Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Legislasi & Etika Veteriner

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Legislasi & Etika Veteriner"— Transcript presentasi:

1 Legislasi & Etika Veteriner
Maxs U. E. Sanam

2 Deskripsi Mata Kuliah Mempelajari peraturan perundang-undangan (primer dan sekunder) di bidang veteriner dan peternakan, baik pada tingkat internasional maupun nasional, yang terkait dengan aspek perdagangan hewan dan produk hewan; pencegahan, pengobatan, dan pemberantasan penyakit hewan menular; zoonosis; serta kesejahteraan hewan. Juga mempelajari etika dokter hewan Indonesia.

3 Pengantar Legislasi dalam arti luas meliputi proses dan produk pembuatan undang-undang (the creation of general legal norm by special organ), dan regulasi (regulations or ordinances). Legislasi dalam arti luas termasuk pula pembentukan Peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan lain yang mendapat delegasian kewenangan dari undang-undang (delegation of rule making power by the laws). 

4 Regulasi (regulation or ordinance) adalah proses menetapkan peraturan umum oleh badan eksekutif atau badan yang memiliki kekuasaan atau fungsi eksekutif. Kekuasaan tersebut merupakan kekuasaan delegasian (delegation of legislative power, delegation of rule making power, delegatie van wetgevendemacht). Undang-undang sebagai ”primary legislation” atau ”principal legislation”, sementara regulasi sebagai ”implementing act”.

5 Definisi Legislasi Veteriner : Instrumen legal Legislasi primer
Himpunan instrumen legal spesifik (legislasi primer dan sekunder) yang dipergunakan untuk mengelola domain veteriner Instrumen legal Aturan yang mengikat secara hukum yang dikeluarkan oleh suatu badan yang memiliki otoritas yang sah untuk mengeluarkan instrumen tsb Legislasi primer Instrumen legal yang dikeluarkan oleh lembaga legislatif Legislasi sekunder Instrumen legal yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah sebagai pelaksanaan terhadap legislasi primer

6 Legal certainty (Kepastian hukum)
Keadaan dimana legislasi adalah jelas, koheren, stabil, dan transparan, serta melindungi warga negara dari efek samping yang merugikan dari instrumen legal

7 Domain Veteriner Hierarki legislasi
Keseluruhan aktivitas baik langsung ataupun tidak langsung yang berhubungan dengan hewan, produk hewan dan produk sisa hewan, yang membantu melindungi, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia, termasuk perlindungan terhadap kesehatan dan kesejahteraan hewan serta keamanan pangan. Hierarki legislasi Ranking atau urutan instrumen-instrumen legal sebagaiaman dinyatakan dalam undang-undang dasar (misalnya, dalam konstitusi) suatu negara Taat hierarki berarti suatu instrumen legal harus sejalan dengan instrumen-instrumen legal yang lebih tinggi.

8 General principles 1. Respect for the hierarchy of legislation
Veterinary legislation should scrupulously respect the hierarchy between primary legislation and secondary legislation. 2. Legal basis Competent Authorities should have available the primary legislation and secondary legislation necessary to carry out their activities at all administrative and geographic levels. Veterinary legislation should be consistent with national and international law, asappropriate, including civil, penal and administrative laws. 3. Transparency Veterinary legislation should be inventoried and be readily accessible and intelligible for use, updating and modification, as appropriate. Competent Authorities should ensure communication of veterinary legislation and related documentation to stakeholders.

9 4. Consultation The drafting of new and revised legislation relevant to the veterinary domain should be a consultative process involving Competent Authorities and legal experts to ensure that the resulting legislation is scientifically, technically andlegally sound. To facilitate implementation of the veterinary legislation, Competent Authorities should establish relationships with stakeholders, including taking steps to ensure that they participate in the development of significant legislation and required follow-up. 5. Quality of legislation and legal certainty A high quality of legislation is essential for achieving legal certainty.

10 The drafting of veterinary legislation
Veterinary legislation should: 1) be drafted in a manner that establishes clear rights, responsibilities and obligations (i.e. ’normative'); 2) be unambiguous, with clear and consistent syntax and vocabulary; 3) be precise and accurate even if this results in repetition and a cumbersome style; 4) contain no definitions that create any conflict or ambiguity; 5) include a clear statement of scope and objectives; 6) provide for the application of penalties and sanctions, either criminal or administrative, as appropriate to the situation; and 7) make provision for the financing needed for the execution of all activities of Competent Authorities; the financing should be ensured in accordance with the national funding system

11 Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia
UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jenis dan hierarki : a.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c.      Peraturan Pemerintah; d.      Peraturan Presiden; e.      Peraturan Daerah.

12 UUD 1945 & UU Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan dan disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Materi muatan UUD 1945 meliputi jaminan hak asasi manusia bagi setiap warga negara, prinsip-prinsip dan dasar negara, tujuan negara dan sebagainya. Undang-Undang (“UU”) dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Presiden. Materi muatan UU berisi hal-hal yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945

13 Perppu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu”) ditetapkan oleh Presiden ketika negara dalam keadaaan kegentingan yang memaksa. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. Jika tidak mendapat persetujuan, maka Perppu ini harus dicabut. Materi muatan Perppu sama dengan materi muatan UU.

14 PP & Perpres Peraturan Pemerintah (“PP”) ditetapkan oleh Presiden.
Materi muatan PP berisi materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden (“Perpres”) juga ditetapkan oleh Presiden. Materi muatan Perpres berisi materi yang diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

15 Perda Peraturan Daerah (“Perda”), 3 kategori: (1) Perda Provinsi yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi bersama dengan gubernur; (2) Perda Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama dengan bupati/walikota; dan (3) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

16 Materi muatan Perda & Perdes
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan Perdes atau yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU dan Perda.

17 Hierarki Perundangan/Peraturan
Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang UU 18 Tahun 2009: Nakeswan UU No. 16 Tahun 1992: Karantina H,I,T Peraturan Pemerintah PP No. 95 tahun 2012: Kesmavet & Kesrawan PP No. 82 Tahun 2000 : Karantina Hewan Peraturan Presiden

18 SK / Peraturan Presiden
PEPRES No. 30 Tahun 2011: Pengendalian Zoonosis SK/ Peraturan Menteri (Mentan) PERMENTAN No. 02/ Permentan/OT.140/1/2010: Pedoman pelayanan Jasa Medik Veteriner SK / Peraturan Dirjen (Nakeswan) Peraturan Dirjen Nakeswan No. 976/2011 : Pedoman Pelayanan Veteriner Peraturan Daerah (PERDA) SK / Peraturan Bupati / Walikota Peraturan Bupati Blitar No. 21 tahun 2012 Sertifikasi & Penatalaksanaan Pelayanan Jasa Medik dan Paramedik Veteriner di Kabupaten Blitar

19 Perkembangan Legislasi Veteriner di Indonesia
Staatsblad dan Ordonansi jaman kolonial Staatsblad No. 67 tahun 1902 ttg Ketentuan impor hewan & ternak dari Australia Staatsblad 1912 no.432 ttg Campur tangan pemerintah dalam bidang Kehewanan Staatsblad Tahun 1926 No. 451 ttg Pengenalan & Pemberantasan Rabies Staatsblad Tahun 1936 Nomor 715 campur tangan pemerintah dalam dinas kehewanan, polisi kehewanan, dan ordonansi tentang penyakit anjing gila (rabies) Staatsblad Tahun 1912 Nomor 432 ttg Pengawasan praktik dokter hewan dan kebijakan kehewanan Staatsblad Tahun 1936 Nomor 614 ttg Petunjuk mengenai pemotongan hewan, pemotongan hewan besar betina bertanduk UU No. 18 Tahun 2009 (Nakeswan) menggantikan UU No. 6 tahun 1967 (Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan) UU No. 16 Tahun 1992: Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; PP No. 82 Tahun 2000 : Karantina Hewan PP No. 95 tahun 2012 tentang Kesmavet & Kesrawan, menggantikan PP No 22 Tahun 1983 tentang Kesmavet PERPRES No. 30 Tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis


Download ppt "Legislasi & Etika Veteriner"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google