Angkutan Penumpang dengan Kendaraan Umum

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
NORMA STANDAR PEDOMAN MANUAL
Advertisements

Tinjauan Kinerja Pelayanan Angkutan Massal
MENYEIMBANGKAN PERMINTAAN DENGAN KAPAITAS PRODUKSI
Materi SD kelas V Transportasi
Paparan Laporan Pendahuluan
PENETAPAN TERMINAL TIPE B DI JAWA BARAT
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BERBAGAI JENIS TRANSPORTASI
Konsep Dasar dan Parameter Geometrik Jalan Raya
MATA KULIAH DASAR-DASAR TRANSPORTASI
1. CAHYADI MATUTU HAJAR LUSIA SEPTIA W 3. OKI KUSUMAYANTI
Dasar Pengelolaan Sampah Kota
DEFENISI DAN FUNGSI TERMINAL SECARA UMUM
14 PRINSIP DASAR PERENCANAAN LINTASAN RUTE
PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI
08 DEFENISI DAN FUNGSI TERMINAL SECARA UMUM
05 CIRI PRASARANA TRANSPORTASI
06 PERANAN MANUSIA DALAM TRANSPORTASI
01 KONTRAK KULIAH PESERTA
Rekayasa Transportasi Universitas Mercu Buana Jakarta
KARAKTERISTIK OPERASIONAL SURVEY ANGKUTAN UMUM
REKAYASA TRANSPORTASI
EKONOMI PERKOTAAN DAN TRANSPORTASI
Transportasi Ramah Lingkungan
STRATA BANGUNAN BERTINGKAT
PERENCANAAN TRANSPORTASI
REKAYASA TRANSPORTASI
Sistem Transportasi Pertemuan 5 Transportasi Darat 04 –
Pendekatan Perencanaan Transportasi
PENDAHULUAN Pertemuan 1
Dasar Hukum: UU 38/2004 tentang Jalan
TATA GUNA LAHAN & TRANSPORTASI
DAMPAK YANG MENGUNTUNGKAN
REKAYASA TRANSPORTASI
TATA GUNA LAHAN & Transportasi
Pemeriksaan internal pada kegiatan produksi
TATA GUNA LAHAN & TRANSPORTASI
03. SISTEM PRASARANA TRANSPORTASI DARAT
KDK TRANSPORTASI JURUSAN TEKNIK SIPIL FT. UNDA
PENGANTAR SISTEM LOGISTIK
09 RUANG LINGKUP OPERASI TRANSPORTASI
RUANG LINGKUP OPERASI TRANSPORTASI RUANG LINGKUP OPERASI TRANSPORTASI
PEMANFAATAN TANAH PERKOTAAN (Individual VS Kolektif)
PERANAN MANUSIA DALAM TRANSPORTASI
ANGKUTAN DAN TRANSPORTASI PERKOTAAN
13 SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN ANGKUTAN PENUMPANG ANGKUTAN BARANG
TRANSPORTASI MAKRO.
Drs. Ec. Fatchurrochim Ghany, MT
Angkutan Penumpang dengan Kendaraan Umum
TRANSPORTASI PERKOTAAN
Kuliah 13 Terminal.
DASAR-DASAR REKAYASA TRANSPORTASI KIS_237
KONSEP PEMODELAN Untuk menyederhanakan suatu realita secara terukur
Sub sistem transportasi laut.
Pengangkutan Dengan Kereta Api (Aspek Hukum)
Kuliah 3 Transportasi Darat.
EKONOMI PERKOTAAN DAN TRANSPORTASI
Bangkitan Lalu Lintas.
Pengantar Perencanaan Transportasi
Perencanaan Transportasi
EKONOMI TRANSPORTASI (CIV -205)
EKONOMI TRANSPORTASI (CIV -205)
Konsep Dasar dan Parameter Geometrik Jalan Raya Perencanaan geometrik merupakan bagian dari suatu perencanaan konstruksi jalan, yang meliputi rancangan.
PENDAHULUAN  Angkutan antar kota sebagai salah satu elemen dari sistem transportasi antar wilayah yang cukup penting.  Akan tetapi, angkutan antar kota.
Manajemen Lalulintas untuk Angkutan Umum
TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI. 1. Pendahuluan Untuk melestarikan lingkungan perkotaan yang layak huni, keseimbangan antara fungsi- fungsi tersebut.
K O N S T R U K S I J A L A N D A N J E M B A T A N JENIS BAHAN PEKERASAN JALAN KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN KLASIFIKASI JALAN Pendidikan Teknik Sipil.
PROSES PRODUK LOGISTIK Biaya Angkutan Dalam Tranportasi
PERENCANAAN TRANSPORTASI Disusun Oleh: MUHAMMAD ZIKRI (VC) PRODI TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS ISLAM RIAU.
KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN ASEP ARYADI, ST SMK NEGERI 2 CIAMIS.
Transcript presentasi:

Angkutan Penumpang dengan Kendaraan Umum Kuliah 12 Angkutan Penumpang dengan Kendaraan Umum

Angkutan penumpang dengan menggunakan Angkutan Umum (AU) adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan system sewa atau bayar. Pada angkutan umum masal, biaya angkutan menjadi beban tanggungan bersama, sehingga system AU menjadi efisien karena biaya angkutan menjadi sangat murah. Selain itu prnggunaan jalan pun relative efisien dalam m2/penumpangnya. Keberadaan AU, apalagi bersifat masal, berarti pengurangan jumlah kendaraan lalu lalang di jalan. Hal ini sangat berkaitan dengan pengendalian lalu lintas

Peranan Angkutan Umum Angkutan umum masal atau masstransit adalah layanan jasa angkutan yang memiliki trayek dan jadwal tetap. Contohnya adalah bus dan kereta api. Jenis angkutan ini bukan melayani permintaan melainkan menyediakan layanan tetap, baik jadwal, tariff maupun lintasannya. Peranan utama AU adalah melayani kepentingan mobilitas masyarakat dalam melakukan kegiatannya, baik kegiatan sehari- hari yang berjarak pendek atau menengah berupa angkutan perkotaan/perdesaan dan angkutan antar kota dalam propinsi, maupun kegiatan sewaktu-waktu antar propinsi Aspek lain pelayanan AU adalah peranannya dalam pengendalian lalu lintas, penghematan energi dan pengembangan wilayah

Peranan Angkutan Umum (2) Pengelolaan AU juga berkaitan dengan penghematan penggunaan BBM. Jika layanan AU sudah sedemikian baik dan mampu menggangtikan peranan angkutan pribadi bagi mobilitas masyarakat, maka ribuan kendaraan dapat ‘dikandangkan’ selama waktu tertentu, misalnya selama hari Senin sampai Jumat. Akibat lanjutannya adalah penghematan konsumsi BBM bagi operasi angkutan. Dalam pengembangan wilayah, AU juga sangat berperan dalam menunjang interaksi social budaya masyarakat. Pemanfaatan SDA maupun mobilisasi SDM serta permerataan pembangunan daerah beserta hasil-hasilnya, didukung oleh system transportasi yang memadai dan seseuai dengan tuntutan kondisi setempat

Pelayanan Angkutan Umum Di Indonesia, pelayanan AU dapat dibedakan dalam tiga kategori utama, yaitu: Angkutan antar kota Angkutan Perkotaan Angkutan Perdesaan Angkutan antar kota terbagi dua yaitu: Antar Kota Antar Propinsi, yakni angkutan antar kota yang melampaui batas administrasi propinsi Antar Kota Dalam Propinsi, yakni pelayanan jasa angkutan antar kota dalam satu wilayah administrasi propinsi.

Angkutan Antar Kota Adalah angkutan yang menghubungkan suatu kota dengan kota lainnya baik yang berada dalam suatu wilayah administrasi propinsi (antar kota dalam propinsi), maupun yang berada di propinsi lain (antar kota antar propinsi) yang berarti angkutan antar daerah. Sistem AKAP dan AKDP dapat mengandung arti: Angkutan antar kota dalam suatu wilayah administrasi propinsi dan angkutan daerah kota raya (metropolitan) atau Angkutan perkotaan yang tidak sama dengan angkutan kota. Angkutan perkotaan membentuk jaringan pelayanan antar kota yang berada dalam daerah kota raya (metropolis) dan tidak terikat pada batas wilayah administrasi kota atau daerah sedangkan angkutan kota adalah angkutan dalam wilayah administrasi kota.

Angkutan Perkotaan 1. Angkutan Umum Masal Angkutan umum masal di Indonesia pada umumnya dilayani dengan bus sedang dan kecil, sedangkan bus besar hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar; selebihnya bus besar melayani angkutan antar kota antar propinsi. Pengembangan jaringan pelayanan jasa angkutan di wilayah perkotaan di Indonesia, di masa depan, di arahkan pada pelayanan angkutan masal; dan jaringan angkutan jalan rel diarahkan menjadi tulang punggung angkutan perkotaan khususnya di kota-kota Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya, sehingga kapasitasnya mampu menjawab tuntutan kebutuhan. Di samping itu, pengoperasian system angkutan masal dengan angkutan jalan rel sedikit banyak dapat mengatasi kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas di wilayah perkotaan.

Angkutan Perkotaan 1. Angkutan Umum Masal (2) Dalam upaya meningkatkan jasa angkutan jalan rel, Pemerintah menempuh kebijakan sebagai berikut: Mengarahkan pengembangan perkeretaapian sebagai angkutan masal dan jarak jauh untuk mengurangi kepadatan dan kerusakan jalan, antara lain dengan kereta api berteknologi tinggi; Mengembangkan kapasitas jaringan kereta api secara bertahap menuju rel ganda dan mengaktifkan kembali fungsi lintas cabang yang potensial; Meningkatkan kemudahan dan kenyamanan dalam pelayanan bagi penumpang, penjualan karcis dan penambahan fasilitas umum pada kereta api dan stasiun. Meningkatkan efisiensi dan perbaikan pelayanan angkutan penumpang antar kota.

Angkutan Perkotaan 1. Angkutan Umum Masal (3) Hampir serupa dengan angkutan jalan rel adalah pelayanan bus terpandu ( guided bus lane atau O-Bahn) yakni bus yang bergerak pada jalur khusus yang dibangun untuk itu. Kelebihannya adalah: Pertama bus terpandu tersebut tetap dapat keluar dari jalur khususnya dan beroperasi seperti bus biasa. Apabila ia bergerak di jalurnya, maka sifat pengoperasiannya separti kereta rel; jadi bus terpandu dapat dianggap sebagai kombinasi bus dengan trem. Kedua bahwa lebar perkerasan jalur khusus bus terpandu yang selebar badan bus ± 200 cm, sedangkan lebar jalur lalu lintas di jalan berkisar antara 300-350 cm. Ketiga sarananya (moda angkutannya) berupa bus biasa hanya diberi tambahan roda horizontal yang dapat dilipat pada saat bus beroperasi di jalan umum. Roda horizontal berfungsi sebagai pemandu pada saat bus beroperasi di jalur khusus sehingga kemudi bus tidak sifungsikan. Pengemudi hanya mengatur kecepatan kendaraan saja. Keempat selain dapat menggunakan bus gandeng, moda angkutan ini dapat menggandeng dua atau tiga bus biasa atau dua bus gandeng menjadi satu rangkaian sehingga tidak ada lagi jarak (headway); dua atau tiga bus berfungsi seperti trem. Kelebihan ini memberi keuntungan tambahan karena penyediaan jasa – pada jam sibuk – hanya perlu menambahkan bus sehingga tidak perlu menambah pengemudi.

Angkutan Perkotaan 1. Angkutan Umum Masal (4) Angkutan masal dengan bus mempunyai beberapa keuntungan antara lain: mengurangi beroperasinya kendaraan pribadi di jalan; dapat melayani penumpang cukup dekat ke asal dan tujuan perjalanan; mudah menambah atau mengurangi kapasitas sediaan layanan; mudah menambah atau mengurangi atau mengubah lintas pelayanan untuk memenuhi permintaan.

Angkutan Perkotaan 2. Paratransit Paratransit adalah layanan angkutan umum dari pintu ke pintu dengan kendaraan penumpang berkapasitas 5-12 orang, meskipun tujuan setiap penumpang berbeda-beda. Paratransit tidak memiliki trayek dan atau jadwal tetap, dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan suatu ketentuan tertentu (misalnya tarif, rute, pola pelayanan) dan dapat disesuaikan dengan keinginan penumpang, contohnya taksi Pelayanan taksi kota sebenarnya juga dapat menganut pola seperti di atas, seperti di Seoul Korea Selatan, Batam di Indonesia. Taksi dapat mengangkut penumpang lain yang kurang lebih searah tujuannya. Dengan demikian ongkos penumpang per orang menjadi lebih murah. Pola semacam ini di Indonesia kebanyakan diterapkan pada angkutan kota (bukan angkutan masal), tetapi juga bukan taksi berargometer Di beberapa kota yang masih mengoperasikan delman (kereta kuda) sebagai AU penumpang juga menganut pola angkot ini. Delman yang belum penuh dapat saja menaikkan penumpang yang searah tujuannya. Tarif ditentukan berdasarkan kesepakatan (tawar menawar).

Angkutan Perdesaan Angkutan perdesaan adalah pelayanan angkutan penumpang yang ditetapkan melayani trayek dari dan ke terminal tipe C Ciri utama lain yang membedakan angkutan perdesaaan dengan yang lainnya adalah pelayanan lambat, tetapi jarak pelayanan tidak ditentukan. Ciri pelayanan lambat juga dimiliki pula oleh trayek ranting di kota, di samping pelayanan jarak pendek dalam kawasan permukiman. Ciri terakhir ini tidak dimiliki oleh trayek perdesaan Dengan ciri-ciri tersebut, maka yang disebut Angkutan Perdesaan adalah angkutan penumpang dengan kendaraan umum – selain angkutan perkotaan – yang melayani terminal tipe C. Definisi ini agak berbeda dengan pengertian rural transport yaitu angkutan yang melayani daerah pinggiran (desa/remote rural areas) yang menduduknya sangat sedikit

Trayek dan Lintasan Trayek Pelayanan Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus yang mempunyai asal dan tujuan tetap maupun tidak berjadwal Dari definisi ini terungkap perbedaan pengertian antara trayek dengan lintasan Titik berat trayek adalah pada asal dan tujuan, sedangkan lintasan menunjukkan pada ruas jalan yang dilalui kendaraan umum yang melayani trayek yang bersangkutan; lintasan adalah rute. Jadi satu trayek dapat menawarkan lebih dari satu rute Jaringan trayek adalah kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang. Trayek tetap dan teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam jaringan trayek secara tetap dan teratur, dengan jadwal tetap atau tidak terjadwal Pemahaman tentang sebaran asal dan tujuan, penguasaan atas teknik perkiraan banyaknya orang (calon penumpang) dan barang (muatan), serta pemahaman tentang perkembangan dan pengembangan wilayah dapat dijadikan landasan pertimbangan dalam menentukan trayek dan lintasan pelayanan AU. Pemahaman ini digunakan dalam menentukan jenis moda yang akan digunakan beserta dimensinya, banyak armada yang akan disediakan dan dioperasikan, lintasan yang akan dilayani, dan pengendalian operasi pelayanan.

Trayek dan Lintasan (2) Trayek Pelayanan (2) Berdasarkan PP No. 41 Th 1993 tentang Angkutan Jalan, trayek pelayanan jasa angkutan umum dibagi dalam 4 kelompok yaitu: Trayek antar kota antar propinsi, dengan ciri-ciri pelayanan: Mempunyai jadwal tetap Pelayanan cepat Dilayani oleh mobil bus umum Tersedianya terminal tipe A pada awal pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan; Trayek antar kota dalam propinsi, dengan ciri-ciri pelayanan: Pelayanan cepat dan/atau lambat Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe B pada awal pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan

Trayek dan Lintasan (3) Trayek Pelayanan (3) Trayek kota, terdiri dari: Trayek umum yang diselenggarakan dengan ciri-ciri: Mempunyai jadwal tetap Melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang alik secara tetap dengan penggunaan tetap dengan pengangkutan yang bersifat masal Dilayani oleh mobil bus umum Pelayanan cepat dan/atau lambat Jarak pendek Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang Trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri-ciri: Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan kawasan permukiman

Trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri-ciri: Melayani angkutan dalam kawasan permukiman Dilayani dengan mobil bus dan/atau mobil penumpang umum Pelayanan lambat Jarak pendek Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang Trayek langsung yang diselenggarakan dengan ciri-ciri: Mempunyai jadwal tetap Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat masal dan langsung Dilayani oleh bus umum Pelayanan cepat Melalui tempat-tempat yang ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang

Trayek dan Lintasan (4) Trayek perdesaan, dengan ciri-ciri pelayanan: Trayek Pelayanan (4) Trayek perdesaan, dengan ciri-ciri pelayanan: Mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak terjadwal Pelayanan lambat Dilayani oleh mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe C pada pemberangkatan dan terminal tujuan Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

Trayek dan Lintasan (5) Lintasan Pelayanan Suatu trayek dapat memiliki lebih dari satu kemungkinan lintasan tergantung pada jaringan prasarana atau jalan yang menghubungkan asal dan tujuan trayek tersebut. Artinya bahwa beban lalu lintas dapat dibagi dalam beberapa lintasan Apabila lintasannya hanya satu, maka semua lalu lintas menjadi beban lintasan tunggal tersebut Pembebanan lintasan sangat penting artinya dalam menyusun jaringan trayek untuk mencapai keseimbangan atau mempertemukan sediaan pelayanan (dala hal ini kapasitas jaringan jalan) dengan permintaan atau tuntuan layanan AU

Trayek dan Lintasan (6) Lintasan Pelayanan (2) Selain pemahaman akan volume lalu lintas dari asal ke tujuan, sebaran permintaan berdasarkan waktu perlu pula mendapatkan perhatian yang seksama. Pada masa sibuk (peak period) jumlah armada yang dikerahkan akan lebih banyak (mungkin sampai pada batas maksimum) dengan tenggang waktu (headway) yang singkat, sedangkan pada masa sepi (offpeak period) jumlah armada yang dioperasikan perlu dikurangi dengan tenggang waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, sediaan jumlah armada tidak dapat ditentukan semata-mata berdasarkan atas kebutuhan pada masa puncak. Kelebihan kapasitas armada akan menjadi beban financial yang tidak ringan.

Moda Angkutan Umum Tugas pengelola system transportasi adalah mempertemukan keinginan pengguna jasa dengan sediaan moda angkutan – dengan segala atribut pelayanannya – agar tercapai system transportasi yang efektif dan efisien dan dalam batas biaya yang wajar agar mampu berperan secara andal sebagai urat andi kehidupan perekonomian, social budaya, politik dan hankam.

Moda Angkutan Umum (2) Efektif mengandung pengertian: Kapasitas mencukupi, prasarana dan sarana cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa; Terpadu, antar moda dan intra moda dalam jaringan pelayanan; Tertib, menyelenggarakan angkutna yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat; Tepat dan teratur, terwujudnya penyelenggaraan angkutan yang andal, sesuai dengan jadwal dan ada kepastian; Cepat dan lancar, menyelenggarakan layanan angkutan dalam waktu singkat, indikatornya antara lain kecepatan arus per satuan waktu; Aman dan nyaman, dalam arti selamat terhindar dari kecelakaan, bebas dari gangguan eksternal, terwujud ketenangan dan kenikmatan dalam perjalanan.

Moda Angkutan Umum (3) Efisien mengandung arti: Biaya terjangkau, penyediaan layanan angkutan sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat pada umumnya dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup pengusaha pelayanan jasa angkutan; Beban public rendah, pengorbanan yang harus ditanggung oleh masyarakat sebagai konsekuensi pengoperasian system transportasi harus minimal, misalnya tingkat pencemaran minimal; Kemanfaatan tinggi, merupakan tingkat penggunaan kapasitas system transportasi yang dapat dinyatakan dalam indicator tingkat muatan penumpang maupun barang, tingkat penggunaan prasarana dan sarana.

Moda Angkutan Umum (4) Beberapa cara dapat ditempuh dalam meningkatkan kapasitas layanan angkutan, yakni: Memperbesar kapasitas pelayanan dengan menambah armada; Menawarkan pilihan moda (modal split), dengan sendirinya menyangkut alternatif lintasan; Mengatur pembagian waktu pelayanan; Mengurangi permintaan, misalnya dengan biaya tinggi; Menyesuaikan biaya pelayanan sesuai dengan watak permintaan, termasuk mendorong permintaan ke jenis pelayanan tertentu dengan menurunkan biayannya, dan upaya mengurangi permintaan yang sulit dilayani dengan meningkatkan biaya.