SANITARY LANDFILL ; LINDI , GAS METAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PEMANFAATAN LIMBAH PETERNAKAN dan PENANGANANNYA
Advertisements

Litosfir Litosfer ,diambil dari bahasa Yunani, yaitu lythos, yang berarti batuan, dan sphere, yang berarti lapisan. Secara definisi litosfer adalah lapisan.
PENENTUAN DAN TECHNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3
Definisi SAMPAH : Semua jenis buangan yang bersifat padat atau semi padat yang dibuang karena tidak dipergunakan untuk tidak diinginkan (Tchobano Glous)
Daur Biogeokimia.
PERENCANAAN LANDFILL.
Mutu Tanah dan Lahan Drs. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc.
Sampah dan Pengelolaannya
PENCEMARAN UDARA OLEH : NARA ISWARI (10) RIDHO YURIO K. (16) ROSELINA ARUM. A (19) YULIANA EVITA N. (31)
PENCEMARAN LIMBAH PADAT DAN SAMPAH
Oleh : Lela Siti Fadilah, S.Si SMK PELITA BANDUNG
Modul 4: Pengolahan Limbah cair
PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
Urban Runoff Disusun oleh : Mukhlis Riki Darmawan L2C009124
PENGELOLAAN AIR LIMBAH INDUSTRI
Sampah dan pengelolaannya
Sampah (Limbah Padat) Sampah adalah semua limbah padat yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan binatang yang biasanya padat dan dibuang karena tidak.
HOME TUJUAN BELAJAR MATERI LATIHAN
Teknologi Biogas.
Penanganan limbah Limbah :
DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK By
Penanganan sampah B3 Aris Munandar.
Klasifikasi Sampah (Sumber dan komposisi)
Asep Andi Suryandi ( ), Eko Aptono Tri Yuwono ( )
Oleh kelompok 6 (kelas F)
UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
HOME TUJUAN BELAJAR MATERI LATIHAN
Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungannya
BIOREMEDIASI AIR LIMBAH
Komputer dan Masyarakat
TEKNOLOGI SANITARY LANDFILL
AIR – H2O Jagat raya – tidak mungkin ada kehidupan tanpa air
PENGELOLAAN SAMPAH TLS SKS
OM SWASTIASTU Gusti Ayu Made Indah Setiawati G/II.
EFEK RUMAH KACA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
Oleh : Abdul Jabbar Afif Firmansyah Amirul Mu’minin M. Reza Fauzi
AIR BUANGAN DAN KESEHATAN
ENERGI BIOMASSA.
PENGELOLAAN LIMBAH PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN
Penanganan limbah.
Pencemaran Lingkungan
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
JENIS DAN KARAKTERISTIK LIMBAH
EKSTERNALITAS INDUSTRI TEKSTIL By : YUSNIA RISANTI
Teknologi Pengolahan Limbah
KOLAM STABILISASI.
Pengamatan Air Larian Tambang (Run Off Water Monitoring) study Kasus Settling Pond Pit 3 Pada PT. Tanjung Alam Jaya Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar.
By : Jessica Sharon Wichita
PENCEMARAN LINGKUNGAN
Pencemaran Lingkungan
STAR.
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Ns Chandra W SKP MKep SpMAt
Universitas Indo Global Mandiri
METODA PENGOMPOSAN SAMPAH
Manajemen Farmasi Industri Apotik dan Obat
Pengelolaan Limbah Peternakan 2018
Pengolahan Limbah Padat
BOT BAHAN ORGANIK TANAH MK. Dasar Ilmu Tanah
Pengolahan Limbah Padat PERTEMUAN 10 Nayla Kamilia Fithri
Pengolahan Limbah secara Biologi (Aerob) PERTEMUAN 7
Oleh : 1. Amik Gendro S.(04) 2. Gita Tamara(10) 3. Hani Safitri(11) 4. Heni Aulia L.(12) 5. Kiki dyah Ayu(15) 6. Megalina(18) 7. Nurul Ulfinana(22) JENIS-JENIS.
BAB XI PENCEMARAN LINGKUNGAN
PENGELOLAAN SAMPAH.
PENCEMARAN LINGKUNGAN Oleh: Titan Sulistia, S.Pd..
PEMCEMARA N LINGKUNGA N. Perhatikan gambar dibawah ini.
Oleh: ASROFUL ANAM, ST., MT.
Optimasi Energi Terbarukan (Energi Biomassa dan Energi Biogas)
LIMBAH DAN PEMANFAATANNYA SERTA ETIKA LINGKUNGAN Oleh Kelompok 9 Denti Yana ( ) Emiyati ( ) Septika ( )
PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN PUSKESMAS SUWAWA TENGAH.
Transcript presentasi:

SANITARY LANDFILL ; LINDI , GAS METAN PENGELOLAAN SAMPAH SANITARY LANDFILL ; LINDI , GAS METAN

Pendahuluan Penyingkiran limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah. Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan atau penimbunan dikenal sebagai landfilling, yang diterapkan mula- mula pada sampah kota. Cara ini dikenal sejak awal tahun 1900-an, dengan nama yang dikenal sebagai sanitary landfill, karena aplikasinya memperhatikan aspek sanitasi lingkungan.

Definisi yang sederhana tentang sanitary landfill adalah Metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapisper-lapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup.

Landfilling dibutuhkan karena : • Pengurangan limbah di sumber, daur-ulang, atau minimasi limbah, tidak dapat menyingkirkan limbah semuanya • Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut • Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar,atau sulit untuk diolah secara kimia

Metode landfilling saat ini digunakan bukan hanya untuk menangani sampah kota. Beberpa hal yang perlu dicatat : − Banyak digunakan untuk menyingkirkan sampah, karena murah, mudah dan luwes. − Digunakan untuk menyingkirkan limbah industri, seperti sludge (lumpur) dari pengolahan limbah cair, termasuk limbah berbahaya. − Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat mendatangkan pencemaran lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang mencemari air tanah. − Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan pemilihan lokasi yang tepat, penyiapan prasarana yang baik dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai, dan dengan pengoperasian yang baik pula.

PERKEMBANGAN LANDFILL Perkembangan landfilling mulai dari awal Keberadaannya sebagai sarana penanganan sampah kota: Mengisi lembah: Pada awalnya landfilling sampah dilaksanakan pada lahan yang tidak produktif, misalnya bekas pertambangan, mengisi cekungan-cekungan

Cara ini dikenal dengan metode pit atau canyon atau quarry Cara ini dikenal dengan metode pit atau canyon atau quarry. Dengan demikian terjadi reklamasi lahan, sehingga lahan tersebut menjadi baik kembali. Gambar 1 : Landfilling mengisi lembah / cekungan

Mengupas site: Dengan terbatasnya site yang sesuai , maka dilakukan pengupasan site sampai kedalaman tertentu. Dikenal sebagai metode slope (ramp). Perlu diperhatikan: − tinggi muka air tanah − struktur batuan / tanah keras − peralatan pengupasan / penggalian yang dimiliki

Dengan demikian akan diperoleh tanah untuk bahan penutup Dengan demikian akan diperoleh tanah untuk bahan penutup. Kadangkala pengupasan site tidak dilakukan sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap. Terbentuk parit-parit tempat pengurugan sampah. Cara ini dikenal sebagai metode parit (trench)

Gambar 2: Landfilling dengan mengupas site Gambar 3: Pengupasan bertahap

dikenal sebagai metode area. Menimbun sampah: Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, sulit untuk mengupas site. Maka cara yang dilakukan adalah menimbun sampah di atas area tersebut. Cara ini dikenal sebagai metode area. Gambar .4: Landfilling dengan menimbun ke atas

JENIS LANDFILL Berdasarkan penanganan sampahnya: Dilihat dari bagaimana sampah ditangani sebelum diurug, maka dikenal beberapa jenis aplikasi ini, yaitu : a. Pemotongan sampah terlebih dahulu: − Sampah dipotong dengan mesin pemotong 50-80 mm sehingga menjadi lebih homogen, lebih padat (0,8 – 1,0 ton/m3), dapat ditimbun lebih tebal (> 1,5 M)

− Dapat digunakan sebagai pengomposan (aerobik) in- situ dengan ketingian sel-sel 50 cm, sehingga memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat menghindari lalat − Binatang pengerat (tikus dsb) berkurang karena rongga dalam timbunan berkurang /dihilangkan, dan timbunan lebih padat − Bila tidak ada masalah bau, maka tidak perlu tanah penutup − Degradasi (pembusukan) lebih cepat sehingga stabilitas lebih cepat − Butuh alat pemotong sehingga biaya menjadi mahal

b. Pemadatan sampah dengan baling : − Banyak digunakan di Amerika Serikat − Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat menjadi ukuran tertentu (misalnya bervolume 1 m3). Kepadatan mencapai 1,0 ton/m3 atau lebih − Transportasi lebih murah karena sampah lebih padat, dan benbentuk praktis − Pengurugan di lapangan lebih mudah (dengan fork- lift)

− Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis − Butuh investasi dan operasi alat/mesin. Biaya menjadi sangat mahal − Dihasilkan lindi hasil pemadatan yang perlu mendapat perhatian Gambar 5: Landfilling dengan baling

c. Landfill tradisional: − Cara yang dikenal di Indonesia sebagai sanitary landfill − Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5-0,6m) sampai ketinggian 1,2 - 1,5 m − Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan ketelitian operasi alat berat agar teratur − Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (dozer atau loader) dan mencapai 0,6 - 0,8 ton/m3

− Membutuhkan penutupan harian 10 - 30 cm, paling tidak dalam 48 jam − Kondisi di lapisan (lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedang bagian bawah anaerob (tidak ada oksigen) sehingga dihasilkan gas metan − Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi rongga

Gambar 6: Pembuatan sel-sel sampah

d. Landfill dengan kompaksi : − Banyak digunakan untuk lahan-urug yang besar dengan dozer khusus yang bisa memadatkan sampah pada ketebalan 30 - 50 cm, dan dicapai densitas timbunan 0,8 -1,0 ton/m3 − Proses yang terjadi menjadi anaerob − Karena densitas tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang

truk mudah berlalu lalang dan masa layan lebih lama − Keuntungan dibanding lahana-urug tradisional adalah tanah penutup menjadi berkurang, truk mudah berlalu lalang dan masa layan lebih lama − Biaya operasi menjadi meningkat Gambar 7: Dozer kaki-kambing

Berdasarkan kondisi site : Dilihat dari kondisi topografi site, maka literatur USA membagi landfill dalam beberapa kelompok yaitu : a. Metode area : − Dapat diterapkan pada site yang relatif datar, − Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup − Setelah pengurugan akan membentuk slope − Penyebaran dan pemadatan sampah berlawanan dengan kemiringan

b. Metode slope/ramp : − Sebagian tanah digali − Sampah kemudian diurug pada tanah − Tanah penutup diambil dari tanah galian − Setelah lapisan pertama selesai, operasi berikutnya seperti metode area

c. Metode parit (trench) : − Site yang ada digali, sampah ditebarkan dalam galian, dipadatkan dan ditutup harian − Digunakan bila airtanah cukup rendah sehingga zone non-aerasi di bawah landfill cukup tinggi ( ≥ 1,5 m) − Digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang − Operasi selanjutnya seperti metode area

d. Metode pit/canyon/quarry : − Memanfaatkan cekungan tanah yang ada (misalnya bekas tambang) − Pengurugan sampah dimulai dari dasar − Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metode area − Kenyataan di lapangan, cara tersebut dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan kondisi yang ada.

Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan : Seperti halnya pengomposan, maka pada dasarnya landfilling adalah pengomposan dalam reaktor yang luas. Oleh karenanya terdapat kemungkinan pembusukan sampah secara aerobik maupun secara anaerobik.

a. Landfill anaerobik: − Landfill yang banyak dikenal saat ini, khususnya di Indonesia. Timbunan sampah dilakukan lapis perlapis tanpa memperhatikan ketersediaan oksigen di dalam timbunan. − Kondisi anaerob menghasilkan gas metan (gas bakar). Dihasilkan pula uap-uap asamasam organik, dan H2S yang menyebabkan jenis landfill ini berbau bila tidak ditutup tanah. − Karena kondisinya anaerob, stabilitas sampah tidak cepat tercapai, dan dihasilkan lindi (leachate) dengan konsentrasi tinggi

b. Landfill semi-aerobik : − Dihindari tergenangnya leachate dalam timbunan, melalui drainase leachate dan ventilasi gasbio yang baik − Tanah penutup tidak terlalu kedap Gambar.8: Landfill semi-aerobik

c. Landfill aerobik: − Mengupayakan agar timbunan sampah tetap mendapat oksigen. Dengan demikian proses pembusukan lebih cepat, seperti halnya pengomposan biasa. − Leachate yang dihasilkan relatif lebih baik dibanding landfill anaerob. Juga bau akan banyak berkurang. Disamping itu, tidak dibutuhkan penutup tanah harian.

− Pencapaian kondisi aerobik dapat dilakukan dengan pendekatan :  lapisan sampah dibiarkan beberapa hari berkontak dengan oksigen, sebelum diatasnya dilapis sampah lain. Bila perlu dilakukan pembalikan pada lapisan sampah tersebut. Dibutuhkan area yang luas.  cara lain adalah memasukkan udara ke dalam timbunan secara sistematis, sehingga proses pembusukan berjalan secara aerob .

Berdasarkan karakter lahan (site): Di Perancis misalnya, hubungan karakter permeabilitas site dengan limbah dijadikan dasar pembagian landfill, yaitu : − Site landfill kelas 1 :  site kedap dengan nilai permeabilitas (k) < 10 –7 cm/detik  migrasi leachate dapat diabaikan  untuk limbah industri, termasuk limbah B3

− Site landfill kelas 2 :  site semi-kedap dengan nilai permeabilitas (k) antara 10 –4 sampai 10 –7 cm/detik  migrasi leachate lambat  untuk limbah sejenis sampah kota − Site landfill kelas 3 :  site tidak kedap dengan nilai permeabilitas (k) > 10 –4 cm/detik  migrasi leachate cepat  untuk limbah inert dengan pencemaran diabaikan

Berdasarkan jenis limbah yang akan diurug: Di beberapa negara maju, pembagian landfill saat ini dilakukan berdasarkan jenis limbah yang akan diurug, seperti : − Landfill sampah kota dan sejenisnya − Landfill limbah industri − Landfill yang menerima kedua jenis limbah tersebut, dikenal sebagai co-disposal

Di Jepang, landfill dibagi menjadi : − Landfill sampah domestik (sampah kota) − Landfill industri, yang dibagi menjadi :  landfill untuk limbah industri yang stabil : limbah sisa bangunan, plastik, karet, logam dan keramik Gambar 9 : Landfill limbah stabil

 landfill dengan shut-off : dengan mengisolasi kontak air dari luar seperti air hujan dan air tanah . Gambar 10 : Landfill dengan shut-off

 landfill limbah terdegradasi : oli, kertas, kayu, residu hewan / tanaman; diperlukan adanya pengolah lindi Gambar 11 : Landfill limbah terdegradasi

Landfill limbah B3 di Indonesia: Peraturan Bapedal – Indonesia tentang landfill (untuk limbah B3) membagi katagori landfill limbah B3 menjadi 3 jenis, yaitu • Landfill katagori I : Landfill dengan liner ganda dari geomembran HDPE, digunakan untuk limbah yang dinilai sangat berbahaya

• Landfill katagori II : seperti katagori I, namun dengan liner geomembran tunggal. • Landfill katagori III : untuk limbah B3 yang dianggap tidak begitu berbahaya. Liner yang digunakan adalah clay dengan nilai permeabilitas lebih kecil dari 10 –7 cm/detik. Landfill jenis ini identik dengan landfill sampah kota (sanitary landfill) yang baik.

Berdasarkan aplikasi tanah penutup dan penanganan leachate: Di Jepang, landfill sampah kota dibagi berdarkan aplikasi tanah penutup, yang menjadi keharusan dari sanitary landfill standar, serta penanggulangan leachate. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut: a. Controlled tipping : − Peningkatan dari open dumping. Calon lahan telah dipilih dan disiapkan secara baik. − Aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari − Konsep ini banyak dianjurkan di Indonesia, dikenal sebagai controlled landfill

b. Sanitary landfill with a bund and dailiy cover soil : − Peningkatan controlled tipping. − Lahan penimbunan dibagi menjadi berbagai area, yang dibatasi oleh tanggul ataupun parit. − Penutupan timbunan sampah dilakukan setiap hari, sehingga masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.

c. Sanitary landfill with leachate recirculation : − Masalah lindi (leachate) sudah diperhatikan. − Terdapat sarana untuk mengalirkan lindi dari dasar landfill ke penampungan (kolam) − Lindi kemudian dikembalikan ke timbunan sampah melalui ventilasi biogas tegak atau langsung ke timbunan sampah.

d. Sanitary landfill with leachate treatment : − Lindi dikumpulkan melalui sistem pengumpul − Kemudian diolah secara lengkap seperti layaknya limbah cair − Pengolahan yang diterapkan bisa secara biologi maupun secara kimia.

Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa ada beberapa jenis pencemaran di lahan penimbunan sampah (TPA) yaitu : a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan komponenkomponen hasil penguraian sampah;

b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas CO2, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar. Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber bau yang tidak enak.

LINDI Lindi adalah cairan atau zat cair hasil perkolasi air tehadap sampah berdegradasi dan mengekskresikan zat-zat atau material terlarut dan tersuspensi (Tchobanoglous, 1977). Lindi merupakan sumber pencemaran air (Remson, 1968). Corbitt (1990), Christensen (1992) dan Soemirat (1994), Ichrar (1998) melaporkan, bahwa pada lindi terkadung bahan berbahaya dan beracun berupa Cd, Pb, Hg, Cu, Mn, Zn, Ni, klorin, sianida, fluorida, sulfida, sulfat, fosfat, CO2, NH3, NO3, NO2, asam organik, mikroba patogen.

Lindi dapat mengancam kehidupan organik, baik pada manusia maupun bagi ikan yang dibudidayakan. Kematian ikan akibat konsentrasi bahan beracun melampaui ambang batas, berdampak pada menurunnya produktivitas dan tingkat perekonomian masyarakat.

Mekanisme Pembentukan Lindi   Saat air hujan kontak dengan lahan sampah, sebagian air hilang menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk (infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan maksimum sampah menyerap air (field capacity) terlampaui

Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.

Gambar : Skema terjadinya lindi (Vesilind, 2002)

KUALITAS LINDI Kualitas lindi akan tergantung dari beberapa hal, seperti variasi dan proporsi komponen Sampah yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya sampling.

Terlihat bahwa lindi tersebut mempunyai karakter yang khas, yaitu: - lindi dari landfill yang muda bersifat asam, berkandungan organik yang tinggi, mempunyai ion-ion terlarut yang juga tinggi serta rasio BOD/COD relatif tinggi - lindi dari landfill yang sudah tua sudah mendekati netral, mempunyai kandungan karbon organik dan mineral yang relatif menurun serta rasio BOD/COD relatif menurun Lindi landfill sampah kota yang berumur di atas 10 tahunpun ternyata mempunyai BOD dan COD yang tetap relatif tinggi.

Tabel : Gambaran variasi kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia

PENANGANAN LINDI Penanganan lindi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran lindi tidak menuju ke arah air tanah. Pengaturan hidrolis dilakukan dengan membuat tembok penghalang (barrier) sekeliling landfill sehingga air tanah sekitarnya lebih tinggi dibanding air tanah di bawah landfill. Barrier tersebut dapat di bangun dari soil bentonite atau dengan steel sheetpile

b. Mengisolasi lahan-urug tersebut agar air eksternal tidak masuk dan lindinya tidak ke luar,misalnya pada landfill bahan berbahaya dengan menggunkan liner dari geomembran c. Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan baik untuk menetralisir cemaran (Lihat cara penentuan site) d. Mengembalikan lindi (resirkulasi) ke arah timbunan sampah e. Mengalirkan lindi menuju pengolah air buangan domestik f. Mengolah lindi dengan pengolahan sendiri

Di negara maju biasanya masalah lindi ini ditangani dengan diolah seperti halnya air limbah biasa. Beberapa jenis pengolahan yang biasa digunakan adalah: - pengolahan kimia fisika, biasanya koagulasi- flokulasi-pengendapan - pengolahan secara aerobik: proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau kolam aerasi - pengolahan secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi - pemanfaatan sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif

GAS METAN (METHANE) (CH4) Metan merupakan gas yang terbentuk dari proses dekomposisi anaerob sampah organik yang juga sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca yang memiliki efek 20 – 30 kali lipat bila dibandingkan dengan gas CO2. Total produksi tergantung kepada komposisi sampah yang secara teori bahwa setiap kilogram sampah dapat memproduksi 0,5 m3 gas metan, sumbangannya terhadap pemanasan global sebanyak 15%.

KONDISI GAS METAN Perhitungan emisi metan lebih rumit karena tidak semua gas metan yang terbentuk di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dapat lepas ke atmosfer. Pada saat metan bergerak dari dalam lapisan timbunan sampah menuju permukaan, apabila terdapat Oksigen maka bakteri anerobik akan mengoksidasi metana menjadi karbon dan air.

Berdasar pengukuran yang dilakukan Jegers dan Peters dalam Solvato (1992) hanya 70% dari gas metana yang terbentuk di TPA yang diemisikan ke dalam atmosfer, sedangkan yang 30 % gas metan yang terbentuk dioksidasi oleh bakteri anaerob ketika bergerak menuju permukaan timbunan sampah TPA. Sampah organik yang terurai secara anerobik akan menghasilkan: 50 – 60% CH4; 35 – 45 % CO2 dan 0 – 5% gas rumah kaca lainnya).

DAMPAK GAS METAN TERHADAP LINGKUNGAN Kelompok gas rumah kaca termasuk metan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam skala regional dan global. Perubahan ini meliputi terjadinya deposisi asam (hujan asam), perubahan iklim global, dan penipisan lapisan Ozon atmosfer. Hal ini terjadi pada saat konsentrasi gas rumah kaca menangkap radiasi sinar matahari dalam abad-abad yang akan datang. sehingga mempengaruhi iklim

Meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer yang disebabkan oleh kegiatan manusia di berbagai sektor seperi energi, kehutanan, pertanian, peternakan dan sampah. Manusia dalam setiap kegiatannya hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah memiliki pengaruh yang besar untuk emisi gas rumah kaca yaitu: gas methane (CH4).

Diperkirakan 1 ton sampah padat dapat menghasilkan 50 kg gas methane Diperkirakan 1 ton sampah padat dapat menghasilkan 50 kg gas methane. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari mencapai 500 kg atau 190.000 ton/tahun. Hal ini berarti pada tahun 2020 Indonesia akan mengisikan gas methane sebanyak 9500 ton. Oleh karena itu, maka sampah tersebut perlu dikelola secara efektif agar laju pembentukan CH4 dapat dibuat minimal sehingga laju sumbangannya terhadap pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim dapat dikendalikan.