Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN REGIONAL (IPR) PROVINSI NTB

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN REGIONAL (IPR) PROVINSI NTB"— Transcript presentasi:

1 PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN REGIONAL (IPR) PROVINSI NTB
Oleh: BPS PROVINSI NTB Mataram, 8 Mei 2015

2 OUTLINE PAPARAN 1 2 3 5 Pendahuluan Tinjauan Pustaka Penyusunan IPR
Metodologi Penyusunan IPR Outline Penyusunan IPR Evaluasi Penyusunan IPR Provinsi NTB 2013 1 2 3 5

3 I. Pendahuluan - Tujuan Pembangunan Kesejahteraan
(Sesuai dengan Pembukaan UUD1945, alinea IV). Tidak mudah untuk mengukur kemajuan pembangunan serta keterbandingannya antar daerah. Alat Ukur Kinerja Pembangunan: indikator tunggal, indikator komposit?? Program pembangunan di Indonesia hakekatnya merupakan pengejawantahan dari tujuan negara yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya pada alinea keempat pembukaannya

4 Alat Ukur Kinerja Pembangunan Yang Sering digunakan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kelemahan : tingginya nilai PDRB tidak menjamin tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Mengukur 3 aspek utama pembangunan manusia (UNDP, 1990) yaitu pengetahuan (knowledge), Peluang Hidup (Longevity) dan hidup layak (decent living). PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu ukuran di bidang ekonomi yang umum digunakan. PDRB yang tinggi di suatu wilayah tidak selalu dinikmati oleh yang bersangkutan meskipun dihasilkan oleh wilayah tersebut. Dimensi pembangunan manusia sebenarnya lebih luas dari ketiga aspek yang diukur IPM, sehingga sangat jelas bahwa IPM masih mempunyai keterbatasan yaitu belum mampu mengukur secara utuh kinerja pembangunan wilayah.

5 Latar Belakang Penyusunan IPR
Evaluasi terhadap kinerja pembangunan NTB diharapkan mencakup sebanyak mungkin aspek-aspek yang dapat menggambarkan kondisi dan perkembangan suatu daerah. “Semakin banyak dimensi/variable/indikator yang dilibatkan untuk mengukur kinerja pembangunan, maka akan memberikan hasil yang mendekati benar (Kerlinger, 1995)”.

6 Kenapa IPR?? Indeks Pembangunan Regional (IPR)
Mengukur kinerja pembangunan wilayah dari berbagai dimensi (BPS, 2009), serta mampu memotret perbedaan tingkat pembangunan baik antar wilayah maupun antar waktu. Ada pembeda pengukuran pencapaian pembangunan daerah karena kinerja pembangunan yang diukur mencakup banyak aspek, sementara IPM mengukur kinerja pembangunan dengan pendekatan kualitas manusia (human), sehingga IPR dimaksudkan untuk melengkapi ukuran IPM yang ada.

7 Tujuan Penyusunan IPR (1)
Secara umum : Penyusunan Indeks Pembangunan Regional (IPR) Provinsi NTB Tahun 2013 untuk mengukur kinerja pembangunan antar wilayah dan antar waktu di Provinsi NTB.

8 Tujuan Penyusunan IPR (2)
Secara Khusus: Membandingkan kinerja pembangunan regional antar kabupaten/kota. Melihat perkembangan kinerja pembangunan regional pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTB tahun Mengidentifikasi kabupaten/kota dengan kinerja pembangunan regional terbaik dan terburuk pada setiap dimensi pembangunan. Menawarkan ukuran alternatif untuk evaluasi kinerja pembangunan bagi perumus kebijakan.

9 II. Tinjauan Pustaka Wang (2007) dalam publikasi ADB Institute Discussion Paper no. 66 berjudul “Who’s in First? A Regional Development Index for the People’s Republic of China’s Provinces”. Penyempurnaan penyusunan Indeks Pembangunan Regional (BPS, 2010), menentukan lima dimensi pembangunan yang mencakup Dimensi Ekonomi, Dimensi Sosial, Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik, Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup, dan Dimensi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Mencoba mengukur pembangunan regional dengan memasukkan sekitar 70 indikator dasar, yang dikelompokkan ke dalam 11 aspek, diantaranya tingkat pertumbuhan ekonomi, produktivitas, pertumbuhan manusia, pendidikan, persamaan sosial, pelayanan umum, keamanan masyarakat, infrastruktur, perlindungan alam sekitar/lingkungan, perkembangan kelembagaan, serta sumber daya alam dan lokasi geografis

10 Pohon IPR IPR EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
INFRASTRUKTUR & PELAYANAN PUBLIK KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP TEKNOLOGI, INFORMASI & KOMUNIKASI SOSIAL

11 Pohon Dimensi Ekonomi EKONOMI PENDAPATAN & URBANISASI KETENAGAKERJAAN
KEMAMPUAN KEUANGAN, INVESTASI & STRUKTUR EKONOMI Daya Beli Pekerja formal PAD per penerimaan PMTB thd PDB PPP per kapita Pekerja fulltime Kontribusi Tersier thd PDB Urbanisasi Pkrj dgn upah > UMP

12 Pohon Dimensi Sosial SOSIAL PENDIDIKAN KESEHATAN KEPENDUDUKAN
SOSIAL LAINNYA RLS / MYS AHH Pertumbuhan pddk Persepsi keamanan baik AMH Pddk tdk sakit Ratio ketergantungan Pddk bukan korban kejahatan APS 7 – 12 thn Balita diimunisasi TFR APS 13 – 15 thn Pddk tidak miskin APS 16 – 18 thn Pddk tamat PT/Univ

13 Pohon Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik
INFRASTRUKTUR & PELAYANAN PUBLIK PENDIDIKAN KESEHATAN Rasio murid/kelas SD Rasio murid/kelas SMP Rasio murid/kelas SMU Rasio tempat tidur RS per pddk Rasio puskesmas per pddk RT dgn listrik Rasio kantor bank per kecamatan INFRASTRUKTUR & PELAYANAN PUBLIK LAIN Ratio dokter per pddk Persalinan balita oleh tenaga medis Pddk berobat ke RS dan dokter Lahan sawah beririgrasi Panjang jalan diaspal

14 Pohon Dimensi Lingkungan Hidup
PENCEMARAN UDARA Konsentrasi NO2 di udara PENCEMARAN AIR/TANAH Konsentrasi SO2 di udara Desa tdk mengalami pencemaran udara Konsentrasi BOD pada air sungai Konsentrasi COD pada air sungai Konsentrasi DO pada air sungai Desa tdk mengalami pencemaran air Desa tdk mengalami pencemaran tanah RT dengan akses air minum bersih RT dengan akses sanitasi layak

15 Pohon Dimensi Teknologi, Informasi dan Komunikasi
INFORMASI, TEKNOLOGI & KOMUNIKASI TEKNOLOGI INFORMASI RT dengan PC/Laptop RT Akses Internet Pddk mendengarkan radio Pddk nonton tv Pddk baca koran Rasio kantor pos/desa RT menguasai tlp RT Menguasai HP KOMUNIKASI

16 III. Metodologi Penyusunan IPR
1. Sumber Data Data BPS, baik dari hasil sensus maupun survei, sedangkan data lainnya diperoleh dari dinas/instansi lainnya. Dilakukan interpolasi/proxy pada data yang tidak tersedia secara kontinyu setiap tahun. 2. Transformasi Indikator : Metode Max-Min. Pembobotan Indikator : Metode Korelasi. Pembobotan Subdimensi : Metode Equal Weighting (EW); semua variabel diberikan penimbang yang sama. Ini menunjukkan bahwa semua variabel sama “penting”. Pembentukan IPR dan Dimensi IPR : Agregasi Linier (LA) digunakan jika setiap indikator memiliki ukuran yang sama dan mendasarkan pada proporsionalitas bobot indikator, Dalam LA, pengaruh perbedaaan nilai indikator bersifat konstan.

17 IV. Outline Penulisan IPR 2014
Bab I. Pendahuluan Bab II. Tinjauan Pustaka Pengukuran Pembangunan Regional Bab III. Kerangka Penyusunan Indeks Pembangunan Regional (IPR) Bab IV. Metodologi Penyusunan Indeks Pembangunan Regional (IPR) Bab V. Kinerja Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Barat Bab VI. Kesimpulan dan Saran

18 Jadwal Penyusunan IPR 2014 Kegiatan Maret 2015 April 2015 Mei 2015
Juni 2015 Juli 2015 Agustus 2015 September 2015 Oktober 2015 I II III IV Persiapan Pengumpulan Data Validasi Data Kompilasi Data Pengolahan Data Tabulasi Data Analisis IPR Penyusunan Publikasi Pencetakan Publikasi

19 V. Evaluasi Penyusunan IPR 2013
Terdapat beberapa indikator yang tidak tersedia sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai bagian penghitungan komposit sub dimensi IPR. Indikator tersebut adalah indikator lingkungan hidup yang bersumber dari data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dan Penelitian (BPLHP). Pada sub dimensi pencemaran udara hanya tersedia satu dari tiga indikator yaitu persentase desa yang tidak mengalami pencemaran udara dan pada sub dimensi pencemaran air/tanah dari 7 indikator hanya tersedia empat indikator saja yaitu persentase desa yang tidak mengalami pencemaran air, persentase desa yang tidak mengalami pencemaran tanah, persentase rumah tanggga yang mengakses air bersih dan persentase rumah tanggga dengan sanitasi layak, maka dalam penghitungan bobotnya, dua sub dimensi lingkungan hidup tersebut digabung menjadi satu sub dimensi menjadi sub dimensi pencemaran udara, tanah dan air. Keterbatasan indikator dimensi lingkungan hidup tersebut menyebabkan nilai dari dimensi lingkungan hidup tersebut tidak dapat terbanding dengan nilai dimensi lingkungan hidup provinsi lainnya.

20 Evaluasi Penyusunan IPR 2013
Selain itu, terdapat beberapa indikator yang bersumber dari data yang tidak tersedia secara kontinyu setiap tahun, seperti data yang bersumber dari Podes dan Susenas Modul Sosial Budaya dan Perumahan (MSBP) serta parameter demografi yang bersumber dari data Sensus Penduduk 2010 (SP2010), sehingga dilakukan interpolasi/proxy agar indikator tersebut bisa tersedia sampai dengan periode yang diinginkan. Tidak lengkapnya indikator pada dimensi lingkungan hidup menyebabkan penghitungan IPR NTB tidak melibatkan dimensi lingkungan hidup (agar dapat terbanding secara nasional).

21 Capaian Kinerja Pembangunan Regional Provinsi NTB 2013
Indeks Pembangunan Regional (IPR) adalah indeks yang dibangun berdasarkan indikator output dan outcome. Melalui penyusunan IPR, diharapkan kinerja pembangunan NTB dapat diukur secara lebih mendetail serta dapat melengkapi ukuran IPM yang telah ada. IPR terdiri dari lima dimensi yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi infrastruktur dan pelayanan publik, dimensi kualitas lingkungan hidup dan dimensi teknologi informasi dan komunikasi.

22 IPR (Tanpa Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup) Tahun 2008 Menurut Provinsi
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

23 IPR (Tanpa Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup) Tahun 2009 Menurut Provinsi
Berdasarkan hasil penghitungan IPR tahun yang dipublikasikan dalam Penyusunan Indeks Pembangunan Regional 2010, secara nasional dapat diketahui bahwa DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Bali dan Kalimantan Timur menduduki posisi lima besar. DKI Jakarta memiliki nilai IPR di atas 70 melebihi provinsi lainnya karena memiliki pencapaian tertinggi pada semua dimensi pembangunan. Jika peringkat provinsi dilihat dari capaian IPR terendah, maka Papua, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Maluku Utara merupakan lima besar provinsi dengan capaian pembangunan terendah baik di tahun 2008 maupun 2009. Capaian pembangunan NTB tahun 2008 berada pada posisi 26 dari 33 provinsi di Indonesia dengan nilai IPR sebesar 48,4. Kinerja pembangunan NTB terus mengalami peningkatan. Ini terlihat dari nilai IPR-nya yang terus bergerak naik menjadi 50,00 (tahun 2009) dan menjadikan peringkat pembangunan NTB beranjak menjadi peringkat 23. Namun, nilai IPR NTB yang masih berada di bawah 50 terlihat sangat timpang ketika dibandingkan dengan provinsi tentangganya yaitu Bali yang sudah memiliki capaian IPR di atas 60. Tetapi ketika disandingkan dengan capaian IPR NTT, terlihat bahwa kinerja pembangunan NTB relatif lebih baik. Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

24 Perkembangan IPR NTB (Tanpa Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup) dan Dimensi Pembentuknya, Tahun Sampai dengan tahun 2013 kinerja pembangunan NTB terus mengalami peningkatan. Ini terlihat dari nilai IPRnya yang terus bergerak naik dari 48,40 di tahun 2008 menjadi 59,15 tahun Terus meningkatnya nilai IPR NTB mengindikasikan bahwa pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan kinerja pembangunannya. Untuk mengetahui kinerja pembangunan NTB secara lebih mendetail, maka perlu dirinci kinerja pembangunannya menurut lima dimensi pembentuknya Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

25 IPR Dimensi Ekonomi Tahun 2008 Menurut Provinsi
Pada tahun 2008, DKI Jakarta, Kepulauan Riau,DI Yogyakarta, Bali dan Banten menduduki posisi lima besar dengan kinerja bidang ekonomi terbaik. Sementara Provinsi NTT, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Tengah adalah lima provinsi dengan capaian kinerja pembangunan ekonomi terendah Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

26 IPR Dimensi Ekonomi Tahun 2009 Menurut Provinsi
Pada periode terlihat adanya peningkatan capaian pembangunan, ini terlihat dari peningkatan nilai indeks dimensi ekonomi pada hampir semua provinsi di Indonesia. Namun demikian, disparitas yang cukup besar terlihat pada kinerja pembangunan ekonomi antar provinsi yang terutama disebabkan oleh rendahnya capaian pembangunan ekonomi di Indonesia bagian timur. Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

27 Perkembangan IPR Dimensi Ekonomi Provinsi NTB, Tahun 2008-2013
Pemerintah daerah NTB terus berusaha untuk meningkatkan kinerja ekonominya, ini terlihat dari nilai IPR dimensi ekonomi-nya yang terus bergerak naik dari 36,30 di tahun 2008 menjadi 49,27 tahun 2013 Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

28 Perkembangan Nilai Subdimensi Ekonomi NTB, Tahun 2008-2013
Tahun Subdimensi Ekonomi Dimensi Ekonomi Pendapatan dan Urbanisasi Ketenagakerjaan Kemampuan Keuangan Daerah, Investasi dan Struktur Ekonomi (1) (2) (3) (4) (5) 2008 38,18 34,77 36,10 36,30 2009 38,87 39,40 38,11 38,80 2011 39,46 54,75 50,40 48,20 2012 39,71 54,34 52,43 48,83 2013 40,24 54,81 52,75 49,27 Mencermati capaian ketiga sub dimensi bidang ekonomi NTB, pada periode terlihat peningkatan yang cukup tinggi pada dua sub dimensi ekonomi yaitu, sub dimensi ketenagakerjaan yang mengalami peningkatan sebesar 20,04 poin dan sub dimensi kemampuan keuangan daerah, investasi dan struktur ekonomi meningkat sebesar 16,65 poin. Sementara peningkatan yang tidak terlalu signifikan terlihat pada sub dimensi pendapatan dan urbanisasi yang hanya bergerak naik sebesar 2,06 poin. Melihat dari capaian masing-masing sub dimensi ekonomi ini bisa disimpulkan bahwa sub dimensi pendapatan dan urbanisasi perlu mendapatkan prioritas lebih Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

29 Subdimensi Pendapatan dan Urbanisasi
Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Subdimensi Pendapatan dan Urbanisasi NTB memiliki kemampuan daya beli yang sudah cukup baik, terlihat dari kemampuan daya belinya yang mencapai Rp ,- pada tahun Meskipun belum mencapai target maksimum daya beli (Rp , target PJP II tahun 2018), namun NTB menunjukkan kemampuan daya beli NTB yang relatif lebih baik jika dibandingkan provinsi lainnnya (sampai dengan tahun 2013 NTB termasuk 10 besar provinsi dengan kemampuan daya beli tertinggi). Kondisi sebaliknya terlihat dari besarnya PDRB per kapita NTB yang menunjukkan nilai yang relatif rendah. Pada tahun 2008, PDRB perkapita NTB ADH berlaku dengan memasukkan sub sektor pertambangan non migas mencapai Rp ,- kemudian meningkat menjadi Rp ,- di tahun 2013 atau mengalami pertumbuhan 11,74 persen. Meskipun memiliki pertumbuhan yang tergolong tinggi, namun nilai PDRB NTB ternyata masih jauh tertinggal dari provinsi lainnya.

30 Sub dimensi ketenagakerjaan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Sub dimensi ketenagakerjaan - Persentase penduduk yang bekerja ≥ 35 jam seminggu relatif rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. - Sampai dengan tahun 2013, kurang dari 50 persen pekerja di NTB memiliki upah diatas UMP. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan ketenagakerjaan di NTB belum mampu menciptakan kesejahteraan bagi para buruh/karyawan melalui peningkatan pendapatannnya. Sub dimensi kemampuan keuangan daerah, investasi dan struktur ekonomi. - Persentase kontribusi tersier terhadap PDRB NTB masih relatif rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya.

31 IPR Dimensi Sosial Tahun 2008 Menurut Provinsi
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

32 IPR Dimensi Sosial Tahun 2009 Menurut Provinsi
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

33 Perkembangan IPR Dimensi Sosial Provinsi NTB, Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

34 Perkembangan Nilai Subdimensi Sosial NTB Tahun 2008-2013
Kab/Kota Subdimensi Sosial Sosial Pendidikan Kesehatan Kependudukan Sosial Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) 2008 63,74 76,08 69,70 82,53 73,00 2009 63,36 79,42 70,80 82,57 74,00 2011 65,37 79,88 87,28 90,58 80,78 2012 67,78 80,35 87,98 91,29 81,85 2013 68,53 80,37 90,02 91,51 82,61 Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

35 Sub dimensi Pendidikan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Sosial Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Sub dimensi Pendidikan Rata-rata lama sekolah NTB masih berada pada angka 7,20 tahun. Angka melek huruf yang masih berada di kisaran 85 persen. Penduduk berusia 24 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan perguruan tinggi masih berada di bawah 10 persen. Masih rendahnya capaian pembangunan bidang pendidikan NTB merupakan salah satu penyebab tertinggalnya capaian bidang sosialnya jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, dan bahkan sub dimensi pendidikan NTB masih tertinggal jika dibandingkan dengan Provinsi NTT.

36 Evaluasi Kinerja Pembangunan Sosial Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya
Sub dimensi kesehatan AHH NTB pada tahun 2013 sebesar 63,21 tahun, indikator tersebut menempatkan NTB sebagai provinsi dengan angka harapan hidup terendah di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa derajat kesehatan NTB perlu mendapatkan perhatian lebih. Persentase balita yang diimunisasi terlihat cukup menggembirakan, data Susenas 2013 menunjukkan bahwa sekitar 97,44 persen balita diimunisasi, hal ini menunjukkan upaya yang cukup tinggi dari pemerintah daerah rangka menurunkan angka kematian bayi dan balita yang secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan AHH NTB.

37 Sub dimensi kependudukan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Sosial Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Sub dimensi kependudukan Laju pertumbuhan NTB tahun 2008 sebesar 1,61 persen diproyeksikan menjadi 0,60 persen di tahun 2035 (BPS, 2013). Sementara TFR juga diperkirakan akan menurun dari 2,72 di tahun 2010 menjadi 2,09 di tahun 2035 (BPS, 2013). Turunnya laju pertumbuhan penduduk dan TFR memperlihatkan keberhasilan pemerintah daerah dalam mengendalikan jumlah penduduk. Rasio ketergantungan masih menunjukkan angka di atas 50 persen (52,43 persen tahun 2013). Ini artinya beban tanggungan penduduk usia produktif terhadap penduduk usia non produktif masih cukup besar.

38 Sub dimensi sosial lainnya
Evaluasi Kinerja Pembangunan Sosial Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Sub dimensi sosial lainnya Persentase penduduk miskin di NTB relatif cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Provinsi NTB, NTT, Gorontalo, Maluku, Papua Barat dan Papua pada periode adalah enam besar provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi. Berbagai program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah NTB dinilai telah cukup berhasil dalam rangka penurunan tingkat kemisikinan, terlihat dari semakin menurunnya persentase penduduk miskin NTB setiap tahunnya. Persentase penduduk miskin menurun dari 22,80 persen tahun 2008 menjadi 17,25 persen di tahun 2013.

39 IPR Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik Tahun 2008 Menurut Provinsi
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

40 IPR Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik Tahun 2009 Menurut Provinsi
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

41 Perkembangan IPR Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik Provinsi NTB, Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

42 Perkembangan Nilai Subdimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik NTB,Tahun 2008-2013
Kab/Kota Subdimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik Infrastruktur dan Pelayanan Publik Pendidikan Kesehatan Infrastruktur dan Perjalanan Publik Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) 2008 74,63 33,04 72,89 60,20 2009 72,49 33,64 77,23 61,10 2011 76,67 41,93 87,74 68,78 2012 81,98 44,17 89,04 71,73 2013 85,65 53,71 89,53 76,30 Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

43 Sub dimensi pendidikan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Infrastruktur dan Pelayanan Publik Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Sub dimensi pendidikan Rasio murid terhadap jumlah kelas baik di jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA masih melebihi target minimum daya tampung kelas. Pada tahun 2013, rasio murid SD terhadap kelas sebesar 28,60 (target minimum mendiknas sebesar 28 murid per kelas), kemudian rasio murid SMP terhadap kelas sebesar 29,88 (target minimum mendiknas sebesar 28 murid per kelas), dan rasio murid SMA terhadap kelas sebesar 36,94 jauh melebihi target minimum mendiknas (32 murid per kelas). Masih relatif tingginya rasio murid per kelas di NTB menunjukkan bahwa penyediaan sarana pendidikan di NTB masih belum memadai. Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak optimal.

44 Evaluasi Kinerja Pembangunan Infrastruktur dan Pelayanan Publik Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya Sub dimensi kesehatan Rendahnya nilai indeks pada sub dimensi ini disebabkan oleh rendahnya rasio tempat tidur rumah sakit, rasio puskesmas dan dan rasio dokter terhadap penduduk. Sampai dengan tahun 2013, rasio tempat tidur rumah sakit di NTB mencapai 59,95 unit per penduduk. Kemudian rasio puskesmas baru mencapai 15,46 puskesmas per penduduk serta rasio dokter mencapai 11,53 dokter per penduduk. Data susenas tahun 2013 menunjukkan bahwa hanya 33,16 persen penduduk yang berobat ke RS dan Dokter, indikator ini turut berkontribusi pada rendahnya nilai dimensi infrastruktur bidang kesehatan NTB. Sementara indikator infrastruktur kesehatan yang terlihat cukup menggembirakan adalah tingginya persentase balita dengan kelahiran terakhir ditolong tenaga medis yaitu mencapai 88,26 persen di tahun 2013.

45 IPR Dimensi Teknologi, Informasi dan Komunikasi Tahun 2008 Menurut Provinsi
Peringkat 23 Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

46 IPR Dimensi Teknologi, Informasi dan Komunikasi Tahun 2009 Menurut Provinsi
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Indeks Pembangunan Regional 2010

47 IPR Dimensi Teknologi, Informasi dan Komunikasi Provinsi NTB Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

48 Perkembangan Nilai Subdimensi TIK NTB Tahun 2008-2013
Kab/Kota Subdimensi Teknologi, Informasi, dan Komuniasi Teknologi, Informasi, dan Komuniasi Teknologi Informasi Komunikasi (1) (2) (3) (4) (5) 2008 6,13 39,60 36,23 27,30 2009 33,91 39,62 26,60 2011 6,48 31,32 40,15 25,98 2012 8,52 43,10 27,65 2013 9,03 44,97 28,44 Rendahnya nilai dari sub dimensi teknologi di NTB, disebabkan oleh kecilnya persentase persentase rumah tangga yang menguasai PC/laptop/notebook dan rendahnya persentase rumah tangga dengan minimal 1 art yang mengakses internet. Berdasarkan data susenas, masing-masing indikator tersebut baru mencapai 9,53 dan 8,53 persen di tahun Sementara rendahnya nilai pada sub dimensi informasi disebabkan oleh rendahnya persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mendengarkan siaran radio (8,71 persen tahun 2013) dan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar (7,22 persen tahun 2013), sedangkan untuk penduduk usia 10 tahun ke atas yang menonton siaran TV sudah menunjukkan persentase yang cukup tinggi (86,04 persen). Sumber: BPS, Publikasi Penyempurnaan Penyusunan IPR 2010 BPS, Hasil Olahan IPR 2013 (Nilai IPR tahun )

49 Evaluasi Kinerja Pembangunan TIK Berdasarkan nilai subdimensi dan indikatornya
Rendahnya nilai dari sub dimensi teknologi NTB, disebabkan oleh kecilnya persentase persentase rumah tangga yang menguasai PC/laptop/notebook dan rendahnya persentase rumah tangga dengan minimal 1 art yang mengakses internet. Berdasarkan data susenas, masing-masing indikator tersebut baru mencapai 9,53 dan 8,53 persen di tahun Sementara rendahnya nilai pada sub dimensi informasi disebabkan oleh rendahnya persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mendengarkan siaran radio (8,71 persen tahun 2013) dan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar (7,22 persen tahun 2013), sedangkan untuk penduduk usia 10 tahun ke atas yang menonton siaran TV sudah menunjukkan persentase yang cukup tinggi (86,04 persen).

50 Peringkat IPR Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011-2013
IPR Gabungan Semua Dimensi IPR tanpa Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup Peringkat Indeks 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) Lombok Barat 5 6 59,21 60,54 61,86 4 54,84 56,53 57,61 Lombok Tengah 7 8 58,55 59,50 61,33 54,11 54,83 56,72 Lombok Timur 58,13 59,66 61,12 9 52,81 53,63 55,72 Sumbawa 3 60,77 60,80 63,52 55,05 55,14 58,09 Dompu 58,99 60,02 54,15 55,65 56,90 Bima 10 55,69 56,75 57,37 49,69 50,66 51,33 Sumbawa Barat 61,39 62,73 63,06 55,44 56,98 57,00 Lombok Utara 55,41 58,28 58,75 49,85 53,83 54,88 Kota Mataram 1 71,46 73,26 73,35 68,03 69,90 69,68 Kota Bima 2 67,88 68,52 70,12 64,67 65,11 66,52 Nilai IPR (baik dengan ataupun tanpa memasukkan dimensi lingkungan hidup) menunjukkan bahwa Kota Mataram, Kota Bima, Sumbawa Barat, Sumbawa dan Lombok Barat adalah kabupaten/kota yang memiliki kinerja pembangunan regional relatif baik pada periode Kota Mataram memiliki nilai IPR sebesar 73,35 (tahun 2013), nilai indeks ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan nilai IPR kabupaten/kota lainnya di NTB. Sementara itu, Kabupaten Bima, Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Tengah dan Dompu merupakan kabupaten/kota dengan nilai indeks IPR relatif yang relatif rendah. Kabupaten Bima dan Lombok Utara selama periode selalu menempati posisi terbawah. Secara umum IPR kabupaten/kota masih berada dibawah nilai indeks 70, sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja pembangunan NTB masih berada pada kategori menengah ke atas. Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

51 Peringkat IPR Dimensi Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota,Tahun 2011-2013
Indeks Dimensi Ekonomi 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Lombok Barat 3 53,88 52,27 54,12 Lombok Tengah 5 6 7 45,28 45,33 45,40 Lombok Timur 4 49,08 49,23 51,07 Sumbawa 44,83 45,67 51,57 Dompu 44,45 43,07 45,77 Bima 10 37,21 37,11 37,15 Sumbawa Barat 8 43,69 41,03 43,16 Lombok Utara 9 39,90 40,66 39,29 Kota Mataram 1 75,46 76,39 75,58 Kota Bima 2 65,30 66,88 65,07 Pada periode , tiga kabupaten/kota dengan nilai indeks dimensi ekonomi yang relatif baik adalah Kota Mataram, Kota Bima dan Kabupaten Lombok Barat. Nilai indeks dimensi ekonomi Kota Mataram pada tahun 2011 sebesar 75,46, kemudian tahun 2012 naik menjadi 76,39, tahun 2013 nilai indeksnya menurun menjadi 75,58. Sementara di kabupaten/kota lainnya, sampai dengan tahun 2013 capaian indeks dimensi ekonominya masih berada di bawah angka 70, bahkan ada kabupaten/kota yang memiliki indeks dibawah 40 yaitu Kabupaten Lombok Utara dan Bima. Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

52 Perkembangan Nilai Subdimensi Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2011-2013
Pendapatan dan Urbanisasi Ketenagakerjaan Kemampuan Keuangan Daerah, Investasi dan Struktur Ekonomi 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Lombok Barat 46,42 46,84 47,31 61,09 57,93 61,55 54,15 52,04 53,51 Lombok Tengah 39,75 40,30 40,76 42,93 42,09 40,88 53,18 53,60 54,56 Lombok Timur 47,24 48,21 54,02 53,95 56,69 46,38 46,51 48,30 Sumbawa 41,75 42,33 51,98 52,86 50,87 40,77 41,81 60,93 Dompu 38,40 38,99 39,50 45,15 41,77 48,46 49,80 49,35 Bima 31,45 31,97 32,51 34,71 34,66 33,16 45,47 44,71 45,78 Sumbawa Barat 56,42 51,33 52,17 48,90 54,97 56,51 25,74 16,78 20,79 Lombok Utara 34,34 34,75 35,16 35,68 38,75 35,18 49,68 48,48 47,52 Kota Mataram 67,79 68,20 68,88 93,13 94,84 89,09 65,44 66,14 68,78 Kota Bima 56,26 56,75 57,16 78,00 80,41 75,02 61,65 63,48 63,04 Secara umum selama periode , terdapat kesenjangan yang cukup besar antar kabupaten/kota dalam kinerja pembangunan ekonomi. Seperti yang terlihat pada kisaran skor dari indeks dimensi ekonomi (terendah 37,11 dan tertinggi 76,39). Kesenjangan terbesar terlihat dari indeks ekonomi kota terhadap indeks ekonomi kabupaten. Dilihat dari besaran skor sub dimensinya, maka sub dimensi ketenagakerjaan merupakan aspek yang cepat berkembang dibandingkan dengan sub dimensi pendapatan dan urbanisasi yang cenderung bergerak sangat lambat, sedangkan sub dimensi kemampuan keuangan daerah, investasi dan struktur ekonomi terus mengalami peningkatan di sebagian besar kabupaten/kota Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

53 Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota
Tiga besar Kabupaten/kota dengan kinerja pembangunan ekonomi relatif tinggi : Kota Mataram, Kota Bima dan Lombok Barat. Kota Mataram memiliki skor yang relatif tinggi pada sebagian besar indikator di setiap sub dimensinya. Misalnya tingkat urbanisasi yang telah mencapai skor tertinggi (100) dan kontribusi sektor tersier dalam PDRB yang mencapai lebih dari 70 persen . Capaian kinerja ekonomi Kota Bima yang relatif tinggi disebabkan oleh kontribusi sektor tersier dalam PDRB yang mencapai lebih dari 70 persen serta lebih dari 50 persen pekerja di Kota Bima memiliki upah di atas UMK. Kabupaten Lombok Barat juga memiliki indikator ketenagakerjaan yang cukup baik, ditunjukan dengan persentase penduduknya yang lebih dari 60 persen bekerja di atas jam kerja normal. Selain itu persentase PAD Lombok Barat yang relatif tinggi yaitu mencapai lebih dari 10 persen dari total penerimaan daerahnya. Dua indikator tersebut secara tidak langsung mendongkrak nilai indeks dimensi ekonomi di kabupaten tersebut.

54 Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota
Tiga besar Kabupaten/kota dengan kinerja pembangunan ekonomi relatif rendah : Kabupaten Bima, Lombok Utara dan Sumbawa Barat. Capaian kinerja ekonomi Kabupaten Bima dan Lombok Utara relatif rendah, disebabkan oleh rendahnya skor pada semua sub dimensi ekonomi. Indikator yang cukup rendah capaiannya di Kabupaten Bima dan Lombok Utara adalah daya beli masyarakat dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Rendahnya daya beli menunjukkan bagaimana program pemerintah belum mampu menstimulasi perekonomian dalam mendorong daya beli masyarakat. Disamping itu, tingkat urbanisasi di dua kabupaten tersebut juga relatif rendah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnnya di NTB. Tingkat urbanisasi yang rendah menunjukkkan bahwa pembangunan ekonomi dan infrastruktur pada dua kabupaten/kota tersebut belum mampu mendorong terciptanya penduduk yang lebih maju dan modern. Kabupaten Sumbawa Barat yang memiliki skor yang relatif cukup tinggi pada sub dimensi pendapatan dan urbanisasi namun memiliki kinerja bidang ekonomi yang relatif rendah. Rendahnya kinerja ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat disebabkan oleh skor yang cukup rendah pada sub dimensi kemampuan keuangan daerah, investasi dan struktur ekonominya, yaitu pada indikator kontribusi PMTB terhadap PDRB yang memiliki persentase cukup kecil. Indikator tersebut menunjukkkan bahwa kebijakan ekonomi di kabupaten tersebut belum mampu merangsang para investor untuk berinvestasi. Indikator lainnnya yang nilainya relatif cukup rendah di kabupaten tersebut adalah persentase kontribusi tersier terhadap PDRB yang hanya berkisar 3 sampai 6 persen pada periode

55 Peringkat IPR Dimensi Sosial Menurut Kabupaten/Kota,Tahun 2011-2013
Indeks Dimensi Sosial 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Lombok Barat 9 10 80,26 80,39 81,10 Lombok Tengah 6 80,54 81,44 81,90 Lombok Timur 4 80,82 82,21 82,52 Sumbawa 3 81,61 82,75 83,38 Dompu 5 7 80,62 81,21 82,06 Bima 8 79,78 80,73 80,21 Sumbawa Barat 80,31 81,73 81,68 Lombok Utara 80,38 80,60 81,24 Kota Mataram 1 86,88 88,24 88,80 Kota Bima 2 84,83 85,87 85,55 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

56 Perkembangan Nilai Subdimensi Sosial Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2011-2013
Pendidikan Kesehatan Kependudukan Sosial Lainnya 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) Lombok Barat 61,43 60,10 62,33 82,90 83,65 83,38 89,48 89,80 90,24 88,26 88,82 88,99 Lombok Tengah 60,56 62,48 62,74 79,30 79,92 80,63 89,45 89,84 90,28 93,10 93,50 93,67 Lombok Timur 61,76 67,40 68,57 80,17 79,09 78,83 87,31 87,63 87,93 93,78 94,26 94,05 Sumbawa 67,89 68,69 69,32 78,50 80,84 81,91 87,11 88,05 93,33 93,89 93,99 Dompu 71,66 69,85 71,88 81,13 83,46 84,00 73,48 74,20 74,63 95,25 96,00 96,09 Bima 67,47 69,84 69,26 79,99 80,28 77,93 75,62 76,20 76,67 93,85 94,12 94,19 Sumbawa Barat 70,47 72,52 72,28 80,32 83,54 81,84 78,87 78,89 79,72 95,33 95,51 95,96 Lombok Utara 60,45 59,51 61,99 81,47 81,67 81,04 87,85 88,49 88,80 91,91 92,53 92,69 Kota Mataram 75,91 79,39 79,47 83,40 84,22 85,64 95,73 95,88 95,95 94,09 94,79 Kota Bima 77,02 79,33 78,37 81,68 82,83 81,71 88,31 88,70 89,08 92,42 92,51 92,67 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

57 Evaluasi Kinerja Pembangunan Sosial Kabupaten/Kota
Secara umum selama periode , semua kabupaten/kota di NTB memiliki nilai indeks dimensi sosial yang relatif cukup baik yaitu berkisar antara 79 sampai 89. Jika diperingkatkan maka Kota Mataram, Kota Bima dan Kabupaten Sumbawa memiliki kinerja sosial yang relatif lebih baik jika dibandingkan tujuh kabupaten/kota lainnnya di NTB. Skor pada sub dimensi pendidikan untuk sebagian besar kabupaten/kota di NTB masih berada di bawah nilai 70. Ini berarti pencapaian kinerja sosial di bidang pendidikan bisa dikatakan relatif cukup rendah. Misalkan saja, pada indikator rata-rata lama sekolah, dimana sebagian besar kabupaten/kota masih berada di bawah 7 tahun, kecuali Kota Mataram dan Kota Bima yang sudah mencapai 9-10 tahun. Indikator lain yang masih memiliki capaian cukup rendah adalah angka melek huruf. Untuk angka melek huruf, masih ada beberapa kabupaten yang memiliki angka melek huruf di bawah 80 persen yaitu Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Utara. Capaian yang relatif rendah juga terlihat pada sub dimensi kesehatan. Pada indikator angka harapan hidup, terlihat bahwa angka harapan hidup seluruh kabupaten/kota di NTB juga masih rendah yaitu berada di bawah 70 tahun.

58 Evaluasi Kinerja Pembangunan Sosial Kabupaten/Kota
Sub dimensi Kependudukan : Rasio ketergantungan dari masing-masing kabupaten/kota sebagian besar masih berada di atas 50, kecuali di Kota Mataram yang memiliki angka ketergantungan sebesar 45 persen. Sub Dimensi Sosial Lainnya : Tingkat Kemiskinan relatif tinggi, Kota Mataram dan Kota Bima sampai dengan tahun 2013 memiliki persentase penduduk miskin yang relatif rendah jika dibandingkan kabupaten/kota lainnya di NTB. Sedangkan Kabupaten Lombok Utara adalah kabupaten dengan persentase penduduk miskin lebih dari 30 persen. Tingginya persentase penduduk miskin di kabupaten Lombok Utara menjadi salah satu penyebab rendahnya kinerja pembangunan sosial di Kabupaten tersebut.

59 Indeks Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik
Peringkat IPR Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik Menurut Kabupaten/Kota,Tahun Kabupaten/Kota Peringkat Indeks Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Lombok Barat 8 6 7 58,48 66,19 67,19 Lombok Tengah 4 5 2 66,04 66,47 73,19 Lombok Timur 9 10 56,63 56,48 61,84 Sumbawa 64,00 62,27 66,70 Dompu 3 1 66,55 73,00 73,13 Bima 60,43 62,10 64,64 Sumbawa Barat 65,58 71,07 69,16 Lombok Utara 52,15 65,83 69,91 Kota Mataram 66,83 69,74 69,15 Kota Bima 74,63 70,29 78,95 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

60 Infrastruktur dan Perjalanan Publik Lainnya
Perkembangan Nilai Subdimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik Menurut Kabupaten/Kota, Tahun Kabupaten/Kota Pendidikan Kesehatan Infrastruktur dan Perjalanan Publik Lainnya 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Lombok Barat 64,27 84,08 80,80 24,38 25,05 30,01 86,80 89,45 90,75 Lombok Tengah 88,03 87,28 93,65 24,05 24,80 37,43 86,04 87,35 88,49 Lombok Timur 71,53 64,78 75,36 22,85 24,36 30,79 75,51 80,29 79,36 Sumbawa 87,56 82,16 92,32 35,01 33,43 36,07 69,45 71,23 71,71 Dompu 89,06 100,00 95,22 44,41 50,79 55,99 66,19 68,21 68,18 Bima 78,23 85,24 87,94 36,01 34,20 37,38 67,06 66,86 68,60 Sumbawa Barat 88,94 98,32 90,27 41,57 47,87 48,52 66,23 67,02 68,69 Lombok Utara 59,88 86,03 90,49 16,68 26,07 33,10 79,90 85,40 86,13 Kota Mataram 50,92 54,02 56,44 52,53 55,49 52,84 97,05 99,72 98,18 Kota Bima 96,73 85,61 96,01 41,64 46,23 56,94 85,51 79,02 83,89 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

61 Evaluasi Kinerja Pembangunan Infrastruktur dan Pelayanan Publik Kabupaten/Kota
Tahun 2011; Pencapaian kinerja infrastruktur dan pelayanan publik Kota Bima dikatakan relatif baik, disebabkan oleh indikator rasio murid SD dan SMP yang berkisar 25 murid per kelasnya, rasio dokter yang mencapai 30 dokter per penduduknya, lebih dari 50 persen penduduk Kota Bima berobat secara medis. Sementara penyebab rendahnya nilai indeks dimensi infrastruktur dan pelayanan publik di Kabupaten Lombok Utara adalah masih kurangnya sarana kesehatan serta rendahnya persentase masyarakat yang berobat ke dokter dan rumah sakit. Data susenas 2011 menunjukkkan bahwa hanya 14 persen penduduk Lombok Utara yang berobat ke dokter /rumah sakit. Tahun 2012, tiga kabupaten/kota dengan nilai indeks dimensi infrastruktur dan pelayanan publik yang relatif baik adalah Kabupaten Dompu, Sumbawa Barat dan Kota Bima. Sementara, tiga kabupaten dengan nilai indeks dimensi infrastruktur dan pelayanan publik terendah adalah Kabupaten Sumbawa, Bima dan Lombok Timur. Tingginya rasio jumlah murid SD, SMP dan SMA terhadap jumlah kelas yang tersedia merupakan salah satu penyebab rendahnya skor pada sub dimensi pendidikan di tiga kabupaten tersebut. Sementara rendahnya skor sub dimensi kesehatannya disebabkan oleh rendahnya rasio tempat tidur rumah sakit, rasio puskesmas serta rasio dokter terhadap penduduknya.

62 Evaluasi Kinerja Pembangunan Infrastruktur dan Pelayanan Publik Kabupaten/Kota
Tahun 2013 : Tiga kabupaten dengan nilai indeks relatif tinggi pada dimensi infrastruktur dan pelayanan publik adalah Kota Bima, Lombok Tengah dan Dompu. Sementara tiga kabupaten/kota yang memiliki nilai indeks infrastruktur terendah masih sama dengan kondisi tahun 2012 yaitu masih berada di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Lombok Timur. Tingginya kinerja pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di Kabupaten Lombok Tengah karena rendahnya rasio murid SMA terhadap kelas. Selain itu, pada sub dimensi infrastruktur dan pelayananan publik lainnnya terlihat bahwa rasio bank per kecamatannya sudah mencapai target yang diharapkan, yaitu 3 bank per kecamatan

63 Indeks Dimensi Kualitas Pembangunan Lingkungan Hidup
Peringkat IPR Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup Menurut Kabupaten/Kota,Tahun Kabupaten/Kota Peringkat Indeks Dimensi Kualitas Pembangunan Lingkungan Hidup 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Lombok Barat 9 76,68 76,58 78,85 Lombok Tengah 10 7 8 76,28 78,19 79,79 Lombok Timur 6 3 5 79,39 83,77 82,70 Sumbawa 4 83,65 83,43 85,25 Dompu 78,34 77,49 81,73 Bima 79,70 81,10 81,51 Sumbawa Barat 1 2 85,21 85,73 87,29 Lombok Utara 77,65 76,04 74,23 Kota Mataram 86,72 88,03 Kota Bima 80,70 82,15 84,49 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

64 Pencemaran Air, Tanah dan Udara
Perkembangan Nilai Subdimensi Kualitas Lingkungan Hidup Menurut Kabupaten/Kota, Tahun Kabupaten/Kota Pencemaran Air, Tanah dan Udara 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) Lombok Barat 76,68 76,58 78,85 Lombok Tengah 76,28 78,19 79,79 Lombok Timur 79,39 83,77 82,70 Sumbawa 83,65 83,43 85,25 Dompu 78,34 77,49 81,73 Bima 79,70 81,10 81,51 Sumbawa Barat 85,21 85,73 87,29 Lombok Utara 77,65 76,04 74,23 Kota Mataram 86,72 88,03 Kota Bima 80,70 82,15 84,49 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

65 Evaluasi Kinerja Pembangunan Kualitas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
Secara umum kinerja pembangunan untuk dimensi kualitas lingkungan hidup NTB selama periode relatif baik, ditunjukkan dengan nilai indeks yang berada diatas 70. Namun demikian, indikator air bersih dan sanitasi layak terlihat kurang menggembirakan. Hanya terdapat dua kabupaten/kota di NTB yang memiliki persentase penduduk dengan akses air bersih di atas 80 persen yaitu Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Mataram. Sementara kabupaten/kota lainnnya, hanya memiliki persentase dibawah 70 persen. Bahkan Kabupaten Lombok Utara pada periode tersebut, hanya memiliki persentase penduduk di bawah 40 persen. Indikator sanitasi layak juga menunjukkan kondisi yang cukup memprihatinkan, yaitu hanya Kabupaten Sumbawa Barat saja yang memiliki persentase di atas 70 persen sedangkan kabupaten /kota lainnnya hanya memiliki persentase sanitasi layak di bawah 60 persen. Bahkan Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara hanya memiliki persentase di bawah 40 persen.

66 Peringkat IPR Dimensi TIK Menurut Kabupaten/Kota,Tahun 2011-2013
Indeks Dimensi Teknologi, Informasi dan Komunikasi 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Lombok Barat 6 26,72 27,25 28,02 Lombok Tengah 9 8 24,59 26,06 26,38 Lombok Timur 7 24,71 26,60 27,47 Sumbawa 4 29,75 29,88 30,71 Dompu 24,97 25,33 26,62 Bima 10 21,34 22,71 23,33 Sumbawa Barat 3 32,18 34,11 34,01 Lombok Utara 5 26,97 28,25 29,08 Kota Mataram 1 42,94 45,23 45,17 Kota Bima 2 33,93 37,42 36,51 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

67 Perkembangan Nilai Subdimensi TIK Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2011-2013
Teknologi Informasi Komunikasi 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Lombok Barat 5,83 5,44 5,06 37,07 37,26 39,26 41,92 Lombok Tengah 3,89 4,86 5,31 32,83 37,04 40,50 40,99 Lombok Timur 2,79 5,87 7,29 35,37 35,97 38,55 39,74 Sumbawa 9,98 10,66 11,45 32,66 46,62 46,33 48,01 Dompu 4,61 4,31 4,79 35,25 35,06 36,44 39,83 Bima 1,80 3,33 2,84 31,26 30,95 33,53 35,88 Sumbawa Barat 11,80 15,91 16,34 40,63 44,12 45,78 45,05 Lombok Utara 3,21 5,12 30,14 47,56 49,50 51,79 Kota Mataram 24,44 30,28 31,08 60,27 61,30 60,32 Kota Bima 12,78 20,08 17,01 40,72 48,27 51,45 51,81 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

68 Evaluasi Kinerja Pembangunan TIK Kabupaten/Kota
Pada periode , nilai indeks TIK kabupaten/kota di NTB memiliki kisaran nilai indeks 21 sampai 45, sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja pembangunan di bidang ini relatif cukup rendah. Tidak semua kabupaten/kota di NTB mampu beradaptasi dengan perkembangan TIK. Kabupaten/kota di NTB dengan indeks TIK yang relatif rendah adalah Kabupaten Bima, Lombok Tengah, Lombok Timur, Dompu dan Lombok Tengah. Sementara, kabupaten/kota dengan nilai indeks relatif baik adalah Kota Mataram, Kota Bima, Sumbawa Barat dan Sumbawa. Jika dilihat perkembangan antar sub dimensi selama periode , terlihat bahwa sub dimensi yang diukur berdasarkan persentase rumah tangga dengan minimal 1 art mengakses internet dan menguasai Hp terus mengalami peningkatan di sebagian besar kabupaten/kota. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terjadi pergeseran dalam hal mengakses informasi dari media cetak ke media elektronik.

69 Peta IPR Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013
Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

70 Nilai Koefisien Korelasi Antar Dimensi IPR, Tahun 2011-2013
Keterkaitan Antar Dimensi IPR IPR Komposit IPR Dimensi Ekonomi IPR Dimensi Sosial IPR Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik IPR Dimensi Kualitas Lingkungan Hidup IPR Dimensi TIK 1,00 0,92 0,95 0,58 0,64 0,94 0,91 0,34 0,45 0,84 0,43 0,62 0,90 0,20 0,42 0,67 Nilai Koefisien Korelasi Antar Dimensi IPR, Tahun Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013 Nilai korelasi semua dimensi pembentuk IPR semuanya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat serta terdapat keselarasan antara dimensi dimensi pembentuk IPR

71 Hubungan Antara IPR dan IPM, Tahun 2013
Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013 Terdapat hubungan yang positif antara IPM dan IPM. Semakin tinggi nilai IPM semakin tinggi pula nilai IPRnya. Nilai korelasi yang ditunjukkan oleh IPM dan IPR sebesar 0,84. Nilai ini menunjukkkan bahwa hubungan antara keduanya cukup kuat. Hal ini disebabkan karena IPM mencakup beberapa dimensi pembangunan yang terukur secara langsung oleh IPR.

72 Hubungan Antara IPR dan IPM
Nilai Koefisien Korelasi antara IPM dan Dimensi IPR, Tahun Dimensi IPR IPM IPR Total 0,84 IPR Dimensi Ekonomi 0,69 IPR Dimensi Sosial 0,83 IPR Dimensi Infrastruktur dan Pelayanan Publik 0,47 IPR Kualitas Lingkungan Hidup 0,81 IPR Dimensi Informasi Komunikasi dan Teknologi 0,78 Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

73 Pengelompokan Kabupaten/kota Menurut IPR dan Pertumbuhan Ekonomi, Tahun 2013
IPR Rendah Pertumbuhan Ekonomi Tinggi IPR Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Tinggi IPR Rendah Pertumbuhan Ekonomi Rendah IPR Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Rendah Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013

74 Analisis Hubungan Perubahan IPR Dimensi Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan Antara Reduksi Shortfall IPR Dimensi Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi, Tahun 2013  Sumber: BPS, Hasil Olahan IPR 2013 Di beberapa kabupaten/kota, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan peningkatan IPR dimensi ekonomi, tetapi di beberapa kabupaten/kota lainnya ternyata pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi dengan peningkatan yang tinggi pada IPR dimensi ekonominya.

75 VI. Kesimpulan dan Rekomendasi
Secara umum kinerja pembangunan regional Provinsi NTB yang diukur berdasarkan Indeks Pembangunan Regional (IPR) mengalami kemajuan selama periode Capaian kinerja pembangunan terbaik adalah pada pembangunan dimensi sosial. Sementara capaian yang masih relatif rendah terlihat pada kinerja pembangunan dimensi ekonomi, Infrastruktur dan pelayanan publik serta TIK.

76 Rekomendasi Peningkatan pendapatan masyarakat dengan cara memperluas kesempatan kerja sehingga akan mengurangi tingkat kemiskinan. Perbaikan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan investasi. Optimalisasi penerimaan PAD melalui peningkatan sumber-sumber penerimaan daerah terutama dari penghasilan perusahaan daerah serta peningkatan penerimaan pajak. Perlunya peningkatan penerimaan pendapatan dari sektor selain pertanian dan pertambangan, seperti sektor pariwisata dengan melanjutkan program visit Lombok Sumbawa, mengingat NTB memiliki potensi yang cukup besar sebagai daerah tujuan wisata. Peningkatan kinerja bidang infrastruktur dan pelayanan publik, melalui penambahan sekolah baru, penambahan jumlah kelas serta perbaikan sekolah yang rusak, serta penambahan sarana dan tenaga kesehatan yang minimal tersedia sampai dengan level desa.

77 Rekomendasi Meningkatkan pemerataan pembangunan bidang kominfo di seluruh wilayah NTB, khususnya dalam penyediaan sarana/prasarana TIK, pengembangan kelembagaan, dan penyediaan konten informasi yang positif. Peningkatan kinerja bidang lingkungan hidup melalui peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengakses air bersih serta pentingnya sanitasi melalui kampanye pentingnya kesehatan keluarga. 8. Memperkecil angka putus sekolah dan meningkatkan angka melanjutkan antar jenjang pendidikan melalui pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk terus sekolah dengan mengikuti kejar paket bagi masyarakat yang usianya sudah melebihi batas usia sekolah formal melalui optimalisasi program Keaksaran Fungsional (KF). Melanjutkan program 3A, dalam rangka menurunkan angka kematian bayi (AKINO), serta meningkatkan angka melek huruf (ABSANO) dan rata-rata lama sekolah (ADONO). Meningkatkan besaran UMP/UMR, dalam rangka peningkatan kesejahteraan buruh/karyawan.

78


Download ppt "PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN REGIONAL (IPR) PROVINSI NTB"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google