baru, kata pembangunan sangat erat kaitannya dengan discourse development yang dikembangkan oleh negara-negara Barat.

13 Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya.

14 Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II.

15 Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan di banyak negara berkembang. Atas nama modernisasi, banyak negara barat memberikan. berbagai program bantuan untuk dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan. Namun, dalam prosesnya program modernisasi ini mendapat kritik tajam oleh karena modernisasi dianggap tidak ubahnya bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu domba.

16 Tiga asumsi dasar modernisasi (Dube, 1988) adalah
ketiadaan semangat pembangunan harus dilakukan melalui pemecahan masalah kemanusiaan dan pemenuhan standart kehidupan yang layak modernisasi membutuhkan usaha keras dari individu dan kerjasama dalam kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok sangat dibutuhkan untuk menjalankan organisasi modern yang sangat kompleks dan organisasi kompleks membutuhkan perubahan kepribadian (sikap mental) serta perubahan pada struktur sosial dan tata nilai.

17 Kedua asumsi tersebut seiring dengan konsep teori Spencer tentang proses evolusi sosial. Tujuan akhir dari modernisasi menurut Schoorl dan Dube adalah terwujudnya masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan struktur masyarakat. Secara lebih jelas Schoorl menyajikan proses petumbuhan struktur sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan diferensiasi hingga pembentukan stratifikasi dan hirarki.

18 Berbeda dengan Schoorl yang cenderung optimis melihat modernisasi sebagai bentuk teori pembangunan bagi negara dunia ketiga, sebaliknya Dube mengkritik modernisasi dengan mengungkapkan kelemahan-kelemahannya. Schoorl bahkan menawarkan modernisasi di segala bidang sebagai sebuah kewajiban negara berkembang apabila ingin menjadi negara maju, tidak terkecuali modernisasi pedesaan.

19 Modernisasi yang lahir di Barat akan cenderung ke arah Westernisasi, memiliki tekanan yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu eksis, namun  setidaknya akan muncul ciri kebudayaan barat dalam kebudayaannya (Schoorl, 1988). Schoorl membela modernisasi karena modernisasi lebih baik dari sekedar westernisasi. Sebaliknya, Dube cenderung memojokkan modernisasi dengan mengungkapkan berbagai kelemahan modernisasi, antara lain keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan.

20 Lebih lanjut Dube menjelaskan kelemahan modernisasi antara lain :
Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara. Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi. Keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial antara negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan.

21 Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara. Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi. Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dengan mudah dari negara berkembang dengan murah dan mudah.

22 Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk sumberdaya alam dari negara berkembang dengan murah dan mudah. Modernisasi tidak ubahnya seperti kolonialisme gaya baru dan engara maju diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain mengkritik modernisasi juga memberikan berbagai masukan untuk memperbaiki modernisasi. Pendekatan-pendekatan yang digunakan lebih “memanusiakan manusia”.

23 Sosiologi Pembangunan
Secara historis, pembangunan menjadi fenomenal dan problematik di banyak negara berkembang pasca PD II. Persoalannya, pembangunan di negara-negara dunia ketiga itu umumnya begitu beragam latar social budayanya Meski saling berbeda, namun secara umum teori yang dipergunakan untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena pembangunan di negara ketiga tersebut umumnya adalah Teori Modernisasi dan Teori Ketergantungan.

24 Sosiologi pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an
Sosiologi pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an. Sebagai bagian dari ilmu sosiologi, sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh pokok-pokok pikiran ahli sosiologi klasik seperti Marx, Weber dan Durkheim. Perkembangan sosiologi pembangunan semakin menarik perhatian ilmuwan seiring dengan gagalnya program pembangunan yang disponsori oleh Amerika Serikat pada negara-negara dunia ketiga. Kegagalan pembangunan dunia ketiga tersebut memicu sebuah tanda tanya besar bagi peneliti sosial untuk mengungkap faktor-faktor penyebabnya. Para ilmuwan sosia walau menggunakan perspektif teori berbeda, namun umumnya mempunyai kesepahaman tentang kegagalan pembangunan pada negara dunia ketiga.

25 Sosiologi pembangunan dengan demikian akan menfokuskan kajiannya tentang hal ihwal (variabel) yang dapat mempengaruhi pembangunan dan dampak yang ditimbulkannya dalam aktifitas pembangunan.

26 Jika merujuk dari definisi di atas, maka ruang lingkup Sosiologi Pembangunan a.l.
Meneliti faktor-faktor yang menghambat atau mempercepat proses pembangunan, dan dampak sosial ditimbukannya. Sejumlah faktor yang mempengaruhi proses pembangunan itu a.l. ilmu pengetahuan, idiologi, media massa, akulturasi. Sedang dampak (negatif) pembangunan a.l. alienasi, meningkatnya kriminalitas, prostitusi, angka perceraian yang meningkat, neuroses, dst. Meneliti dan mengidentifikasi unsur-unsur sosial budaya masyarakat (termasuk kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat) yang dapat mempengaruhi (mendorong dan memperlambat) proses pembangunan

27 Meneliti dan mengidentifikasi agen of change masyarakat dalam proses pembangunan. Termasuk ke dalam agen of change ini misalnya orang-orang terdidik, eksekutif, militer, para guru, kelompok pemuda, dst Meneliti proses pembangunan (mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya), tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, ketersebaran manfaat pembangunan bagi masyarakat dan distorsi-distorsi (penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, dst

28 Meneliti linieritas antara tujuan pembangunan dan realitas kualitas kehidupan masyarakat, termasuk misalnya terjadinyanya polarisasi, marjinalisasi, alienasi dan distorsi dalam proses pembangunan Meneliti tantang bagaimana komunikasi pembangunan dilakukan. Pembangunan sebagai suatu inovasi (baru) bagi masyarakat dan bagaimana inovasi pembangunan menyebar dan tersebur (diffusi) ke masyarakat.

29 Meneliti tentang tingkat penerimaan dan penolakan masyarakat terhadap pembangunan dan beberapa faktor sosiologis yang mendasari penerimaan dan penolakan Meneliti faktor lokal (internal masyarakat) dan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses pembangunan.

30 Sosiologi pembangunan membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Webster (1984), 5 dimensi yang perlu untuk diungkap, antara lain : Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara lain. Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan. Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan. Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi. Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.

31 Sosiologi pembangunan mencoba melengkapi kajian ekonomi yang selama ini hanya didasarkan pada produktivitas dan efisiensi dalam mengukur keberhasilan pembangunan. Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata, terdapat aspek tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup, motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Sosiologi pembangunan juga berusaha untuk menjelaskan berbagai dampak baik positif maupun negatif dari pembangunan terhadap sosial budaya masyarakat. Berbagai introduksi baik yang berupa teknologi dan nilai-nilai baru dalam proses pembangunan tentu akan membawa dampak pada bangunan sosial yang sudah ada sejak lama.

32

33

34

35


Download ppt "Latar Historis “Development”"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google