PROSES KONVERSI PROSES THERMAL
THERMAL CRACKING Hal-hal yang mendasari pemikiran penemuan proses cracking adalah penemuan-penemuan baru dalam bidang transportasi kendaraan bermotor. Proses thermal cracking ditemukan pada tahun 1910 oleh Dr. William M. Burton dan Plant komersial dimulai tahun 1913. Dengan ditemukannya proses cracking yang didahului dengan thermal cracking dan untuk kemudian diikuti dengan catalytic cracking. Teknologi dan Rekayasa
THERMAL CRACKING Tetapi dengan ditemukannya Proses Catalytic Cracking oleh E. Houndry pada tahun 1947, maka proses thermal cracking berangsur-angsur digantikan oleh proses catalytic cracking. Straight run gasoline banyak mengandung senyawa-senyawa parafine dan naphthene, sedangkan gasoline hasil thermal cracking banyak mengandung senyawa-senyawa olefine dan sebagian aromatic Lebih-lebih gasoline hasil proses catalytic cracking mempunyai angka oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan straight run gasoline.
THERMAL CRACKING Dalam pengembangannya kemudian proses thermal cracking dapat ditujukan untuk : Pembuatan olefine rendah. Pembuatan viscositas fuel oil. Pembuatan coke.
REAKSI THERMAL CRACKING Thermal cracking biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi berkisar antara 455oC samapai dengan 730oC (851 oF – 1346oF) pada tekanan sampai 1000 psig. Secara komersial, proses thermal cracking terhadap petroleum fraksi berat dan residue dilakukan pada suhu tinggi antara sekitar 500oC dan tekanannnya antara 10 kg/cm2 samapai dengan 25 kg.cm2.
REAKSI THERMAL CRACKING Cracking merupakan suatu phenomena dimana minyak molekul besar dipecah secara thermis menjadi minyak yang molekulnya lebih kecil (titik didihnya rendah) pada saat yang bersamaan molekul-molekul yang relatif kecil akan bereaksi dengan molekul-molekul yang lain sehingga terbentuk molekul yang besar bahkan lebih besar dari feed stocknya.
REAKSI THERMAL CRACKING Intermediate ini disebut recycle stock. Molekul-molekul yang lebih stabil meninggalkan system sebagai cracked gasoline (pressure distillate) dan yang reaktif akan berpolymerisasi membentuk cracked fuel oil dan bahkan coke. Walaupun hasil utama dari cracking plant adalah gasoline, namun dihasilkan juga minyak intermediate yang boiling range nya antara gasoline dan fuel oil. Intermediate ini disebut recycle stock.
REAKSI THERMAL CRACKING Produksi dari intermediate stock dapat diilustrasikan dengan reaksi kimia umum sebagai berikut : Change stock C7H15 - C15H30 - C7H15 (Heavy Gasoil) Cracked stock C7H16 ( Gasoline ) C14H28 = CH2 (Recycle stock ) C6H12 = CH2 ( Gasoline )
REAKSI THERMAL CRACKING More Cracking C2H6 + (Gas) C4H8 = CH2 + (Gasoline) C8H18 + (Gasoline) C6H12 = CH2 + (Gasoline) CH2=CH-CH-CH-CH3 + (Gum forming) C2H4 (Gas) Polymerisasi C2H6 + (Gas) C4H8=CH2 + (Gasoline) C8H18 + (Gasoline) C12H22 + (Tar/recycle) C2H4 (Gas)
REAKSI THERMAL CRACKING Jadi ada 2 type reaksi umum yang terjadi yaitu : - Rekasi primer. - Rekasi sekunder.
REAKSI THERMAL CRACKING 1. Rekasi primer dijelaskan oleh hasil percobaan Hurd dan Spence pada dekomposisi dari n butane pada 600oC (1112oF). CH3-CH2-CH2-CH3 CH4 + CH3-CH=CH2 Dan CH3-CH2-CH2-CH3 CH3 + CH3 + CH2=CH2
REAKSI THERMAL CRACKING Reaksi-rekasi dehydrogenasi sebagai berikut : CH3-CH2-CH2-CH3 H2 + CH3-CH2-CH=CH2 Dan CH3-CH2-CH2-CH3 2H2 + CH=CH-CH=CH2
REAKSI THERMAL CRACKING 2. Reaksi Sekunder Adalah Cracking lebih lanjut dari olefin menjadi diolefine dan parafine. CH2=CH-CH2-CH2-CH3 CH4 + CH2=CH-CH=CH2 CH2=CH-CH2-CH2-CH3 + H2 CH4 + CH3-CH2-CH=CH2
REAKSI THERMAL CRACKING Polymerisasi dari senyawa-senyawa olefin yang terbentuk menghasilkan olefin yang berat molekulnya lebih besar, misalnya : CH2=CH + CH2=CH2 CH3=CH2-CH=CH2 (dimer) CH3-CH2-CH=CH2 + CH2=CH2 CH3-CH2-CH2-CH2-CH=CH2 (trimer) atau RCH=CH2 + R'CH=CH2 tar (polimer)
REAKSI THERMAL CRACKING Cyclisasi olefin yang lebih besar menjadi naphthene. Dehydrogenasi Naphthene menjadi hydrocarbon aromatic. Kondensasi molekul-molekul aromatic membentuk tar atau coke. Reaksi cracking disini pada dasarnya meliputi reaksi-reaksi dekomposisi, polymerisasi dan kondensasi.
REAKSI THERMAL CRACKING Dari hasil penelitian/study yang mendalami serta percobaan-percobaan atas proses dekomposisi terhadap hydrocarbon murni telah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Parafine. Pada temperatur yang sedang, tekanan yang rendah serta waktu kontak yang relatif pendek, cracking untuk parafine rantai lurus hanya akan terjadi reaksi tingkat pertama.
REAKSI THERMAL CRACKING a. Parafine. Pada tekanan yang lebih tinggi pembagian hydrocarbon yang dihasilkan mengarah ke komponen-komponen yang mempunyai berat molekul lebih besar disamping terjadinya reaksi tingkat kedua yang ditandai dengan pembentukan senyawa diolefine.
REAKSI THERMAL CRACKING Olefine. Pada tekanan yang rendah serta temperatur sedang ataupun tinggi, secara garis besar distribusi hasilnya menyerupai dengan parafine yang sesuai, hanya disini dihasilkan pula senyawa diolefine. Sementara itu pada tekanan yang lebih tinggi dan temperatur yang sedang makin terlihat peranan polymerisasi.
REAKSI THERMAL CRACKING Naphthene. Dalam minyak bumi senyawa naphthene kebanyakan berada sebagai derivat cyclopentane dan cyclohexane dengan rantai cabangnya yang panjang. Untuk beberapa hal dehydrogenasi dengan membentuk aromatic dapat terjadi bersamaam dengan de alkylasi tadi.
REAKSI THERMAL CRACKING d. Aromatic. Reaksi cracking pada senyawa aromatic terutama merupakan reaksi de alkylasi yang proses terjadinya menyamai senyawa naphthene. Dalam peristiwa selanjutnya kondensasi antara aromatic dengan olefine atau antara aromatic itu sendiri akan menghasilkan aromatic polymer. Kondensasi lebih lanjut akan membentuk senyawa carbonuoes tertutup yang komplex berupa senyawa asphaltic dan coke.
REAKSI THERMAL CRACKING e. Senyawa-senyawa Sulphur, Oxygen dan Nitrogen. Senyawa sulphur yang mungkin terkandung dalam heavy distilate dan residue akibat cracking akan terpecah menjadi molekul yang lebih kecil. Dalam minyak bumi senyawa oxygen biasa berada dengan sifat sebagai asam. Senyawa tersebut biasanya meliputi senyawa-senyawa aliphatic, cyclo parafine, asam carboxylic dan phenol.
REAKSI THERMAL CRACKING e. Senyawa-senyawa Sulphur, Oxygen dan Nitrogen. Pada umumnya hasil cracking akan lebih banyak mengandung phenols. Cracking senyawa nitrogen baru sedikit sekali diketahui, disamping biasanya nitrogen yang terkandung dalam minyak bumi relatif adalah kecil. Hasil suatu cracking kemungkinan akan dapat mengandung revat senyawa pyridine atau senyawa- senyawa sejenisnya, yang dalam cracking tidak mengalami pemecahan pada rantai tertutupnya.
PENGARUH KONDISI CRACKING Seperti telah diuraikan dimuka, thermal cracking pada dasarnya meliputi proses dekomposisi, polimerisasi dan kondensasi. Karena dalam cracking terhadap straight run stock seperti residue atau heavy distilate gasoline, cracked distilate, cracked residue serta sedikit coke.
PENGARUH KONDISI CRACKING Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil cracking adalah : Macam feed stock Waktu cracking Temperatur. Tekanan Recycle Ratio
TABEL FAKTOR C DENGAN DERAJAT CRACKBILITY Stock Average Boilling Point (oK) SG 60/60oF Faktor T/S Perkiraan Temp. Cracking yang diperlukan Straight run tops Naphthenic base gasoline Parafine base gasoline Naphthenic base gasoil Parafine base gasoil Naphthenic base kerosine Parafine base kerosine Butane Cyclohexane Benzene 333 - 273 398 - 273 398 573 513 297 354 255 0,670 0,750 0,730 0,900 0,860 0,800 0,830 0,584 0,885 497 531 545 637 666 641 618 468 452 570 - 580 530 - 550 520 - 540 510 – 520 600 620 750
TABEL Kenaikan dari Konversi Produk Naphtha Temperatur Tekanan Waktu perengkahan Parafine dalam feed Naik
DIAGRAM ALIR THERMAL CRACKING
TERIMA KASIH