Problema Pedesaan dan Kebutuhan Akselerasi Kinerja Desa Melalui Inovasi Agus Salim, PATTIRO
Sinkronisasi aturan turunan UU Desa 1 Beberapa catatan yang mengemuka tentang belum sinkronisasi aturan turunan terhadap UU Desa, misalnya: Perencanaan dan Penganggaran Mandat Pembangunan UU Desa pasal 18, dan prioritas pada pembangunan dan pemberdayaan. (PP 60 jo PP 22, pasal 19, ayat 2) Badan Permusyawaratan Desa UU Desa memandatkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang BPD (pasal 65 ayat 2). Namun di dalam, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 jo No. 47/2015 (PP Desa) pasal 79 menyatakan bahwa Kemendagri harus menerbitkan peraturan lebih lanjut tentang tugas, fungsi, kewenangan, hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian anggota, serta peraturan tata tertib BPD. Ketentuan dalam PP Desa inilah yang “menyebabkan” banyak Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki kepercayaan diri untuk menerbitkan Perda tentang BPD. Maka penting bagi Kabupaten/Kota untuk menerbitkan Perda tentang BPD, Hal-hal yang Perlu Diatur dalam Perda; 1) Penguatan Organisasi. 2) Mekanisme hak bagi BPD 3) Penguatan kapasitas BPD.
Kebutuhan Aturan Turunan 2 Kabupaten lambat menetapkan kerangka peraturan yang disayaratkan (dalam persen) Peraturan Kabupaten Yang Disyaratkan Jumlah Kabupaten Pengadaan Barang dan Jasa (PP 43, psl 105, Dagri 113, psl 32) 73 Pengelolaan Keuangan Desa (Dagri113,psl 43) Penyusunan APBDesa 44 Prioritas Pembangunan Desa (PP 22, psl 22) 29 Daftar Kewenangan Desa (Dagri 44, psl 21) 15 Camat sebagai evaluator (Dagri, 113, psl 23) - PP 43/2014 jo 47/2015 meminta camat melakukan tugas-tugas yang dimandatkan kepada bupati/walikota sebagai struktur pemerintahan terkecil. Dalam kaitannya dengan binwas desa, meski tugas camat sudah didefinisikan dengan rinci, namun tergantung pada pendelegasian wewenang dari bupati. Pada bagian keuangan Desa, peraturan kepala daerah menempatkan kecamatan sebagai verifikator dan evaluator terhadap dokumen yang disampaikan oleh desa baik saat pengajuan pencaian maupun pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Keterangan: Sampel mencakup 329 Kabupaten Sumber: alamsyah S, Kementerian Koordinator PMK/World Bank Diagnostic Survey, November 2015; Perhitungan Staf Bank Dunia dan kajian PATTIRO
3 Keuangan (1) Posisi Keuangan Desa belum jelas Ada dua madzab yang berkembang, yaitu : (i) Keuangan Desa bagian dari pengelolaan keuangan kabupaten, sehingga Desa diperlakukan sama seperti “SKPD”; (ii) Keuangan Desa bukan bagian dari pengelolaan keuangan kabupaten, sehingga standar nya semestinya berbeda dengan standar yang berlaku untuk SKPD, mengingat kondisi Desa yang bervariasi dan kapasitas SDM Desa. Perkembangan terakhir, Permendagri 113/2014 akan direvisi, agar sinkron dengan Permendagri No 13. 2. Mekanisme Pencairan ADD yang bervariasi antar daerah. Kebijakan ADD yang diserahkan ke daerah (Perbup) telah mendorong perbedaan waktu pencairan di daerah. Bagi sebagian Desa, Kondisi ini menjadi kendala karena Desa akan disibukkan dalam pengurusan administrasi untuk pencairan dan laporan realisasi kepada kecamatan/kabupaten. Setelah menerima salah satu sumber dana maka harus mempersiapkan dokumen untuk mendapatkan sumberdana lainnya. Perlu ada regulasi yang mengatur tentang mekanisme pembayaran ADD, misalnya diatur dalam PMK ttg Dana Transfer dan Dana Desa.
Keuangan (2) 3. Potensi penyimpangan terhadap keuangan Desa, Hal ini terjadi karena kombinasi beberapa hal, yaitu : lemahnya peningkatan kapasitas dan pendampingan supra desa kepada Desa; minimnya pengawasan masyarakat; faktor moral hazard dari pelaku.
Demokrasi Desa (Dalam Bingkai Self Governing Community dan Local Self Government) 4 UU Desa mengkonstruksi Pilkades sebagai rezim pemerintah daerah. Kuatnya rezim pemerintah daerah dalam proses Pilkades tercermin terutama pasal 37 ayat (6) yang menyatakan bahwa proses penyelesaian sengketa pilkades diselesaikan oleh bupati/walikota. Ketentuan ini pula maka proses pengawasan terhadap pilkades juga menjadi ranah pemerintah kabupaten Dalam kasus Pilkades. Kepanitiaan di bawah BPD telah mengasumsikan bahwa pilkades berada di bawah kewenangan masyarakat desa. Namun jika melihat praktiknya bahwa hampir keseluruhan proses masih banyak tergantung pada perda dan keterlibatan langsung kabupaten maupun kecamatan. UU Desa tidak memberikan peluang bagi warga desa untuk terlibat dalam proses pengawasan Pilkades, karena pengawasan sepenuhnya tergantung pada kabupaten. Dalam hal ini bagaimana mendorong masyarakat dalam pengawasan pilkades, melaporkan politik uang, mengkritisi calon yg tidak sesuai kriteria, termasuk meningkatkan partisipasi yang masih rendah dalam Pilkades.
5 Kewenangan Desa Pelayanan Publik dan Urusan Pemerintahan UU No. 6/2014 tentang Desa (UU Desa) menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari pengaturan tentang Desa adalah untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat desa. UU Desa secara umum memberikan otonomi secara luas kepada Desa untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri (self-governing community). Pelayanan Publik Desa dan Kewenangan Asli Desa Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa) No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa (pasal 2 hingga pasal 14). Menjabarkan kewenangan asli Desa tanpa mengatur hal-hal yang terkait dengan pelimpahan kewenangan oleh pemerintah supra desa. Permendesa juga tidak mengacu pada UU Pemerintahan Daerah sebagai konsideran, sehingga tidak tampak dimensi pembagian urusan di dalamnya.
lanjutan Pelimpahan Urusan dan Pelayanan Publik Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa secara konseptual telah memberikan acuan dalam pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan pelaksanaan pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota (pemerintah supra Desa) kepada desa. Kedua peraturan menteri dapat menjadi acuan tentang praktik pelayanan publik di Desa, Permendesa menjadi acuan bagi Desa untuk menjalankan pelayanan publik yang melekat pada kewenangan asli Desa, sedangkan Permendagri memperjelas mekanisme pelimpahan kewenangan supra desa sehingga ada kejelasan bagi Desa untuk menjalankan pelayanan publik yang melekat pada kewenangan supra desa. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada peluang terjadinya kebingungan Desa dalam mengimplementasikan kedua peraturan tersebut, yang disebabkan karena adanya pengaturan yang terkesan tumpang tindih. Misalnya pengaturan tentang PAUD
Lanjutan.. Pengelolaan pendidikan anak usia dini (PAUD). Menurut Permendesa, pengelolaan PAUD merupakan kewena-ngan asli Desa, sedangkan menurut Permendagri pengelolaan PAUD tidak dapat langsung dijalankan oleh Desa karena jika mengacu pada UU Pemerintahan Daerah, pengelolaan PAUD menjadi urusan Pemerintah Kabupaten/Kota. Maka seyogyanya, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menjadi fasilitator yang aktif sehingga kebingungan semacam itu dapat diatasi
6 Praktek inovasi Desa Pelayanan Publik Pemerintah Desa Panggungharjo Dalam bidang pendidikan, program unggulan satu rumah satu sarjana dengan cara memberikan bantuan beasiswa kepada warga miskin Dalam bidang kesehatan, program Desa Bebas Empat Masalah Kesehatan (DB4MK), yaitu balita gizi buruk, kematian balita, kematian ibu melahirkan dan kasus demam berdarah dengue (DBD). pemberian pengantar kepada ibu hamil yang tidak mampu untuk dilayani secara penuh oleh rumah bersalin. program pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam sayur dan memelihara ikan. (penanganan program gizi buruk) perlindungan sosial, Pemdes menerapkannya sebagai jaring pengaman terakhir, karena jaring pengaman yang dilakukan oleh pemerintah pusat seringkali tidak dapat menjangkau warga. Warga yang tidak dapat dilayani oleh program seperti Jamkesmas maupun Jamkesda dapat diselamatkan melalui jaring pengaman sosial di desa. indeks pendidikan Panggungharjo dalam kurun waktu 2013-2014 jauh di atas indeks pendidikan nasional. Pada 2013, indeks pendidikan nasional hanya 61,7, sedangkan Panggungharjo mencapai angka 69. Pada 2014, indeks pendidikan nasional berada pada angka 62,9 sedangkan Panggungharjo mencapai angka 69,55. Ketiga, pada akhir 2015 Panggungharjo telah bebas dari masalah kesehatan, terutama kesehatan ibu hamil dan balita. Keempat, Panggungharjo meraih juara pertama lomba desa nasional pada tahun 2014 yang diadakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Kelima, Panggungharjo ditetapkan sebagai model oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai desa yang bersih, transparan dan bebas korupsi. Dan kelima, Panggungharjo menjadi desa tujuan bagi Pemdes lain untuk studi banding tentang keberhasilan penye-lenggaraan pembangunan.
lanjutan Desa Bebas Akta Lahir (Desa Maero Kecamatan Bontoramba) inisiasi Pemerintah Desa atas kondisi warganya yang tidak memiliki akta kelahiran. merupakan program bersama pemerintah desa, Dukcapil dan KUA. Desa Bebas Buta Aksara (Desa Bangkalaloe, Kecamatan Bontoramba) Program Satu Orang Satu (SOS), Satu orang yang pintar membaca mengajar satu orang yang belum bisa membaca. Merupakan kegiatan Pemerintah Desa mendorong warga khususnya usia kerja yang tidak bisa membaca dan memiliki ijasah. Pemerintah Desa merekrut relawan warga desanya untuk terlibat dalam SOS. Pemerintah Desa kerjasama dengan Dinas Pendidikan menyelenggarakan paket (A B C)
Penutup Pendelegasian urusan kewenangan(kabupaten/kota) terutama dalam penyediaan layanan publik menjadi penting agar desa bisa berinovasi dalam penyelenggaraannya. Memberikan keleluasaan kepada desa dalam melakukan inovasi berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Perlu ada perlindungan atas inovasi yang dilakukan oleh Desa di dalam memberikan layanan kepada warganya
Terima Kasih