IDENTITY RESTU RAHMAWATI, S.IP,. MA
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu yang membedakan dengan yang lain.
Identitas menyangkut dua pihak yang berkepentingan, yakni pihak yang menyatakan identitas tertentu dan pihak lain yang mengakui identitas tersebut. Titik Widayanti mengatakan bahwa identitas mengalami pergeseran seiring dengan perubahan kepentingan, maka identitas merupakan sesuatu yang politis. Jadi dasar terjadinya politik identitas karena adanya suatu komunitas yang memiliki berbagai kepentingan dan menimbulkan perubahan kepentingan yang berbeda dalam suatu komunitas, sehingga mengalami pergeseran kepentingan. Teori ini melekat kepada masing-masing orang maupun suatu komunitas dan menjadi unsur pokok dalam suatu interaksi sosial.
Teori politik identitas menurut Sigmund Freud adalah ”super ego”, ”ego”, dan ”id”. Pada dasarnya ”id” bukanlah merupakan salah satu instansi dari identitas itu sendiri, namun ”id” ada pemaparan secara umum untuk memperlakukannya sebagai suatu instansi. Freud mengemukakan identifikasi pada wacana yang lebih luas. Freud menyimpulkan seperti dikutip oleh Verhaar bahwa; Pertama, identifikasi adalah bentuk asal dari ikatan emosional dengan objek. Kedua, dalam cara regresif, ia menjadi pengganti bagi ikatan objek libido, bagaimana ia merupakan introjeksi objek ke dalam ego. Ketiga, ia bisa muncul dengan persepsi baru dari kualitas yang ada pada orang lain yang bukan objek insting seksual. Yang lebih penting dari kualitas ini adalah ia lebih berhasil bila menjadi identifikasi parsial, dan ia menjadi representasi permulaan suatu ikatan baru. Jadi identitas menurut Freud yakni identitas dari setiap manusia tumbuh melalui ego dari diri masing-masing manusia. Nafsu atau libido yang dimiliki oleh setiap manusia dapat berpengaruh terhadap pikirannya untuk menentukan identitas manusia yang sesuai dengan dirinya.
Erik H. Erikson mengungkapkan identitas senantiasa dalam proses perkembangan dari anak-anak hingga menjelang tua. Hal tersebut menjadi suatu proses perkembangan dan penyesuaian yang inhern pada masing-masing diri setiap manusia. Menurut Erikson, identitas memiliki konotasi sebagai kesamaan dalam diri sendiri (self sameness) yang mempunyai sifat permanen ataupun suatu pembagian karakter yang bersifat esensi dengan orang lain yang memiliki sifat permanen juga. Erikson juga menekankan bahwa identitas merupakan ”proses yang terjadi” secara bertahap pada inti individu meskipun terjadi juga di dalam inti suatu kelompok kebudayaan, sebenarnya merupakan proses pendirian identitas dari kedua identitas ini Jadi identitas menurut Erikson hanya masalah format. Identitas dapat diubah-ubah, terutama pada saat manusia sedang menjadi remaja
Mengapa Identitas Penting? Teori politik identitas menurut Jeffrey Week dapat berkaitan dengan belonging mengenai persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang dengan orang lain (Wahid dalam Susanto(ed) dalam Widayanti).
Identitas dalam sosiologi maupun politik biasanya dikategorikan menjadi dua kategori utama, yakni: IDENTITAS SOSIAL IDENTITAS POLITIK
IDENTITAS SOSIAL Identitas sosial (kelas, ras, etnis, gender, dan seksualitas). Identitas sosial menentukan posisi subjek di dalam relasi atau interaksi sosialnya. Identitas yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakatnya/lingkungannya.
IDENTITAS POLITIK Identitas politik (nasionalitas dan kewarganegaraan (citizenship). Identitas politik menentukan posisi subjek di dalam suatu komunitas melalui suatu rasa kepemilikan (sense of bellonging) dan sekaligus menandai posisi subjek yang lain di dalam suatu pembedaan (sense of otherness) (Setyaningrum, 2005: 19)
Jadi, Identitas politik merupakan konstruksi yang menentukan posisi kepentingan subjek di dalam suatu ikatan komunitas politik
Secara sederhana, apa yang dimaksud identitas didefinisikan sebagai karakteristik esensial yang menjadi basis pengenalan dari sesuatu hal. Identitas merupakan karakteristik khusus setiap orang atau komunitas yang menjadi titik masuk bagi orang lain atau komunitas lain untuk mengenalkan mereka (Widayanti, 2009: 13). Ini adalah definisi umum yang sederhana mengenai identitas dan akan kita pakai dalam pembahasan berikutnya mengenai politik identitas
Menurut Stuart Hall, identitas seseorang tidak dapat dilepaskan dari “sense” (rasa/kesadaran) terhadap ikatan kolektivitas. Dari pernyataan tersebut, maka ketika identitas diformulasikan sebagai sesuatu yang membuat seseorang memiliki berbagai persamaan dengan orang lain, maka pada saat yang bersamaan juga identitas memformulasikan otherness (keberbedaan) atau sesuatu yang diluar persamaan persamaan tersebut. Sehingga karakteristik identitas bukan hanya dibentuk oleh ikatan kolektif, melainkan juga oleh kategori-kategori pembeda (categories of difference)(Setyaningrum, 2005: 26)
Namun demikian, sebenarnya akan lebih mudah bila kita memahami konsep identitas ini dalam bentuk contoh. Ketika seseorang lahir, ia tentu akan mendapatkan identitas yang bersifat fisik dan juga nonfisik. Identitas fisik yang terutama dimiliki adalah apakah ia berjenis kelamin pria atau wanita Sedangkan untuk identitas nonfisik adalah nama yang digunakan juga status yang ada pada keluarga pada saat dilahirkan.
Perspektif Primordialisme Dalam teori politik identitas ini terdapat tiga perspektif atau pendekatan yang berkaitan dengan pembentukan identitas, yakni: Perspektif Primordialisme identitas merupakan sesuatu yang diperoleh secara alamiah (given). Dalam perspektif ini, identitas kolektif suatu komuitas terbentuk melalui sebuah sosialisasi yang turun temurun. Jadi, maksud dalam perspektif primordialisme ini bahwa identitas diperoleh secara ilmiah dengan cara turun temurun.
Menurut etimologi, primordialisme berasal dari bahasa latin, yaitu primus yang berarti utama, dan ordiri yang berarti tenunan atau ikatan. Sedangkan menurut KBBI, primordialisme merupakan sebuah perasaan kesukuan yang berlebihan. Artinya, mereka memiliki rasa -memiliki, menjaga, dll- yang kuat terhadap sukunya sendiri. Sehingga, terkadang ia mengucilkan masyarakat diluar sukunya. Hal inilah yang paling ditakutkan ketika seseorang menyandingkan ras ata budaya kedalam politik.
COBA IDENTIFIKASI IDENTITAS PRIMORDIAL
Perspektif Konstruktivisme Dalam perspektif konstruktivisme ini memandang bahwa identitas sebagai sesuatu yang dibentuk dan hasil dari proses sosial yang kompleks. Identitas dapat terbentuk melalui ikatan-ikatan kultural dalam suatu masyarakat. Pandangan ini memiliki anggapan bahwa identitas waria terbentuk atas dasar kategori sosial dan merupakan kesadaran kultural dalam masyarakat
SISWA MEMBOLOS
AFRIKA (KONGO)
KOMUNITAS PUNK
KOMUNITAS TATTO
FLOWER GENERATION
Perspektif Instrumentalisme Identitas merupakan sesuatu yang dikonstruksikan untuk kepentingan elit. Pada perspektif instrumentalisme ini lebih menekankan kepada aspek kekuasaan. Identitas dipahami sebagai sesuatu yang dinamis, karena relasi antar identitas selalu terjadi perubahan. Selain itu juga seiring dengan berkembangnya produk wacana politik dari elit yang berkuasa
Tokoh dalam teori ini: Jeffrey Week Erik H. Erikson Sigmund Freud