Oleh: Dr.Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
STRATEGI POKOK Kebijakan Fiskal Kebijakan Perbankan/Keuangan
Advertisements

AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam pengertian.
SISTEM AGRIBISNIS OLEH : Dr. Ir
Team Teaching Manajemen Agribisnis
Menuju Pembiayaan Sektor Pertanian yang Berkelanjutan Dr. Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur Seminar Nasional Feed The World : Munuju Swasembada yang Kompetitif.
Makalah Kunci (Keynote Speech)
SISTEM AGRIBISNIS.
Skenario dan Strategi Konsep Agro Mina Politan Cluster
APLIKASI MANAJEMEN TEKNOLOGI DALAM UPAYA MEMBANGKITKAN
DINAS PERTANIAN PROVINSI BENGKULU 2012
PENYUSUNAN RTRW KECAMATAN SANDARAN BERBASIS MASYARAKAT
KEBIJAKAN DAN REVITALISASI PERTANIAN
Kebijakan perdagangan
Studi Kasus : Klaster Susu Boyolali.
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN
ARAH PEMBANGUNAN EKONOMI SEKTOR PERTANIAN
Asisten Pemerintahan dan Kesra
Oleh: Dr.Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian
Profil Desa dan Kelurahan Provinsi Jawa Timur
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi
Struktur Ekonomi Jawa Timur, 2016
MASALAH DAN ISUE-ISUE PEMBANGUNAN PERTANIAN (1)
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
Peranan Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Menengah (UMKM)
Kondisi Kemiskinan.
Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi Pusat-Daerah
MODUL STUDI KELAYAKAN BISNIS
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
“Peran Bank Pertanian dalam Pembiayaan Sektor Pertanian”
`SOSIOLOGI PERTANIAN` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
Arah Kebijakan Persusuan
STRATEGI PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
ARTI DAN RUANG LINGKUP AGRIBISNIS
PERKEBUNAN DAN MASALAHNYA
Pendapatan Nasional, Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi
KONDISI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN DI INDONESIA
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
PROSPEK DAN POTENSI UKM.
Arah Kebijakan Persusuan
Arah Kebijakan Persusuan
Nama : Nanik Sugiyarti Nim : A Kelas : H
Definisi dan Arti Penting Agroindustri
PEMBANGUNAN EKONOMI KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI
PEMBANGUNAN EKONOMI & PERTUMBUHAN EKONOMI
RENCANA BISNIS Investasi yang dilakukan merupkan usaha menanamkan faktor produksi langka dalam usaha atau proyek tertentu. Tujuan investasi  memperoleh.
Peranan Pertanian dalam Pembangunan Perekonomian Di Indonesia
KEMISKINAN.
UNSUR-UNSUR PERTANIAN
Peran dan Perkembangan Agribisnis di Indonesia
REDISTRIBUSI PENDAPATAN
KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
KERANGKA ROADMAP Pendahuluan 2. Tantangan Perekonomian Indonesia
PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL
KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI
Model-Model Usaha Agribisnis
Kompetisi dalam Jasa Keuangan
Arah Kebijakan Persusuan
Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional
Unsur & Ciri Pertanian di Indonesia
PEMBANGUNAN AGROPOLITAN BERBASIS AGRIBISNIS PETERNAKAN: SUATU KONSEP
Dosen Pembimbing : Mata Kuliah :
Kebijakan perdagangan
BIDANG USAHA DAN MANEJEMEN DALAM USAHA KECIL DAN MENENGAH
Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Pertanian
Unsur & Ciri Pertanian di Indonesia
PENANGANAN PASCA BENCANA GEMPA SUMATERA BARAT 30 SEPTEMBER 2009
Ketahanan Pangan dan Gizi Ade Saputra Nasution. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun.
PERAN AGRIBISNIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Transcript presentasi:

Oleh: Dr.Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian IMPLEMENTASI REVITALISASI PERTANIAN: Strategi Penciptaan Kesempatan Kerja dan Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan Oleh: Dr.Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian Disampaikan dalam acara: Seminar Nasional dalam Rangk Dies Natalis FEM IPB ke-6 Bogor, 12 Mei 2007

DATA DAN FAKTA

Produktivitas tenaga kerja sektor pertanian masih 33 % dari produktivitas total dan 22% dari produktivitas tenaga kerja sektor non pertanian Tahun Pertanian Non Pertanian Total 2004 6.11 26.52 17.68 2005 6.08 28.14 18.43 2006 6.55 28.50 19.27

Distribusi dan Tingkat Pendapatan Petani, 2004 < US$ 1  miskin (WB) Propinsi dan basis agroekosistem % Kumulatif pendapatan terendah Indeks Gini Pendapatan per kapita 20% 40% 60% 80% Rp 000 per thn Rp per hari Lampung Lahan Sawah Lahan Keriing 3.61 4.07 10.40 13.05 21.73 28.71 42.84 53.09 0.523 0.468 2305.7 1770.2 6316 4849 Jawa Barat Lahan Kering 2.56 3.49 9.52 11.68 22.38 25.20 46.16 46.65 0.501 0.467 2145.6 1863.9 5878 5106 Jawa Tengah 4.01 3.82 11.40 11.67 22.97 24.39 42.75 46.25 0.488 0.493 2449.3 2936.6 6710 8045 Jawa Timur 3.23 1.41 11.59 4.89 23.39 13.57 40.95 31.11 0.490 0.573 2492.6 2603.3 6829 7132 Sulsel 4.35 3.65 12.56 13.26 37.14 29.43 45.77 55.05 0.452 3090.2 1936.4 8466 5305 NTB 2.05 2.55 6.56 12.32 15.72 27.31 30.56 49.86 0.566 0.423 1448.5 1118.9 3968 3065

Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Jenis Kegiatan, 2004 Propinsi dan basis agroekosistem Sektor Pertanian Sektor Non Pertanian Usaha pertanian Buruh pertanian Total Usaha non pertanian Profe-sional Buruh non pertanian Lampung Lahan Sawah Lahan Kering 43.2 46.6 11.6 13.8 54.8 60.4 2.26 23.5 9.0 5.5 33.9 10.8 45.2 39.6 Jawa Barat 19.3 29.6 10.9 13.3 30.2 42.9 52.8 25.0 14.9 6.2 17.2 69.8 57.1 Jawa Tengah 42.6 6.4 49.0 28.1 8.3 14.6 51.0 Jawa Timur 27.1 50.5 11.9 33.5 62.4 32.6 30.8 21.8 4.2 12.1 2.6 66.5 37.6 Sulsel 56.8 38.6 2.3 1.1 59.1 39.7 6.1 25.4 21.2 19.7 13.1 40.9 60.3 NTB 40.7 78.4 15.9 0.3 56.6 78.7 31.2 9.6 6.5 8.1 5.7 3.6 43.4 21.3 5

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta orang) Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa 1981 9,30 31,30 40,60 28,10 26,50 26,90 1984 25,70 35,00 23,10 21,20 21,60 1987 9,70 20,30 30,00 20,10 16,10 17,40 1990 9,40 17,80 27,20 16,80 14,30 15,10 1993 8,70 17,20 25,90 13,40 13,80 13,70 1996 7,20 15,30 22,50 12,30 11,30 1998 17,60 31,90 49,50 21,90 24,20 1999 15,64 32,33 48,40 19,50 26,10 23,50 2000 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14 2001 8,60 29,30 37,90 9,79 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,37 19,51 15,97 2006 14,29 24,76 39,10 13,36 17,75

Distribusi Penduduk Miskin di Sektor Pertanian (%) 100.00 1. Tanaman pangan 75.00 2. Perkebunan & Hutan 13.00 3. Peternakan 4.60 4. Perikanan 7.40 Sekitar 55% dari penduduk miskin bekerja di pertanian

REVITALISASI PERTANIAN

Agenda Pembangunan Nasional Strategi tiga jalur (triple track strategy): pro-growth, pro-employment dan pro-poor . Pembangunan pertanian harus mampu menciptakan kesempatan kerja dan mengentaskan kemiskinan

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) Presiden RI telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) pada tanggal 11 Juni 2005 yang lalu di Jatiluhur, Jawa Barat. Revitalisasi Pertaniankesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual.

RPPK (lanjutan) Terjadi salah persepsi: Kerancuan pemahaman berbagai kalangan terhadap Revitalisasi Pertanian itu sendiri. Revitalisasi Pertanian lebih dipahami dalam prespektif jangka pendek, dan lebih dilihat sebagai suatu proyek atau kegiatan instan yang diharapkan dapat merubah kehidupan petani dalam waktu singkat.

RPPK (lanjutan) Kegiatan Pertanian  sulit dilakukan berbagai penyesuaian dalam jangka pendek. Pembangunan Pertanian  bukan tugas Deptan saja, tetapi lintas sektor, pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta dan masyarakat petani. Revitalisasi Pertanian  persoalan pembangunan pertanian jangka menengah dan jangka panjang. Perlu sistem perencanaan yang baik dan konsistensi perhatian serta dukungan kita bersama.

RPPK (lanjutan) Agenda pokok Revitalisasi Pertanian Membalik tren penurunan dan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha pertanian. Faktor kunciPeningkatan dan perluasan kapasitas produksi melalui renovasi, penumbuhan dan restrukturisasi sistem agribisnis dan penunjangnya (kelembagaan dan infrastruktur). Peningkatan dan perluasan kapasitas produksi, diwujudkan antara lain melalui investasi bisnis maupun investasi infrastruktur.

HAMBATAN IMPLEMENTASI REVITALISASI PERTANIAN Absennya organisasi ekonomi petani yang kokoh sebagai salah satu ciri pertanian modern. Petani cenderung berusaha sendiri-sendiri, sangat tergantung kepada bantuan pemerintah dan pelaku usaha lainnya. Pertanian individual seperti ini tentu saja menjadi tidak efisien.

HAMBATAN IMPLEMENTASI ....... (lanjutan) Usahatani skala kecil (0,2 ha) tidak mampu memberikan pendapatan yang dapat mengentaskan dari kemiskinan  Perlu perluasan pendekatan usahatani/on-farm ke agribisnis. Produktivitas (pendapatan/input) sektor pertanian jauh lebih rendah dibandingkan di sektor industri  Pertanian primer menjadi kurang menarik bagi generasi muda.

HAMBATAN IMPLEMENTASI ....... (lanjutan) Akses terhadap sumber pembiayaan terbatas. Bunga Bank yang relatif mahal dan persyaratan perbankan yang sulit dipenuhi petani Petani harus tergantung kepada pemilik modal swasta yang menyediakan bunga atau bagi hasil yang kurang menguntungkan petani. Di era otonomi daerah, perhatian pemerintah daerah terhadap pertanian secara umum dapat dikatakan semakin menurun. Banyak daerah mempunyai program pembangunan yang terkadang tidak selalu sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian Banyak infrastruktur pertanian dan pedesaan yang belum terbangun dan yang telah ada menjadi rusak

HAMBATAN IMPLEMENTASI ....... (lanjutan) Petani selalu dalam posisi sebagai “price taker” dalam pasar pertanian Tingginya fluktuasi harga antar musim Bagian yang diterima petani tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan Transmisi harga tidak lancar dan asimetris Belum terbentuknya suatu sistem perencanaan pembangunan pertanian yang berjenjang dengan baik, dari tingkat desa sampai tingkat pusat.

HAMBATAN IMPLEMENTASI ....... (lanjutan) Masalahan mendasar yang perlu mendapat penanganan segera adalah: (1) terbatasnya dan menurunnya kualitas infrastruktur pertanian, (2) lemahnya kelembagaan/organisasi ekonomi petani, (3) lemahnaya dan lambatnya proses diseminasi dan adopsi informasi dan iptek pertanian, (4) minimnya dukungan dan akses terhadap sumber pembiayaan, informasi iptek, pasar dan sarana produksi, (5) lemahnya posisi petani dalam mengakses pasar dan manfaat pemasaran.