Instruments of Islamic Monetary Policy in Muslim Countries Aplikasi InstrumenKebijakan Moneter Islam di Negara-negara Islam (Negara-negara yang Mayoritas Muslim) Instruments of Islamic Monetary Policy in Muslim Countries
Referensi Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, PT. Raja Grafindo Persada,2007 edisi ke-2. Dr. Umer Chapra, AL Qur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil. Penrbit Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta 1997. Drs. Muhammad M.Ag. Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami, Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2002. Chapra,Dr. M. Umer, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta:2000
Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu: 1. Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money:uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.
2. Public Share of Demand Deposit (Uang giral) 2. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
3. Statutory Reserve Requirement 3. Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank- bank komersial ini. 4. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.
5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai 5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank. 6. Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.
Akad-akad (contract) dalam Kebijakan Moneter Islam 1. Wadiah 2. Mudharabah 3. Musyarakah 4. Ar-Rahn 5. Al-Ijarah 6. Al-hiwalah: instrument factory (anjak piutang)
1. Prinsip Wadiah. Digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA). 2. Prinsip Musyarakah. Negara yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal sebagai Government Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC). 3. Prinsip Mudharabah. Negara yang menggunakan adalah Republik Iran dikenal dengan National Participation Paper (NPP), dan Negara Malaysia dengan Mudharabah Money Market Operations. 4. Prinsip Al Ijarah. Instrumen pengendalian moneter yang digunakan antara lain Sukuk Al Ijarah. Negara-negara yang sudah menerbitkan Sukuk dan menggunakannya sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah Malaysia dan Bahrain.
Terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain : a. Reserve Ratio Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya. b. Moral Suassion Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c. Lending Ratio Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending ( meminjamkan ), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan). d. Refinance Ratio Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman. .
e. Profit Sharing Ratio Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment Certificate Penjualan atau pembelian sertipikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan sistem bebas bunga, yang disebut GIC: Government Instrument Certificate
Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Ekonomi Islam di Negara Malaysia
Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Ekonomi Islam di Negara Malaysia 1. Mudharabah Money Market Operation 2. Mudharabah Interbank Investment (MII) 3. Wadiah Acceptance 4. Government Investment Issue (GII) Sertifikat tidak dikenakan bunga 5. Sell and Buy Back Agreement (SBBGA) 6. Cagamas Mudharabah Bonds (SMC) SMC Obligasi Mudharabah untuk pembiayaan perumahan Islam untuk publik
7. When Issue (WI) 8. Islamic Accepted Bills (IAB) 9. Islamic Negotiable Instruments ada 2 a. Islamic Negotiable Instrument of Deposits (INID) b. Sertifikat Negosisasi Utang Islam (NIDC) 10. Islamic Private Debt Securities 11. Ar-Rahnu Agreement-I (RA-I) 12. Sukuk BNM Ijarah (SBNMI)
Sudan (BOS) atau Bank Sentral Sudan Berikut ini adalah instrument-instrumen moneter yang di gunakan BOS dalam operasionalnya : Ø Reserve Requirement, setiap bank harus menyadangkan pada simpanan BOS sedikitnya 20% (100% untuk simpanan mata uang asing) dari total dana simpanan masyarakat (dengan mengecualikan simpanan investasi) yang di refleksikan pada neraca akhir bulan bank tersebut. Ø Bank-bank konvensional harus mencapai dan memelihara rasio liquiditas sebesar 10% dari dana tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
Ø Pelafon kredit untuk sector-sektor prioritas tertentu seperti: Pertanian Ekspor Perindustrian Pertambangan dan energi Transportasi dan pergudangan Professional, pengrajin, dan bisnis keluarga ukuran kecil Perumahan rakyat
Investasi pada pasar saham resmi khartoun Di mana minimum 90% dari dana kredit bank harus di alokasikan pada sector non-prioritas, termasuk perdagangan demostik dan jasa yang tidak berhubungan dengan sector prioritas. Ø Foreign exchange operation sebagai alat BOS untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang (bukan untuk fungsi control likuiditas). Ø OMO dengan menggunakan instrument Ø Central Bank Mushraka Certificate (CMC) dimana fungsi sekuiritas bank sentral konvensional sebagai pengendali likuiditas uang terpenuhi dengan keberadaan sekuritas yang berdasarkan sistem bagi hasil.
CMC mempunyai karakteristik sebagai berikut: § Tidak mempunyai tinggal jatuh tempo § Berbasiskan akuitas (equity-based) dalam jumlah tertentu dari investasi BOS dan pemerintah di bank –bank konvensional
Ø Government Musharaka Certificate (GMC) Secara garis besar, kegunaan GMC adalah: § Pembiyayaan anggaran § Instrument OMO bagi BOS § Mobilisasi tabungan nasional Mendorong investasi § Sebagai alat pengembangan pasar uang yang sesuai dengan syariah islam § Ijaroh certificate (sukuk)
Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Ekonomi Islam di Negara Iran Iran adalah satu-satunya negara Islam yang menerapkan sistem perekonomian dengan mengacu pada pemikiran teori ekonomi Islam Mazhab I. Pada dasarnya, instrumen-instrumen moneter yang ada haruslah unsur yang dapat menjauhi riba dan hal-hal yang mengandung ketidakpastian. Berikut adalah instrumen moneter yang dipakai oleh otoritas moneter di Iran: i. Reserve requirement ratio. ii. Adjusted Open Market Operations. iii. Discount Rates. iv. Credit ceiling. v. Minimum expected profit ratio of bank dan Bank’s Share of Profit in Various Contracts.
Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Ekonomi Islam di Negara Indonesia Peraturan perbankan syariah yang dikeluarkan pada tahun 1998 yang menggantikan peraturan perbankan syariah tahun 1992 telah memungkinkan perkembangan perbankan syariah dengan sangat cepat. Berkembangnya jumlah cabang dari bank syariah baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah dari bank umum konvensional, sertan meningkatkan kemampuan dalm menyerap dana masyarakat yang terlihat dari dana simpanan pihak ketiga yang tertera dineraca bank-bank syariah tersebut. BI menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut: i. Giro Wajib Minimum(GMW). ii. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah(sertifikat IMA). iii. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia(SWBI).
Turki?
Mesir? Sejak 2004, Mesir menerapkan rezim nilai tukar mengambang yang bertujuan untuk menjaga nilai tukar EGP 6/1 USD. Dengan terjadinya krisis politik, kebijakan ini semakin sulit untuk dijaga karena dihadapkan pada turunnya secara tajam pendapatan dalam valuta asing dan aliran modal masuk. Sebagai akibatnya, pada Januari 2013, nilai tukar jatuh menjadi EGP 6,5 untuk USD 1, dan cadangan devisa dalam valuta asing (yang digunakan CBE untuk menyokong nilai tukar) turun pada akhir Januari 2012 menjadi USD 13,6 milyar dari USD 26,6 milyar pada Juni 2011.
Tingkat inflasi y.o.y. (headline) yang diukur dengan menggunakan indeks harga konsumen perkotaan melambat dari 11,8% pada Juni 2011 menjadi 4,66% pada Desember 2012 karena aktivitas ekonomi terus berkontraksi akibat kekacauan politik. Inflasi inti (core) juga turun dari 8,94% y.o.y. menjadi 4,44% untuk periode yang sama. Namun demikian, bank sentral memprediksi adanya penyumbatan suplai makanan dan butane serta gangguan terhadap jalur distribusi produk makanan karena adanya resiko inflasi dan ingin mengambil peran lebih aktif untuk menanggulanginya. Dalam hal ini, CBE membentuk kelompok inter kementerian untuk mengurusi inflasi dengan mandate menangani secara langsung penyebab struktural inflasi.