UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DALAM KERANGKA PIKIR YANG LEBIH LUAS Akhmad Akbar Susamto
LATAR BELAKANG UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak disetujui DPR RI pada 18 Juni 2016 dan disahkan Presiden pada 1 Juli 2016. Namun, UU yang mencetak rekor waktu pembahasan tersingkat tersebut telah mengundang kontroversi. Di satu sisi banyak pihak yang mendukung. Di sisi lain, banyak pula yang mempertanyakan atau menolak. Beberapa elemen masyarakat, bahkan, mengajukan gugatan judicial review dan memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU di atas.
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Pembangunan ekonomi memerlukan dana besar. Penerimaan perpajakan merupakan komponen penerimaan terbesar Pemerintah dalam APBN.
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Pemerintah harus bersungguh- sungguh menegakkan peraturan perundang-undangan yang menyangkut perpajakan. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksana- kan kewajiban perpajakan diperlukan, tetapi bukan yang utama. Sebab, pada hakikatnya, pemungutan pajak bukan didasarkan pada kesukarelaan. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Oleh karena itu, jelas keliru jika UU Nomor 11 Tahun 2016 dalam Konsideran bagian “Menimbang” menjadikan pernyataan, “kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu ditingkatkan” sebagai dasar pemikiran bagi kebijakan pengampunan pajak.
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Merujuk ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 23A, pemungutan pajak bersifat memaksa. Pemerintah tak hanya memiliki wewenang memberikan sanksi administrasi kepada wajib pajak tak taat, tetapi juga melakukan penyidikan tindak pidana bidang perpajakan dan membawa tindak pidana bidang perpajakan tersebut ke pengadilan. .
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Nah, ketika konsideran pada UU Nomor 11 Tahun 2016 menyebutkan bahwa, “[T]erdapat Harta, baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan” maka kewajiban pemerintah adalah mengejar tunggakan pajak dari harta tersebut.
DASAR PEMIKIRAN YANG DIKEMUKAKAN DAN KEBIJAKAN YANG DIAMBIL Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Namun, bukannya berusaha mengejar tunggakan pajak, Pemerintah (bersama DPR) justru membentuk UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. UU Nomor 11 Tahun 2016 memberi pengampunan kepada para wajib pajak yang selama ini tak taat dengan uang tebusan yang sangat kecil. MENGAPA DASAR PEMIKIRAN YANG DIKEMUKAKAN DAN KEBIJAKAN YANG DIAMBIL TIDAK SEJALAN ?
DASAR PEMIKIRAN YANG DIKEMUKAKAN DAN KEBIJAKAN YANG DIAMBIL Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Dasar pemikiran yang di- kemukakan dan kebijakan yang diambil dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak sejalan karena memang ada sesuatu yang implisit yang tak mungkin disebutkan secara tegas dalam UU tersebut. Apakah itu? MENGAPA DASAR PEMIKIRAN YANG DIKEMUKAKAN DAN KEBIJAKAN YANG DIAMBIL TIDAK SEJALAN ?
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Pertama, pemerintah tidak cukup mampu menegakkan peraturan perundang-undangan yang menyangkut perpajakan. Mengingat keterbatasan yang ada, Ditjen Pajak tak mampu mendeteksi ketidakpatuhan, memberi sanksi administrasi, melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, apalagi membawa perkara pidana bidang perpajakan ke pengadilan.
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Masalahnya, jika benar Pemerintah tak mampu menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah ada tentang perpajakan, bagaimana mungkin mereka akan menegakkan UU No. 11/2016, khususnya Pasal 18? Sebaliknya, jika Pemerintah yakin akan dapat menegakkan ketentuan UU No. 11/2016 Pasal 18, mengapa Pemerintah harus membuat kebijakan pengampunan pajak?
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran Kedua, ada kepentingan besar yang berhasil “mengambil kesempatan dalam kesempitan”. Di tengah lambatnya laju perekonomian nasional dan global, dimunculkanlah alasan- alasan ekonomi untuk menjustifikasi kebijakan pengampunan pajak. Padahal, alasan sesungguh- nya berbeda. Sebagaimana diketahui, Automatic Exchange System of Information (AEoI) secara global akan berlaku pada tahun 2018. Indonesia sebagai anggota G20 akan mengadopsi AEoI lebih awal, yaitu mulai September 2017.
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran
Kekeliruan Menyangkut Dasar Pemikiran
Kekeliruan Menyangkut Tujuan Dalam UU Nomor 11 Tahun 2016, khususnya pasal Pasal 2 ayat (2), disebutkan bahwa pengampunan pajak memiliki tiga tujuan. Pertanyaannya, seberapa jauh pengampunan pajak memiliki relevansi dengan ketiga tujuan tersebut?.
Kekeliruan Menyangkut Substansi Substansi UU Nomor 11 Tahun 2016 (at best!) mencerminkan pragmatisme Pemerintah dalam menyikapi para wajib pajak tak taat. Karena tak mampu menjalan- kan amanat peraturan perundang-undangan untuk mengejar tunggakan pajak, Pemerintah memilih berdamai dengan para wajib pajak tak taat dengan cara membuat tawaran yang “sama-sama menguntungkan”. Sebagaimana diketahui, Automatic Exchange System of Information (AEoI) secara global akan berlaku pada tahun 2018. Indonesia sebagai anggota G20 akan mengadopsi AEoI lebih awal, yaitu mulai September 2017.
Kekeliruan Menyangkut Dampak Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan. Pengampunan pajak tidak relevan bagi para wajib pajak yang selama ini telah taat. Sebaliknya, pengampunan pajak sangat relevan bagi wajib pajak yang selama ini tak taat.
Kekeliruan Menyangkut Dampak Menariknya, dalam beberapa minggu terakhir kita menyaksikan para peserta pengampunan pajak yang secara terbuka tampil ke publik dan memberikan pernyataan- pernyataan ke media massa. Seolah-olah mereka adalah para pahlawan yang baru saja menunaikan tugas suci demi bangsa dan negara.
Kekeliruan Menyangkut Dampak Pemerintah dalam beberapa hari terakhir berkali-kali membuat pernyataan seolah- olah telah berhasil membuat prestasi yang luar biasa dalam pemungutan pajak. Presiden Joko Widodo bahkan dikutip media mengklaim pelaksanaan pengampunan pajak di Indonesia sebagai yang tersukses di dunia. Padahal, jika kita kembali kepada ketentuan UUD 1945 Pasal 23A, jelas sekali bahwa sebenarnya Pemerintah telah gagal menegakkan peraturan perundang-undangan yang menyangkut pemungutan pajak.