Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ARBITRASE & ALTERNATIFE PENYELESAIAN SENGKETA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ARBITRASE & ALTERNATIFE PENYELESAIAN SENGKETA"— Transcript presentasi:

1 ARBITRASE & ALTERNATIFE PENYELESAIAN SENGKETA
IAPI IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA ARBITRASE & ALTERNATIFE PENYELESAIAN SENGKETA Dr. Ir. Anita D.A. Kolopaking, SH,MH, FCBArb. 7 Mei 2015

2 APA ITU ARBITRASE Arbitrase adalah suatu penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Para pihak adalah subyek hukum (menurut hukum perdata maupun hukum publik). Pasal 1 (2) (3) UU No. 30/1999

3 SENGKETA MELALUI ARBITRASE
Sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang- undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perda- maian (hukum keluarga, pailit dan penyelesaian susunan pengurus & perubahan permodalan dalam perseroan). Pasal 5 UU No. 30/1999

4 PENYELESAIAN SENGKETA
UNDANG-UNDANG NO. 30/1999 Pasal 1 butir 10: Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara : konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli PENYELESAIAN SENGKETA ARBITRASE APS / ADR KONSULTASI NEGOSIASI MEDIASI KONSILIASI PENILAIAN AHLI LAIN-LAIN

5 MEDIASI/KONSILIASI Suatu cara penyelesaian sengketa dimana para pihak secara sukarela berupaya untuk menyelesaikan sengketa dengan jalan merundingkan suatu kesepakatan yang mengikat dengan dibantu seorang mediator/ konsiliator yang tidak berpihak

6 Asas –Asas Arbitrase Asas final dan binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat putusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperti banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.

7 Arbitrase adalah salah satu mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
Merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang- undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya – ketidaksefahamannya – ketidak sepakatannya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter – arbiter –majelis) ahli yang professional, yang akan bertindak sebagai hakim/ peradilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut terdahulu untuk sampai kepada putusan yang final dan mengikat.

8 Mengapa Memilih Arbitrase
1. Proses arbitrase konfidensial, maka dapat menjamin kerahasiaan & publisitas yang tidak dikehendaki, karena sifatnya yang tertutup dan tidak konfrontatif dan berlangsung secara kooperatif – damai. Tidak seperti perkara-perkara di pengadilan yang terbuka dapat dihadiri oleh umum, pers dan seringkali dibeberkan di media massa. Suatu keadaan yang dapat merugikan pihak, terutama reputasi yg dapat mempengaruhi integritas, bonafiditas mereka yg bersengketa. seperti kalau bersengketa di pengadilan. 2. Sifatnya menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa & dapat dikatakan ditujukan kepada posisi “win-win” dan bukan kepada apa yang biasa terjadi di pengadilan yang mempertaruhkan “win-loose” dan banyak terjadi “jual-beli hukum” Dapat memprediksi/ menentukan waktu, tempat dan biaya perkara (tergantung hukum acara yang dipakai)

9 Mengapa Memilih Arbitrase
3. Dapat memilih Arbiter tunggal/ Arbiter dari masing-masing pihak yang dipercaya; 4. Putusan arbitrase, sesuai dengan kehendak dan niat para pihak merupakan putusan final & mengikat para pihak bagi Sengketa- nya; lain lagi putusan pengadilan yang terbuka bagi peninjauan yang memakan waktu lama. 5. Arbitrase itu baik hanya untuk para penguasa yang bonafide dan beriktikad baik dan bukan mereka yang seringkali menggunakan pengadilan sebagai alat untuk mengelak kewajiban atau mengulur waktu pemenuhan kewajiban, biasanya dengan bantuan pengacara yang tidak bertanggung jawab.

10 Mengapa Memilih Arbitrase
6. Karena putusannya final dan mengikat, tata caranya bisa cepat, tidak mahal serta jauh lebih rendah dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pengadilan. Apalagi kalau kebetulan ditangani oleh pengacara yang kurang bertanggung jawab sehingga masalahnya dapat saja dengan itikad buruk diperpanjang selama mungkin. 7. Tata cara arbitrase lebih informal dari tata cara pengadilan dan oleh karena itu terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesian kekeluargaan dan damai (“amicable”); memberi kesempatan luas untuk meneruskan hubungan komersial para pihak dikemudian hari setelah berakhirnya proses penyelesian sengketanya.

11 Mengapa Memilih Arbitrase
8. Khusus dalam arbitrase international, menciptakan tata cara penyelesian sengketa komersial secara damai (arbitrase) merupakan akibat dari hal-hal di bawah ini, misalnya : 1) Para pihak (asing) ragu untuk mengajukan sengketanya di peradilan nasional; 2) Apalagi kalau lawan sengketanya itu merupakan lembaga atau perorangan warga negara tersebut. Kekhawatiran selalu saja ada bahwa peradilan negara yang bersang- kutan tidak atau setidak-tidaknya akan terpengaruh oleh penguasaannya dan bersikap tidak independen;

12 Mengapa Memilih Arbitrase
(atau melalui “Permainan” dana khusus; itulah sebabnya kini telah menjadi rahasia umum dilingkup nasional maupun internasional bahwa putusan pengadilan di Indonesia banyak tergantung kepada “Penawar yang tertinggi, walaupun keadaan ini sulit dibuktikan”). 3) Pihak asing itu kurang memahami tata cara / prosedur pengadilan negara tersebut dan merasa berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. 4) Peradilan negara menggunakan bahasa nasional pada umumnya kini sedikit banyak agak terjamin dengan telah berlakunya ”United Nations Conventional on the Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958” (Konvensi New York 1958) dan yang telah diratifikasi oleh hampir semua negara termasuk negara industri dan negara-negara berkembang.

13 SENGKETA MELALUI ARBITRASE
Sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang- undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perda- maian (hukum keluarga, pailit dan penyelesaian susunan pengurus & perubahan permodalan dalam perseroan). Pasal 5 UU No. 30/1999

14 PENDAPAT YANG MENGIKAT
Pasal 52 UU No 30/1999 Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Pasal 53 UU No 30/1999 Terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun. 

15 PROSES AJUDIKASI Penentu Putusan : Pihak Ketiga yang Netral
Prosedur : Berlawanan/ Berhadapan Masing-masing pihak berusaha mengemukakan bukti dan pendapat yang berlawanan dengan cara meyakinkan pengambil keputusan untuk berpihak kepadanya Fokus : Hak Legal dan Kejadian-kejadian yang mendahuluinya (sebelumnya) PUTUSAN HAKIM/ ARBITER BERDASAR HAK PIHAK A PIHAK B

16 PROSES NON-AJUDIKASI Penentu Hasil Ahir (Kesepakatan) : Para Pihak
MEDIATOR/ KONSILIATOR Penentu Hasil Ahir (Kesepakatan) : Para Pihak Mediator tidak berwenang membuat keputusan Prosedur : Tidak Konfrontatif Para Pihak berkomunikasi dan bekerja sama untuk mencapai konsensus Fokus : Memecahkan Masalah Dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak (keinginan dan keberatan) BERDASAR KEPENTINGAN PIHAK A PIHAK B KESEPAKATAN

17 LITIGASI & NON-LITIGASI
Fleksibel Formal Putusan tergantung metoda yang dipilih; dapat final (arbitrase), dapat juga tidak Kemungkinan banding, mengandung resiko proses yang memakan waktu lama Rahasia Terbuka, diketahui oleh publik Cenderung menggunakan pertimbangan rasa keadilan dan kepatutan Menerapkan hukum secara ketat Berdasarkan konsensus Berdasarkan sistem yang sudah baku NON - LITIGASI LITIGASI

18 MEDIASI DALAM PERMA No. 1/2008
Wajib digunakan dalam setiap perkara perdata di Pengadilan Negeri Ada pembatasan mediator Dilakukan hanya satu kali pada awal proses persidangan tapi dapat dilakukan pula tahap banding/kasasi Mempunyai kekuatan eksekutorial apabila kesepakatan yang dihasilkannya dikukuhkan majelis hakim (menjadi akta perdamaian

19 Pencabutan Permohonan Arbitrase
HYBRID ARBITRATION Hybrid Arbitration adalah penyelenggaraan proses arbitrase yang juga menggunakan satu atau lebih bentuk APS/ADR lainnya, baik pada awal proses maupun selama proses berlangsung Sidang I menawarkan mediasi Putusan arbitrase memuat kesepakatan mediasi (bila ada) P r o s e s A r b i t r a s e Ya kesepakatan tidak dicapai kesepakatan permohonan arbitrase tidak dicabut ADR mediasi, konsiliasi, negosiasi proses mediasi dapat dilakukan selama proses arbitrase berlangsung, dan dapat dilakukan berulang-ulang Pencabutan Permohonan Arbitrase

20 MEDIASI PERMA 1/2008 VS HYBRID
dapat dieksekusi (bila diperlukan) apabila kesepakatan dituangkan ke dalam Putusan Arbitrase dapat dieksekusi apabila kesepakatan dikukuhkan Majelis Hakim (menjadi Akta Perdamaian) kekuatan eksekusi pencabutan perkara bersifat sukarela perkara wajib dicabut akibat kesepakatan dapat digunakan bersama-sama dengan bentuk ADR lain Putusan arbitrase “final & binding” Dapat dilakukan pada tahap banding/kasasi tidak dapat dikombinasikan dengan bentuk ADR lain pelaksanaan pilihan diserahkan sepenuhnya kepada para pihak hakim kasus terkait tidak boleh menjadi mediator mediator sukarela wajib kondisi Arbitration Annexed Mediation (Hybrid Arbitration) Court Annexed Mediation (PERMA No. 1/2008)

21 KEUNGGULAN HYBRID ARBITRATION
Hubungan para pihak tetap terpelihara Kesepakatan yang dicapai bersifat konstruktif Memanfaatkan penengah (fasilitator) yang ahli Hasil kesepakatan dapat dituangkan dalam putusan yang dapat dilaksanakan (enforceable) Proses yang lebih cepat dan efisien Prosedur yang fleksibel

22 PERJANJIAN ARBITRASE – BANI
Klausula arbitrase dalam kontrak (disepakati sebelum sengketa terjadi). Submission clause (dibuat setelah sengketa terjadi). Pasal 1 (3) UU No.30/19 Kesepakatan dalam Perjanjian: PilihanHukum Pilihan Forum Perjanjian Arbitrase: Ad hoc versus Institutional. Lex Arbitri/Rules of Procedure. Pilihan hukum (Choice of Law)

23 CONTOH KLAUSULA ARBITRASE
BANI Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir”. ICC: All disputes arising in connection with the present contract shall be finally settled under the Rules of Concilliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules”.

24 CONTOH KLAUSULA ARBITRASE
Singapore International Arbitration Centre (SIAC) Any dispute arising out of or in connection with this contract, including any question regarding its existence, validity or termination, shall be referred to and finally resolved by arbitration in (Singapore) in accordance with the Arbitration Rules of Singapore International Arbitration Centre (“SIAC Rules”) for the time being in force which rules are deemed to be incorporated by reference to this clause UNCITRAL UNDER ICC (Ad-hoc) Any dispute, controversy or claim arising out of relating to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present in force. The appointing authority shall be the ICC acting in accordance with the rules adopted by the ICC for this purpose”.

25 TATA CARA ARBITRASE Tata cara arbitrase dibentuk oleh ketentuan hukum, perjanjian para pihak dan arahan para arbiter. Apabila para pihak sepakat bahwa arbitrase akan dilaksanakan berdasarkan aturan suatu institusi atau aturan ad hoc maka tata cara arbitrase akan tunduk pada ketentuan institusi atau aturan ad hoc tersebut. Yang sangat penting dalam prosedur arbitrase adalah Kode Etik dan Tingkah Laku Arbiter (Code of Ethics and Conduct for Arbitrator)

26 PERATURAN ARBITRASE BANI
Peraturan dan Tata Cara: Perjanjian Arbitrase Ketentuan Umum Permohonan Arbitrase Pembentukan Majelis Arbitrase Pemeriksan Putusan dan Pendaftaran Putusan Kode Etik dan Perilaku Arbiter Peraturan Mediasi/Rekonsilasi Proses Arbitrase Yang Disederhanakan

27 TATA CARA ARBITRASE Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase pemeriksaan arbitrase melalui tiga (3) tahapan: Tahap Persiapan/Pra Pemeriksaan Tahap Pemeriksaan atau Penentuan Tahap Pelaksanaan Hukum acara yang belaku dalam pemeriksaan arbitrase diatur dalam Pasal 27 sampai Pasal 51 UU No. 30/1999

28 TAHAPAN DALAM ARBITRASE
Tahap Persiapan: Persetujuan Arbitrase dalam dokumen tertulis; Pengajuan Surat Tuntutan oleh Pemohon; Jawaban Surat Tuntutan oleh Termohon; Penunjukan Arbiter; Perintah Arbiter agar Para Pihak menghadap sidang arbitrase

29 PENDAFTARAN & PENUNJUKAN ARBITER
Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan kepada institusi arbitrase yang ditunjuk dilengkapi dengan segala alat bukti. Dalam Permohonan dapat menunjuk seorang arbiter atau menyerahkannya kepada Ketua institusi arbitrase tersebut. Permohonan arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi kepada institusi bersangkutan (BANI = Rp. 2.0 juta). Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi.

30 PERSIAPAN MENGHADAPI ARBITRASE
Proses arbitrase adalah suatu upaya untuk mencari penyelesaian atas suatu sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan suatu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang kini bersengketa. Penyelesaian yang diharapkan dari para arbiter adalah adanya penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak (win win solution)

31 PERSIAPAN MENGHADAPI ARBITRASE
Untuk dapat mengambil suatu putusan tersebut maka bagi arbiter yang terpenting adalah mengerti sepenuhnya mengenai isi perjanjian yang menjadi dasar dari sengketa dan latar belakang dari terjadinya sengketa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Jadi yang terpenting dalam mencari penyelesaian tersebut adalah pokok masalah sengketa atas pelaksanaan perjanjian dan bukan masalah prosedural perjanjian atau persengketaan.

32 PERSIAPAN MENGHADAPI ARBITRASE
Untuk mana baik Pemohon maupun Termohon harus mempersiapkan suatu Tim internal yang sangat terlibat dalam pelaksanaan perjanjian dan mengetahui isi perjanjian serta mengetahui dengan jelas sebab daripada timbulnya sengketa. Tim ini dapat dibantu oleh penasehat hukum internal maupun eksternal yang dapat membantu team berkaitan dengan masalah peraturan dan perundangan yang menyangkut pelaksanaan perjanjian tersebut.

33 PERSIAPAN MENGHADAPI ARBITRASE
Tim internal inilah yang harus dapat memberikan suatu gambaran yang tepat mengenai permasalahan yang dipersengketakan kehadapan arbiter, mereka harus menguasai seluruh aspek perjanjian dan persengketaan yang terjadi dan juga dapat mencari dan memberikan semua alat bukti yang dapat digunakan dan disampaikan kepada arbiter maupun pada pihak lawannya. Tim internal ini dapat mengusulkan para pakar ataupun saksi ahli. Tim internal ini dapat mendapat kuasa untuk mewakili pihak masing masing dan bukan hanya terbatas pada pimpinan perusahaan atau penasehat hukumnya.

34 PERSIAPAN MENGHADAPI ARBITRASE
Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi. Biaya administrasi harus dibayar lunas oleh kedua belah pihak (untuk bagian yang sama) sebelum perkara arbitrase dimulai. Pada umumnya penentuan besarnya biaya administrasi adalah berdasarkan persentase dari tuntutan yang diajukan Pemohon.

35 PERMOHONAN ARBITRASE Dalam Permohonan Arbitrase harus dituliskan secara ringkas uraian tentang permasalahan yang menjadi sengketa dan isi tuntutan ganti rugi atau pengembalian yang diharapkan dari pihak lainnya dengan melampirkan salinan naskah atau akta perjanjian arbitrase atau perjanjian lainnya yang memuat klausula arbitrase. Pemohon dapat menunjuk atau memilih seorang arbiter atau menyerahkan penunjukan arbiternya kepada institusi arbitrase bersangkutan. Dapat disertai dengan segala alat bukti yang berkaitan dengan sengketa tersebut sesuai dengan aslinya.

36 PENUNJUKAN ARBITER Masing-masing pihak menunjuk seorang arbiter dan kedua Arbiter memilih arbiter ketiga (kalau gagal mencapai kesepakatan dapat meminta Ketua Pengadilan Negeri (atau Ketua Lembaga Arbitrase seperti BANI). Arbiter ketiga diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase. Penerimaan pengangkatan bersifat irrevocable (Pasal 19 UU 30/1990) dan menimbulkan perjanjian perdata antara arbiter dengan yang menunjuk dalam arti arbiter akan memberi putusan yang jujur, adil dan sesuai dengan hukum dan pihak yang menunjuk akan menerima putusan secara final dan mengikat (Pasal 17). Tanggung jawab perdata (Pasal 20 dan 21): jika tanpa alasan yang sah lalai menjatuhkan putusan dalam jangka waktu yang ditentukan atau dalam hal adanya itikad tidak baik.

37 ARBITER Arbiter harus memenuhi syarat: Cakap melakukan tindakan hukum
Berumur paling rendah 35 tahun Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa; Tidak mempunyai kepentingan finansial/lain atas putusan arbitrase; Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. Hakim, Jaksa, Panitera dan Pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk/diangkat sebagai arbiter. Pasal 12 UU No. 30

38 Dari Para Pihak Yang Memilih
STATUS ARBITER Dipilih oleh/disepakati para pihak Bukan pengacara/advokat Bukan penasehat hukum, Bukan konsultan Bukan wakil Dari Para Pihak Yang Memilih

39 ARBITER Pemilihan Arbiter yang merupakan Majelis Arbitrase sangat penting dan seringkali merupakan langkah yang sangat menentukan dalam arbitrase. J. Lalive (1989): “arbitration is only as good as the arbitrators.”

40 TAHAP PEMERIKSAAN Dengan telah dimulainya proses pemeriksaan setelah dibentuknya Majelis Arbiter maka semua komunikasi antara para pihak dengan arbiter harus dihentikan. Semua informasi baik dalam bentuk surat menyurat maupun dokumen atau alat bukti aslinya harus diserahkan kepada panitera sidang disertai 5 salinan masing-masing untuk para arbiter dan para pihak. Semua informasi yang akan disampaikan secara lisan hanya dapat diterima apabila didengar oleh para arbiter dan para pihak dalam sidang, harus terdapat keterbukaan diantara semua pihak.

41 PROSES PEMERIKSAAN Proses pemeriksaan perkara dalam arbitrase secara umum tidak jauh berbeda dengan proses pemeriksaan di pengadilan. Arbitrase maupun litigasi sama-sama merupakan mekanisme adjudikatif, yaitu pihak ketiga yang dilibatkan dalam penyelesaian sengketa mempunyai kewenangan memutuskan penyelesaian sengketa tersebut. Arbitrase termasuk adjudikatif privat sedang litigasi termasuk adjudikatif publik.

42 ACARA & PROSES PEMERIKSAAN
Para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri acara dan proses pemeriksaan arbitrase yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan oleh arbiter. Pasal 31 ayat (1) UU No. 30/1999: Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU ini. Tahap Pemeriksaan: Awal pemeriksaan peristiwanya; Penelitian atas bukti-bukti dan pembehasannya; Dimungkinkan adanya mediasi; dan Pengambilan putusan oleh Majelis Arbitrase

43 TATA CARA PEMERIKSAAN Prinsip Pemeriksaan:
Pemeriksaan tertutup Menggunankan bahasa Indonesia atau bahasa lain atas persetujuan arbiter Para pihak mempunyai hak dan kesempatan yang sama (Audi Alteram Partem - Pasal 29) Pemberian kuasa dalam bentuk surat kuasa khusus. Bebas Menentukan Cara Arbitrase: Kebebasan memilih rule Rule juga berisi jangka waktu penyelesaian dan tempat (bila tidak ada arbiter yang menentukan) Batas waktu penyelesaian: Paling lama 180 sejak terbentuknya Majelis Arbitrase (Pasal 48) Arbiter berwenang memperpanjang jangka waktu (Pasal 33)

44 TATA CARA PEMERIKSAAN Hak & kewajiban Termohon:
Bila Termohon tidak memberi jawaban dalam tempo 14 hari, maka dia dipanggil untuk menghadap persidangan (Pasal 41); Termohon dapat mengajukan tuntutan balasan (Pasal 42). Termohon tidak hadir, dijatuhkan putusan verstek. Hak & kewajiban Pemohon: Pemohon tidak hadir surat tuntutan digugurkan dan tugas arbiter dianggap selesai (Pasal 43). Para pihak datang menghadap: Arbiter terlebih dahulu mengusahakan perdamaian; Bila tercapai perdamaian, arbiter membuat Akta Perdamaoan yang sifatnya final dan mengikat; Bila tidak dilaksanakan dengan suka rela dapat diminta eksekusi ke Pengadilan Negeri .

45 PERSIDANGAN Persidangan arbitrase sepenuhnya berada dibawah kuasa dan kendali para arbiter, dengan tetap memperhatikan “rules of procedures” dan ketentuan perundangan yang berlaku Persidangan arbitrase bersifat tertutup karenanya hanya dapat dihadiri oleh mereka yang mendapat kuasa dari pimpinan masing-masing pihak dan diketahui oleh kedua belah pihak. Pihak pihak lain tidak dapat menghadirinya terkecuali mendapat persetujuan dari kedua belah pihak dan dari arbiter/majelis arbiter.

46 PERSIDANGAN Walaupun dalam beberapa kasus para pihak mengajukan sengketa untuk diputuskan/diselesaikan sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta tertentu, tuntutan tertulis dan dokumen-dokumen, namun pada umumnya suatu persidangan tetap dilaksanakan yang dihadiri oleh arbiter atau majelis arbiter dan para pihak yang bersangkutan, untuk memberikan kesempatan bagi para pihak untuk menyampaikan segala informasi yang lengkap dan adil kepada para arbiter mengenai aspek material dari permasalahan yang dipersengketakan.

47 PERSIDANGAN Setiap penyimpangan atas prosedur arbitrase termasuk namun tidak terbatas pada proses persidangan harus mendapat persetujuan oleh para arbiter dan para pihak dalam suatu persidangan dan akan dicatat dalam berita acara persidangan oleh Panitera. Dalam setiap persidangan selalu dimungkinkan kepada para pihak untuk melakukan negosiasi diluar sidang dan dapat diadakan setiap saat atas persetujuan para arbiter dan para pihak. Kesempatan juga harus diberikan oleh para arbiter kepada para pihak untuk melakukan mediasi. Mediasi dilakukan diluar persidangan arbitrase dan bukan merupakan bagian dalam proses jalannya arbitrase.

48 DASAR HUKUM MENJATUHKAN PUTUSAN
UU No. 30/1999: Pasal 56 ayat 1: Arbiter atau majelis mengambil putusan berdasarkan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan. Pasal 56 ayat 2 : Para pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak.

49 PUTUSAN ARBITRASE Putusan diucapkan paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup; Putusan Arbitrase harus memuat (Pasal 54): Kepala putusan: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; Identitas (nama lengkap dan alamat para pihak); Uraian singkat sengketa; Pendirian para pihak; Nama lengkap dan alamat arbiter; Pertimbangan dan kesimpulan arbiter mengenai keseluruhan sengketa; Pendapat masing-masing arbiter (dissenting opinion); Amar putusan; Tempat dan tanggal putusan Tanda tangan Arbiter

50 PUTUSAN ARBITRASE Ex aequo et bono harus dengan tegas dinyatakan dalam klausula arbitrase sebagai salah satu pasal dalam perjanjian; Hukum yang dipergunakan adalah hukum yang disepakati dan jika tidak ada yang disepakati, maka hukum yang diterapkan adalah hukum tempat arbitrase dilakukan. Namun demikian, meskipun sengketa diputuskan berdasarkan hukum dan undang-undang, akan tetapi dalam penerapannya berpegang pada asas keadilan dan mempertimbangkan asas-asas dalam hukum perjanjian.

51 PUTUSAN ARBITRASE Penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah mengenai pokok permasalahan yang timbul dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan diharapkan penyelesaiannya dapat melanjutkan berlangsungnya perjanjian yang telah dibuat diantara para pihak atau paling tidak dapat tetap melanjutkan hubungan kerjasama atau transaksi antara para pihak dikemudian hari.

52 PUTUSAN ARBITRASE Yang harus selalu menjadi pedoman bagi para pihak adalah tercapainya suatu penyelesaian atas sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan mendapat bantuan dan arahan dari para arbiter dan putusan arbiter dapat diterima oleh para pihak sehingga hubungan dan/atau transaksi bisnis diantara para pihak dapat berjalan kembali. Harus diusahakan oleh para pihak agar dapat tercapainya suatu penyelesaian demi kebaikan bersama dan bukan demi kemenangan satu pihak. Cara pembatalan atas putusan arbitrase bukanlah suatu cara yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menyatakan ketidak setujuan.

53 PUTUSAN ARBITRASE ARBITER DASAR HAK-HAK PIHAK A PIHAK B
Pengambil putusan : Pihak ketiga netral. Sifat : Adversarial – para pihak berargumentasi satu sama lain dengan meyakinkan pengambil putusan agar berpihak kepadanya. Fokus : Pada hak-hak secara hukum dan hal-hal masa lalu.

54 PROSES ARBITRASE DI BANI
PENDAFTARAN OLEH PEMOHON DILAKSANAKAN OLEH PEMOHON DILAKSANAKAN OLEH MAJELIS ARBITRASE DAN PARA PIHAK MEMBAYAR BIAYA PENDAFTARAN PEMERIKSAAN/ PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES ADMINSTRASI DILAKSANAKAN OLEH TERMOHON DILAKSANAKAN OLEH BANI AWAL / AKHIR PROSES PERMOHONAN DITERIMA & DICATAT DI BANI PEMOHON MENUNJUK ARBITER? Tidak PERMOHONAN DITERUSKAN KE TERMOHON MENYERAHKAN KELENGKAPAN PERMOHONAN ARBITRASE Ya ARBITER UNTUK PEMOHON DITUNJUK OLEH BANI PEMOHON MENUNJUK ARBITER TERMOHON MENUNJUK ARBITER? Tidak PERMERIKSAAN ADMINISTRATIF OLEH SEKRETARIAT TERMOHON MENJAWAB PERMOHONAN ARBITRASE Lengkap Ya ARBITER UNTUKTERMOHON DITUNJUK OLEH BANI TERMOHON MENUNJUK ARBITER Belum Lengkap PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAPAT DILENGKAPI OLEH PEMOHON? TERMOHON MENGAJUKAN REKONVENSI? Ya Tidak Tidak PERMINTAAN KESEDIAAN ARBITER YANG DITUNJUK Tidak PENDAFTARAN & CATATAN ARBITRASE DIHAPUS Tidak Ya Bersedia A1 B1 C1 D1

55 PROSES ARBITRASE DI BANI
PERSIDANGAN £ 180 HARI PUTUSAN MAJELIS ARBITRASE KOREKSI REDAKSIONAL PUTUSAN OLEH PEMOHON/TERMOHON PENDAFTARAN/PENYIMPANAN PUTUSAN ARBITRASE DI PENGADILAN NEGERI OLEH BANI SELESAI

56 UNCITRAL MODEL LAW The UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration disiapkan oleh the United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) pada 21 June 1985. Dalam 7 Juli 2006 the model law diamendemen, meliputi ketentuan yang rinci mengenai putusan sela. The model law tidak mengikat, tetapi masing-masing negara dapat mengadopsinya dalam undang-undang Diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Perancis. Model Law dibuat untuk membantu negara-negara dalam reformasi dan modernisasi undang-undang tentang cara arbitrase untuk menampung beberapa ketentuan dan kebutuhan arbitrase internasional.

57 UNCITRAL MODEL LAW Model Law meliputi seluruh tahapan proses arbitrase dari perjanjian arbitrase, majelis dan intervensi pengadilan melalui pengakuan dan penegakan putusan arbitrase Hal ini mencerminkan adanya konsensus tentang aspek-aspek kunci dan praktik arbitrase internasional yang telah diterima oleh banyak negara dengan sistem hukum dan ekonomi yang berbeda.

58 NEGARA YANG MENGGUNAKAN UNCITRAL
Armenia , Australia, Austria , Azerbaijan, Bahrain , Bangladesh , Belarus , Bulgaria , Cambodia , Canada , Chile, Hong Kong Special Administrative Region, Macau Special Administrative Region ; Croatia, Cyprus, Denmark, Dominican Republic, Egypt , Estonia , Germany , Greece, Guatemala , Hungary , India, Iran, Ireland, Japan, Jordan , Kenya , Lithuania , Republic of Macedonia , Madagascar , Malta , Mexico, New Zealand, Nicaragua , Nigeria , Norway , Oman , Paraguay, Peru , the Philippines, Poland , Republic of Korea, Russian Federation , Serbia , Singapore , Spain , Sri Lanka , Thailand , Tunisia , Turkey, Ukraine , United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland: Scotland ; in Bermuda, overseas territory of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland; within the United States of America: California, Connecticut , Illinois, Louisiana, Oregon and Texas; Uganda , Venezuela , Zambia , Zimbabwe . Tahun 2008: Ireland , Mauritius , New Zealand , Peru dan Slovenia.

59 LEMBAGA ARBITRASE INTERNASIONAL
Korea  The Korean Commercial Arbitration Board Paris  International Court of Arbitration (ICC) London  London Court of International Arbitration (LCIA) Singapore  Singapore International Arbitration Centre (SIAC) Kualalumpur  Regional Centre for Arbitration Kuala Lumpur China China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC) Hongkong Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC) Jepang  Japan Commercial Arbitration Association (JCAA) Stockholm  Arbitration Institute of the Stockholm Chamber of Commerce Vauncouver British Columbia International Commercial Arbitration Centre

60 ISCID ARBITRATION International Convention on the Settlement of Investment Disputes (Washington Convention,1965) sebagai basis pembentukan International Centre for Settlement of Investment. Menyelesaikan sengketa antara Negara dengan Warga Negara Asing, khusus mengenai investasi. Berada di bawah naungan Bank Dunia (world Bank) 155 Negara Arbitrase Ad-hoc. Memerlukan kalimat yang jelas agar arbitrase dapat termasuk lingkup ICSID (harus dapat persetujuan dari negara). Biaya arbitrase umumnya relatif lebih rendah.

61 BIAYA ARBITRASE Biaya ditetapkan oleh Arbiter atau Majelis Arbitrase.
Komponen biaya arbitrase terdiri dari (Pasal 76 [2]): Honorarium arbiter Biaya perjalanan dan biaya lain yang dikeluarkan oleh arbiter; Biaya saksi yang diperlukan dalam pemeriksaan sengketa; Biaya Administrasi. Pembebanan biaya arbitrase (Pasal 77): Prinsip: biaya administrasi dibebankan kepada pihak yang kalah; Bila tuntutan hanya dikabulkan sebagian biaya dibebankan kepada para pihak secara seimbang. Biaya Jasa Hukum: Ditanggung masing-masing pihak; Dalam keadaan tertentu Majelis dapat memutuskan jasa hukum dilimpahkan kepada pihak yang menimbulkan kesulitan

62 BIAYA ARBITRASE BANI

63 BIAYA ARBITRASE ICC

64 TUNTUTAN & BIAYA Perlu diperhatikan oleh Pemohon didalam penentuan tuntutan dalam sengketa arbitrase. Atas dasar penyelesaian secara “win win solution” maka pada banyak kasus putusan yang diberikan seringkali kurang dari jumlah yang diputuskan. Dan adakalanya jumlah putusan atas tuntutan yang dimintakan dapat lebih kecil daripada biaya administrasi arbitrase. Karenanya didalam mengajukan tuntutan dalam Permohonan perlu dipertimbangkan dengan cermat perhitungan jumlah tuntutan yang tepat berkaitan dengan biaya administrasi, dengan memperhatikan jumlah tuntutan yang diterima dalam putusan arbitrase. Walaupun memang kewajiban pembayaran biaya administrasi ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

65 TAHAPAN PELAKSANAAN Melaksanakan putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat. Pelaksanaan dilakukan sukarela. Pelaksanaan melalui eksekusi Pengadilan.

66 PELAKSANAAN PUTUSAN Putusan Arbitrase selayaknya diterima oleh kedua pihak yang menyerahkan penyelesaian sengketa kepada para arbiter yang mereka sendiri tunjuk dan percayai akan memberikan putusan yang adil atas permasalahan dalam perjanjian yang mereka sendiri setujui untuk bekerjasama. Terhadap Putusan Arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU No. 30/1999, namun hendaknya para pihak selalu harus kembali kepada maksud dibuatnya perjanjian bahwa segala persengketaan akan diselesaikan untuk mencapai sesuatu penyelesaian yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

67 PELAKSANAAN PUTUSAN Dengan didaftarkannya Putusan Arbitrase pada Panitera Pengadilan Negeri maka putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekuatorial. Pelaksanaan Putusan Arbitrase tidaklah perlu menunggu eksekusi Pengadilan Negeri namun dapat dilakukan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan.

68 PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
Terhadap putusan arbitarse para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tsb diduga mengandung unsur-unsur sbb: Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa Pasal 70 UU No. 30/1999

69 EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE
Arbitrase Nasional: Jangka waktu pendaftaran: 30 hari dari tanggal putusan dibacakan; Yang mendaftarkan arbiter atau kuasanya; Tempat pendaftaran di Panitera PN; Eksekusi dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Arbitrase Internasional: Putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum RI atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum RI dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional; Yang berwenang menangani pengakuan: PN Jakarta Pusat atau MA jika dalam sengketa Negara RI sebagai pihak; Tidak dapat dibanding (kasasi) terhadap putusan yang mengabul- kan pengakuan dan pelaksanaan; Dapat dikasasi terhadap putusan penolakan (MA harus memutus dalam jangka waktu 90 hari dari tanggal permohonan).

70 EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
RI meratifikasi Konvensi New York 1958 mengenai Pengakuan dan Penegakan Putusan Arbitrase Asing. Arbitrase Internasional: Dijatuhkan oleh arbiter/majelis arbiter di suatu negara yang dengan Indonesia terikat pada perjanjian; Termasuk dalam lingkup hukum perdagangan Putusan arbitrase tidak bertentangan dengan ketertiban umum Memperoleh eksekutor dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eksekutor dari Mahkamah Agung bila menyangkut Negara RI sebagai salah satu pihak dalam sengketa. Pasal 66 UU No 30/1999

71 EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
Konvensi New York 10 Juni 1958 (Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards) Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi Konvensi New York 10 Juni 1958 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 1999 Tentang Peninjauan Kembali Putusan Yang Telah memperoleh Kekuatan hukum Yang tetap. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa

72 EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
Putusan Arbitrase Asing Konvensi New York 1958, Keppres No. 34/ 1981 Pengesahan Putusan oleh Kedutaan Republik Indonesia Pasal 4 (2) Konvensi New York 1958 Pasal 67 (2) huruf C UU No. 30/999 Memohon Pengakuan atas Putusan Arbitrase Asing dengan cara didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Arbiter Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67 ayat (1) UU No.30 Tahun 1999 Dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan yang secara relatif berwenang melak- sanakan eksekusi dimana Aset berada Pasal 69 UU No. 30 Tahun 1999

73 EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
KEPPRES 1981 RESIPROSITAS KOMERSIAL UU No. 30 / 1999 (Pasal 66) RESIPROSITAS EXEQUATUR KOMERSIAL KEPENTINGAN PUBLIK

74 PENOLAKAN EKSEKUSI-KONVENSI NY
Grounds For Denial of Enforcement (Pasal 5): Absence of a valid agreement; Lack of fair opportunity to be heard; Award in excess of the scope of the arbitral submission; Arbitral tribunal improperly composed or arbitral procedure improper; Award not yet binding, set aside or suspended; Matter not arbitrable under the law of arbitration; Award contrary to public policy of the country where enforcement is sought.

75 EFEKTIVITAS ARBITRASE
Itikad Baik/Sikap Para Pihak Yang Bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan/sengketa. Integritas dan Profesionalisme Arbiter. Kesiapan para pihak untuk melaksanakan secara sukarela putusan. Sikap pengadilan terhadap eksekusi/penegakan putusan.

76 SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Download ppt "ARBITRASE & ALTERNATIFE PENYELESAIAN SENGKETA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google