Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERSPEKTIF TEORITIK DALAM STUDI SOSIOLOGI PENDIDIKAN (Bagian ke-2)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERSPEKTIF TEORITIK DALAM STUDI SOSIOLOGI PENDIDIKAN (Bagian ke-2)"— Transcript presentasi:

1 PERSPEKTIF TEORITIK DALAM STUDI SOSIOLOGI PENDIDIKAN (Bagian ke-2)
Sosiologi Pendidikan (SOS 223) Departemen Sosiologi FISIP-Universitas Airlangga

2 PENDIDIKAN DAN REPRODUKSI SOSIAL
Ciri-cirinya: Perspektif ini melihat pertentang kelas berperan penting dalam dinamika sosial. Tekanan teoritisnya pada pertentangan tentang peran sekolah: Sebagai agen yang mendorong tercapainya persamaan (equality of opportunity) vs mustahil mendorong tercapainya persamaan (inequality of opportunity) bukan lagi peran sekolah sebagai transfer of knowledge, values, sosialisasi & internalisasi norma. Merupakan turunan pemikiran teori konflik Melihat negara bukan lagi bersifat netral (seperti pendapat perspektif liberal), tetapi negara adalah wasit yang memihak dan bertindak demi kepentingan kaum pemilik modal atau masyarakat kelas dominan.

3 Lanjutan… Asumsi-asumsi yang mendasari teori/perspektif Reproduksi Sosial: Kelompok sosial yang ada di masyarakat secara mendasar memiliki kepentingan yang berbeda begitu pula dengan penyelenggaraan layanan pendidikan ditujukan untuk kepentingan yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompok yang membutuhkan. siapa mengajar apa, untuk kepentingan apa Pendidikan adalah bagian dari sistem sosial yang didasarkan atas kemampuan kelompok ‘orang-orang kaya’ dan ‘orang-orang miskin’ dalam menjangkaunya.

4 PARA AHLI YANG MENGEMBANGKAN PERSPEKTIF REPRODUKSI SOSIAL
SAMMUEL BOWLES & HERBERT GINTIS (Teori Reproduksi Sosial): Masyarakat kapitalis memandang pendidikan berperan untuk: mereproduksi tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan si pengontrol tenaga kerja (kaum pemilik modal/alat-alat produksi) Mereka beranggapan: sekolah yang berkembang di Amerika Serikat bukanlah karena keberhasilan pencapaian program kesetaraan pendidikan (seperti harapan kaum liberal)tetapi lebih karena untuk memenuhi harapan/kebutuhan para pemodal.

5 Lanjutan… (Bowles & Gintis)
Capaian prestasi akademis dari berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan di sekolah/universitasdimanfaatkan oleh para pemilik modal untuk mengembangkan produksi atau pasar yang telah diciptakannya. Sekolah/universitas adalah tempat di mana sejumlah besar calon tenaga kerja dididik dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan para pemilik modal. Sekolah juga berfungsi untuk menegakkan kontrol sosial  demi kestabilan politik yang dibutuhkan oleh para pemilik modal/kapitalis. Sekolah adalah tempat terbaik untuk mereproduksi tenaga kerja melalui mekanisme kurikulum formal maupun tersembunyianak-anak dipersiapkan menjadi pekerja yang baik.

6 Lanjutan… (Bowles & Gintis)
Kurikulum tersembunyi: Proses pembelajaran di luar kegiatan belajar yang tercantum di dalam kurikulum formal yang dialami murid melalui interaksinya dengan orang-orang (significant others) di lingkungan sekolah (kepala sekolah, guru-guru & teman-teman di sekolah) Yang dipelajari: sesuai dengan harapan/keinginan/nilai/norma dari para aktor yang saling berinteraksi: guru terhadap murid harapan guru: murid belajar patuh, disiplin, tepat waktu, paham atas peran dan posisi sosial yang terstruktur dan berjenjang, paham atas adanya pemegang otoritas & wewenang, belajar bertanggung jawab,dll.

7 Lanjutan… (Bowles & Gintis)
Kesetaraan kesempatan (equality opportunity) yang dapat diperoleh/diberikan pada anak-anak kelas bawah adalah ilusi/khayalan, karena: Latar belakang kelas sosial seseorang adalah faktor penentu yang mempengaruhi tingkat pencapaian pendidikan dan prestasi seseorang. Sistem stratifikasi kelas justru dibangun dari sistem pendidikan yang berkembang cepat di masyarakat; Masyarakat kelas menengah-atas cenderung menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah privat/bergengsi; masyarakat kelas bawah menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang sesuai dengan kondisi mereka.

8 Pierre Bourdieu: Reproduksi Budaya dan Sosial
Pandangan pemikiran Bourdieu tentang peran pendidikan: Sistem pendidikan berperan dalam mereproduksi budaya masyarakat kelas dominanartinya: melalui sistem pendidikanlah modal budaya yang dimiliki kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat direproduksi dan didistribusikan; Melalui reproduksi dan distribusi modal budaya itu pula hubungan-hubungan di dalam struktur kekuasaan dan hubungan simbolis di antara berbagai kelas juga direproduksi. Sistem pendidikan mereproduksi masyarakat kelas dominan; Dalam proses reproduksi, sekolah menggunakan kekerasan simbolik untuk melegitimasi tatanan sosial yang sudah ada /dianggap sah.

9 Lanjutan… (Bourdieu) Asumsi-asumsi Bourdieu:
Terdapat hubungan antara sukses akademis anak dengan posisi sosial orangtua atau keluarga anak-anak akan menggantikan posisi dan sukses akademis orangtuanya; Kegagalan anak-anak dari kelompok masyarakat kelas pekerja dalam meraih sukses akademis bukanlah karena kesalahan mereka, tetapi karena kesalahan sistem pendidikan.

10 Lanjutan…. pendapat Bourdieu:
Sukses dalam sistem pendidikan didapat melalui (kemampuan) individu menyerap sebanyak-banyaknya (nilai-nilai) budaya dominan atau seberapa banyak “modal budaya “ yang mereka miliki. Modal budaya: adalah latar belakang budaya secara umum, pengetahuan, tindakan dan keahlian yang didapat dari satu generasi ke generasi yang lain.

11 Konsep-konsep di dalam perspektif Reproduksi Budaya dan Sosial (Bourdieu)
Melalui teori reproduksi sosial dan budaya, Bourdieu memperkenalkan konsep tentang: habitus, ranah sosial & (relasi) kekuasaan modal (budaya, sosial, ekonomi, dan simbolis), kekerasan simbolis. Melalui konsep-konsep itu Bourdieu berusaha menjelaskan realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dialami oleh anggota masyarakat, khususnya melalui relasi-relasi sosial yang terbentuk di dalam sistem pendidikan. Melalui konsep-konsep itu pula Bourdieu berusaha membongkar peranan sentral yang dimainkan sekolah dalam mengubah maupun mereproduksi berbagai ketidaksetaraan sosial dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

12 Lanjutan… (Bourdieu) MODAL: Modal yang bersifat material:
Modal ekonomi: kepemilikan harta benda, uang atau investasi Modal yang bersifat immaterial: Modal budaya : terdiri dari berbagai hal yang tak teraba. seperti misalnya: ijazah, pengetahuan yang sah (legitimate knowledge) atau pengetahuan dan keterampilan dari seseorang ke orang lain, kode-kode budaya  cara berbicara, sopan santun, cara bergaul, dan sebagainya Modal sosial: variasi relasi sosial berdasakan jaringan hubungan sosial (network) dengan orang-orang lain yang bermakna (significant others), dan merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial; Modal simbolik: berkaitan dengan prestis atau gengsi, penghargaan sosial, penghormatan intelektual atau gelar pendidikan, kekuasaan (politik), gaya hidup dengan ciri-ciri yang menunjukkan perbedaan status pemiliknya, dan sebagainya.

13 Habitus: gaya hidup, nilai-nilai, perilaku, kecenderungan atau aturan (disposisi), dan harapan-harapan dari suatu kelompok sosial. habitus dikembangkan melalui pengalaman, seperti ketika individu-individu belajar tentang apa yang diharapkan dari kehidupan, bagaimana orang lain merespon mereka jika mereka melakukan suatu tindakan, misalnya bersopan-santun dengan cara-cara yang khusus, dan seterusnya. Habitus pada masing-masing kelompok sosial berbeda, karena masing-masing kelompok memiliki pengalaman dan kesempatan yang berbeda pula dalam kehidupan mereka.

14 Lanjutan… (Bourdieu) RANAH (FIELD):
Tempat di mana relasi antara agen dan struktur terbentuk dan saling berhadapan : sekolah adalah sebuah ranah yang di dalamnya para agen, dalam hal ini adalah kepala sekolah dan para guru, memperjuangkan mandat atau kepercayaan kelompok masyarakatnya , termasuk pemerintah atau negara, yang berbudaya klas dominan. Secara tradisional, sebagian kelompok masyarakat memanfaatkan sekolah untuk mereproduksi posisi sosial yang dapat meneguhkan posisi klas mereka (khususnya pada kelompok masyarakat kelas menengah atas atau kelas dominan), sementara sebagian lainnya tidak (kelompok petani, pedagang, kelas pekerja atau orang-orang miskin lainnya).

15 Lanjutan… (Bourdieu) Kekerasan simbolis
mekanisme pengendali atau kontrol terhadap individu-individu yang menjadi anggota dari suatu kelompok, para individu menerima 'pembebanan' nilai-nilai kultural agar mereka dianggap sah atau terlegitimasi (legitimate) dan diakui sebagai bagian dari kelompok atau klas yang memiliki nilai-nilai kultural tersebut proses sosialisasi: menggunakan kekerasan simbolis Mekanisme bekerjanya kekerasan simbolis: halus dan tidak dapat dirasakan sebagai kekerasan fisik atau verbal pihak-pihak yang mengalami kekerasan simbolis juga dianggap telah salah mengenali (misrecognition) nilai-nilai kultural yang disosialisasi dan diinternalisasikan kepada mereka.

16 Lanjutan… (Bourdieu) Pengertian masyarakat kelas dominan:
Memiliki nilai-nilai budaya sendiri yang berbeda dengan nilai-nilai budaya kelompok lain; Memiliki kekuasaan untuk ‘memaksa’ nilai-nilai yang dimilikinya kepada kelompok kelas lainnya; dan menganggap apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang sah/benar (legitimate) Mendefinisikan budaya mereka sebagai ‘layak dimiliki’ dan sebagai dasar pengetahuan dalam sistem pendidikan.

17 Lanjutan…. (Bourdieu) ketika pendidikan menjadi semakin tersebar luas dan tersedia bagi setiap anggota masyarakat: kelompok masyarakat dominan berusaha melanggengkan 'perbedaan' di antara kelompok masyarakat melalui perangkat-perangkat lain yang terpaksa digunakan. Yang paling jelas di antara strategi untuk melanggengkan 'perbedaan' tersebut adalah melalui sekolah swasta alternatif; habitus kelompok dominan, berusaha mempertahankan perbedaan pendidikan melalui kepemilikan modal budaya dan simbolik tertentu (etos kerja, gaya berpakaian, gaya berbicara, bentuk bangunan sekolah, model pembelajaran, dan sebagainya). Biaya pendidikan yang cukup mahal, sebagai simbol modal ekonomi, menjadi sarana penukar modal budaya, dengan menjamin sebuah tempat yang nyaman bagi anak-anak yang berasal dari masyarakat kelompok dominan. Perbedaan (difference) itu berkaitan pula dengan selera (taste)

18 Louis Althussers ( ) Sekolah dalam peran reproduksi kulturalnya bukan merupakan satu alat netral, melainkan merupakan bagian (agen) dari aparat ideologi negara. Negara merupakan sebuah mesin yang memungkinkan kelas-kelas yang berkuasa menjamin dominasi mereka atas kelas buruh.

19 Antonio Gramsci (1891-1937) Pendidikan dan kekuasaan:
Kaum intelektual memegang peran kunci dalam mematangkan iklim perubahan melalui gerakan kesadaran individu yang timbul secara berangsur-angsur (bukan hasil revolusiberbeda dengan MarxGramsci dikenal sebagai Marxist humanis) Ide politik, kultural dan ideologi yang tertanam di benak anggota masyarakat adalah hasil dari proses hegemoni dilakukan oleh kelas yang berkuasa (mendominasi) melalui kepemimpinan moral & intelektual.

20 Hegemoni sebaga cara dari kelas yang berkuasa untuk menundukkan kelompok tersubordinasi untuk menerima nilai-nilai, moral & ide sebagai yang paling wajar/benar. Hegemoni adalah kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui penindasan terhadap kelompok/kelas lain.

21 Lanjutan… (Gramsci) Teori hegemoni dibangun di atas premis pentingnya ide dan tidak mencukupi kekuatan fisik belaka untuk melakukan dominasi. Menurut Gramsci, agar kekuasaan dapat abadi dan langgeng membutuhkan dua proses/perangkat kerja: Kekuasaan (negara) yang bersifat memaksa, bila perlu menggunakan kekerasan bernuansa law enforcement (melalui lembaga hukum, militer, polisi, penjara);

22 2. Melalui pranata masyarakat sipil (civil society): organisasi sosial, keagamaan, lembaga pendidikan, keluarga, kesenian dsb tujuannya adalah membujuk masyarakat untuk taat pada mereka yang berkuasan tanpa jalan kekerasan, tetapi melalui persetujuan yang bersifat sukarela dari kelas bawah atau masyarakat terhadap kelas atas atau yang memimpin.

23 Lanjutan (Gramsci) Pendidikan mempunyai peran strategis untuk mensahkan hegemoni dari kelompok dominan mengajari kaum muda tentang fakta-fakta dunia, juga sikap terhadap fakta tersebut. Tiap hubungan hegemoni adalah hubungan pedagogik pengajar/kaum intelektual membantu mensosialisasikan fikiran dalam gaya berfikir yang cocok bagi zamannya, demi mempertahankan tata tertib/ideologi yang berlaku.

24 Tetapi, melalui kaum intelektual pula bisa terjadi suatu kebudayaan yang kontra hegemoni sehingga kebudayaan dominan dapat dilawan, syaratnya: Intelektual harus tetap mengadakan kontak dengan “massa rakyat” “massa rakyat” harus pula menjadi intelektual-intelektual sendiri bekerja ke arah suatu pemahaman praktis sesuai dengan yang dialami sehari-hari, bukan menyusun suatu model teoritis yang terlepas dari kemanusiaan. Inilah yang disebut Gramsci sebagai kemampuan untuk merebut kontrol atas kedua proses di atas secara serentak  ini artinya tIdak cukup bagi kaum buruh untuk hanya mengomentari majikan saja mereka harus membentuk diri sendiri menjadi lebih baik dari pada majikannya—termasuk menguasai cara-cara berproduksi dan teknologinya sekalian.

25


Download ppt "PERSPEKTIF TEORITIK DALAM STUDI SOSIOLOGI PENDIDIKAN (Bagian ke-2)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google