MENYUNTING NASKAH: CATATAN SEDERHANA Ngainun Naim
Tugas Penulis Tugas penulis itu menulis. Perbaikan naskah itu menjadi tugas penyunting—Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
Minim Jam Terbang Sesungguhnya saya belum memiliki jam terbang tinggi dalam hal menyunting naskah. Pengalaman saya lebih banyak pada menulis naskah, sementara menyunting baru saya lakukan beberapa waktu terakhir. Kerja menyunting yang saya lakukan tanpa perencanaan. Itu pun lebih karena minat mengembangkan budaya literasi secara luas.
Memeriksa Naskah Menyunting naskah secara sederhana dapat dimaknai sebagai kegiatan pemeriksaan kembali suatu tulisan atau naskah sebelum dipublikasikan. Sebuah naskah dibuat—biasanya— melalui tiga tahap, yaitu persiapan, penulisan, dan penyuntingan. Naskah yang dibuat tanpa proses penyuntingan memiliki peluang kesalahan teknis dan substansi. Pada titik inilah, proses penyuntingan berfungsi untuk meminimalisir kekurangan sebuah naskah.
Membaca Secara Cermat Proses penyuntingan bisa dilakukan terhadap tulisan sendiri dan bisa juga dilakukan terhadap tulisan orang lain. Mengacu pada pengertiannya maka kegiatan menyunting naskah mengharuskan saya membaca secara cermat terhadap naskah yang harus saya sunting. Tentu tidak hanya berhenti dengan membaca saja, tetapi juga melakukan proses perbaikan. Karena itu menyunting naskah disebut juga sebagai kegiatan mengedit.
Tidak Sekali Jadi Sebuah naskah yang baik kecil kemungkinannya sekali jadi. Selalu saja terdapat aspek-aspek pada naskah yang membutuhkan perbaikan di sana- sini. Perbaikan bisa mencakup aspek bahasa, argumentasi, atau aspek-aspek teknis. Tugas seorang menyunting adalah memperbaiki hal-hal yang kurang tepat dari sebuah naskah sampai sebuah naskah menjadi lebih baik.
Tujuan Tujuan menyunting adalah untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh seorang penulis dalam membuat tulisan sehingga kualitas tulisan menjadi lebih baik. Implikasinya, sebuah tulisan yang telah disunting terasa lebih enak dan memikat untuk dibaca.
Pentingnya Menyunting Mengapa perlu ada penyunting? Tentu ada banyak alasan. Salah satunya karena, “memeriksa tulisan sendiri merupakan pekerjaan yang paling malas dilakukan penulis manapun”. Saya kira memang begitulah adanya. Menulis sebuah tulisan sampai tuntas sudah merupakan perjuangan tersendiri. Saat kata terakhir terukir, saat itulah kebahagiaan membuncah. Ada kepuasan yang tak terlukiskan. Anton Kurnia, Keep Your Hand Moving: Panduan Menulis, Mengedit dan Memolesnya, (Jakarta: Gramedia, 2010).
Prinsip Menyunting Prinsip pertama adalah mengoreksi terhadap kejernihan naskah yang kita tulis. Penulis yang baik akan membaca secara cermat dan objektif terhadap naskahnya. Ia juga tidak akan segan bertanya kepada orang lain. Cara semacam ini memberi peluang untuk membuat sebuah naskah menjadi lebih baik. Prinsip kedua adalah melakukan pengecekan terhadap alur paragraf. Sangat mungkin alur paragrafnya masih terasa loncat-loncat, inkoheren, dan bolak-balik. Jika masih semacam ini maka tulisan harus disunting agar alur paragraf menjadi padu.
Ketiga, mengecek akurasi informasi dan pernyataan yang terdapat dalam tulisan. Data dan informasi di sebuah tulisan sangat mungkin kurang valid. Tahun misalnya, rawan kesalahan ketik. Padahal, beda angka jaraknya sangat jauh. Misalnya, sebuah buku menyebutkan bahwa Sultan Trenggana kembali dari Makkah pada tahun 1924. Data ini jelas tidak valid. Setelah saya cek di buku-buku sejarah, ternyata tahun yang benar adalah 1624. Keempat, mengolah kalimat menjadi efektif, hemat, dan ringkas. Gaya bahasa seorang penulis bersifat unik. Seorang penulis bisa jadi memiliki gaya menulis yang panjang dan berbelit-belit. Tulisan semacam ini perlu diedit agar tidak membosankan saat dibaca. Kelima, kata ‘yang’, ‘bahwa’, ‘adalah’, ‘tentang’, ‘dari’, dan ‘oleh’ sebaiknya dihindari jika tidak membuat kalimat semakin efektif. Keenam, kalimat positif selalu lebih kuat. Ketujuh, diksi atau pilihan kata.
Waktu Penyuntingan Kalau bisa jangan bersamaan atau dalam waktu yang sama setelah sebuah tulisan selesai. Lebih baik menyunting dilakukan pada waktu yang berbeda. Bisa dalam satu haru dengan jeda jam, bisa beda hari, atau beda minggu. Tetapi kalau bisa jangan terlalu lama karena akan segera tertumpuk oleh prioritas tulisan atau pekerjaan yang lain.
Jangan Terburu-buru Perbaikan tidak perlu dilakukan secara terburu-buru, tetapi mutlak harus dilakukan. Tidak ada salahnya kalau perbaikan pada tahap ini sudah dicoba difinalkan sehingga pengerjaannya harus cermat dan saksama. Kecermatan mencari kesalahan, kejanggalan, kekakuan, penyimpangan, kemustahilan, dan sejenisnya harus mendasari pelaksanaan revisi ini--Mien A. Rifai, Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia, Cet. Ke-5, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 79.