Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Disusun oleh: Trika Novan Rachmadi

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Disusun oleh: Trika Novan Rachmadi"— Transcript presentasi:

1 Disusun oleh: Trika Novan Rachmadi
“Ketumpangtindihan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia: Bagaimana nasib perkembangan BMT???” Disusun oleh: Trika Novan Rachmadi

2 Pengertian BMT Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) adalah lembaga yang melakukan kegiatannya untuk tujuan sosial dan niaga dalam rangka mensejahterakan umat, yang dilakukan baik dengan menghimpun dana dari umat/masyarakat dan melakukan penyaluran/pembiayaan dalam sektor usaha riil. Baitul Maal Wat Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro yang dapat dan mampu melayani kebutuhan nasabah usaha mikro kecil dan kecil-mikro berdasarkan sistem syariah atau bagi hasil (Profit Sharing).

3 Perkembangan BMT saat ini
Hingga akhir 2012 ini, sudah ada BMT. Sebanyak 206 di antaranya bergabung dalam asosiasi BMT seluruh Indonesia. Pada 2005 seluruh aset 96 BMT yang menjadi anggota asosiasi mencapai Rp 364 miliar. Pada 2006, aset tumbuh menjadi Rp 458 miliar, dan hingga akhir jumlah aset mencapai Rp 3,6 triliun dari 206 BMT yang bergabung di asosiasi. 

4 Keterkaitan BMT dengan UU terkait
BMT dan UU no 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat BMT dan UU no. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian BMT dan UU no. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) BMT dan UU no. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

5 1. BMT dan UU no 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Selain beroperasi sebagai lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan berupa penitipan, investasi dan pembiayaan, berdasarkan Kep-Men no. 91 tahun tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS (pasal 24), kegiatan BMT dapat pula berupa pengelolaan dana Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (aktifitas sebagai Baitul Mal). Dan kegiatan pengelolaan dana ini merujuk pada UU pengelolaan Zakat (pasal 25). Dengan ketentuan ini, tentu BMT harus merujuk kegiatan social-nya (mal) pada UU pengelolaan zakat. Sementara berdasarkan UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang menggantikan UU 38 tahun 1999, pengelolaan zakat secara nasional menjadi wewenang Baznas (pasal 6 – 7). Dengan demikian pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BMT seakan bertentangan dengan UU ini. Namun, berdasarkan UU ini juga BMT dapat menempatkan diri sebagai UPZ Baznas yang melaksanakan pengelolaan zakat membantu peran dan fungsi Baznas (pasal 16). Tetapi yang menjadi perhatian dari langkah atau strategi ini adalah ruang lingkup operasi BMT sebagai UPZ Baznas harus disesuaikan dengan UU yang lain, khususnya UU LKM.

6 2. BMT dan UU no. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
Dalam UU no. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, BMT sebagai lembaga keuangan mikro berbadan hukum koperasi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, hanya disinggung pada pasal 87 ayat 3 dan 4. Ayat 3 dan 4 pada pasal tersebut menyatakan bahwa koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah, dan ketentuan mengenai koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan hanya menyinggung koperasi berdasarkan prinsip syariah melalui ayat ini tanpa ada penjelasan lebih spesifik pada teknis operasional hal lainnya, UU Perkoperasian seakan memberikan ruang gerak yang sangat terbuka bagi koperasi syariah (termasuk BMT) dengan meninggalkan batasan pada klausul Peraturan Pemerintah.

7 3. BMT dan UU no. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Dalam UU 1 tahun 2013 tentang LKM secara eksplisit disebutkan BMT (termasuk BTM; Baitul Tamwil Muhammadiyah) sebagai lembaga keuangan mikro yang akan diatur dan diawasi oleh OJK. Oleh sebab itu, tentu sepenuhnya isi UU LKM ditujukan bagi BMT. Poin krusial yang menjadi perhatian dari UU LKM ini terkait BMT adalah pengaturan cakupan wilayah usaha BMT yang dibatasi pada wilayah kabupaten/kota saja (pasal 16). Apabila BMT sebagai LKM melakukan kegiatan usaha melebihi satu wilayah kabupaten/kota tempat kedudukannya, maka BMT tersebut harus berubah menjadi bank (pasal 27).

8 4. BMT dan UU no. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
UU 21 tahun 2011 mengatur tentang keberadaan dan ruang lingkup wewenang OJK. Mengingat dalam pasal ketentuan peralihan UU 1 tahun 2013 tentang LKM disebutkan secara eksplisit bahwa BMT akan berada dalam pengawasan OJK, maka sepatutnya BMT memahami pula kelembagaan, wewenang dan ruang lingkup pengawasan OJK secara keseluruhan. Dalam UU OJK memang tidak disebutkan secara eksplisit lembaga keuangan mikro termasuk BMT, namun bukan berarti UU ini tidak perlu diperhatikan oleh komunitas BMT. Meski UU ini tidak terkait langsung dan memiliki konsekwensi langsung, namun tetap saja keberadaan UU ini akan menjadi batasan bagi BMT pada tingkat interaksi tertentu. Seberapa jauh cakupan batasannya tentu perlu ditelaah lebih dalam.

9 Bagaimana menyikapi kondisi saat ini dan apa solusi dari ketumpangtindihan Peraturan Perundang-undangan Indonesia? Koordinasi pihak berwenang dalam merumuskan Peraturan Pemerintah atau peraturan sejenis sebagai ketentuan teknis bagi kegiatan usaha BMT. Peraturan Pemerintah atau peraturan sejenis itu meliputi kegiatan social BMT, Kelembagaan, Operasi dan Pengaturan BMT yang akan menjadi amanah Baznas, Kementerian Koperasi & UKM dan OJK berdasarkan UU terkait (UU Pengelolaan Zakat, UU Perkoperasian dan UU Lembaga Keuangan Mikro). Jangan sampai perumusan peraturan-peraturan teknis dilakukan secara parsial oleh masing-masing otoritas tanpa melakukan koordinasi, karena akan meningkatkan risiko tumpang tindih peraturan yang boleh jadi membuat industri BMT menjadi tidak jelas pengaturannya. Ketidakjelasan pengaturan pada akhirnya akan merugikan masyarakat sebagai anggota KJKS/BMT. Disamping itu, akan banyak kesulitan yang muncul ketika upaya-upaya pengembangan ingin dilakukan. Dalam rangka tercapai koordinasi yang baik, perlu task force (kelompok kerja – pokja) dalam rangka membangun tata-kelola industri yang mapan bagi keuangan mikro nasional, yang meliputi lembaga-lembaga pemerintah terkait, seperti Kementerian Koperasi, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Kebijakan Fiskal dan Badan Perencanaan pembangunan Nasional. Upaya ini masih sangat mungkin dilakukan mengingat UU terkait keuangan mikro ini masih 2 tahun lagi baru efektif berlaku, khususnya UU Perkoperasian (disahkan Oktober 2012) dan UU LKM (disahkan Januari 2013).

10 PROFIL BMT TAWFIN mailto:Corporate Disclosure BMT Mei2012.pdf

11 Referensi Abiaqsa.blogspot.com Dompetdhuafa.net Tempo.co.id


Download ppt "Disusun oleh: Trika Novan Rachmadi"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google