DAN FISIOLOGIS IBU POSTPARTUM ADAPTASI PSIKOLOGIS DAN FISIOLOGIS IBU POSTPARTUM
Periode post partum dibagi menjadi tiga yaitu: 1.Immediately PP: berlangsung sampai 24 jam pertama PP 2. Early PP : berlangsung sampai minggu pertama PP 3. Late PP : berlangsung minggu ke 2-ke 6 PP
Periode post partum (peurperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pemulihan ini, termasuk tingkat energi, kenyamanan psikologis dan fisik, kesehatan bayi baru lahir, perawatan dan motivasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional, dimana pada periode ini lebih ditekankan pada kesejahteraan ibu dan respon dari bayinya. Untuk memberikan perawatan yang bermanfaat bagi ibu, bayi dan keluarganya, perawat harus menggunakan pendekatan yang holistik.
ADAPTASI PSIKOLOGIS Reva Rubin (1977) membagi fase postpartum pada 3 fase, yaitu : taking in taking hold letting go
1. Taking In (berlangsung hari 1-2 POSTPARTUM) Waktu refleksi bagi ibu-ibu cenderung pasif, membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari. Hal ini disebabkan karena ibu mengalami ketidak nyamanan fisik setelah persalinan, seperti nyeri perineum, hemoroid, afterpain. Pada akhirnya ibu tidak mempunyai keinginan untuk merawat bayinya. Ibu masih fokus pada persalinan dan merasa kagum pada bayinya. Apakah benar bayi tersebut adalah anaknya? Apakah persalinan telah berakhir? Ibu membutuhkan istirahat untuk memulihkan kekuatan fisiknya. Meminta ibu untuk menceritakan pengalaman persalinan dapat membantu ibu melewati fase ini.
2. Taking Hold 2-3 hari post partum Setelah melewati fase pasif, ibu memulai fase aktifnya, dimuali dengan memenuhi kebutuhan sehari dan dapat mengambil keputusan. Selama fase taking hold, ibu mulai tertarik merawat bayinya. Pada fase ini ibu juga dapat diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan bayi dan mempraktekkan dengan pengawasan, seperti mendukung kepala bayi, menyusui dengan benar, atau menyendawakan bayi. Reinforcement positif dapat diberikan pada ibu supaya ibu dapat meningkatkan kemampuannya dalam merawat bayi.
3. Letting Go Pada fase ketiga, ibu mulai mendefinisikan kembali perannya. Ibu mulai melepaskan perannya yang dulu, dari mempersiapkan kelahiran, menjadi ibu yang memiliki anak. Ibu menerima anak tanpa membandingkan dengan harapan terhadap anak pada saat menanti kelahiran. Ibu yang berhasil melewati fase ini akan mudah melakukan peran barunya.
Adaptasi lain yang secara psikologis dialami oleh ibu hamil Abandonment Adalah perasaan tidak berarti dan dikesampingkan. Sesaat setelah persalinan, ibu merasa menjadi pusat karena semua orang menanyakan keadaan dan kesehatannya. Beberapa jam setelah itu, perhatian orang-orang di sekitar mulai ke bayi dan ibu merasa “cemburu” kepada bayi. Saat pulang kerumah, ayah akan merasakan hal yang sama dengan ibu, karena istri akan lebih fokus pada bayi. Perawat harus membicarakan hal ini pada ayah dan ibu secara bersamaan, bagaimanapun juga peran orang tua adalah sama dalam perawatan bayi. Melakukan perawatan bayi secara bersamaan akan membantu orang tua memiliki peran yang sama dalam perawatan bayi.
2. Disappointment Adalah perasaan orang tua yang merasa kecewa terhadap kondisi bayi karena tidak sesuai yang diharapkan saat hamil. Orang tua yang menginginkan bayi yang putih, berambut keriting, dan selalu tersenyum akan merasa kecewa ketika mendapati bayinya berkulit gelap, berambut tipis dan menangis terus. Perawat harus membantu orang tua untuk dapat menerima bayinya, dengan menunjukkan kelebihan-kelebihan bayi, seperti, sehat, mata yang bersinar dan kondisi yang lengkap tanpa cacat.
3. Pospartal Blues 80% wanita post partum mengalami perasaan sedih yang tidak mengetahui alasan mengapa sedih. Ibu sering menangis dan lebih sensitif. Pospartal blues juga dikenal sebagai baby blues. Kejadian ini dapat disebabkan karena penurunan kadar estrogen dan progesteron. Pada beberapa wanita dapat disebabkan karena respon dari ketergantugan pada orang lain akibat kelelahan, jauh dari rumah dan ketidaknyamanan fisik. Jika hal ini berlanjut maka ibu perlu dikonsulkan ke psikiatri agar tidak berlanjut ke depresi.
ADAPTASI FISIOLOGIS SISTEM REPRODUKSI UTERUS Proses Involusi Involusi adalah proses kembalinya uterus ke kondisi sebelum kehamilan, yang dimulai sesaat setelah pengeluaran plasenta dengan kontraksi otot uterus. Dalam 12 jam persalinan, tinggi fundus uteri kurang lebih 1 cm di atas umbilicus dan turun 1-2 cm tiap harinya. 6 hari postpartum, fundus uteri setinggi pertengahan anatara umbilicus dan simfisis.
9 hari postpartum, uterus tidak teraba karena masuk ke rongga pelvis 1 – 2 minggu postpartum, berat uterus berkisar antara 500-350 gr. Dan pada minggu ke 6 postpartum, berat uterus antara 50-60 gr. Penurunan hormon esterogen dan progesteron setelah persalinan menyebabkan terjadinya autolisis pada jaringan uterus dalam proses pengembalian ke kondisi sebelum hamil. Penyebab utama dari subbinvolusi adalah tertinggalnya jaringan plasenta dan infeksi
2. Kontraksi Uterin Intensitas kontraksi uterin meningkat secara bermakna segera setelah persalinan bayi, yang merupakan respon untuk segera mengurangi jumlah volume intra uterin. Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum, aktivitas uterin menurun dengan halus dan dengan progresif dan stabil
3. Afterpains Relaksasi dan kontraksi secara bergantian dan periodik menyebabkan kram uterus yang tidak nyaman dan sisebut sebagai afterpains dan terjadi pada awal postpartum. Afterpains lebih dirasakan ibu-ibu yang melahirkan bayi yang besar, gemeli atau hidramnion. Menyusui dan oksitosin injeksi dapat memperberat afterpains karena menyebabkan kontraksi uterus lebih kuat
4. Tempat Perlekatan Plasenta Segera setelah plasenta dan selaput amnion keluar, terjadi vasokonstriksi dan trombosis untuk mencegah tempat perlekatan plasenta melebar. Pertumbuhan endometrium menyebabkan terlepasnya jaringan nekrotik dan mencegah timbulnya jaringan scar. Hal ini akan mempengaruhi tempat perlekatan plasenta pada kehamilan yang akan datang. Regenerasi endometrium akan selesai pada minggu ke-3 postpartum, sedangkan pada tempat plasenta akan pulih pada minggu ke-6 postpartum
5. Lokhea Pengeluaran uterus setelah melahirkan disebut sebagai lokhea. Pengeluaran lokhea meliputi 3 tahap yang dikarakteristikkan dengan warna, jumlah dan waktu pengeluaran. a. Lokhea Rubra Mengandung darah, sel desidua, dan bekuan darah, berwarna merah menyala berbau amis. Pada 2 jam setelah melahirkan, jumlah lokhea mungkin seperti saat menstruasi. Hal ini berlangsung sampai hari ke 3-4 postpartum.
b. Lokhea Serosa Mengandung sisa darah, serum, dan leukosit. Warna pink atau kecoklatan dan berlangsung sampai hari ke-10 postpartum. c. Lokhea Alba Mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Berwarna kekuningan hingga putih dan berlangsung sampai minggu ke2-6 postpartum
b. Cerviks Cerviks kembali lembut segera setelah persalinan. Cerviks atas atau segmen bawah uterus tampak edema, tipis dan fragil selama beberapa hari setelah postpartum. Porsio mungkin menonjol kearah vagina, tampak memar dengan sedikit laserasi. Laktasi dapat menghambat produksi mukosa cerviks karena menghambat produksi estrogen.
c. Vagina dan Perineum Kondisi vagina kembali seperti sebelum kehamilan terjadi pada minggu ke 6-8 postpartum. Rugae muncul kembali setelah minggu ke 4 postpartum tetapi tidak mungkin kembali ke kondisi seperti saat sebelum menikah. Penurunan estrogen juga menyebabkan produksi mukosa vagina berkurang sehinga lubrikasi minimal mukosa kembali menebal setelah ovarium kembali berfungsi.
Pada ibu dengan luka episiotomi maka harus menjaga kebersihan daerah perineum minimal selama 2 minggu postpartum. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka insisi pada tindakan bedah lainnya. Tanda-tanda infeksi menurut Davidson (1974) yaitu (REEDA) harus selalu dipantau. Proses penyembuhan akan terjadi setelah minggu 2 -3 postpartum. Hemoroid juga dapat ditemukan pada ibu postpartum, terutama pada ibu yang mengedan kuat saat persalinan. Ibu mungkin mengeluh gatal, tidak nyama atau terdapat perdarahan selama defekasi. Hemoroid akan berkurang setelah 6 minggu postpartum
2. Sistem Endokrin Hormon Plasenta Keadaan hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan seperti human plasenta laktogen (hPL), human corionik gonadotropin (hCG). Estrogen dan progesteron mencapai kadar terendah pada minggu pertama postpartum
b. Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium Hormon prolaktin meningkat secara progresif selama kehamilan dan setelah melahirkan akan tetap meningkat pada ibu menyusui. Kadar prolaktin akan ditentukan oleh lama dan frekuensi menyusui, status nutrisi ibu, serta kekuatan bayi dalam menghisap. Penurunan kadar estrogen dan progesteron juga menyebabkan kadar hormon prolaktin meningkat. Pada ibu tidak menyusui kadar prolaktin akan berkurang dan mencapai kadar seperti sebelum kehamilan pada minggu ke 4-6 postpartum. Ovulasi pada ibu tidak menyusui terjadi pada hari ke 27 setelah persalinan, denga rata-rata waktu 70-75 hari. Pada ibu menyusui, menstruasi terjadi pada minggu ke-17 postpartum. Ovulasi mungkin terjadi sebelum menstruasi pertama, sehingga perlu didiskusikan tentang metode keluarga berencana yang tepat.
3. Abdomen Abdomen pada ibu postpartum akan kembali normal hampir seperti kondisi sebelum hamil setelah minggu ke-6 postpartum. Striae mungkin masih ada. Pengembaliuan tonus otot dipengaruhi oleh tonus itu sendiri, latihan yang tepat, dan jumlah dari sel lemak. Diaktasis rektus abdominis tetap ada.
4. Sistem Perkemihan Steroid yang tinggi selama kehamilan menyebabkan fungsi ginjal menjadi meningkat. Setelah persalinan, kadar steroid berkurang dan fungsi ginjal juga menurun. Ginjal akan kembali normal seperti sebelum hamil setelah 1 bulan persalinan.
a. Komponen Urin BUN meninkat akibat autolisis pada proses involusi. Proteinuria + 1 normal karena pemecahan sel otot uterus selama 1 dan 2 postpartum. Ketonuria terjadi pada ibu dengan persalinan lama yang disertai dehidrasi
b. Diuresis Postpartum Selama 12 jam postpartum, ibu mulai kehilangan cairan yang bertumpuk di ekstrasel selama kehamilan akibat dari penurunan kadar estrogen. Pengeluaran cairan dapat mengurangi berat badan ibu postpartum sebanyak 2.25 kg.
c. Uretra dan Bladder Penekanan kepala bayi pada bladder saat persalinan dapat menyebabkan penurunan sensitivitas syaraf destrusor terhadap volume urin yang ada di bladder. Ditambah adanya laserasi di perineum dan episiotomi menyebabkan keinginan untuk berkemih menjadi menurun. Hal ini menyebabkan timbulnya distensi bladder yang dapat menghambat turunnya uterus dan memudahkan timbulnya infeksi. Syaraf dan otot dinding bladder akan kembali normal setelah 5-7 hari postpartum
5. Sistem Gastrointestinal Nafsu makan Ibu postpartum akan merasa kelaparan setelah melahirkan karena energi yang dikeluarkan saat persalinan Buang air besar BAB Spontan mungkin terjadi pada hari 2-3 postpartum. Keterlambatan ini disebabkan oleh penurunan tonus otot kolon selama persalinan dan postpartum, diare, kekurangan makanan, atau dehidrasi. Trauma karena persalinan pada sistem gastrointestinal, seperti : laserasi perineum grade 3 dan 4 juga dapat menghambat BAB secara normal
6. Payudara Ibu Menyusui Saat mulai menyusui, massa berupa kantong ASI dapat teraba di payudara, hanya berbeda dengan massa pada tumor atau karsinoma, massa pada payudara ibu menyusui berpindah-pindah dan tidak menetap. Sebelum proses menyusui dimulai, pengeluaran payudara berupa cairan kekuningan yang disebut kolostrum. Payudara tegang dapat terjadi setelah 48 jam menyusui dan gangguan putting dapat terjadi, seperti pecah-ecah, kemerahan dan melepuh
7. Sistem kardiovaskuler Volume Darah Perubahan volume darah dipengaruhi oleh kehilangan darah saat persalinan dan pengeluaran edema fisiologi saat kehamilan. Volume darah yang bertambah (1000-1500 ml) selama kehamilan akan berkurang sampai 2 minggu postpartum dan kembali ke kondisi sebelum kehamilan pada bulan ke-6 postpartum.
b. Cardiac Output (CO) CO akan meningkat dibanding saat kehamilan pada 30-60 menit setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya pemutusan sirkulasi uteroplasenta. Ini akan menurun cepat pada minggu ke-2 postpartum dan kembali pada kondisi sebelum kehamilan pada 24 minggu postpartum
c. Komponen Darah Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) Selama 72 jam setelah persalinan, terdapat kehilangan plasma dalam jumlah besar sehingga menyebabkan Hb dan Ht meningkat hingga 7 hari setelah persalinan. Tidak terdapat destruksi sel darau merah selama periode postpartum dan kadar sel darah merah akan kembali normal setelah minggu 8 postpartum Sel Darah Putih Leukosit normal pada ibu hamil adalah 12.000/mm3. pada ibu postpartum, kadar leukosit bisa mencapai 20.000-25.000/mm3 dan ini normal. Faktor Pembekuan Faktor pembekuan dan fibrinogen akan meningkat selama kehamilan dan masa postpartum. Jika ditambah dengan kerusakan pembuluh darah dan immobilisasi maka hal ini akan beresiko terjadinya tromboembolisme.
d. Varicosites Varicosites di ekstremitas dan anus, kadang-kadang di vulva akan berkurang segera setelah persalinan.
8. Sistem Persyarafan Sakit kepala (headaches) saat postpartum dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti : preeklamsi (PIH), stress, kehilangan cairan serebrospinal saat dilakukan spinal anesthesi. Tergantung pada penyebab dan tindakan, sakit kepala akan berkurang pada hari ke 1-3 postpartum sampai beberapa minggu
9. Sistem Muskuloskeletal Relaksasi sendi terutama pada sendi panggul yang terjadi selama persalinan kembali mendekat dan stabil pada minggu ke 6-8 post partum
10. Sistem integumen Kleasma gravidarum biasanya menghilang pada akhir kehamilan. Hiperpigmentasi pada areola dan linea nigra mungkin masih ada sampai setelah persalinan. Striae di payudara, abdomen dan tungkai mungkin berkurang tetapi tidak hilang
Proses adaptasi menjadi orang tua mencakup: Tanggung jawab terhadap peran baru Sikap terhadap adanya peran baru Penyesuaian hubungan dengan anggota keluarga yang lain
Secara biologik adaptasi ini dimulai sejak pertemuan ovum dan sperma Pada periode pranatal ibu merupakan orang utama yang memfasilitasi terciptanya lingkungan sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang Proses parenting akan menyokong kematangan seseorang Melibatkan semua unsur dalam keluarga
Menurut Steele and Pollack (1968) proses menjadi orang tua mencakup: Cognitif- motorik skill Berkaitan dengan perawatan bayi seperti menyusui,menggendong,memakaikan baju dll. Kemampuan tersebut tidak timbul secara otomatis Dipengaruhi oleh budaya dan pengalaman individu, sehingga beberapa ortu perlu belajar bagaimana pelaksanaan tugas perawatan bayi kepada : teman, nenek, baca buku tetangga, perawat dll.
2. Cognitif – afektif skliil Merupakan komponen Psikologik baik ayah –ibu sebagai dasar menjadi ortu Aspek kecintaan, menerima figur orang tua mencakup sikap kehalusan,kelembutan, kesadaran dan perhatian terhadap kebutuhan bayi Berpengaruh terhadap lingkungan bayi
Parental Attachment( kasih sayang orang tua) Dimulai selama kehamilan, bersifat terus menerus konstan dan konsisten Mercer (1982) Menjelaskan lima pre kondisi yang mempengaruhi kasih sayang yaitu:
Kesehatan mental, emosi orang tua ( termasuk kemampuan percaya terhadap orang lain) Sistem suport dari lingkungan sosial, teman ortu Kemampuan berkomunikasi dan merawat bayi Pendekatan dan kedekatan ortu terhadap bayi Kecocokan ortu bayi( status bayi,temperamen, sex)
Sensual Respon ( respon Yang memberi kepuasan) Touch ( raba ) Digunakan secara meluas oleh orang tua atau pengasuh sebagai cara untuk mengenal dengan bayi sebagai anggota baru - jari- jari- merupakan alat raba yang sensitif
2.Eye to eye contack Membantu perkembangan awal- membentuk hubungan saling percaya 3. Suara( Voice) Orang tua – bayi saling mengenal melalui suara 4. Bau ( odor ) Ibu berkomentar terhadap bau bayinya yang unik Bayi belajar mengenal bau ibu terutam terhadap bau asi.
Kontak awal: Sangat penting di dalam perkembangan hubungan di masa yang akan datang Segera dilakukan pada jam- jam pertama sesudah kelahiran Keuntungan: - bagi ibu: meningkatkan kadar prolaktin dan oksitosin Pada bayi: mempercepat reflek menghisap
Bonding- Attachment Hubungan ibu anak atas dasar kasih sayang( bonding ) , keterikatan ( attachment) Dapat melibatkan ayah Pada kala (IV) sesudah kelahiran merupakan waktu yang optimal untuk bonding Timbul respon spesifik ketika pertama kali bayi diberikan
Adaptasi ayah: Ayah mulai melibatkan diri terhadap perawatan bayi Ayah terpikat pada bayi Sering mengadakan kontak mata dengan sentuhan atau kontak mata Merasa meningkat harga dirinya Mersa lebih matur, lebih tua Merasa bangga menjadi laki-laki
Adaptasi Sibling: Memperkenalkan bayi pada keluarga Kakaknya Orang tua harus mampu membagi kasih sayang perhatian pada semua anak Reaksi cemburu sering sekali terjadi pada kakanya, terutama jika bayi menyita waktu dan perhatian
Cara adaptasi sibling: Menjenguk ke RS Telepon Waktu pulang: ayah dengan bayi, ibu dengan sibling Beri hadiah dari bayi untuk sibling Anjurkan pengunjung menegur sibling Sibling terlibat waktu perawatan bayi Jangan mengurangi waktu kontak dengan sibling
Tugas Orang tua dalam mengurangi” Sibling Rivalry” Upayakan anak yang besar atau sibling mersa tetap dicintai dan diperhatikan Monitor prilaku sibling dari kemungkinan melakukan prilaku agresif Atur waktu dan ruang dalam perawatan anak Perkenalkan sibling dengan bayi sejak dalam kandungan