Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian
- BAB I KETENTUAN UMUM - BAB II PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN - BAB III TENAGA KEFARMASIAN - BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN - BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN - BAB VI KETENTUAN PERALIHAN - BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Bab I Ketentuan Umum Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Bab I Ketentuan Umum Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Bab I Ketentuan Umum Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Bab I Ketentuan Umum Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Bab I Ketentuan Umum Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Bab I Ketentuan Umum Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
Bab I Ketentuan Umum Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.
BAB II PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi: a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi; b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi; c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi; dan d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.
Penanggung Jawab Produksi Pasal 7 Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. Pasal 8 Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.
Penanggung Jawab Produksi Pasal 9 Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing- masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Penanggung Jawab Distribusi Pasal 14 (1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Pasal 17 Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan prosesdistribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)
Praktek Kefarmasian Pasal 21 Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.
BAB III TENAGA KEFARMASIAN Tenaga Kefarmasian terdiri atas : a. Apoteker; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian.
BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Registrasi Tenaga farmasi Pasal 39 Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. Pasal 52 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memilikisurat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasianbekerja.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 58 Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 60 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. 2. Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 64 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. PP 51 ditanda tangani pada tanggal 1 September 2009.
PERMENKES RI 889/MENKES/PER/V/2011 REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
Peraturan Menteri Kesehatan No Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Ditetapkan 3 Mei 2011. Diundangkan 1 Juni 2011. Terdiri dari 7 Bab, 39 Pasal.
STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
Permohonan Dg Syarat Pasal 12 Ayat 2 Apt yg Memiliki SP/SIK Apt baru Mengurus SP Peralihan Permohonan Dg Syarat Pasal 12 Ayat 2 Dirjen Binfar & Alkes Kemenkes RI 10 Hari Kerja STRA Dinkes Kab / Kota 20 Hari kerja SIKA SIPA Gudang Farmasi Industri PBF Apotek RS Puskesmas
Ketentuan peralihan Syarat – syaratnya : Fotocopy KTP / SIM / Paspor 4 lembar. Fotocopy Ijazah Apoteker 4 Lembar. Surat Penugasan (SP) yang dilegalisir oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) dan Fotocopy 4 lembar. Pas Foto berwarna ukuran 4 x 6 dan 2 x 3 masing masing 6 lembar.
STRA berlaku selama 5 tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Sertifikat Kompetensi Profesi dibuat oleh organisasi profesi setelah uji kompetensi profesi. Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi dengan menggunakan SKP (Sistem Kredit Profesi). Pedoman penyelenggaraan ditetapkan oleh KFN (Komite Farmasi Nasional).
TATA CARA MEMPEROLEH STRA Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) Syarat – syaratnya : a. Fotocopy Ijazah Apoteker b. Fotocopy surat sumpah Apoteker c. Fotocopy sertifikat kompetensi yang masih berlaku d. Surat Keterangan Fisik dan Mental dari dokter yang memiliki izin praktek e. Mengisi surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi f. Pas Foto bewarna ukuran 4x6 dan 2x3 masing-masing 2 lembar
Apoteker baru lulus Bagi Apoteker yang baru lulus dapat memperoleh STRA secara langsung. Permohonan STRA diajukan Perguruan Tinggi secara kolektif, Setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 minggu sebelum pelantikan.
APOTEKER BARU LULUS Org. Profesi KFN DAFTAR NAMA APOTEKER BARU Fakultas Farmasi xxx PELANTIKAN & PENGUCAPAN SUMPAH APOTEKER SERTIFIKAT KOMPETENSI STRA Kolektif, 1 bln sebelum pelantikan Org. Profesi 2 minggu sebelum pelantikan 2 minggu sebelum pelantikan KFN
Registrasi ulang Registrasi ulang dapat dilakukan dengan melampirkan syarat – syarat seperti Pengurusan STRA dan mengajukan permohonan kepada KFN dengan melampirkan Surat Registrasi yang lama.
Pencabutan STRA STRA dapat dicabut karena : Permohonan yang bersangkutan Pemilik STRA tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan dokter. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.
Izin praktik dan izin kerja SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan kegiatan Kefarmasian pada fasilitas pelayanan Kefarmasian. SIKA (Surat Izin Kerja Apoteker) adalah surat ijin praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan kegiatan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya dapat diberikan pada 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.Sedangkan sebagai Apoteker pendamping dapat diberikan maksimal 3 (tiga) tempat pelayanan kefarmasian. SIPA Penanggung Jawab cukup 1 saja, tidak boleh mjd Aping di tempat lain kecuali Puskesmas boleh mjd Aping di luar jam kerja (Pasal 18 ayat 2). SIKA hanya diberikan 1(satu) fasilitas saja.
Permohonan SIPA/SIKA harus melampirkan : Fotocopy STRA yang dilegalisir oleh KFN. Surat Pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau Surat keterangan dari Pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi. Pas Foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar dan 3x4 sebanyak 2 lembar.
TATA CARA SIPA / SIKA Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota harus menerbitkan SIPA/SIKA paling lama 20 Hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker Pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat kefarmasian pertama,kedua atau ketiga. Masa berlaku STRA, SIPA, SIKA diberikan berdasarkan tanggal kelahiran Apoteker.
Pencabutan SIPA/SIKA Atas permintaan yang bersangkutan. STRA tidak berlaku lagi. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.
Lanjutan………. Pencabutan dikirimkan kepada pemilik SIPA/SIKA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Organisasi Profesi. Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian SIPA/SIKA serta pencabutannya setiap 3 bulan sekali kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan Rekapitulasi pemberian SIPA/ SIKA serta pencabutannya setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal.