Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Utang Ekologis dalam perspektif HAM: Konteks Indonesia

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Utang Ekologis dalam perspektif HAM: Konteks Indonesia"— Transcript presentasi:

1 Utang Ekologis dalam perspektif HAM: Konteks Indonesia
Arimbi Heroepoetri debtWATCH Indonesia

2 Akar penindasan tidak dimulai ketika para negara maju menyetujui pendirian Bank Dunia dan peletakan cikal bakal Lembaga Perdagangan Dunia (WTO) usai Perang Dunia ke-2 di tahun Tetapi jauh sebelum itu. Dapat dikatakan dimulai sejak abad 15 ketika negara-negara Eropa memulai misi perdagangannya berbekal meriam mengkolonisasi ke bangsa-bangsa di belahan dunia lain; ke Afrika, ke Amerika dan ke Asia. Jika 500 tahun yang lalu, negara – negara adi daya dikuasai oleh Inggris, Portugis, Perancis dan Belanda, maka sekarang negara-negara maju dikuasai oleh 7 negara, yaitu: Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Itali, Kanada dan Perancis.

3 Jika tujuh abad lalu, negara-negara adi daya melakukan kolonialisasi untuk perdagangan dengan dukungan penuh persenjataan yang kuat dan lengkap, maka sekarang alasan tidak jauh berbeda namun tidak lagi didukung oleh persenjataan yang kuat, tetapi oleh aturan perdagangan lewat WTO,(World Trade Organization) dan dukungan dana lewat lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB). Nama dan pelaku boleh berganti, tetapi tujuannya tetap sama: mencari keuntungan sebesar-besarnya, dengan menjajah negara-negara lain.

4 Dampak penjajahan ratusan tahun lalu masih terasa sampai sekarang, yang lebih banyak buruk dari pada kebaikannya. Untuk Indonesia, sebut saja sistem Tanam Paksa di abad 18 tidak saja membuat para petani kehilangan kedaulatan akan lahan dan kebebasan untuk bercocok tanam, tetapi juga mengakibatkan penderitaan ratusan ribu buruh perkebunan dan keturunannya yang hidup sebagai budak. Jejak mereka masih dapat ditemui di perkebunan-perkebunan di Jawa dan Sumatera dengan standar kehidupan tetap miskin dan jauh dari akses ke pendidikan.

5 Kesemua perilaku penjajahan di masa silam itu, memang telah terjadi berabad-abad lalu, namun dampak kerusakan ekologis, budaya dan ekonomi masih berlangsung sampai sekarang. Belum lagi, perbuatan penindasan tersebut belum pernah melewati proses pengadilan yang adil bagi para korban-korbannya. Lihat saja bagaimana pelaku penindasan dan sang korban memandang sebuah kondisi yang berbeda. Tahun 2002 baru saja lewat, dan negeri Belanda baru saja merayakan 400 tahun VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) secara meriah sepanjang tahun Bagi kita, bangsa Indonesia, merupakan peringatan dari kepahitan, penindasan, kegetiran, penghinaan, pembodohan dan pengkurasan yang dilakukan VOC selama hampir dua abad mereka beroperasi di Indonesia.

6 Karena itu menghitung ulang kembali utang-utang sejarah dan utang ekologis menjadi penting untuk menyeimbangkan neraca hubungan negara-negara utara dan selatan. Jika benar Indonesia berutang sebesar Rp triliun, maka itu adalah utang finansial, yang tidak memperhitungkan nilai sejarah dan ekologis. Jika utang sejarah dan utang ekologis dimasukkan dalam kalkulasi utang antara negara maju dengan Indonesia, maka sebenarnya yang berhutang adalah mereka para negara maju.

7 Kita –manusia-- semua menghuni bumi yang kaya raya, kita seharusnya saling bertanggung jawab untuk melestarikan keutuhan ciptaan Tuhan. Hubungan kita dengan kelestarian hidup bumi memunculkan beberapa macam utang.

8 Pertama, kita berutang kepada bumi atas sumber-sumber kehidupan yang diberikannya.
Kedua, kita berutang kepada bumi atas kerusakan yang kita perbuat, dan ketiga, kita berutang kepada orang-orang yang terpinggirkan dan termiskinkan, terutama penduduk lokal yang paling langsung menjadi korban pertama atas kerusakan lingkungan.

9 Bumi mengalami defisit sebagaimana terlihat dari pencemaran udara, pencemaran air, kerusakan vegetasi, dan pencemaran tanah. Tanggung jawab defisit bumi ini ada pada pundak kita semua. Golongan kaya yang berjumlah sedikit, menikmati sendiri bagian yang sangat besar, tak sepadan dibanding dengan kapasitas yang mampu disediakan planet ini. Golongan ini, yang melakukan over-eskploitasi terhadap bumi, bukan saja berutang kepada bumi, tetapi juga kepada golongan mayoritas yang mengkonsumsi lebih sedikit jatah mereka yang seharusnya atas kekayaan bumi. Golongan kaya ini umumnya berada di negara-negara utara maupun mereka penduduk di negara-negara selatan yang mempunyai gaya hidup berlebihan.

10 Utang kerusakan lingkungan di atas disebut sebagai utang ekologis, dengan mengacu kepada tanggung jawab penduduk yang hidup di negara-negara industri atas kerusakan yang berlanjut akibat pola-pola produksi dan konsumsi mereka. ”Utang ekologis adalah utang yang diakumulasikan oleh negara-negara industri terhadap negara-negara Selatan karena perampasan sumber daya alam, timbulnya kerusakan lingkungan, dan pemakaian ruang lingkungan secara bebas untuk menimbun limbah berbahaya, seperti gas-gas efek rumah kaca, oleh negara-negara industri”.

11 Environmental Space (ruang lingkungan hidup)
Adalah titik utama/persinggungan untuk melihat UE dari perspektif HAM Terjadi Perampokan ruang lingkungan hidup negara-negara miskin/berkembang oleh negara-negara maju, melalui eksploitasi SDA, pencemaran, dan konsumsi yang berlebihan.

12 HAM dalam konteks Utang Ekologis
Hak menentukan nasib sendiri/ hak untuk menikmati sumber daya alam Hak aas lingkungan yang layak/ hak untuk memperoleh perlindungan atas dampak kerusakan lingkungan hidup HAM Generasi Ketiga: Bersifat kolektif dan perwujudannya bergantung pad akerja sama internasional

13 Hak untuk menentukan nasib sendiri
Setiap bangsa harus secara bebas menguasai kekayaan alam dan sumber dayanya. (Pasal 22 DUHM, Pasal 1 Kovenan Sipol dan Kovenan Ekosob)

14 Hak atas lingkungan yang layak
Penafsiran luas dari Hak atas Hidup, yaitu: Kewajiban antar negara, juga komunitas internasional untuk mencegah dan menjaga makhluk hidup Setiap negara harus menetapkan dan menjalankan monitoring dan sistem peringatan dini untuk mengidentifikasi bahaya Sebagsai norma imperatif, harus dalam kondisi apapun menjadi prioritas

15 Apa Tuntutan Kita Mereka yang menyalahgunakan biosfer, melanggar batas ekologis, dan memaksakan pola ekstraksi sumber daya alam yang tidak lestari berutang-ekologis sangat besar kepada rakyat di negara-negara selatan. Salah satu cara untuk memulai melunasi utang ini adalah dengan menghapus utang-finansial negara-negara berkembang kepada para kreditor dari Utara. Selain itu harus ada usaha signifikan untuk mengurangi defisit ekologis.

16 Beberapa caranya adalah:
mengenakan pajak terhadap bahan bakar minyak dan sumber daya alam lainnya yang dipungut dari eksportir untuk menanggung biaya lingkungan dan biaya sosial akibat proses ekstraksi dan produksi sumber daya alam; membangun kesepakatan kompensasi dengan negara utara karena peran historis dan ekologis negara selatan sebagai ‘bak-cuci karbon’ emisi CO2 negara-negara utara yang berlebihan; Semua dana publik yang dibelanjakan oleh pemerintah, lembaga keuangan internasional, badan donor, lembaga kredit ekspor dan lain-lain dalam mensubsidi ekstraksi bahan bakar minyak, harus digunakan selain untuk investasi dalam bentuk energi bersih, terbarukan dan terdesentralisasi, dengan fokus pemenuhan kebutuhan energi bagi 2 miliar rakyat miskin di dunia;

17 Beberapa caranya adalah:
Menyelenggarakan audit terhadap asal-usul utang-finansial negara-negara berkembang dan studi pararel tentang utang-ekologis dan sosial negara-negara utara kepada negara-negara selatan sejak masa lalu sampai sekarang; Pembagian keuntungan secara adil (fair-share) bagi masyarakat adat dan komunitas petani atas pemanfaatan khazanah pengetahuan mereka, juga pengembakbiakan tanaman pangan dan obat-obatan, oleh perusahaan agribisnis dan farmasi.


Download ppt "Utang Ekologis dalam perspektif HAM: Konteks Indonesia"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google