Bipolar Junction Transistor (BJT)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Jenis Transistor 1. Transistor npn : terdiri dari sebuah semikonduktor tipe-p (tipis) yang disisipkan diantara dua semikonduktor tipe n. E n p n C E C.
Advertisements

Rangkaian Elektronika
ELEKTRONIKA ANALOG Bab 2 BIAS DC FET Pertemuan 5 – Pertemuan 7
JUNCTION DIODE Junction artinya pertemuan, Petemuan ini antara type-p dan type-n, dimana type-p adalah hole dan type-n adalah elektron JUNCTION.
Sistem Kendali Elektronik
(BIJUNCTION TRANSISTOR)
Rangkaian Dasar Transistor
Bipolar Junction Transistor (BJT)
Elektronika Dasar (Minggu 8)
transistor Nama Kelompok : 1. Puspa Rizky Trisnaningtyas
Pemberian bias pada rangkaian BJT
Bipolar Junction Transistor (BJT)
KULIAH 5: TRANSISTOR BIPOLAR
Teknik Elektro Universitas Gunadarma
ELEKTRONIKA DASAR T.ELEKTRO.
Rangkaian Logika Digital CMOS
Mata kuliah Elektronika Analog
Pengantar Rangkaian Transistor
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRONIKA
MATA KULIAH ELEKTRONIKA 2
SEKOLAH TINGGI TEKNIK TELEMATIKA TELKOM
Penguat Emitor Sekutu (Common Emitor Amplifier)
Bahan Kuliah ELEKTRONIKA DASAR pertemuan ke 7
Departemen Sistem Komputer
Dioda Sambungan Jenis P-N
Depletion Layer dan P-N Junction
MIKROELEKTRONIKA Dioda Semikonduktor uigm.
ELEKTRONIKA SEMIKONDUKTOR
BAB 4 Bipolar Junction Transistor (BJT)
Penguat-Penguat Emitor Sekutu Transistor BJT
Mata kuliah Elektronika Analog
Pengertian thyristor  Thyristor merupakan salah satu devais semikonduktor daya yang paling penting dan telah digunakan secara ekstensif pada rangkaian.
Transistor.
Mata kuliah Elektronika Analog
Daerah Operasi Transistor
Aplikasi Dioda.
TRANSISTOR EFEK MEDAN.
TRANSISTOR II.
SEKOLAH TINGGI TEKNIK TELEMATIKA TELKOM
Transistor Bipolar Transistor merupakan dioda dengan dua sambungan (junction). Sambungan itu  membentuk transistor PNP maupun NPN. Transistor ini disebut.
T R A N S I S T O R.
Analisis AC pada transistor BJT
Prodi D3 TeknIk Komputer
Bab 6 Pemodelan BJT dan Analisis Sinyal Kecil ac (Hybrid П)
Dasar Transistor TK – ELEKTRONIKA DASAR JURUSAN TEKNIK KOMPUTER
Transistor Gabriel Sianturi MT.
Analisis AC pada transistor BJT
FET (Field Effect Transistor) Transistor Efek Medan
Dioda Semikonduktor.
PERTEMUAN 3.
Dasar Transistor TK – ELEKTRONIKA DASAR JURUSAN TEKNIK KOMPUTER
DASAR ELEKTRONIKA DIODA SEMIKONDUKTOR.
DIODA.
A. COUPLING PENGUAT Yaitu Merupakan penghubung antara 2 penguat, macam-macamnya adalah: 1. RC Coupling Sering disebut coupling kapasitif dengan menggunakan.
oleh Ir. Bambang Sutopo,M.Phil Jurusan Teknik Elektro FT-UGM 2007
  PENGUAT DAYA KELAS A TERGANDENG
Daerah Operasi Transistor
ELEKTRONIKA 1 Teknik Elektro-UNIKOM
T R A N S I S T O R BJT (Bipolar junction transistor)
Transistor.
Penguat frekuensi menengah CE
Pertemuan VI Pra Tegangan Transistor BJT
FET DAN MOSFET Bayu Prihatmoko / PPG PRAJABATAN 2017.
Bab 4 Bipolar Junction Transistor (BJT)
Percobaan 1 Tahap Akhir Penguat
Transistor cut-off & saturasi
DIODE Dioda adalah komponen elktronik yang dapat melewatkan arus listrik untuk bergerak dalam satu arah dari polaritas (+) ke polaritas (-) atau ke lainnya.
DIODA IDEAL Karakteristik arus – tegangan
DIODA SEMIKONDUKTOR.
Elektronika Industri Teknik Elektro Universitas Gunadarma.
Transcript presentasi:

Bipolar Junction Transistor (BJT) Pendahuluan BJT adalah sebuah divais 3 terminal yang dipakai untuk berbagai pemakaian seperti penguatan sinyal, perancangan rangkaian logika digital dan rangkaian memory Prinsip dasarnya adalah penggunaan tegangan antara dua terminal untuk mengendalikan arus pada terminal ketiga. Jadi BJT dapat digunakan untuk membuat sebuah sumber terkendali. Pada titik ekstrimnya, sinyal pengendali dapat menyebabkan arus pada terminal ketiga berubah dari nol ke harga yang besar, sehingga dapat berperan sebagai saklar. BJT banyak dipakai dalam aplikasi rangkaian analog terutama untuk rangkaian frekuensi tinggi (RF) untuk sistem nirkabel. Untuk rangkaian logika digital kecepatan tinggi, penggunaan BJT dikenal dengan emitter-couple-logic. Kombinasi antara MOSFET dan BJT (BiCMOS) mempunyai keunggulan yaitu: resistansi input dan penggunaan daya rendah dari MOSFET dan pengoperasian pada frekuensi tinggi dan kemampuan arus ‘driving’ yang tinggi dari BJT.

Stuktur divais dan cara kerja fisik Struktur yang Disederhanakan dan Mode Operasi BJT terdiri dari 3 daerah semikonduktor: emitter, base dan collector. transistor npn: emitter (n), base (p), collector (n) transistor pnp: emitter (p), base (n), collector (p) Transistor terdiri dari 2 pn junction: emitter-base junction (EBJ) dan collector-base junction (CBJ) Transistor sebagai penguat: bekerja pada mode aktif Transistor sebagai saklar: bekerja pada mode cutoff dan jenuh. Transistor juga dapat bekerja pada mode aktif terbalik (reverse active). Pada BJT kedua jenis pembawa muatan, elektron dan hole, berperan dalam proses terjadinya arus. Itulah sebabnya disebut bipolar. Gambar 1. Struktur sederhana transistor npn Gambar 2. Struktur sederhana transistor pnp

Cara Kerja Transistor npn Pada Mode Aktif Mode kerja BJT Mode EBJ CBJ Cutoff Reverse Active Forward Reverse Active Saturation Cara Kerja Transistor npn Pada Mode Aktif Pada gambar (3) kedua sumber tegangan digunakan untuk memberikan bias agar transistor bekerja pada mode aktif. Tegangan VBE menyebabkan base mempunyai tegangan lebih tinggi dari emiter sehingga EBJ forward bias dan tegangan VCB menyebabkan collecor mempunyai tegangan lebih tinggi dari base sehingga CBJ reverse bias. Aliran arus difusi. EBJ forward bias: arus mengalir melalui junction terdiri dari: elektron dari emitter ke base (mempunyai level yang lebih tinggi) dan holes dari base ke emitter (levelnya lebih rendah). Emitter di-dope lebih banyak dan base di-dope lebih rendah. Divais dirancang mempunyai kerapatan elektron pada emiter yang tinggi dan kerapatan holes yang rendah pada base. Arus yang mengalir melalui EBJ adalah arus emitter yang terdiri dari 2 komponen, yaitu aliran elektron dan aliran holes. Arus emitter didominasi oleh aliran elektron. Elektron dari emitter ke base akan menjadi pembawa muatan minoritas pada base jenis p. Karena base biasanya tipis, pada keadaan steady konsentrasi elektron pada base hampir linier, tertinggi di sisi emitter dan terendah (nol) di sisi kolektor, karena tegangan positif pada kolektor menyebabkan elektron tersapu melewati daerah deplesi pada CBJ. Gambar 3: Aliran arus pada transistor npn pada mode aktif

Gambar 4: Profil pembawa muatan minioritas pada base dan emitter pada transistor npn yang bekerja pada mode aktif. np(0) = konsentrasi pembawa muatan minoritas (elektron) pada base vBE = tegangan forward bias base-emitter VT = tegangan termal → 25 mV pada suhu ruangan.

AE = luas penampang base-emitter junction q = muatan elektron Pengurangan pembawa muatan minoritas menyebabkan elektron yang disuntikkan ke base akan merembas melalui base ke collector. Arus elektron ini sebanding dengan koefisien arah dari profil konsentrasi AE = luas penampang base-emitter junction q = muatan elektron Dn = kemampuan difusi elektron pada base W = lebar efektif base Tanda (-) menunjukkan bahwa arah arus In adalah dari kanan ke kiri (arah x negatif). Arus Collector Sebagian dari elektron yang melalui base akan bergabung dengan holes yang merupakan pembawa muatan majoritas pada base. Tetapi karena base tipis, maka elektron yang hilang karena proses rekombinasi ini akan kecil sekali. Walaupun demikian proses ini menyebabkan profil konsentrasi muatan pembawa minoritas menjadi cekung (lihat gambar 4). Karena tegangan pada collector lebih positif daripada base maka elektron yang berhasil mencapai sisi collector pada base akan tersapu melalui daerah deplesi CBJ ke collector. Elektron ini akan menjadi arus collector iC. Jadi iC = In yang akan menghasilkan harga negatif untuk iC, menunjukkan bahwa iC mengalir dengan arah negatif pada sumbu x. Karena kita tentukan bahwa ini adalah arah arus iC, maka tanda negatifnya hilang. ni = kerapatan pembawa instrinsik NA = konsentrasi doping pada base

Perhatikan: arus iC tidak tergantung dari vCB. Arus jenuh IS berbanding terbalik dengan lebar base W. IS sebanding dengan luas penampang EBJ → scale current. IS mempunyai harga antara 10-18 A sampai 10-12 A. IS sebanding dengan ni2 yang merupakan fungsi suhu, kira-kira menjadi dua kali setiap kenaikan suhu 5°C Arus Base Terdiri dari iB1 yang disebabkan oleh holes yang disuntikkan dari base ke emitter dan iB2 yang disebabkan oleh holes yang dicatu dari rangkaian luar untuk menggantikan holes yang hilang akibat proses rekombinasi Dp = kemampuan difusi holes di emitter Lp = panjang difusi holes di emitter ND = konsentrasi doping di emitter

τb = waktu rata-rata bagi sebuah elektron (minoritas) ber-rekombinasi dengan sebuah holes (mayoritas) di base. (disebut minority-carrier lifetime) Qn = muatan pembawa minoritas yang ber-rekombinasi dengan holes pada waktu τb Pada gambar (4) Qn digambarkan dengan luas segitiga di bawah distribusi garis lurus pada base.

β adalah suatu konstanta untuk transistor tertentu. Untuk transistor npn, harga β berkisar antara 50 – 200. Untuk divais khusus β bisa mencapai 1000. β disebut penguatan arus common-emitter. β dipengaruhi oleh: lebar dari daerah base, W, dan perbandingan doping daerah base dan daerah emitter (NA/ND). Arus Emitter Untuk mendapatkan β yang tinggi: base harus tipis dan di-dope rendah dan emitter di-dope tinggi → NA/ND kecil.

α ≈ 1 Perubahan yang kecil pada α menyebabkan perubahan yang besar pada β. α disebut penguatan arus common-base. Karena α dan β menunjukkan karakteristik transistor yang bekerja pada mode ‘forward active’, kadang dituliskan sebagai αF dan βF. Rekapitulasi dan Model Rangkaian Pengganti Tegangan forward bias vBE menyebabkan arus iC mengalir ke collector mempunyai hubungan eksponensial. Arus iC tidak tergantung dari tegangan vCB selama CBJ reverse bias, vCB ≥ 0 Pada mode aktif, collector berkelakuan seperti sebuah sumber arus ideal yang konstan di mana harga arus ditentukan oleh vBE. iB = 1/βF x iC iE = iB + iC Karena iB << iC → iE ≈ iC iE = αF x iC αF ≈ 1

Gambar (5.a) adalah model rangkaian pengganti orde-1 transistor yang bekerja pada mode forward active. Dioda DE mempunyai arus skala ISE = (IS/αF) dan menghasilkan arus IE yang merupakan fungsi vBE. Arus dari sumber terkendali yang sama dengan arus collector dikendalikan oleh dengan fungsi eksponensial. Model ini pada dasarnya adalah sebuah sumber arus non-linier yang dikendalikan tegangan (VCCS) yang dapat diubah menjadi model sumber arus yang dikendalikan arus (CCCS) seperti pada gambar (5.b). Arus dari sumber terkendali adalah αFiE. Catatan: model ini nonlinier karena hubungan eksponsial antara iE yang melalui dioda DE dan tegangan vBE. Dari model ini terlihat jika transistor dipakai sebagai rangkaian kutub-4 dengan masukan antara E dan B, dan keluaran antara C dan B, penguatan arus sama dengan αF. Jadi αF disebut penguatan arus common-base Gambar 5: Model rangkaian pengganti sinyal besar untuk BJT npn yang bekerja pada mode forward active.

Struktur Transistor Gambar 6. Tampak melintang sebuah BJT jenis npn Collector mengelilingi emitter sehingga sulit untuk elektron yang disuntikkan ke base yang tipis untuk tidak terkumpul pada collector → αF ≈ 1 dan βF besar. Divais tidak simetris berarti jika collector dan emitter ditukar dan transistor bekerja pada mode reverse active, α = αR dan β = βR yang mempunyai harga yang berbeda dengan αF dan βF. Karena divais dirancang untuk bekerja optimum pada mode forward active, αR << αF dan βR << βF. αR berkisar antara 0,01 – 0, 5 dan βR berkisar antara 0,01 – 1.

Gambar 7: Model transistor npn yang bekerja pada mode reverse active. Struktur pada gambar (6) terlihat bahwa CBJ mempunyai luas yang lebih besar dari EBJ. Pada gambar 7 dioda DC menunjukkan CBJ yang mempunyai arus skala ISC >> arus skala ISE dari dioda DE. Kedua arus ini berbanding lurus dengan luas junction . αFISE = αRISC = IS ISC yang besar mempunyai dampak bahwa untuk arus yang sama, CBJ mempunyai penurunan tegangan yang lebih kecil jika di-bias maju daripada penurunan tegangan maju pada EBJ, VBE.

Model Ebers-Moll Gambar 8: Model Ebers – Moll dari transistor npn iE = iDE – αRiDC IC = - IDC + αFiDE IB =(1 – αF) iDE + (1 – αR) iDC

Penggunaan pertama dari model EM adalah untuk memperkirakan arus pada terminal dari transistor yang bekerja pada mode forward active. vBE positif antara 0,6 – 0,8 V dan vBC negatif. kecil dan dapat diabaikan

Dari ketiga persamaan di atas, suku kedua dapat diabaikan. Selama ini, kondisi untuk cara kerja mode forward active adalah vCB ≥ 0 agar CBJ dalam keadaan reverse bias. Pada kenyataannya, sebuah pn junction tidak dalam keadaan forward bias jika tegangannya tidak melebihi kira-kira 0,5 V. Jadi cara kerja transistor npn pada mode forward active masih tetap bisa dicapai bila vCB turun sampai mencapai – 0.4 V.

Gambar 9: Karakteristik iC – vCB dari transistor npn yang dicatu dengan arus IE yang tetap. Pada gambar 9 terlihat, arus iC tetap konstan pada αFiE untuk vCB sampai –0,4 V Di bawah harga ini,CBJ akan ‘on’ dan meninggalkan mode forward active memasuki daerah kerja mode jenuh, di mana iC menurun.

Cara Kerja pada Mode Jenuh Pada gambar 9 terlihat jika vCB berkurang sampai di bawah –0,4 V, BJT memasuki cara kerja mode jenuh. Pada keadaan ideal, dalam mode forward active, vCB tidak mempengaruhi iC, tetapi pada mode jenuh, dengan meningkatnya vCB ke arah negatif, iC berkurang. Suku pertama adalah hasil dari forward-biased EBJ, dan suku kedua adalah hasil dari forward-biased CBJ. Jika vBC melebihi 0,4 V, iC akan berkurang dan akhirnya mencapai nol.

Gambar 10: Profil konsentrasi pembawa muatan minoritas (elektron) pada base dari sebuah transistor npn Karena CBJ forward biased, konsentrasi elektron pada sisi collector tidak nol, tapi sebanding dengan Koefisien arah dari profil konsentrasi sebanding dengan pengurangan iC

Transistor pnp Tegangan VBE menyebabkan emitter jenis p lebih tinggi potensialnya dibandingkan base jenis n, sehingga EBJ forward bias. CBJ reverse bias dengan tegangan bias VBC yang menyebabkan tegangan collector jenis p mempunyai potensial lebih rendah dibandingkan dengan base jenis n. Pada transistor pnp, arus terutama disebabkan oleh holes yang disuntikkan dari emitter ke base, karena komponen arus yang disebabkan oleh disuntikkannya elektron dari base ke emitter cukup kecil (base di dope rendah). Elektron yang disuntikkan dari base ke emitter menghasilkan iB1. Elektron yang hilang karena proses rekombinasi digantikan dari rangkaian luar dan menghasilkan arus iB2. Holes yang berhasil mencapai batas daerah deplesi CBJ akan tertarik oleh tegangan collector yang negatif sehingga tersapu ke collector dan muncul sebagai arus collector, iC. Gambar 11: Aliran arus pada transistor pnp untuk bekeja pada mode forward active.

Gambar 12: Model sinyal besar untuk transistor pnp yang bekerja pada mode aktif. Hubungan arus – tegangan pada transistor pnp sama dengan pada transistor npn hanya vBE diganti dengan vEB. Gambar 12 menunjukkan rmodel angkaian pengganti sinyal besar, yang juga mungkin digantikan dengan sumber arus yang dikendalikan sumber arus, CCCS, αFiE. Transistor pnp dapat bekerja pada mode jenuh seperti pada transistor npn

Karakteristik Arus – Tegangan Gambar 13: Simbol rangkaian BJT Polaritas dari transistor ditunjukkan oleh arah panah pada emitter. Arah panah ini menunjukkan aliran arus normal pada emitter yang juga menunjukkan arah maju dari EBJ. Gambar 14 menunjukkan arah arus yang sama dengan arah arus normal. Dalam hal ini tidak ada harga negatif untuk iE, iB dan iC. Sebuah transistor npn yang EBJ nya forward bias akan bekerja pada mode aktif jika tegangan collector tidak lebih rendah 0,4 V dari tegangan base. Jika lebih rendah dari 0,4 V, transistor akan bekerja pada mode jenuh. Sebuah transistor pnp yang EBJ nya forward bias akan bekerja pada mode aktif jika tegangan collector tidak lebih tinggi 0,4 V dari tegangan base. Jika lebih tinggi dari 0,4 V, transistor akan bekerja pada mode jenuh. Gambar 14: Polaritas tegangan dan aliran arus dalam transistor yang di bias dalam mode aktif

Ringkasan hubungan arus – tegangan dari BJT pada mode aktif Catatan: untuk transistor pnp, gantilah vBE dengan vEB VT = tegangan termal = kT/q ≈ 25 mV pada suhu kamar

Konstanta n Untuk BJT, konstanta n mendekati satu kecuali pada kasus tertentu: pada arus yang tinggi, hubungan iC – vBE menunjukkan harga n mendekati 2 pada arus yang rendah, hubungan iB – vBE menunjukkan harga n mendekati 2 Jika tidak disebutkan n=1 Arus balik collector – base (ICBO) Adalah arus balik dari collector menuju base dengan emitter hubung terbuka. Arus ini mempunyai harga dalam orde nanoamper. ICBO mempunyai komponen arus bocor, dan harganya tergantung dari vCB. ICBO sangat tergantung pada suhu, rata-rata harganya menjadi dua kali lipat dengan kenaikan 10°C.

Contoh soal 1: Gambar 15: Rangkaian untuk contoh soal 1 Transistor pada gambar (15.a) mempunyai β = 100 dan vBE = 0,7 V pada iC =1mA. Rancanglah rangkaian sehingga arus 2 mA mengalir melalui collector dan tegangan pada collector = +5 V

Jawab: VC = 5 V → CBJ reverse bias → BJT pada mode aktif VC = 5 V → VRC = 15 – 5 = 10 V IC = 2 mA → RC = 5 kΩ vBE = 0,7 V pada iC = 1 mA → harga vBE pada iC = 2 mA: VB = 0 V → VE = -0,717 V β = 100 → α = 100/101 =0,99 Harga RE diperoleh dari:

Penampilan Grafis dari Karakteristik Transistor Gambar 16: Karakteristik iC – vBE dari sebuah transistor npn Karakteristik iC – vBE identik dengan karakteristik i – v pada dioda. Karakteristik iE – vBE dan iB – vBE juga exponensial dengan IS yang berbeda: IS/α untuk iE dan IS/β untuk iB. Karena konstanta dari karakteristik ekponensial, 1/VT, cukup tinggi (≈ 40), kurva meningkat sangat tajam. Untuk vBE < 0,5 V, arus sangat kecil dan dapat diabaikan. Untuk harga arus normal, vBE berkisar antara 0,6 V – 0,8 V. Untuk perhitungan awal, vBE = 0,7 V. Untuk transistor pnp, karakteristik iC- vBE tampak identik, hanya vBE diganti dengan vEB.

Karakteristik Common – Base Gambar 17: Pengaruh suhu pada karakteristik iC – vBE Seperti pada dioda silikon, tegangan pada junction base - emitter menurun 2 mV untuk setiap kenaikan suhu 1°C pada arus yang tetap. Karakteristik Common – Base Gambar (18.a) menunjukkan cara kerja BJT dengan membuat kurva iC – vCB dengan iE yang berbeda. Pada pengukuran ini tegangan base tetap dan base berperan sebagai terminal bersama (common) masukan dan keluaran. Jadi kurva ini disebut juga kurva karakteristik common – base

Gambar 18: karakteristik iC – vCB dari sebuah transistor npn

Dalam daerah aktif, vCB ≥ –0,4 V, kurva iC – vCB berbeda dengan yang diharapkan karena: Kurva tidak tidak datar tapi menunjukkan koefisien arah yang positif. Hal ini disebabkan adanya ketergantungan iC terhadap vCB Pada harga vCB yang relatif besar, iC meningkat dengan cepat, karena terjadinya ‘breakdown’ Pada gambar (18.b), setiap kurva karakteristik memotong sumbu vertikal pada harga arus = αIE (IE konstan untuk setiap kurva). α untuk sinyal besar = iC/iE yang merupakan penguatan arus common-base. α untuk sinyal kecil ≡ ∆iC/∆iE. Dengan menggunakan persamaan Ebers-Moll, untuk daerah jenuh: iE = IE: CBJ lebih besar dari EBJ, penurunan tegangan vBC akan lebih kecil dari vBE, sehingga menghasilkan tegangan vCE jenuh pada vCE = 0,1 V – 0,3 V.

Ketergantungan iC pada tegangan collector – The Early effect Ketika BJT bekerja pada daerah aktif terlihat ada ketergantungan arus collector terhadap tegangan collector, sehingga kurvanya tidak benar-benar horizontal. Perhatikan gambar 19(a): rangkaian common-emitter. Tegangan VBE dapat di-set pada harga yang diinginkan dengan mengatur sumber dc yang terhubung antara base dan emitter. Pada setiap harga VBE, kurva karakteristik iC – vCE diperoleh dengan mengubah sumber dc antara collector dan emitter dan mengukur arus collectornya. Kurva yang diperoleh disebut: karakteristik common-emitter. Pada harga vCE di bawah tegangan base lebih dari 0,4 V, transistor berada pada daerah jenuh. Pada daerah aktif, kurva karakteristik merupakan garis lurus yang mempunyai koefisien arah tertentu yang jika diekstrapolasikan akan bertemu pada satu titik pada sumbu negatif dari vCE, vCE = –VA. VA adalah harga positif yang merupakan parameter dari BJT. Harganya berkisar antara 50 – 100 V. VA disebut juga tegangan Early. Pada harga vBE tertentu, kenaikan vCE menaikkan tegangan reverse-bias pada CBJ sehingga meningkatkan daerah deplesi dari junction ini. Akibatnya lebar efektif dari base akan menurun. Catatan: IS berbanding terbalik dengan W. IS naik, iC akan naik pula. Gambar 19.(a): Rangkaian konseptual untuk mengukur karakteristik iC – vCE dari sebuah BJT (b): Karakteristik iC – vCE dari sebuah BJT

Ketergantungan linier iC terhadap vCE: Koefiisien arah dari kurva iC – vCE yang tidak nol menunjukkan bahwa resistansi keluaran dilihat ke arah collector mempunyai harga tertentu (≠∞) IC dan vCE adalah koordinat titik kerja BJT pada kurva iC – vCE .

ro mempunyai pengaruh pada penguatan dari penguat transistor. Perhatikan dioda DB memodelkan ketergantungan eksponensial iB pada vBE dan mempunyai arus skala ISB = IS/β. Kedua model hanya berbeda pada bagaimana fungsi kendali dari transistor dinyatakan: Pada rangkaian di gambar 20(a), tegangan vBE mengendalikan sumber arus collector, sedangkan pada gambar 20(b), arus iB adalah parameter pengendali untuk sumber arus βiB. β adalah representasi dari penguatan arus ideal dari konfigurasi common-emitter, oleh sebab itu disebut penguatan arus common-emitter. Gambar 20: Model rangkaian pengganti sinyal besar dari BJT npn yang bekerja di daerah aktif dalam konfigurasi common-emitter.

Karakteristik Common-Emitter Pada kurva ini yang menjadi parameter adalah arus base iB. Setiap kurva iC – vCE diukur dengan mencatu base dengan arus IB yang konstan. Kurva yang dihasilkan tampak sama dengan karakteristik pada gambar 19 hanya di sini terlihat gejala breakdown dan koefisien arah pada kurva berbeda dengan kurva pada gambar 19. Gambar 21: Karakteristik common-emitter

Penguatan arus common-emitter β. β didefinisikan sebagai perbandingan antara total arus pada collector dan total arus pada base. β mempunyai harga yang konstan untuk sebuah transistor, tidak tergantung dari kondisi kerja. Pada gambar 21, sebuah transistor bekerja pada daerah aktif di titik Q yang mempunyai arus collector ICQ, arus base IBQ dan tegangan collector – emitter VCEQ. Perbandingan arus collector dan arus base adalah β sinyal besar atau dc. βdc juga dikenal sebagai hFE. Pada gambar 21 terlihat, dengan tegangan vCE tetap perubahan iB dari IBQ menjadi (IBQ + ∆iB) menghasilkan kenaikan pada iC dari ICQ menjadi (ICQ + ∆iC) βac disebut β ‘incremental’.

βac dan βdc biasanya berbeda kira-kira 10% – 20%. βac disebut juga β sinyal kecil yang dikenal juga dengan hfe. β sinyal kecil didefinisikan dan diukur pada vCE konstan, artinya tidak ada komponen sinyal antara collector dan emitter, sehingga dikenal juga sebagai penguatan arus hubung singkat common-emitter. Gambar 22: Ketergantungan β pada IC dan suhu

Tegangan jenuh VCEsat dan Resistansi jenuh RCEsat Gambar 23: Karakteristik common-emitter pada daerah jenuh Pada daerah jenuh kenaikan β lebih kecil dibandingkan dengan di daerah aktif. Perhatikan titik kerja X di daerah jenuh → arus base IB, arus collector ICsat dan tegangan collector – emitter VCEsat. ICsat < βFIB

Karena harga ICsat ditentukan oleh perancang rangkaian, sebuah transistor jenuh dikatakan bekerja pada ‘forced β’ Perbandingan antara βF dan βforced disebut ‘overdrive factor’. Makin besar ‘overdrive factor’, makin dalam transistor dipaksa ke daerah jenuh dan makin kecil VCEsat. Kurva iC – vCE pada daerah jenuh cukup tajam menunjukkan bahwa transistor jenuh mempunyai resistansi collector – emitter,RCEsat yang rendah: RCEsat mempunyai harga berkisar beberapa ohm sampai beberapa puluh ohm.

Gambar 24. (a) transistor npn beroperasi pada mode jenuh dengan arus base yang tetap IB. (b) Kurva karakteristik iC – vCE pada iB = IB dengan koefisien arah 1/RCEsat. (c) Rangkaian ekivalen transistor jenuh (d) Model rangkaian ekivalen yang disederhanakan dari transistor jenuh

Perhatikan pada gambar (24.b): kurva memotong sumbu vCE pada VTln (1/αR). Harga ini sama untuk semua kurva iC – vCE tangent pada titik kerja X sama dengan 1/RCEsat. Jika diekstrapolasikan, tangent ini akan memotong sumbu vCE pada tegangan VCEsat yang mempunyai harga kira-kira 0,1V. Pada gambar (24.c) pada sisi collector, transistor direpresentasikan dengan RCEsat diserikan dengan sebuah batere VCEsat. Jadi: VCEsat = VCEoff + ICsatRCEsat Harga VCEsat berkisar antara 0,1V – 0,3V. Tegangan offset pada transistor jenuh menyebabkan BJT kurang menarik untuk dijadikan saklar jika dibandingkan dengan MOSFET. Gunakan model Ebers-Moll untuk menurunkan ekspresi analisis untuk karakteristik sebuah transistor jenuh.

Gantikan iB = IB dan abaikan suku yang tidak mempunyai fungsi eksponensial Bagilah persamaan IB dengan persamaan iC dan tulis vBE =vBC+vCE , sehingga diperoleh: Ini adalah persamaan kurva karakteristik iC – vCE yang diperoleh jika base dipaksa dengan arus tetap IB.

Gambar 25: Plot iC (normalisasi) terhadap vCE untuk transistor npn dengan βF = 100 dan αR = 0,1

Kurva dapat didekati dengan garis lurus pada titik βforced/βF = 0,5 Kurva dapat didekati dengan garis lurus pada titik βforced/βF = 0,5. Koefisien arah pada titik ini kira-kira 10 V-1, tidak tergantung dari parameter transistor. RCEsat = 1/10βFIB Ganti iC = ICsat = βforcedIB dan vCE = VCsat, diperoleh: Transistor breakdown Tegangan maksimum yang dapat dipasangkan pada sebuah BJT dibatasi oleh efek breakdown pada EBJ dan CBJ. Pada konfigurasi common-base, karakteristik iC –vCB menunjukkan bahwa untuk iE = 0 (emitter hubung terbuka), CBJ breakdown pada tegangan BVCBO. Untuk iE > 0, breakdown terjadi pada tegangan lebih kecil dari BVCBO. Biasanya BVCBO > 50 V

Untuk konfigurasi common-emitter, breakdown terjadi pada tegangan BVCEO. Harga BVCEO kira-kira setengah harga BVCBO. Pada lembaran data transistor, BVCBO disebut ‘sustaining voltage’, LVCEO Breakdown pada CBJ baik pada konfigurasi common-emitter atau common-base tidak merusak selama daya disipasi pada divais masih dalam batas normal. Breakdown pada EBJ yang disebabkan fenomena avalanche terjadi pada tegangan BVEBO yang jauh lebih kecil dari BVCBO. Biasanya BVEBO berkisar antara 6 V – 8 V, dan breakdown ini merusak dalam arti β dari transistor berkurang secara permanen. Cara ini tidak mencegah pemakaian EBJ sebagai sebuah dioda zener untuk menghasilkan tegangan rujukan dalam perancangan IC. Dalam aplikasi ini tidak dilihat sebagai efek β-degeneration.

Ringkasan Karakteristik arus – tegangan dari BJT Simbol rangkaian dan arah aliran arus Transistor npn Transistor pnp Cara kerja pada mode aktif (untuk pemakaian sebagai penguat) Kondisi: EBJ forward biased: npn: vBE > VBEon; VBEon ≈ 0,5 V biasanya vBE = 0,7 V pnp: vEB > VEBon; VEBon ≈ 0,5 V biasanya vEB = 0,7 V

CBJ reverse biased npn: vBC ≤ VBCon : VBCon ≈ 0,4 V → vCE ≥ 0,3 V pnp: vCB ≤ VCBon : VCBon : ≈ 0,4 V → vEC ≥ 0,3 V Hubungan arus – tegangan: npn: pnp: Model rangkaian ekivalen sinyal besar npn:

pnp Model Ebers-Moll pnp npn

Cara kerja pada mode jenuh Kondisi: EBJ forward biased: npn: vBE > VBEon; VBEon ≈ 0,5 V biasanya vBE = 0,7 – 0,8 V pnp: vEB > VEBon; VEBon ≈ 0,5 V biasanya vEB = 0,7 – 0,8 V CBJ forward biased npn: vBC ≥ VBCon : VBCon ≈ 0,4 V biasanya: vBC = 0,5 – 0,6 V → vCE = VCEsat = 0,1 – 0,2 V pnp: vCB ≥ VCBon : VCBon ≈ 0,4 V biasanya: vCB = 0,5 – 0,6 V → vEC = VECsat = 0,1 – 0,2 V Arus: ICsat = βforcedIB βforced ≤ βF

Rangkaian ekivalen npn pnp Untuk: βforced = βF/2; RCEsat = 1/10βFIB

BJT sebagai Penguat dan sebagai Saklar Pemakaian BJT: sebagai penguat: BJT bekerja pada mode aktif. BJT berperan sebagai sebuah sumber arus yang dikendalikan oleh tegangan (VCCS). Perubahan pada tegangan base-emitter,vBE, akan menyebabkan perubahan pada arus collector, iC. BJT dipakai untuk membuat sebuah penguatan transkonduktansi. Penguatan tegangan dapat diperoleh dengan melalukan arus collector ke sebuah resistansi, RC. Agar penguat menjadi penguat linier, transistor harus diberi bias, dan sinyal akan ditumpangkan pada tegangan bias dan sinyal yang akan diperkuat harus dijaga tetap kecil sebagai saklar BJT bekerja pada mode cutoff dan mode jenuh

Cara kerja sinyal besar – Karakteristik Transfer Gambar 26. (a) Rangkaian dasar penguat common – emitter (b) Karakteristik transfer dari rangkaian (a)

Rangkaian dasar penguat common-emitter terlihat pada gambar 26. Tegangan masukan total vI (bias + sinyal) dipasang di antara base dan emitter (ground) Tegangan keluaran total vO (bias + sinyal) diambil di antara collector dan emitter (ground) Resistor RC mempunyai 2 fungsi: Untuk menentukan bias yang diinginkan pada collector Mengubah arus collector, iC, menjadi tegangan keluaran vOC atau vO Tegangan catu VCC diperlukan untuk memberi bias pada BJT dan untuk mencatu daya yang diperlukan untuk kerja penguat. Karakteristik transfer tegangan dari rangkaian CE terlihat pada gambar 26(b). vO = vCE = VCC – RCiC vI = vBE < 0,5 V → transistor cutoff. 0 < vI < 0,5 V, iC kecil sekali, dan vO akan sama dengan tegangan catu VCC (segmen XY pada kurva)

vI > 0,5 V → transistor mulai aktif, iC naik, vO turun. Nilai awal vO tinggi, BJT bekerja pada mode aktif yang menyebabkan penurunan yang tajam pada kurva karakteristik transfer tegangan (segmen YZ), Pada segmen ini: Mode aktif berakhir ketika vO = vCE turun sampai 0,4 V di bawah tegangan base (vBE atau vI) → CBJ ‘on’ dan transistor memasuki mode jenuh (lihat titik Z pada kurva). Pada daerah jenuh kenaikan vBE menyebabkan vCE turun sedikit saja. vCE = VCEsat berkisar antara 0,1 – 0,2 V. ICsat juga konstan pada harga: Pada daerah jenuh, BJT menunjukkan resistansi yang rendah, RCEsat antara collector dan emitter. Jadi ada jalur yang mempunyai resistansi rendah antara collector dan ground, sehingga dapat dianggap sebagai saklar tertutup.

Sedangkan ketika BJT dalam keadaan cut off, arus sangat kecil (idealnya nol), jadi beraksi seperti saklar terbuka, memutus hubungan antara collector dan ground. Jadi keadaan saklar ditentukan oleh harga tegangan kendali vBE. Penguatan Penguat. Agar BJT bekerja sebagai penguat, maka harus diberi bias pada daerah aktif yang ditentukan oleh tegangan dc base – emitter VBE dan tegangan dc collector – emitter VCE. Arus collector IC pada keadaan ini: Jika sinyal vi akan diperkuat, sinyal ini ditumpangkan pada VBE dan harus dijaga kecil (lihat gambar 26(b)) agar tetap pada segmen yang linier dari kurva transfer di sekitar titik bias Q. Koefiesin arah dari segmen linier ini sama dengan penguatan tegangan dari penguat untuk sinyal kecil di sekitar titik Q.

Penguatan sinyal kecil Av: Perhatikan: penguat CE: inverting, artinya sinyal keluaran berbeda 180° dengan sinyal masukan. peguatan tegangan dari penguat CE adalah perbandingan antara penurunan tegangan pada RC dengan tegangan termal VT. untuk memaksimumkan penguatan tegangan, penurunan tegangan pada RC harus sebesar mungkin, artinya untuk harga VCC tertentu penguatan harus bekerja pada VCE yang lebih rendah.

pada gambar 26(b) terlihat, jika VCE lebih rendah → titik bias Q dekat pada ujung daerah aktif, → tidak mempunyai ruang yang cukup untuk simpangan negatif tegangan keluaran tanpa penguat memasuki daerah jenuh → puncak negatif dari gelombang vO akan terpotong. jadi diperlukan ruang yang cukup untuk simpangan sinyal keluaran yang menentukan posisi yang efektif untuk titik bias Q pada segmen daerah aktif YZ. jika Q ditempatkan pada posisi yang terlalu tinggi pada segmen ini, tidak hanya akan mengurangi penguatan tapi juga membatasi simpangan positif dari sinyal keluaran. Pada sisi positif, pembatasan ini ditentukan oleh BJT memasuki cut off, pada keadaan ini puncak positif akan terpotong pada level VCC. Secara teoritis penguatan maksimum Av diperoleh dengan mem-bias BJT pada ujung keadaan jenuh, tetapi tidak akan mempunyai ruang untuk simpangan sinyal negatif.

Contoh soal 2 Sebuah rangkaian CE menggunakan sebuah BJT yang mempunyai IS = 10-15 A, sebuah resistansi collector RC = 6,8 kΩ dan catu daya VCC = 10 V. Tentukan harga tegangan bias VBE yang diperlukan untuk mengoperasikan transistor pada VCE = 3,2 V. Berapakah harga IC nya? Carilah penguatan tegangan Av pada titik bias. Jika sebuah sinyal masukan sinusoida dengan amplitudo 5 mV ditumpangkan pada VBE, carilah amplitudo sinyal keluaran sinusoida. Carilah kenaikan positif vBE (di atas VBE) yang mendorong transistor ke daerah jenuh, dimana vCE= 0,3 V. Carilah kenaikan negatif vBE yang mendorong transistor ke daerah 1% cut off (vO = 0,99 VCC) Jawab: a.

b. c. Untuk vCE = 0,3 V Untuk menaikkan iC dari 1 mA ke 1,617 mA, vBE harus dinaikkan:

Gambar 27 Rangkaian yang akan dianalisa secara grafis d. Untuk vo = 0,99 VCC = 9,9 V Untuk menurunkan iC dari 1 mA ke 0,0147 mA, vBE harus diturunkan Analisis Grafis Gambar 27 Rangkaian yang akan dianalisa secara grafis

Perhatikan gambar 27 yang mirip dengan rangkaian terdahulu hanya ada tambahan resitansi pada base, RB. Gambar 28. Konstruksi grafis untuk menentukan arus dc base pada rangkaian di gambar 27 Analisis grafis dilakukan sebagai berikut: Tentukan titik bias dc; set vi = 0 dan gunakan cara seperti pada gambar 27 untuk menentukan arus dc pada base IB. Gunakan karakteristik iC–vCE seperti yang terlihat pada gambar 29. Titik kerja akan terletak pada kurva iC–vCE yang mempunyai arus base yang diperoleh (iB = IB)

Titik Q merupakan perpotongan antara garis beban dan kurva iC–vCE pada iB tertentu. Koordinat titik Q (VCE, IC). Perhatikan: titik Q harus berada di daerah aktif dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan simpangan sinyal keluaran jika dipasang sinyal masukan (lihat gambar 30). Pada gambar 30(a) terlihat sinyal gelombang segitiga vi ditumpangkan pada tegangan dc VBB. Pada setiap harga VBB + vi(t), dapat dibuat garis lurus dengan koefisien arah -1/RB. Garis-garis beban ini memotong kurva iB–vBE pada titik yang koordinatnya memberikan harga iB dan vBE yang berkaitan dengan harga VBB + vi(t). Pada gambar 30(a) terlihat garis lurus pada vi = 0, amplitudo positif vi dan amplitudo negatif vi. Jika amplitudo vi cukup kecil, maka titik kerja dapat dijaga pada segmen yang hampir linier dari kurva iB–vBE dan menghasilkan sinyal gelombang segitiga ib dan vbe. Jadi konstruksi grafis pada gambar 30(a) bisa dipakai untuk menentukan harga iB untuk setiap harga vi. Pada karakteristik iC–vCE pada gambar 30(b), titik kerja akan bergerak sepanjang garis beban dengan koefisien arah -1/RC. Misal untuk amplitudo positif, iB = iB2 (dari gambar 30(a)), dan titik kerja pada bidang iC–vCE akan berada pada perpotongan garis beban dan kurva yang menunjukkan iB = iB2. Inilah cara untuk menentukan bentuk gelombang dari iC dan vCE dan juga komponen sinyal ic dan vce. Gambar 29. Konstruksi grafis untuk menentukan arus dc collector IC dan tegangan collector–emitter VCE pada rangkaian pada gambar 27 vCE = VCC – iCRC Hubungan di atas adalah hubungan linier yang digambarkan dengan sebuah garis lurus seperti pada gambar 29. Garis ini dikenal dengan garis beban.

Gambar 30 (a). Penentuan grafis komponen sinyal vbe dan ib ketika komponen sinyal vi ditumpangkan pada tegangan dc VBB.

Gambar 30 (b). Penentuan grafis komponen sinyal vce dan ic ketika komponen sinyal vi ditumpangkan pada tegangan dc VBB.

Pengaruh letak titik bias pada simpangan sinyal Lokasi titik bias dc pada bidang iC–vCE mempunyai pengaruh penting pada simpangan sinyal maksimum pada collector. Lihat gambar 30(b), puncak positif vce tidak dapat melebihi VCC, karena jika demikian transistor memasuki daerah cut off. Sedangkan puncak negatif vce tidak dapat lebih rendah dari beberapa persepuluh volt (biasanya 0,3 V), karena jika demikian transistor memasuki daerah cut off. Perhatikan gambar (31). Gambar ini menunjukkan dua garis beban yang berkaitan dengan dua harga RC. Garis A menunjukkan harga RC yang rendah dan menghasilkan titik kerja QA, di mana harga VCE sangat dekat dengan VCC Jadi simpangan positif vce akan sangat terbatas. Keadaan ini disebut penguat tidak mempunyai ‘head room’ yang cukup. Sebaliknya, garis B yang menunjukkan harga RC yang besar menghasilkan titik kerja QB di mana harga VCE terlalu rendah. Jadi simpangan negatif vce akan sangat terbatas. Keadaan ini disebut penguat tidak mempunyai ‘leg room’ yang cukup. Jadi harus dicari titik bias yang ada di antara kedua ekstrim ini. Gambar 31. Pengaruh lokasi titik bias pada simpangan sinyal

Cara kerja sebagai saklar. BJT bekerja sebagai saklar: gunakan mode cut off dan mode jenuh. Gambar 32: Rangkaian sederhana yang digunakan untuk menunjukkan mode operasi yang berbeda dari BJT. Harga masukan vI bervariasi. vI < 0,5 V → iB = 0, iC = 0 dan vC = VCC → simpul C terputus dari ground → saklar dalam keadaan terbuka. vI > 0,5 V → transistor ‘on’. Pada kenyataannya agar arus mengalir, vBE harus sama dengan 0,7 V, dan vI harus lebih tinggi.

Dengan asumsi VBE ≈ 0,7 V dan Arus base akan menjadi: Dan arus collector menjadi: iC = βiB Persamaan ini hanya berlaku untuk daerah aktif artinya CBJ tidak forward bias atau vC > vB – 0,4 V. vC = VCC – RCiC Jika vI naik, iB akan naik, dan iC akan naik juga, Akibatnya vCE akan turun. Jika vCE turun sampai vB– 0,4V, transistor akan meninggalkan daerah aktif dan memasuki daerah jenuh. Titik ‘edge-of-saturation’ (EOS) ini didefinisikan: Dengan asumsi VBE ≈ 0,7 V dan

Harga vI yang diperlukan untuk mendorong transistor ke EOS dapat ditentukan dengan persamaan: VI(EOS) = IB(EOS)RB + VBE Menaikkan vI > VI(EOS) → menaikkan arus base yang akan mendorong transistor ke daerah jenuh yang semakin dalam. VCE akan sedikit menurun. Asumsikan untuk transistor dalam keadaan jenuh, VCEsat ≈ 0,2 V. Arus collector akan tetap konstan pada ICsat Memaksakan lebih banyak arus pada base mempunyai pengaruh yang kecil pada ICEsat dan VCEsat. Pada keadaan ini saklar tertutup dengan resistansi RCEsat yang rendah dan tegangan offset VCEsat yang rendah. Pada keadaan jenuh, transistor dapat dipaksa bekerja pada harga β yang diinginkan.yang lebih rendah harga normal. Perbandingan antara IB dan IB(EOS) disebut faktor ‘overdrive’

Contoh soal 3: Transistor pada gambar 33 mempunyai β berkisar antara 50 – 150. Carilah harga RB yang menyebabkan transistor pada keadaan jenuh dengan faktor ‘overdrive’ lebih besar dari 10. Gambar 33 Jawab: Transistor dalam keadaan jenuh, tegangan collector: VC = VCEsat ≈ 0,2 V Arus collector:

Untuk membuat transistor jenuh dengan β yang paling rendah, diperlukan arus base paling sedikit: Untuk faktor ‘overdrive’ = 10, arus base harus: IB = 10 x 0,196 = 1,96 mA Jadi RB yang diperlukan:

Rangkaian BJT pada DC Rangkaian BJT pada contoh-contoh soal berikut ini, hanya tegangan DC yang akan dipasangkan. Rangkaian-rangkaian ini akan menggunakan model sederhana di mana |VBE| pada saat transistor ‘on’ sama dengan 0,7V dan |VCE| pada saat transistor jenuh sama dengan 0,2 V, dan pengaruh tegangan Early diabaikan. Dalam menganalisa sebuah rangkaian, langkah pertama harus menentukan pada mode apa transistor bekerja. Caranya: asumsikan transistor beroperasi pada mode aktif. tentukan harga-harga tegangan dan arus yang terkait. periksa apakah hasil-hasilnya memenuhi syarat mode aktif yaitu vCB dari transistor npn > – 0,4 V (atau vCB dari transistor pnp < 0,4 V). jika hasilnya memenuhi syarat itu, maka analisa selesai. jika tidak memenuhi syarat, asumsikan transistor bekerja pada mode jenuh. tentukan tegangan dan arus periksa apakah hasilnya memenuhi syarat mode jenuh yaitu dengan menghitung perbandingan IC/IB < β yang paling rendah.

Contoh soal 4: Perhatikan gambar 34(a) dan 34(b). Analisa rangkaian ini untuk menentukan tegangan semua simpul dan arus pada semua cabang. Asumsikan β = 100 Gambar 34

Jawab: VC = 10 – ICRC = 10 – 0,99 x 4,7 ≈ +5,3 V Asumsikan EBJ forward bias dengan tegangan VBE = 0,7V VE = 4 – VBE ≈ 4 – 0,7 = 3,3 V Asumsikan transistor dalam mode aktif. IC = αIE VC = 10 – ICRC = 10 – 0,99 x 4,7 ≈ +5,3 V Karena VB = 4 V, CBJ reverse biased dengan tegangan 1,3 V, jadi transistor dalam mode aktif.

Contoh soal 5: Perhatikan rangkaian pada gambar 35(a). Gambar 35

Tentukan tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang Tentukan tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Rangkaian pada gambar 35 identik dengan rangkaian pada gambar 34, kecuali tegangan pada base = +6 V. Asumsikan transistor mempunyai β terkecil = 50. Jawab: Asumsikan transistor bekerja pada mode aktif Karena tegangan collector 3,52 V lebih rendah dari tegangan base, maka transistor tidak mungkin bekerja pada mode aktif. Berarti transistor bekerja pada mode jenuh.

Karena βforced < βmin, maka transistor memang bekerja pada mode jenuh. Contoh soal 6: Tentukan tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang pada rangkaian pada gambar 36. Catatan: rangkaian ini identik dengan rangkaian pada contoh 4 dan contoh 5 kecuali tegangan base = 0 V. Jawab: Karena tegangan base = 0 dan emitter terhubung ke ground melalui RE, maka EBJ tidak dapat ‘on’ dan arus emitter = 0. CBJ juga tidak dapat ‘on’ karena collector jenis –n terhubung ke catu daya positif melalui RC dan base jenis –p terhubung ke ground. Jadi arus collector = 0. Arus base juga akan = 0, sehingga transistor bekerja pada mode cutoff. Tegangan emitter = 0, tegangan collector = +10 V, karena tidak ada penurunan tegangan pada RC.

Gambar 36.

Contoh soal 7: Hitung tegangan di semua simpul dan arus di semua cabang pada rangkaian pada gambar 37. Gambar 37

Jawab: Pada transistor pnp, base terhubung ke ground dan emitter terhubung ke catu daya positif (V+ = +10 V) melalui RC. Jadi EBJ forward biased dengan VE = VEB = 0,7 V Karena collector terhubung pada catu daya negatif (lebih negatif daripada tegangan base) melalui RC, maka dapat diasumsikan transistor bekerja pada mode aktif. IC = αIE Asumsikan β = 100 → α = 0,99 IC = 0,99 x 4,65 = 4,6 mA VC = V- + ICRC = -10 + 4,6 x 1 = -5,4 V Jadi CBJ reverse biased dengan 5,6 V → transistor dalam mode aktif.

Contoh soal 8: Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Asumsikan β = 100 Gambar 38

Jawab: EBJ forward biased, jadi: Asumsikan transistor bekerja pada daerah aktif: IC = βIB = 100 x 0,043 = 4,3 mA VC = +10 – ICRC = 10 – 4,3 x 2 = +1,4 V VB = VBE = +0,7 V Jadi CBJ reverse biased dengan tegangan 0,7 V → transistor bekerja pada aktif IE = (β+1)IB = 101 x 0,043 ≈ 4,3 mA Catatan: Harga β sangat berpengaruh pada harga IB. Pada contoh soal 7, harga β tidak terlalu berpengaruh pada mode kerja transistor. Pada contoh soal 8, kenaikan β 10% akan menyebabkan transistor memasuki mode jenuh. Jadi dalam merancang rangkaian BJT harus diperhatikan agar kinerja rangkaian diusahakan tidak terlalu sensitif terhadap harga β.

Contoh soal 9: Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Harga β minimum = 30 Gambar 39.

Jawab: Asumsikan transistor bekerja pada mode aktif dan abaikan arus base: VB ≈ 0, VE ≈ +0,7 V, IE ≈ 4,3 mA. Arus collector maksimum yang dapat menunjang transistor bekerja pada daerah aktif ≈ 0,5 mA, ternyata transistor bekerja pada mode jenuh. Asumsikan transistor bekerja pada mode jenuh. VE =VB + VEB ≈ VB + 0,7 VC = VE – VECsat ≈ VB + 0,7 – 0,2 = VB + 0,5

Jadi jelas transistor bekerja pada mode jenuh βforced < β

Contoh soal 10: Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Asumsikan β = 100 Gambar 40

Jawab: Gunakan teori Thévenin untuk menyederhanakan rangkaian pada base. Asumsikan transistor bekerja pada mode aktif: IC = αIE = 0,99 x 1,29 = 1,28 mA VC = +15 – ICRC = 15 – 1,28 x 5 = 8,6 V Jadi tegangan collector > 4,03 V dari tegangan base → transistor bekerja pada mode aktif

Contoh soal 11: Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Asumsikan β = 100 Gambar 41

Jawab: Rangkaian ini identik dengan rangkaian pada contoh soal 10. Perbedaannya ada transistor Q2 dengan RC2 dan RE2 nya. Asumsikan transistor Q1 bekerja pada mode aktif. VB1 = +4,57 V IE1 = 1,29 mA IB1 = 0,0128 mA IC1 = 1,28 mA Tegangan collector akan berbeda karena ada bagian dari arus collector yang mengalir ke base Q2 (IB2). Asumsikan IB2 << IC1 → arus yang mengalir melalui RC1 hampir sama dengan IC1. VC1 ≈ +15 – IC1RC1 = 15 – 1,28 x 5 = +8,6 V Perhatikan transistor Q2, emitter terhubung pada +15V melalui RE2. Jadi dapat diasumsikan EBJ Q2 akan forward biased. Jadi emitter Q2 akan mempunyai tegangan VE2. VE2 = VC1 + VEB|Q2 ≈ 8,6 +0,7 = +9,3 V

Karena collector Q2 terhubung dengan ground melalui RC2, asumsikan Q2 bekerja di mode aktif IC2 = α2IE2 = 0,99 x 2,85 = 2,82 ( asumsikan β= 100) VC2 = IC2RC2 = 2,82 x 2,7 = 7,62 V Tegangan collector <0.98 V dari tegangan base. Jadi transistor Q2 bekerja dengan mode aktif. Pada tahap ini kita harus memperbaiki kesalahan yang muncul karena mengabaikan IB2. Jadi harga-harga baru yang diperoleh: IRC1 = IC1 – IB2 = 1,28 – 0,028 = 1,252 mA VC1 = 15 – 5 x 1,252 = 8,74 mA VE2 = 8,74 + 0,7 = 9,44 V

IC2 = 0,99 x 2,78 = 2,75 mA VC2 = 2,75 x 2,7 = 7,43 V Pada contoh-contoh ini kita gunakan harga α yang presisi untuk menghitung arus collector. Karena α ≈ 1, kesalahan akan kecil jika diasumsikan α = 1 dan iC = iE. Oleh karena itu kita dapat meng-asumsikan α =1, kecuali dalam perhitungan yang tergantung dari harga α (misal penghitungan arus base)

Contoh soal 12: Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Asumsikan β = 100 Gambar 42

Jawab: Transistor Q1 dan Q2 tidak akan sama-sama ‘on’. Jadi jika Q1 ‘on’ maka Q2 ‘off’, dan sebaliknya. Asumsikan Q2 ‘on’. Arus akan mengalir dari ground melalui resistor beban 1 kΩ ke emitter Q2. Jadi tegangan base Q2 akan negatif dan arus base akan mengalir keluar dari base melalui resistor 10 kΩ dan ke catu +5 V. Keadaan ini tidak mungkin, karena jika tegangan base negatif, arus pada resistor 10 kΩ akan mengalir ke arah base. Jadi asumsi bahwa Q2 ‘on’ tidak benar → Q2 akan ‘off’ dan Q1 akan ‘on’ Pertanyaan berikutnya: apakah Q1 aktif atau jenuh. Karena base dicatu oleh +5 V dan karena arus base mengalir ke base Q1, maka tegangan base akan lebih rendah dari +5V.Jadi CBJ Q1 reverse biased dan Q1 bekerja pada mode aktif. Untuk menghitung tegangan dan arus, gunakan teknik yang telah dipakai secara rinci. Hasilnya terlihat pada gambar 42(b).

Pemberian bias pada rangkaian BJT Masalah pemberian bias berkaitan dengan: penentuan arus dc pada collector yang harus dapat dihitung, diprediksi dan tidak sensitif terhadap perubahan suhu dan variasi harga β yang cukup besar. penentuan lokasi titik kerja dc pada bidang iC – vCE yang memungkinkan simpangan sinyal tetap linier. Contoh pemberian bias yang tidak baik Pemberian bias dengan menentukan tegangan VBE yang tetap, misalnya dengan menggunakan pembagi tegangan dari catu daya seperti yang terlihat pada gambar 43 (a). Teknik ini tidak baik karena hubungan eksponensial iC – vCE yang sangat tajam sehingga jika ada perbedaan pada VBE yang diinginkan akan menimbulkan perbedaan besar pada IC dan VCE. pemberian bias dengan memberikan arus konstan pada base, seperti pada gambar 43(b), dimana IB ≈ (VCC – 0,7)/RB, juga tidak dianjurkan. Adanya variasi yang besar pada β akan menghasilkan variasi yang besar pada IC dan VCE. Gambar 43. Pemberian bias pada BJT Menetapkan harga VBE yang tetap Menetapkan harga IB yang tetap

Cara klasik pengaturan bias untuk rangkaian diskrit Gambar 44. Cara klasik pemberian bias untuk BJT menggunakan sebuah catu daya. Gambar 44(b) menunjukkan rangkaian yang sama dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin-nya.

Untuk membuat IE tidak sensitif terhadap suhu dan variasi β, rangkaian harus memenuhi dua syarat berikut: Untuk memenuhi persyaratan di atas. Sebagai ‘rule of thumb’, VBB ≈ ⅓ VCC, VCB (atau VCE) ≈ ⅓ VCC dan ICRC ≈ ⅓ VCC Pilih R1 dan R2 sehingga arus yang melaluinya berkisar antara 0,1IE – IE. Pada rangkaian pada gambar 44, RE memberikan umpan balik negatif sehingga dapat men-stabil-kan arus dc emitter. Jika IE ↑ → VRE dan VE ↑. Jika tegangan pada base hanya ditentukan oleh pembagi tegangan R1, R2, yaitu bila RB kecil, maka tegangan ini akan tetap konstan, sehingga jika VE ↑ → VBE ↓ → IC (dan IE) ↓. Beberapa hal yang harus diperhatikan: VBB >> VBE: untuk harga VCC tertentu, makin besar VBB, makin kecil jumlah tegangan pada RC dan tegangan CBJ (VCB). untuk mendapatkan penguatan tegangan yang besar dan simpangan sinyal yang besar (sebelum transistor jenuh), maka tegangan pada RC harus besar. VCB (atau VCE) harus besar untuk memperoleh simpangan sinyal yang besar (sebelum transistor cut off) Untuk memenuhi persyaratan yang bertentangan, maka harus dicari solusi kompromi. Sebagai ‘rule of thumb’, VBB kira-kira ⅓ VCC, VCB (atau VCE) kira-kira ⅓ VCC dan ICRC kira-kira ⅓ VCC IE tidak sensitif terhadap perubahan β → pilih RB yang kecil → R1 dan R2 kecil → makin besar arus dari catu daya dan menurunkan resistansi masukan penguat. Tegangan base tidak tergantung dari harga β dan hanya ditentukan oleh pembagi tegangan → arus pada pembagi tegangan harus >> arus base. Biasanya R1 dan R2 dipilih sehingga arus yang melaluinya berkisar antara 0,1IE – IE.

Contoh soal 13: Rancanglah rangkaian pada gambar 44 sehingga IE = 1 mA dengan catu daya VCC = +12V. Transistor mempunyai harga nominal β = 100. Jawab: Ikuti ‘rule of thumb’: ⅓ tegangan catu daya dialokasikan untuk tegangan pada R2, ⅓ lainnya untuk tegangan pada RC dan sisanya untuk simpangan sinyal pada collector. VB = +4 V VE = 4 – VBE ≈ 3,3 V Pilih arus pada pembagi tegangan = 0,1IE = 0,1 x 1 = 0,1 mA Abaikan arus base, jadi Jadi R2 = 40 kΩ dan R1 = 80 kΩ

Pada tahap ini, dapat dihitung IE yang lebih akurat dengan memperhatikan arus base yang tidak nol. Ternyata lebih kecil dari harga yang diinginkan. Untuk mengembalikan IE ke harga yang diinginkan kurangi harga RE dari 3,3 kΩ dengan suku kedua dari penyebut (0,267 kΩ). Jadi harga RE yang lebih tepat adalah RE = 3 kΩ yang akan menghasilkan IE = 1,01 mA ≈ 1 mA. Disain 2: jika diinginkan untuk menarik arus yang lebih tinggi dari catu daya dan resistansi masukan penguat yang lebih kecil, kita dapat menggunakan arus pada pembagi tegangan sama dengan IE (yaitu 1 mA), maka R1 = 8 kΩ dan R2 = 4 kΩ Pada disain ini harga RE tidak perlu diganti

Cara klasik pengaturan bias dengan menggunakan dua catu daya Gambar 45. Pemberian bias pada BJT dengan menggunakan dua catu daya

Persamaan ini sama dengan persamaan sebelumnya hanya VEE menggantikan VBB. Jadi kedua kendala tetap berlaku. Jika base dihubungkan dengan ground (konfigurasi common-base), maka RB dihilangkan sama sekali. Sebaliknya, jika sinyal masukan dihubungkan pada base, maka RB tetap diperlukan. Pemberian bias dengan menggunakan resistor umpan balik collector-ke-base. Gambar 46(a) menunjukkan sebuah rancangan pemberian bias yang sederhana tapi efektif yang cocok untuk penguat common-emitter. Resistor RB berperan sebagai umpan balik negatif, yang membantu kestabilan titik bias dari BJT

Gambar 46 Penguat common-emitter yang diberi bias dengan resistor umpan balik RB. Untuk mendapatkan IE yang tidak sensitif terhadap variasi β, RB/(β+1) << RC. Harga RB menentukan simpangan sinyal yang terdapat pada collector, karena

Pemberian bias dengan menggunakan sumber arus Gambar 47(a) Sebuah BJT diberi bias dengan sumber arus I. (b) Implementasi rangkaian sumber arus I. Rangkaian ini mempunyai keunggulan: yaitu arus emitter tidak tergantung dari harga β dan RB → RB dapat dibuat besar → resistansi masukan pada base meningkat tanpa mengganggu kestabilan bias. menyederhanakan rangkaian.

Implementasi sederhana dari sumber arus konstan I, terlihat pada gambar 47(b). Rangkaian menggunakan sepasang transistor yang ‘matched’ Q1 dan Q2, dengan Q1 dihubungkan sebagai dioda dengan menghubung – singkat collector dan base nya. Jika diasumsikan Q1 dan Q2 mempunyai harga β yang tinggi, arus base dapat diabaikan. Jadi arus melalui Q1 hampir sama dengan IREF. Karena Q1 dan Q2 mempunyai VBE yang sama, arus collectornya akan sama Dengan mengabaikan efek Early pada Q2, arus collector akan tetap konstan selama Q2 tetap pada daerah aktif. Hal ini akan tetap terjaga jika tegangan collector lebih tinggi dari tegangan base (-VEE + VBE). Hubungan Q1 dan Q2 seperti pada gambar 47(b) dikenal sebagai ‘current mirror’

Cara kerja dan model sinyal kecil Gambar 48 (a) Rangkaian konseptual untuk menunjukkan cara kerja transistor sebagai penguat (b) Rangkaian (a) tanpa sinyal vbe untuk analisa DC (bias) EBJ diberi forward bias oleh sebuah batere VBE. CBJ diberi reverse bias oleh catu daya DC VCC melalui resistor RC. Sinyal yang akan diperkuat, vbe, ditumpangkan pada VBE. Langkah pertama keadaan bias DC dengan men-set vbe sama dengan nol. (Lihat gambar 48(b))

Arus collector dan transkonduktansi. Hubungan antara arus dan tegangan DC: Untuk bekerja pada mode aktif, VC harus lebih besar dari (VB – 0,4) dengan harga yang memungkinkan simpangan sinyal pada collector, Arus collector dan transkonduktansi. Jika sinyal vbe dipasangkan seperti pada gambar 48(a) total tegangan base – emitter vBE menjadi vBE =VBE + v be , Dan arus collector menjadi:

gm disebut transkonduktansi Jika vbe << VT maka: Persamaan (pendekatan) di atas hanya berlaku untuk vbe lebih kecil dari 10 mV, dan ini dikenal dengan pendekatan sinyal kecil. Maka arus collector total: gm disebut transkonduktansi

Gambar 49.Cara kerja linier dari transistor dengan sinyal kecil

Transkonduktansi BJT sebanding dengan arus bias collector IC. BJT mempunyai transkonduktansi yang cukup tinggi dibandingkan dengan MOSFET, misal untuk IC = 1 mA, gm ≈ 40 mA/V Interpretasi grafis gm dapat dilihat pada gambar 49, di mana gm sama dengan kemiringan kurva karakteristik iC – vBE pada iC = IC (titik bias Q). Jadi Pendekatan sinyal kecil → amplitudo sinyal harus dijaga cukup kecil → transistor bekerja pada daerah terbatas pada kurva iC – vBE di mana segmen masih bisa dianggap linier. Untuk sinyal kecil (vbe << VT), transistor berperan seperti sebuah sumber arus yang dikendalikan oleh tegangan (VCCS). Terminal masukan VCCS : antara base dan emitter, terminal keluaran di antara collector dan emitter. Transkonduktansi dari VCCS ini: gm dan resistansi keluaran tidak terhingga (untuk keadaan ideal). Pada kenyataannya BJT mempunyai resistansi keluaran yang terbatas karena ada efek Early.

Arus base dan resistansi masukan pada base Untuk menentukan resistansi masukan, pertama hitung total arus base iB

Arus emitter dan resistansi masukan pada emitter Resistansi masukan sinyal kecil antara base dan emitter, melihat ke arah:base, disebut rπ dan didefinisikan sebagai jadi rπ berbanding lurus dengan β dan berbanding terbalik dengan arus bias IC. Arus emitter dan resistansi masukan pada emitter Total arus emitter iE dapat ditentukan dari

Resistansi masukan sinyal kecil antara base dan emitter, melihat ke arah:emitter, disebut re atau resistansi emitter dan didefinisikan sebagai Hubungan antara rπ dan re dapat diperoleh dengan mengkombinasikan definisinya masing-masing vbe = ibrπ = iere Jadi: rπ = (ie/ib)re rπ = (β+1)re

Jadi penguatan tegangan dari penguat, Av adalah Untuk mendapatkan tegangan sinyal keluaran, maka kita alirkan arus collector melalui sebuah resistor. Total tegangan collector: vC = VCC – iRRC = VCC – (IC + ic)RC = (VCC – ICRC) – icRC = VC – icRC VC adalah tegangan bias dc pada collector, dan tegangan sinyal adalah: vc = –icRC = –gmvbeRC = (–gmRC)vbe Jadi penguatan tegangan dari penguat, Av adalah gm sebanding dengan arus bias collector, jadi

Memisahkan sinyal dengan harga-harga DC Arus dan tegangan pada rangkaian penguat terdiri dari dua komponen: komponen dc dan komponen sinyal. Komponen DC ditentukan dari rangkaian dc pada gambar 48(b), sedangkan cara kerja sinyal BJT dapat diperoleh dengan menghilangkan sumber DC, seperti pada gambar 50. Karena tegangan dari catu dc tidak berubah, tegangan sinyal di antaranya akan sama dengan nol. Oleh sebab itu sumber tegangan dc dapat diganti dengan hubung singkat. Jika rangkaian mempunyai sumber arus dc, maka sumber ini dapat diganti dengan hubung terbuka. Gambar 50 juga menunjukkan ekspresi untuk arus incremental (ie, ib dan ic) jika sinyal kecil vbe dipasangkan. Hubungan ini dapat digambarkan dengan sebuah rangkaian yang mempunyai 3 terminal – C, B, dan E – dan harus menghasilkan arus pada terminal seperti pada gambar 50. Rangkaian ini adalah rangkaian pengganti untuk transistor jika yang diperhatikan adalah operasi sinyal kecil. Inilah model rangkaian sinyal kecil Gambar 50 Rangkaian penguat pada gambar 48 dengan sumber DC dihilangkan (di hubung singkat)

Model Hybrid - π Gambar 51 (a) BJT sebagai VCCS (penguat transkonduktansi Gambar 51 (b) BJT sebagai CCCS (penguat arus)

Pada gambar 51(a), BJT digambarkan sebagai VCCS yang mempunyai resistansi masukan (melihat ke arah base) rπ, dengan sinyal kendali vbe. Hubungan arus dan tegangan pada rangkaian ini: Catatan: rangkaian ekivalen sinyal kecil pada gambar 51 merupakan model operasi BJT pada titik bias tertentu parameter model gm dan rπ tergantung dari arus bias IC. model ini berlaku untuk npn dan pnp tanpa mengubah polarisasi Pada gambar 51(b) BJT digambarkan sebagai CCCS, dengan sinyal kendali ib. Hubungan arus sebagai berikut:

Model T Gambar 52 (a) BJT sebagai VCCS Gambar 53 (b) BJT sebagai CCCS Pada kedua gambar yang ada adalah re, bukan rπ

Pada gambar 52(a), BJT digambarkan sebagai VCCS yang mempunyai resistansi masukan (melihat ke arah emitter ) re dengan sinyal kendali vbe Hubungan arus dan tegangan pada rangkaian ini: Pada gambar 52(b) BJT digambarkan sebagai CCCS, dengan sinyal kendali ie. Hubungan arus sebagai berikut:

Aplikasi rangkaian ekivalen sinyal kecil. Proses yang sistimatis dalam menganalisa penguat transistor: Tentukan titik kerja dc BJT, terutama arus collector dc IC. Hitung harga-harga parameter model sinyal kecil: gm = IC/VT, rπ = β/gm dan re = VT/IE = α/gm. Hilangkan semua sumber dc dengan mengganti sumber tegangan dc dengan hubung singkat, dan sumber arus dc dengan hubung terbuka. Ganti BJT dengan salah satu model rangkaian ekivalen. Analisa rangkaian yang didapat untuk menentukan penguatan tegangan, resistansi masukan dan lain-lain.

Contoh soal 14: Analisa penguat transistor pada gambar 53(a) dan tentukan penguatan tegangannya. Asumsikan β = 100 Gambar 53 (a) rangkaian (b) analisa dc (c) model sinyal kecil

Tentukan titik kerja. Asumsikan vi = 0. Karena VB (+0,7 V) < VC → transistor bekerja pada mode aktif. Tentukan parameter model sinyal kecil:

Model rangkaian ekivalen terlihat pada gambar 53(c). Perhatikan tidak ada sumber tegangan dc. Terminal rangkaian yang terhubung ke sebuah sumber tegangan dc yang konstan selalu dapat dianggap sebagai sinyal ‘ground’. Tanda negatif menunjukkan pembalikan fasa.

Contoh soal 15: Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam dari cara kerja penguat transistor, kita akan melihat bentuk gelombang pada berbagai titik pada rangkaian yang telah dianalisa pada contoh sebelumnya. Untuk hal ini asumsikan vi merupakan gelombang segitiga. Pertama tentukan amplitudo maksimum dari vi yang dimungkinkan pada rangkaian ini. Kemudian dengan amplitudo ini, gambarkan bentuk gelombang pada iB(t), vBE(t), iC(t) dan vC(t). Jawab: Satu kendala pada amplitudo sinyal adalah pendekatan sinyal kecil, dimana vbe tidak boleh melebihi 10 mV.Jika digunakan bentuk gelombang segitiga vbe dengan 20 mV peak-to-peak dan bekerja mundur,

Untuk memeriksa apakah transistor masih bekerja pada mode aktif dengan vi beramplitudo Vi = 0,91 V, periksa harga tegangan collector. Tegangan pada collector akan terdiri dari gelombang segitiga yang ditumpangkan pada harga dc VC = 3,1 V. Tegangan puncak dari bentuk gelombang segitiga: Pada saat simpangan negatif, tegangan collector mencapai harga minimum: VCmin = 3,1 – 2,77 = 0,33 V Tegangan ini lebih rendah dari tegangan base kurang dari 0,4 V, jadi transistor masih bekerja pada daerah aktif. Walaupun demikian kita akan menggunakan harga amplitudo yang lebih rendah, yaitu 0,8 V. Analisa selengkapnya adalah sebagai berikut: Sinyal ini ditumpangkain pada arus base IB seperti yang terlihat pada gambar 54(b)

Gambar 54. Bentuk gelombang sinyal.

Tegangan base – emitter terdiri dari komponen gelombang segitiga yang ditumpangkan pada tegangan dc VBE = 0,7V. Puncak dari gelombang segitiga: Total vBE terlihat pada gambar 54(c) Sinyal arus segitiga pada collector akan mempunyai puncak: Arus sinyal akan ditumpangkan pada arus collector dc IC (=2,3 mA), seperti yang terlihat pada gambar 54(d). Tegangan sinyal pada collector dapat diperoleh dengan mengalikan vi dengan penguatan tegangan Tegangan total pada collector dapat dilihat pada gambar 54(e)

Jadi transistor bekerja pada mode aktif Contoh soal 16: Analisa-lah rangkaian pada gambar 55(a) untuk menentukan penguatan tegangan dan bentuk gelombang pada berbagai titik. Kapasitor C adalah kapasitor coupling yang berfungsi untuk menghubungkan sinyal vi dan mem-block dc. Dengan cara ini bias dc hanya ditentukan oleh V+ dan V- serta RE dan RC. Untuk hal ini harga C diasumsikan sangat besar, idealnya ∞, sehingga akan menjadi hubung singkat untuk frekuensi sinyal yang diinginkan. Demikian juga kapasitor yang dipakai untuk menghubungkan sinyal keluaran vo. Jawab: Tentukan titik kerja dc: Asumsikan β = 100, α= 0,99 IC = 0,99 IE = 0,92 mA VC = –10 + RCIC = –10 + 0,92 x 5 = –5,4 V Jadi transistor bekerja pada mode aktif

Gambar 55

Sinyal pada collector dapat mempunyai simpangan dari –5,4 V sampai +0,4 V (yaitu 0,4 V di atas tegangan base) tanpa memasuki daerah jenuh. Tetapi 5,8 V simpangan negatif pada tegangan collector akan menyebabkan tegangan minimum collector menjadi –11, 2V. Tegangan ini lebih negatif dari tegangan catu daya. Jika kita memaksakan untuk memasangkan sebuah masukan yang akan menghasilkan sebuah keluaran yang demikian, maka transistor akan cut off dan puncak negatif akan terpotong, seperti yang terlihat pada gambar 56. Bentuk gelombang pada gambar 56 tetap linier hanya saja puncak negatifnya terpotong; yaitu pengaruh non linier tidak diperhitungkan. Hal ini tidak benar, karena kita telah mendorong transistor ke daerah cut off pada puncak sinyal negatif yang berarti kita melebihi batas sinyal kecil. Tentukan penguatan tegangan sinyal kecil. Gunakan model rangkaian ekivalen T dan menghilangkan semua sumber dc. (Lihat gambar 55(c)).

Gambar 56. Sinyal terdistorsi karena cut off.

Perhatikan penguatan tegangan positif berarti keluaran mempunyai fasa yang sama dengan masukan yang dipasangkan pada emitter. Besaran sinyal yang diperbolehkan, perhatikan gambar 55(c) di mana vi = veb. Jadi bila diinginkan kerja sinyal kecil yang linier, maka puncak vi harus dibatasi kira-kira 10 mV. Dengan harga amplitudo ini, seperti terlihat pada gambar 57, harga amplitudo Vc: Gambar 57

Penambahan model sinyal kecil dengan memperhatikan efek Early Efek early menyebabkan arus collector tergantung tidak hanya pada vBE, tetapi juga pada vCE. Ketergantungan pada vCE dapat dimodelkan dengan menempatkan resistansi keluaran ro. VA = tegangan Early; VCE dan IC adalah koordinat titik kerja dc. Pengaruh ro pada cara kerja transistor sebagai penguat dapat dilihat pada persamaan berikut Jadi penguatan akan berkurang. Jika ro >> RC, pengurangan penguatan ini dapat diabaikan. Secara umum pengaruh ro diabaikan jika ro > 10RC.

Gambar 58. Model sinyal kecil hybrid-π dengan ro

Ringkasan Model Sinyal Kecil dari BJT Model hybrid-π versi (gmvπ) versi (βib) Model T versi (gmvπ) versi (βib)

Parameter model sebagai fungsi arus bias dc Parameter model sebagai fungsi gm

Parameter model sebagai fungsi re Hubungan antara α dan β

Penguat BJT satu tingkat Struktur dasar Gambar menunjukkan rangkaian dasar penguat BJT dengan pemberian bias dengan arus yang konstan. Yang perlu diperhatikan adalah memilih RB yang besar untuk menjaga resistansi masukan pada base yang besar. Tetapi penurunan tegangan dan pengaruh β pada RB harus dibatasi. Tegangan dc VB menentukan simpangan sinyal yang dibolehkan pada collector. Gambar 59. Struktur dasar rangkaian yang dipakai untuk merealisasikan penguat BJT diskrit satu tingkat.

Penguat BJT satu tingkat Struktur dasar Gambar menunjukkan rangkaian dasar penguat BJT dengan pemberian bias dengan arus yang konstan. Yang perlu diperhatikan adalah memilih RB yang besar untuk menjaga resistansi masukan pada base yang besar. Tetapi penurunan tegangan dan pengaruh β pada RB harus dibatasi. Tegangan dc VB menentukan simpangan sinyal yang dibolehkan pada collector. Gambar 59. Struktur dasar rangkaian yang dipakai untuk merealisasikan penguat BJT diskrit satu tingkat.

Karakterisasi Penguat BJT Tabel 5. Parameter karateristik penguat Rangkaian:. Beberapa catatan: Penguat pada tabel 5 dicatu oleh sumber sinyal yang mempunyai tegangan hubung terbuka vsig dan resistansi dalam Rsig. Keduanya bisa merupakan sumber sinyal yang sebenarnya atau rangkaian ekivalen Thévenin dari rangkaian keluaran penguat tingkat sebelumnya (dalam persoalan penguat bertingkat). Sama halnya, RL bisa merupakan resitansi beban atau resistansi masukan dari penguat tingkat berikutnya. Parameter Ri, Ro, Avo, Ais dan Gm hanya bergantung dari penguat saja, tidak tergantung dari harga Rsig dan RL. Sebaliknya Rin, Rout, Av, Ai, Gvo dan Gv tergantung pada salah satu atau keduanya Rsig dan RL. Juga perhatikan hubungan antara pasangan dari parameter-parameter ini, misal Ri = Rin|RL=∞ dan Ro = Rout|Rsig=0 Untuk penguat non-unilateral, Rin mungkin tergantung dari RL dan Rout mungkin tergantung dari Rsig. Salah satu penguat seperti ini adalah penguat common collector. Pada penguat unilateral, tidak ada ketergantungan seperti itu, Pembebanan pada penguat pada sumber sinyal ditentukan oleh resistansi masukan Rin. Harga Rin menentukan arus ii yang diambil oleh penguat dari sumber sinyal. Harga ini juga menentukan bagian sinyal vsig yang tampak pada masukan penguat, vi. Definisi: Resistansi masukan tanpa beban: Resistansi masukan:

Penguatan tegangan hubung terbuka Resistansi keluaran Penguatan tegangan hubung terbuka Penguatan tegangan Ketika menghitung penguatan Av dari harga penguatan hubung terbuka Avo, harga resistansi keluaran yang dipakai adalah Ro. Hal ini disebabkan karena Av dihitung berdasarkan bahwa penguat dicatu dengan sumber sinyal ideal vi. Ini terlihat pada rangkaian pengganti A pada tabel 5. Sebaliknya jika akan menghitung penguatan tegangan menyeluruh Gv dari harga penguatan hubung singkatnya Gvo, resistansi keluaran yang digunakan Rout. Hal ini disebabkan karena Gv dihitung berdasarkan bahwa penguat dicatu dengan vsig dengan resistansi dalamnya Rsig. Hal ini terlihat pada rangkaian pengganti C. Perhatikan dan teliti definisi dan persamaan yang diberikan pada tabel 5. Penguatan arus hubung singkat Penguatan arus

Penguatan tegangan menyeluruh hubung terbuka Transkonduktansi hubung singkat Resistansi keluaran penguat ‘proper’

Rangkaian ekivalen A. B C

Persamaan:

Contoh soal 17: Sebuah penguat transistor dicatu oelh sebuah sumber sinyal yang mempunyai tegangan hubung terbuka vsig = 10 mV dan mempunyai resistansi dalam Rsig = 100 kΩ. Tegangan vi pada masukan penguat dan tegangan keluaran vo diukur tanpa dan dengan resistansi beban.RL = 10 kΩ yang dihubungkan pada keluaran penguat. Hasil pengukuran itu adalah sebagai berikut: vi (mV) vo (mV) Tanpa RL 9 90 Dengan RL terhubung 8 70 Carilah parameter penguat. Jawab: Dengan data RL= ∞, tentukan Avo dan Gvo

Dengan menggunakan data RL = 10 kΩ tentukan Av dan Gv Harga Av dan Avo dapat dipakai untuk menentukan Ro Harga Gv dan Gvo dapat dipakai untuk menentukan Rout

Harga Rin dapat ditentukan dari Transkonduktansi hubung singkat Gm dapat dihitung seperti berikut Penguatan arus Ai dapat ditentukan sebagai berikut:

Penguatan arus hubung singkat dapat ditentukan sebagai berikut Penguatan arus hubung singkat dapat ditentukan sebagai berikut. Dari rangkaian ekivalen A, arus keluaran hubung singkat adalah Untuk menentukan vi perlu diketahui harga Rin yang diperoleh dengan RL = 0. Dari rangkaian pengganti C, arus keluaran hubung singkat adalah: Dari kedua persamaan untuk iosc dan ganti Gov dengan: Dan vi dengan

Maka:

Penguat Common Emitter Gambar 60 (a) Struktur Penguat Common Emitter (b) Model Rangkaian Pengganti Hybrid-π

CE adalah kapasitor bypass yang mempunyai harga cukup besar, yang fungsinya membuat ground untuk sinyal atau ac ground pada emitter. Artinya untuk sinyal ac, impedansi CE kecil sekali (idealnya nol), jadi arus sinyal akan men-bypass resistansi keluaran dari sumber arus I. CC1 dan CC2 adalah kapasitor coupling yang fungsinya menghubungkan sumber sinyal dan resistansi beban dengan penguat tanpa mengganggu arus tegangan bias. Jadi kapasitor ini akan memblock dc dan menjadi hubung singkat untuk sinyal ac. Untuk menentukan karakteristik terminal dari penguat CE, yaitu resistansi masukan, penguatan tegangan dan resistansi keluaran, gunakan model rangkaian pengganti sinyal kecil hybrid-π. Penguat ini penguat unilateral, jadi Rin = Ri dan Rout = Ro. Analisa rangkaian ini akan di mulai dari sisi masukan. Rib adalah resistansi masukan melihat ke arah base.

Karena emitter terhubung ke ground: Biasanya dipilih RB >> rπ, sehingga: Jadi resitansi masukan dari penguat CE biasanya beberapa kilo-ohm. Tegangan pada masukan penguat: Untuk RB >> rπ Catatan:

Pada sisi keluaran penguat: Ganti vπ dengan vi, maka penguatan tegangan penguat, yaitu penguatan tegangan dari base ke collector: Penguatan tegangan hubung terbuka diperoleh dengan men-set RL = ∞ Efek dari ro adalah mengurangi penguatan tegangan sedikit saja karena ro >> RC, jadi Resistansi keluaran diperoleh dengan melihat ke arah terminal keluaran dengan menghubung singkat sumber vsig. Hal ini akan menghasilkan vπ = 0

Jadi ro mengurangi resistansi keluaran penguat hanya sedikit saja karena biasanya ro >> RC Untuk penguat unilateral ini Ro = Rout, kita bisa menggunakan Avo dan Ro untuk mendapatkan penguatan tegangan Av Penguatan tegangan menyeluruh dari sumber ke beban, Gv, dapat diperoleh dengan mengalikan (vi/vsig) dengan Av Untuk RB >> rπ

Dari persamaan ini didapatkan jika Rsig >> rπ, penguatan menyeluruh sangat tergantung dari β. Hal ini tidak diinginkan karena β bervariasi. Pada sisi lain, jika Rsig << rπ, penguatan menyeluruh akan menjadi: Yang sama dengan penguatan Av, yang tidak tergantung dari β.Biasanya penguat CE dapat memberikan penguatan pada orde ratusan. Hanya saja respon pada frekuensi tingginya agak terbatas. Untuk menghitung penguatan arus hubung singkat, Ais Gantilah Rin = RB || rπ. Jika RB >> rπ, |Ais| = β Kesimpulan: CE mempunyai penguatan tegangan dan arus yang besar dengan Rin rendah dan Rout tinggi.

Penguat Common Emitter dengan Resistansi Emitter Gambar 61(a) Penguat CE dengan resistansi emitter (b) Model rangkaian pengganti T

Model rangkaian pengganti yang dipakai adalah model T karena adanya resistansi emitter RE yang dapat diserikan dengan re. Pada model rangkaian ini tidak disertakan resistansi keluaran ro karena akan membuat analisa lebih rumit dan pada rangkaian penguat diskrit pengaruh ro kecil. Rin adalah resistansi paralel antara RB dan Rib Rib adalah resistansi pada base Jadi, resistansi masukan melihat ke arah base sama dengan (β+1) kali resistansi total pada emitter. Faktor (β+1) disebut ‘resistance-reflection rule’.

Pada persamaan tersebut terlihat bahwa dengan penambahan resistansi pada emitter akan menambah Rib. Rasio penambahan pada Rib adalah Jadi, Re dapat dipakai untuk mengendalikan harga Rib yang juga merupakan harga Rin. Agar pengendalian ini menjadi efektif, RB harus jauh lebih besar dari Rib, artinya Rib adalah resistansi masukan yang dominan. Untuk menentukan penguatan tegangan: Jadi, penguatan tegangan dari base ke collector sama dengan perbandingan resistansi total pada collector dengan resistansi total pada emitter.

Penguatan tegangan hubung terbuka: RL = ∞ Jadi, penambahan Re akan mengurangi penguatan tegangan dengan faktor (1+gmRe) yang sama dengan faktor penambahan resistansi masukan Rib. Resistansi keluaran: Rout = RC Untuk penguat ini Rin = Ri dan Rout =Ro Penguatan arus hubung singkat:

Untuk RB >> Rib Penguatan tegangan menyeluruh dari sumber ke beban: Ganti Rin = RB||Rib dan asumsikan RB >> Rib Catatan: penguatan lebih kecil dari penguatan penguat CE. Tetapi penguatan ini lebih tidak sensitif terhadap β. Dengan penambahan Re, penguat dapat menangani sinyal masukan yang lebih besar tanpa menimbulkan distorsi non linier, karena hanya sebagian kecil dari sinyal masukan yang ada pada base, vi, yang nampak antara base dan emitter

Jadi untuk vπ yang sama, sinyal pada terminal masukan penguat, vi, dapat lebih besar dengan faktor (1+gmRe) jika dibandingkan dengan sinyal pada penguat CE. Kesimpulan: Dengan penambahan resistansi Re pada emitter, penguat CE mempunyai karakteristik sebagai berikut: Resistansi masukan Rib meningkat dengan faktor (1+gmRe) Penguatan tegangan dari base ke collector, Av, berkurang dengan faktor (1+gmRe). Untuk distorsi non linier yang sama, sinyal masukan vi dapat meningkat dengan faktor (1+gmRe) Penguatan tegangan menyeluruh tidak terlalu tergantung dengan β. Respons terhadap frekuensi tinggi menjadi lebih baik. Re juga merupakan umpan balik negatif pada rangkaian penguat. Re juga disebut emitter degeneration resistance

Dari gambar 62(b) dapat ditentukan resistansi masukan: Penguat Common Base Base dihubungkan ke ground. Sinyal masukan dipasangkan pada emitter dan sinyal keluaran diambil dari collector. Base merupakan terminal bersama. Dengan terhubungnya base ke ground, tegangan ac dan dc pada base sama dengan nol, maka RB tidak ada. Kapasitor CC1 dan CC2 berfungsi sebagai kapasitor coupling. Model rangkaian pengganti T terlihat pada gambar 62(b). Di sini ro tidak disertakan karena pengaruhnya tidak terlalu besar pada kinerja penguat CB diskrit. Dari gambar 62(b) dapat ditentukan resistansi masukan: re mempunyai harga antara beberapa ohm sampai beberapa kilo ohm. Jadi CB mempunyai resistansi masukan yang kecil

Gambar 62(a) Rangkaian penguat Common Base (b) Model rangkaian pengganti T

Untuk menentukan penguatan tegangan: Penguatannya sama dengan penguatan pada penguat CE. Hanya tidak ada pembalikan fasa. Penguatan tegangan hubung terbuka, RL = ∞ Avo sama dengan Avo pada penguat CE. Hanya tidak ada pembalikan fasa. Resistansi keluaran:

Jika ro diabaikan, penguat CB adalah penguat unilateral, maka Rin = Ri dan Rout = Ro Penguatan arus hubung singkat Ais: Walaupun penguatan dari penguat ‘proper’ CB sama dengan penguatan pada CE, penguatan menyeluruhnya tidak demikian halnya. Dengan resistansi masukan yang kecil, maka sinyal masukan akan teredam cukup besar. Kecuali pada kondisi Rsig pada orde yang sama dengan re, faktor transmisi sinyal vi/vsig akan kecil sekali. Salah satu pemakaian rangkaian CB adalah untuk memperkuat sinyak frekuensi tinggi yang muncul pada kabel coaxial. Untuk menghindari refleksi sinyal pada kabel, penguat CB harus mempunyai resistansi masukan sama dengan resistansi karakteristik kabel yang biasanya berkisar antara 50 Ω - 75 Ω.

Penguatan menyeluruh, Gv Karena α ≈ 1, penguatan menyeluruh merupakan perbandingan antara resistansi total pada rangkaian collector dengan resistansi total pada rangkaian emitter. Penguatan penyeluruh tidak tergantung dari harga β. Kesimpulan: Penguat CB mempunyai resistansi masukan yang rendah, penguatan arus hubung singkat yang hampir sama dengan satu, penguatan tegangan hubung terbuka yang positif (non inverting) dan resistansi keluaran yang tinggi. Penguat CB mempunyai respon yang baik pada frekuensi tinggi. Penggunaan penguat CB yang paling menonjol adalah sebagai penguat arus dengan penguatan satu atau disebut current-buffer. Artinya menerima arus sinyal masukan dari resistansi masukan yang rendah dan mengirimkan arus yang sama ke resistansi keluaran yang tinggi pada collector.

Penguat Common Collector atau Emitter Follower Gambar 63(a) Rangkaian penguat Emitter Follower (b) Model rangkaian pengganti T dengan penambahan ro

Gambar 63(c) Rangkaian pengganti seperti pada gambar 63(b) dengan ro paralel dengan RL. Pada penguat ini collector dihubungkan dengan ground, jadi RC dihilangkan. Sinyal masukan dipasangkan pada base, dan sinyal keluaran diambil dari emitter yang dihubungkan melalui kapasitor coupling ke resistansi beban. Pada analisa sinyal resistansi beban RL diserikan dengan emitter sehingga model rangkaian pengganti yang digunakan adalah model T. Pada rangkaian ini resistansi ro nampak paralel dengan resistansi beban RL.(lihat gambar 63(c)).

Rangkaian emitter follower tidak unilateral, artinya resistansi masukan tergantung dari RL dan resistansi keluaran tergantung dari Rsig. Dari gambar 63(c) terlihat bahwa BJT mempunyai sebuah resistansi (ro || RL) yang diserikan dengan resistansi emitter re. Dengan menggunakan ‘resistance-reflection rule’ menghasilkan rangkaian seperti pada gambar 64(a). (resistansi pada sisi base sama dengan (β+1) resistansi pada sisi emitter) Resistansi masukan pada base, Rib: Resistansi masukan total: Untuk mendapatkan efek penuh dari kenaikan Rib, dapat dipilih RB sebesar mungkin (dengan memperhatikan titik kerja). Dan jika memungkinkan CC1 dapat juga dihilangkan, jadi sumber sinyal dihubungkan langsung dengan base.

Gambar 64(a) Rangkaian ekivalen emitter follower dengan merefleksikan semua resistansi pada emitter ke sisi base. (b) Penggunaan teori Thévenin pada rangkaian masukan. Penguatan menyeluruh Gv: Perhatikan: penguatan tegangan lebih kecil dari satu. Untuk RB >> Rsig dan (β+1)[re+(ro || RL)] >> (Rsig || RB), penguatan menjadi mendekati satu. Jadi tegangan pada emitter mengikuti tegangan pada masukan.Itulah sebabnya disebut emitter follower

Gambar 65(a) Rangkaian ekivalen emitter follower dengan merefleksikan semua resistansi pada base ke sisi emitter. (b) Penggunaan teori Thévenin pada rangkaian masukan Alternatif lainnya, kita dapat merefleksikan resistansi base ke sisi emitter. Agar tegangan tidak berubah, semua resistansi di sisi base dibagi dengan (β+1). Hasilnya dapat dilihat pada gambar 65(a). Dengan menggunakan teori Thévenin pada sisi masukan, diperoleh rangkaian seperti pada gambar 65(b)

Penguatan tegangan menyeluruh, Gv: Untuk RB >> Rsig dan ro >> RL: Penguatan mendekati satu jika Rsig/(β+1) << RL atau (β+1)RL >> Rsig. Hal ini adalah peran penyangga (buffering action) dari emitter follower, yang akan menghasilkan penguatan arus hubung singkat hampir sama dengan (β+1). Tegangan keluaran hubung terbuka menjadi Gvovsig, di mana Gvo diperoleh dengan RL= ∞

Catatan: biasanya ro besar dan suku kedua menjadi hampir sama dengan satu. Suku pertama mendekati satu jika RB >> Rsig. Resistansi Thévenin adalah resistansi keluaran Rout. Kurangi vsig menuju nol, lihat resistansi dari terminal emitter ke arah rangkaian Biasanya ro >> komponen yang diparalelkan dalam tanda kurung dan dapat diabaikan, jadi Jadi resistansi keluaran emitter follower rendah. Rangkaian ekivalen Thévenin dari rangkaian keluaran emitter follower dapat digunakan untuk mencari vo dan Gv untuk harga RL sembarang. (lihat gambar 66). Kesimpulan: emitter foilower mempunyai resistansi masukan yang tinggi, resistansi keluaran yang rendah, penguatan tegangan yang lebih kecil dari satu dan penguatan arus yang cukup besar.

Gambar 66. Rangkaian ekivalen Thévenin dari rangkaian keluaran emitter follower Jadi pemakaian ideal dari emitter follower adalah untuk menghubungkan sumber yang mempunyai resistansi yang tinggi ke beban yang mempunyai resistansi yang rendah, biasanya sebagai tingkat terakhir dari penguat bertingkat (multistage amplifier) yang tujuannya bukan untuk memperkuat tegangan tetapi untuk memberikan penguat bertingkat ini resistansi keluaran yang rendah.

Pada emitter follower hanya sebagian kecil dari sinyal yang akan tampak antara base dan emitter. Jadi emitter follower dapat bekerja secara linier untuk variasi amplitudo sinyal yang cukup besar. Tetapi harga absolut batas atas amplitudo tegangan keluaran ditentukan oleh kondisi cut off dari transistor. Perhatikan gambar 63(a) jika sinyal masukan adalah gelombang sinusoida. Jika masukan negatif, keluaran vo akan negatif dan arus pada RL akan mengalir dari ground ke terminal emitter. Transistor akan cut off bila arus ini menjadi sama dengan arus bias I. Jadi harga amplitudo dari vo adalah: Maka harga vsig menjadi: Jika amplitudo vsig lebih besar dari harga di atas, tansistor akan cut off dan amplitudo negatif sinyal gelombang keluaran akan terpotong

Kesimpulan dan perbandingan Konfigurasi CE cocok digunakan untuk penguat yang menghendaki penguatan yang besar. Dengan menambahkan Re pada CE dapat memperbaiki kinerja penguat tetapi penguatan akan berkurang. Konfigurasi CB dipergunakan sebagai penguat frekuensi tinggi, karena mempunyai respon yang baik pada frekuensi tinggi, hanya saja resistansi masukannya kecil. Emitter follower dipakai sebagai penyangga tegangan, untuk menghubungkan sumber yang mempunyai resistansi yang tinggi dengan beban yang mempunyai resistansi rendah. Konfigurasi ini digunakan juga sebagai tingkat keluaran dari penguat bertingkat.

Tabel 5.Karakteristik dari penguat diskrit satu tingkat Common Emitter

Common Emitter dengan Resistansi Emitter Abaikan ro

Common Base Abaikan ro

Common Collector atau Emitter Follower

Inverter digital BJT Gambar 67. Rangkaian dasar inverter digital BJT Pada inverter logika, rangkaian bekerja pada mode cutoff dan daerah jenuh. Jika tegangan masukan vI ‘high’ mendekati tegangan catu daya VCC (menyatakan logika ‘1’) transistor akan ‘terhubung’ dan dalam keadaan jenuh (dengan memilih harga RB dan RC yang tepat). Sehingga tegangan keluaran akan VCEsat ≈ 0,2V, yang menyatakan logika ‘0’. Sebaliknya, jika tegangan masukan ‘low’ pada tegangan mendekati ‘ground’ (misal VCEsat), sehingga transistor ‘cutoff’, iC akan nol dan vO = VCC, yang merupakan logika ‘1’

Pemilihan keadaan ‘cutoff’ dan ‘jenuh’ sebagai mode operasi dari BJT pada rangkaian inverter didasari oleh 2 faktor: Disipasi daya pada rangkaian relatif rendah pada keadaan ‘cutoff’ dan ‘jenuh’. Pada keadaan ‘cutoff’ semua arus sama dengan nol dan pada keadaan ‘jenuh’ tegangan pada transistor juga rendah. Level tegangan keluaran (VCC dan VCEsat) terdifinisi dengan baik. Sebaliknya, jika transistor bekerja pada daerah aktif, vO = VCC – iCRC = VCC – βiBRC yang sangat tergantung pada parameter β.

Karakteristik transfer tegangan Gambar 68. Karakteristik transfer tegangan rangkaian inverter dengan RB =10 kΩ, β = 50 dan VCC = 5 V

1. Pada vI = VOL = VCEsat = 0,2 V, vO = VOH = VCC = 5 V 2. Pada vI = VIL, transistor mulai ‘on’ → VIL ≈ 0,7 V 3. Untuk VIL < vI < VIH, transistor berada pada daerah aktif dan beroperasi sebagai penguat dengan penguatan sinyal kecil: 4. Pada vI =VIH, transistor memasuki daerah jenuh → VIH adalah harga yang menyebabkan transistor berada pada ambang saturasi. Dengan harga-harga yang digunakan, IB = 0,096 mA dan VIH = IBRB + VBE = 1,66 V

5. Untuk vI = VOH = 5 V, transistor berada pada keadaan jenuh yang dalam dengan vO = VCEsat = 0,2 V, dan 6. Noise margin: NMH = VOH – VIH = 5 – 1,66 = 3,34 V NML = VIL – VOL = 0,7 – 0,2 = 0,5 V 7. Penguatan pada daerah transisi dapat dihitung dari koordinat pada titik X dan Y