BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN Dalam mekanika bahan, pengertian tegangan tidak sama dengan vektor tegangan. Tegangan merupakan tensor derajat dua, sedangkan vektor, vektor apapun, merupakan tensor derajat satu. Besaran skalar merupakan tensor derajat nol. Tensor ialah besaran fisik yang keadaannya pada suatu titik dalam ruang, tiga dimensi, dapat dideskripsikan dengan 3n komponennya, dengan n ialah derajat tensor tersebut. Dengan demikian, untuk persoalan tegangan tiga dimensi pada suatu titik dalam ruang dapat dideskripsikan dengan 32 komponennya. Pada sistem koordinat sumbu silang, tegangan tersebut adalah xx , yy , zz , txy , tyx , txz , tzx , tyz , dan tzy seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1(a). Namun demikian, karena txy = tyx , txz = tzx dan tyz = tzy , maka keadaan tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan enam komponennya, xx , yy , zz , txy , txz , tyz. Sedangkan untuk tegangan bidang, dua dimensi, pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan 22 komponennya, Gambar 1.1(b), dan karena tij = tji untuk maka tiga komponen telah dapat mendeskripsikan tegangan bidang pada titik itu.
Pada dasarnya, tegangan secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni tegangan normal, dengan notasi sij , i = j, serta tegangan geser dengan notasi tij , . Perhatikan penulisan pada paragrap di atas. Karakter indek yang pertama menyatakan bidang tempat bekerjanya gaya, sedangkan karekter indek yang kedua menyatakan arah bekerjanya vektor tegangan tersebut. Tegangan normal ialah tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang
= tegangan normal rata-rata (N/mm2 = MPa) pembebanan. Sedangkan tegangan geser ialah tegangan yang bekerja sejajar dengan bidang pembebanan. Jadi keenam tegangan yang mendeskripsikan tegangan pada suatu titik terdiri atas tiga tegangan normal, xx , yy , dan zz , serta tiga tegangan geser, txy , tyz , dan tzx. Nilai tegangan bisa positif dan bisa pula negatif. Tegangan bernilai positif bila tegangan tersebut bekerja pada bidang positif dengan arah positif, atau bekerja pada bidang negatif dengan arah negatif. Selain itu, nilainya negatif. Besar tegangan rata-rata pada suatu bidang dapat didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Sehingga secara matematis tegangan normal rata-rata dapat dinyatakan sebagai i = j (1a) = tegangan normal rata-rata (N/mm2 = MPa) Fn = gaya normal yang bekerja (N) A = luas bidang (mm2) i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z
Sedangkan tegangan geser rata-rata dapat dinyatakan sebagai (1b) = tegangan geser rata-rata (N/mm2 = MPa) Ft = gaya tangensial atau sejajar bidang yang bekerja (N) A = luas bidang (mm2) i, j = x, y, z Bila bidang yang menerima pembebanan tersebut dipersempit sampai akhirnya mendekati nol, dalam artian limit maka akan didapat tegangan pada suatu titik. Sehingga secara matematis tegangan normal pada suatu titik dapat dinyatakan i = j (2a)
Sedangkan tegangan geser pada suatu titik, secara matematis dapat dinyatakan sebagai 1.2. Regangan
Seperti halnya tegangan, regangan juga merupakan tensor derajat dua Seperti halnya tegangan, regangan juga merupakan tensor derajat dua. Dengan demikian keadaan regangan ruang, tiga dimensi, pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan kesembilan komponennya. Pada sistem koordinat sumbu silang, regangan tersebut adalah exx , eyy , ezz , gxy , gyx , gxz , gzx , gyz , dan gzy , sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2(a). Regangan juga dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni regangan normal, dengan notasi eij , i = j, serta regangan geser dengan simbul ij , . Sebagaimana dengan tegangan, gxy = gyx , gxz = gzx dan gyz = gzy , maka keadaan regangan ruang pada suatu titik dapat dinyatakan oleh enam komponen, yakni exx , eyy , ezz , gxy , gyz , gzx. Sedangkan regangan bidang, dua dimensi, dapat dideskripsikan dengan 22 komponennya, dan karena gij = gji maka regangan bidang pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan hanya tiga komponen, Gambar 1.2(b).
Regangan normal merupakan perubahan panjang spesifik. Regangan normal rata-rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan panjang awal, atau secara matematis dapat dituliskan , i = j (3)
= regangan normal rata-rata Dl = u = perubahan panjang pada arah (mm) l = panjang awal pada arah (mm) i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z. Sedangkan regangan geser merupakan perubahan sudut dalam radial. Regangan geser bernilai positif bila sudut pada kuadran I dan atau kuadran III pada sistem koordinat sumbu silang mengecil, Gambar 1.3(a), sedangkan selain itu bernilai negatif. 1.3. Transformasi Tegangan Bidang Tegangan dapat ditransformasi dari suatu set sumbu koordinat ke set sumbu koordinat lainnya. Dengan transformasi pula dapat dicari set sumbu koordinat pada suatu titik yang memberikan tegangan utama dari kondisi tegangan yang telah diketahui di titik itu. Yang dimaksud dengan tegangan utama ialah tegangan yang hanya memiliki nilai tidak nol untuk tegangan normal saja, sedangkan nilai tegangan gesernya nol. Dengan demikian juga dimungkinkan transformasi tegangan dari sistem koordinat sumbu silang (x, y, z), Gambar 1.4(a), ke sistem koordinat polar (r, q, z), Gambar 1.4(b).
Transformasi tegangan bidang berdasarkan pada keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada elemen. Perhatikan Gambar 1.5(b) berikut.
(1.4a)
Dengan memasukkan harga (90o + q) untuk harga q pada persamaan (1 Dengan memasukkan harga (90o + q) untuk harga q pada persamaan (1.4a), sehingga dengan identitas-identitas: = akan didapat (1.4b) (1.4c)
Dengan substitusi identitas trigonometri, persamaan (1 Dengan substitusi identitas trigonometri, persamaan (1.4a, b, c) bisa ditulis (1.5a) (1.5b) (1.5c) 1.4. Transformasi Regangan Bidang Perhatikan Gambar 1.6(a) pada halaman berikut. Elemen OABC pada keadaan awal tanpa beban, lalu mengalami deformasi dan distorsi menjadi O’A’B’C’ akibat mendapat beban sxx , syy dan txy. Analisis transformasi regangannya ditunjukkan pada Gambar 1.6(b, c, d) yang berturut-turut untuk regangan normal arah sumbu x, regangan normal arah sumbu y serta regangan geser pada bidang xy. Dari Gambar 1.6(b) didapat
Dari Gambar 1.6(c) akan didapat Dan dari Gambar 1.6(d) diperoleh
Dengan demikian total perubahan panjang dx’ akibat adanya regangan pada sistem koordinat awalnya adalah Dx’ = Dx1’ + Dx2’ + Dx3’ Sedangkan
Sehingga (1.6a) Selanjutnya, ey’ dapat diperoleh dengan mensubstitusikan harga (90o + q) untuk harga q pada persamaan (1.6) di atas, kemudian menerapkan identitas trigonometri. Sehingga akan didapat (1.6b) Analisis transformasi regangan gesernya ditunjukkan pada Gambar 1.7 di bawah. Sebagaimana pada regangan normal, dalam hal ini perubahan regangan geser oleh masing-masing regangan yang terjadi ditinjau satu per satu. Pada analisis ini, panjang dx dibagi dua oleh sumbu y menjadi dx1 dan dx2.
Dari Gambar 1.7 didapat dan Dari Gambar 1.7 didapat dan Selanjutnya perhatikan Gambar 1.7(a), akibat terjadinya deformasi normal pada arah sumbu x saja.
Gambar. 1.7. Transformasi Regangan Geser Gambar. 1.7. Transformasi Regangan Geser Akibat deformasi normal arah sumbu y saja seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7(b) akan diperoleh
Sedangkan dari Gambar 1.7(c), akibat terjadinya regangan geser saja, akan didapat
Dengan demikian akan diperoleh besarnya regangan geser pada set sumbu koordinat yang baru, sebagai berikut ...(1.6c) Selanjutnya, dengan menggunakan identitas trigonometri persamaan-persamaan (1.6a, b, c) dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut (1.7a) (1.7b) (1.7c)
1. 5. Tegangan dan Regangan Utama (Principal Stress and Strain) 1.5. Tegangan dan Regangan Utama (Principal Stress and Strain) serta Tegangan dan Regangan Geser Maksimum Tegangan Utama (Principal Stress) dan Tegangan Geser Maksimum Tegangan Utama (principal stress) adalah tegangan normal yang terjadi pada set sumbu koordinat baru setelah transformasi yang menghasilkan tegangan geser nol. Tegangan-tegangan tersebut ditunjukkan sebagai s1 dan s2 pada Gambar 1.10. Perlu dicatat bahwa s1 selalu diambil lebih besar dari s2. Sudut transformasi yang menghasilkan tegangan utama tersebut dengan sudut utama (principal angle). Secara analitik, besar tegangan utama dan sudut utama dapat diturunkan dari persamaan-persamaan (1.5a, b, c). Menurut pengertian tentang tegangan utama, dari persamaan (1.5c) akan didapat
Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut atau (1.8) Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut Dengan substitusi harga-harga sin 2q dan cos 2q pada gambar di atas ke persamaan (1.5a) akan didapat
Sehingga Substitusi dan penerapan prosedur yang sama terhadap persamaan (1.5b), akan didapat Dengan mengingat bahwa secara matematik haruslah 1 2 , maka kedua persamaan tersebut di atas dapat dituliskan menjadi satu dengan
Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut: (1.9) Selanjutnya, perhatikan persamaan (1.5c). Untuk suatu titik dan jenis pembebanan tertentu dari suatu bagian konstruksi, harga-harga sxx , syy dan txy adalah tetap atau konstan, sehingga tx’y’ merupakan suatu fungsi q, atau tx’y’ = f(q). Harga ekstrim fungsi tersebut akan diperoleh bila turunan pertama fungsi tersebut terhadap q sama dengan nol. Jadi atau (1.10) Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut:
Dengan substitusi harga-harga sin 2q dan cos 2q pada gambar di atas ke persamaan (1.5c) akan didapat
Regangan Utama dan Regangan Geser Maksimum Sehingga Persamaan (1.10) juga dipenuhi bila panjang sisi di depan sudut 2q adalah (sxx - syy) dan panjang sisi di sampingnya adalah -2txy. Kondisi ini akan memberikan Dengan demikian kedua persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi satu sebagai (1.11) Regangan Utama dan Regangan Geser Maksimum
e1,2 = regangan-regangan utama gxy = 2exy = regangan geser Sebagaimana pengertian tentang tegangan utama, maka regangan utama (principal strain) adalah regangan normal yang terjadi pada set sumbu koordinat baru setelah transformasi yang menghasilkan setengah regangan geser nol. Regangan-regangan tersebut ditunjukkan sebagai e1 dan e2 pada Gambar 1.11. Demikian juga, e1 selalu diambil lebih besar dari e2 , serta sudut transformasinya juga disebut sudut utama (principal angle). Secara analitik, dengan penerapan prosedur yang sama dengan yang diterapkan untuk persamaan-persamaan (1.7a, b, c), maka akan didapat hasil-hasil berikut. (1.12a) (1.12b) qp = sudut utama e1,2 = regangan-regangan utama gxy = 2exy = regangan geser
1.6. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang dan Regangan Bidang (1.13b) qmax = sudut regangan geser maksimum gxy = 2exy = regangan geser 1.6. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang dan Regangan Bidang Lingkaran Mohr diperkenalkan oleh seorang insinyur Jerman, Otto Mohr (1835-1913). Lingkaran ini digunakan untuk melukis transformasi tegangan maupun regangan, baik untuk persoalan-persoalan tiga dimensi maupun dua dimensi. Yang perlu dicatat adalah bahwa perputaran sumbu elemen sebesar q ditunjukkan oleh perputaran sumbu pada lingkaran Mohr sebesar 2q, .dan sumbu tegangan geser positif adalah menunjuk ke arah bawah. Pengukuran dimulai dari titik A, positif bila berlawanan arah jarum jam, dan negatif bila sebaliknya. Pada bagian ini kita hanya akan membahas lingkaran Mohr untuk tegangan dan regangan dua dimensi.
Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang Pada persamaan (1.5a), bila suku dipindahkan ke ruas kiri dan kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat ………(1.14a) Sedangkan pada persamaan (1.5c), bila dikuadratkan akan didapat ………(1.14b) Penjumlahan persamaan-persamaan (1.14a) dan (1.14b) menghasilkan (1.15) Persamaan (1.15) merupakan persamaan lingkaran pada bidang st yang pusatnya di dengan jari-jari . Lingkaran tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.8 di bawah ini, yang dilukis dengan prosedur sebagai berikut:
1. Buatlah sumbu sij , horisontal. 2. Periksa harga tegangan normal, sxx atau syy , yang secara matematis lebih kecil. Bila bernilai negatif jadikanlah tegangan tersebut sebagai titik yang mendekati tepi kiri batas melukis, sedangkan bila positif maka titik yang mendekati batas kiri adalah titik sij = 0. 3. Periksa harga tegangan normal, sxx atau syy , yang secara matematis lebih besar. Bila bernilai positif jadikanlah tegangan tersebut sebagai titik yang mendekati tepi kanan batas melukis, sedangkan bila negatif maka titik yang mendekati batas kanan adalah titik sij = 0. 4. Tentukan skala yang akan digunakan sehingga tempat melukis bisa memuat kedua titik tersebut dan masih tersisa ruangan di sebelah kiri dan kanannya. Tentukan titik-titik batas tersebut sesuai dengan skala yang telah ditentukan.
7. Tentukan letak titik A pada koordinat (sij terbesar , txy ). 5. Tentukan letak titik-titik sij = 0 dan sumbu t, serta sij terkecil dan sij terbesar bila belum terlukis pada sumbu sij . 6. Bagi dua jarak antara tegangan terkecil dan tegangan terbesar sehingga diperoleh pusat lingkaran, P. 7. Tentukan letak titik A pada koordinat (sij terbesar , txy ). 8. Lukis lingkaran Mohr dengan pusat P dan jari-jari PA. 9. Tarik garis dari A melalui P sehingga memotong lingkaran Mohr di B. Maka titik B akan terletak pada koordinat (sij terkecil , txy ). Garis AB menunjukkan sumbu asli, q = 0, elemen tersebut. Contoh 1.1: Sebuah elemen dari bagian konstruksi yang dibebani, menerima tegangan tarik pada arah sumbu x sebesar 280 MPa, tegangan tekan pada arah sumbu y sebesar 40 MPa serta tegangan geser pada bidang tersebut sebesar 120 MPa.
Diminta: a. Lukisan lingkaran Mohr. b. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan tegangan geser maksimum, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10). c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan rumus (1.11) dan hasil yang didapat pada b. di atas. d. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan tegangan geser bernilai nol, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8). e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan persamaan-persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas.
1) Buat sumbu sij , horisontal. Penyelesaian: a. Lingkaran Mohr: 1) Buat sumbu sij , horisontal. 2) Tegangan normal terkecil, syy = -40 MPa, negatif, sehingga digunakan sebagai titik di dekat batas kiri. 3) Tegangan normal terbesar sxx = 280 MPa, positif, sehingga digunakan sebagai titik di dekat batas kanan. 4) Diambil skala 1cm = 40 MPa. Kemudian ditentukan titik syy = - 40 MPa di sebelah kiri, dan sxx = 280 MPa di sebelah kanan yang berjarak (sxx + syy) dari titik syy di sebelah kiri. 5) Lukis sumbu t yang berjarak 40 MPa di sebelah kanan titik syy . 6) Dengan membagi dua sama panjang jarak syy ke sxx akan didapat titik P. 7) Menentukan letak titik A pada koordinat (sxx , txy ) = (280,120). 8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat dilukis. 9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran Mohr di B, akan didapat kedudukan titik (syy , txy ) = (-40,120).
Gambar 1.8. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang Gambar 1.8. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang b. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat qmax = 0,5 x 2 qmax = 0,5 x (-53o) = 26o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2qmax = - (280 + 40) / (2 x 120) = - 4/3 2qmax = - 53o 08’ atau qmax = - 26o 34’
c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr tmax = 5 x 40 MPa = 200 MPa. Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat d. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat qp = 0,5 x 2qp = 0,5 x 37o = 18o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2qp = (2 x 120) / (280 + 40) = 3/4 2qp = - 36o 52’ atau qmax = - 18o 26’ e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr s1 = 8 x 40 MPa = 320 MPa. s2 = -2 x 40 MPa = -80 MPa.
Lingkaran Mohr untuk Regangan Bidang Pada persamaan (1.7a), bila suku dipindahkan ke ruas kiri dan kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat ………(1.16a) Sedangkan pada persamaan (1.7c), bila dikuadratkan akan didapat ………(1.16b) Penjumlahan persamaan-persamaan (1.16a) dan (1.16b) menghasilkan
Persamaan (1.17) merupakan persamaan lingkaran pada bidang yang pusatnya di dengan jari-jari Lingkaran tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.9 di bawah ini, yang dilukis dengan prosedur sebagaimana melukis lingkaran Mohr untuk tegangan dengan mengganti sxx , syy dan txy berturut-turut menjadi exx , eyy dan gxy / 2. Penerapannya, lihat Contoh 1.2 pada halaman 21. 1.7. Hubungan Antara Tegangan Dengan Regangan Untuk deformasi normal, geser maupun gabungan keduanya, hubungan antara tegangan dan regangan untuk bahan-bahan isotropis pada pembebanan dalam batas proporsional diberikan oleh hukum Hooke. Jadi hukum Hooke tidak berlaku untuk pembebanan di luar batas proporsional. Hukum Hooke diturunkan dengan berdasarkan pada analisis tentang energi regangan spesifik.
Apabila besar tegangan-tegangannya yang diketahui, maka hukum Hooke untuk persoalan-persoalan tiga dimensi, hubungan antara tegangan normal dengan regangan normal dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut: (1.18) Dengan E dan v berturut-turut adalah modulus alastis atau modulus Young dan angka perbandingan Poisson. Sedangkan pada deformasi geser untuk G adalah modulus geser , hubungannya adalah: (1.19)
Selanjutnya untuk deformasi geser, bentuk hukum Hooke adalah: Sedangkan untuk mencari tegangan normal yang terjadi bila regangan normal dan sifat-sifat mekanis bahannya diketahui, digunakan persamaan-persamaan: (1.20) Selanjutnya untuk deformasi geser, bentuk hukum Hooke adalah: (1.21)
Diminta: a. Hitunglah regangan-regangan yang terjadi. Persamaan-persamaan (1.18) sampai dengan (1.21) dapat juga diberlakukan untuk persoalan-persoalan dua dan satu dimensi, yakni dengan memasukkan harga nol untuk besaran-besaran di luar dimensi yang dimaksud. Contoh 2: Pembebanan seperti pada Contoh 1, untuk bahan dengan sifat-sifat mekanis: modulus Young, E = 200 GPa dan angka perbanding-an Poisson, n = 0,29. Modulus geser ditentukan dengan, G = E / 2(1 + n). Diminta: a. Hitunglah regangan-regangan yang terjadi. b. Lukisan lingkaran Mohr untuk regangan yang terjadi. c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan regangan geser maksimum, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10). d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan rumus (1.11) dan hasil yang didapat pada b. di atas.
e. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk e. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan regangan geser bernilai nol, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8). f. Besar regangan-regangan utama menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan persamaan- persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas. Penyelesaian: a) Dari persamaan (1.18) dan (1.19) akan didapat: b. Lingkaran Mohr: 1) Buat sumbu eij horisontal. 2) Regangan normal terkecil, eyy = -606me, sehingga merupakan titik di dekat batas kiri.
5) Lukis sumbu t yang berjarak 606me di sebelah kanan titik eyy . 3) Regangan normal terbesar exx = 1458me, sehingga merupakan titik di dekat batas kanan. 4) Diambil skala 1cm = 250me. Kemudian ditentukan titik eyy = -606me di sebelah kiri, exx = 1458me di sebelah kanan dan berjarak (exx + eyy) dari titik eyy di sebelah kiri. 5) Lukis sumbu t yang berjarak 606me di sebelah kanan titik eyy . 6) Dengan membagi dua sama panjang jarak eyy ke exx akan didapat titik P. 7) Menentukan letak titik A pada koordinat (exx , exy ) = (1458,774). 8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat di-lukis. 9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran Mohr di B, akan di dapat kedudukan titik (eyy , exy ) = (-606,-774).
Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat qmax = 0,5 x 2 qmax = 0,5 x (-53o) = 26o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2qmax = - (1458 + 606) / (2 x 774) = - 4/3 2qmax = - 53o 08’ atau qmax = - 26o 34’ d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr exy-max = 5,2 x 250me = 1300me. Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat e. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat qp = 0,5 x 2qp = 0,5 x 37o = 18o 30’. tan 2qp = (2 x 120) / (280 + 40) = 3/4 2qp = - 36o 52’ atau qmax = - 18o 26’
f. Besar regangan-regangan dasar menurut lingkaran Mohr e1 = 6,9 x 250me = 1725me. e2 = -3,5 x 250me = -875me Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat