Metodologi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan II Penapisan MK AMDAL Metodologi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan II Penapisan
Tujuan Amdal Amdal bertujuan untuk menjadi alat dalam perencanaan pembangunan dan bukan menjadi alat birokrasi untuk memperpanjang proses persetujuan dan pemberian izin. AMDAL hanya dilakukan pada rencana pembangunan yang diperkirakan akan mengakibatkan dampak penting pada daerah sekitar pembangunannya itu. Hal ini sesuai pada pasal 16 Undang-Undang No. 4 tahun 1982.
Penapisan Penapisan adalah salah satu bagian teratas atau yang dilakukan pertama kali dalam prosedur AMDAL, Karena langkah ini adalah yang paling penting untuk pemrakarsa agar dapat mengetahui apakah proyek yang dia lakukan harus disertai dengan AMDAL atau tidak. Agar tidak menjadi beban tambahan bagi pelaksana, metode penapisan haruslah sederhana dengan komplikasi yang minimum dan tingkat kepercayuaan yang maksimum.
Metode penapisan bertahap Menurut PP 29 tahun 1986 penapisan metode ini terdiri dari dua langkah, yaitu dengan daftar penapis dan dengan PIL (Penyajian Informasi Lingkungan). Pada umumnya penapisan hanya terdiri dari 2 sampai 3 langkah saja. Dalam gambar di bawah dapat dilihat, seluruh rencana proyek yang akan dilaksanakan diserahkan kepada pihak yang berwenang. Pejabat yang terkait, menapis berdasarkan kriteria tertentu, lalu memasukkan rencana proyek tersebut ke dalam salah satu dari ketiga kelompok
Penilaian Tingkat Penting Tingkat penting dampak dinilai berdasarkan kriteria eksplisit dan implisit. Namun, mengingat nilai penting bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan dan pandangan hidup sang penilai, kriteria eksplisit akan selalu memberikan hasil yang lebih konsisten dari pada kriteria implisit. Dalam konteks ini penentuan nilai penting bukan suatu hal yang murni, tetapi merupakan suatu keputusan pengelolaan dengan informasi ilmiah dan dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi dan politik di suatu kawasan tersebut.
Kriteria Penilaian Kriteria yang banyak dipakai untuk penapisan adalah karakteristik proyek, misalnya jenis, volume dan penyimpanan bahan baku dan lokasi proyek, dan nilai ambang. Biaya proyek sering digunakan sebagai nilai ambang, yaitu proyek yang melebihi suatu nilai tertentu harus melakukan AMDAL. Tetapi penggunaan nilai ambang ini dapat terjadi penyesatan. Misalnya sebuah industri dengan teknologi yang canggih memerlukan investasi yang tidak sedikit, tetapi diimbangi dengan dampak biofisik yang kecil, walaupun dampak sosialnya besar. Biaya yang tinggi dapat diakibatkan oleh investasi dalam alat pencegah pencemaran yang tidak murah.
Nilai Ambang Selain itu, nilai ambang yang digunakan adalah nilai ambang teknik, yang memperhatikan fisik proyek dan volume. Nilai ambang ini lebih baik daripada nilai ambang biaya, tetapi dalam pelaksanaannya sering terjadi kesulitan. Sebab terjadinya dampak penting tidak hanya ditentukan oleh proyek, melainkan juga oleh lokasi proyek menurut TGL, geografi, dayadukung lingkungan dan pentahapan proyek. Misalnya, terjadi dampak kumulatif karena penempatan wilayah industri di suatu wilayah, industri yang dibangun akhir efeknya dapat melampaui ambang batas dayadukung lingkungan, walaupun sebenarnya jumlah limbahnya rendah.
Lemahnya Laporan EPL Jika melalui analisa penapisan tingkat 2, dampak masih belum diketahui, maka proyek tersebut harus melaksanakan EPL (Evaluasi Pendahuluan Lingkungan) atau AMDAL sepenuhnya. Karena EPL sangat sederhana pembuatannya, maka prosedur ini banyak menghasilkan laporan EPL yang kualitasnya bervariasi dan pemeriksaannya cenderung sangat dangkal. Hal ini disebabkan karena tenaga untuk memeriksa hasil penapisan sangat terbatas. Dan menurut OECD (1986) Negara seperti Thailand tidak menggunakan metode ini lagi, melainkan menggunakan daftar positif sebagai alat penapis
Metode penapisan satu langkah Penapisan dapat didasarkan pada kriteria eksplisit, berupa daftar yang memuat jenis proyek yang akan menyebabkan dampak penting. Dampak tidak hanya ditentukan oleh jenis proyek, tetapi juga sifat lingkungan, dan daftar tersebut disertai dengan bagian yang memuat lingkungan yang rentan. Proyek yang berada dalam lokasi rentan harus malakukan kegiatan AMDAL. Daftar jenis proyek dan petunjuk proyek yang diharuskan melakukan AMDAL telah ditetapkan berdasar buku yang diterbitkan Bank Dunia (1974). Untuk melengkapi daftar tersebut dapat juga digunakan daftar yang dibuat oleh Komisi Masyarakat Eropa dan daftar laporan SCOPE 5 (Munn, 1979).
Gambar 2. Metode penapisan satu langkah C A T A T A N Jika suatu saat ada proyek yang di luar daftar positif mempunyai petunjuk akan menghasilkan dampak penting, yang berwenang berhak mamutuskan keharusan AMDAL pada proyek itu. Daftar positif secara periodik diperbarui berdasar pengalaman yang didapat.
Metode penapisan di Indonesia Indonesia termasuk negara yang sedang berkembang, maka dari itu pembangunan di negara kita ini masih akan terus berlanjut. Pengalaman menunjukkan, karena pembangunan yang banyak, dengan penapisan tingkat 1 yang harus melakukan PIL yang banyak pula, tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Karena banyak PIL yang harus diperiksa dan dinilai kemudian dilanjutkan dengan penapisan tingkat 2. Tenaga terlatih untuk melakukan dan memeriksa PIL pun sangat terbatas. Tidak hanya tenaga, tetapi juga modal dan prosedur ini menghasilkan banyak kesulitan.
Metode penapisan di Indonesia Sesuai kejadian yang terjadi di Thailand, banyak PIL yang tidak memenuhi standar. Hal itu dikarenakan: kriteria eksplisit yang sulit dibuat, informasi yang terbatas, dan laporan yang bersifat uraian Hal ini sering menyebabkan terjadinya keraguan apakah proyek yang bersangkutan harus disertai AMDAL atau tidak. Metode ini tidak sesuai dengan keadaan negara Indonesia karena sifatnya bertahap dan bentuknya uraian. Dan juga prosedur ini menambah biaya operasional menjadi lebih tinggi, karena izin diberikan secara bertahap.
Metode penapisan di Indonesia Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memutuskan menggunakan metode penapisan satu langkah. Prosedur ini lebih mudah, karena hanya dengan melihat daftar, para pejabat terkait sudah bisa langsung memutuskan proyeknya harus menggunakan AMDAL atau tidak. Metode ini lebih sederhana, mudah, hasil dapat dicapai dengan cepat dan konsisten. Jika diperlukan AMDAL, para pelaksana dapat melakukannya pada tahap perencanaan yang dini, sehingga dapat diintegrasikan ke dalam proses studi kelayakan. Dengan metode ini, tidak diperlukan birokrasi yang berbelit-belit, jumlah tenaga yang tidak banyak dan pengalaman yang tidak perlu terlalu tinggi, dan juga tidak menambah biaya operasional.
Daftar Positif Di Indonesia daftar positif yang digunakan sebagai kriteria hanya satu, maka dapat saja proyek lolos dari keharusan melakukan AMDAL, padahal proyek tersebut memiliki dampak penting. Walaupun proyek tersebut dapat lolos, namun pihak pelaksana tidak dapat lolos dari kewajiban melindungi lingkungan sesuai dengan UU No.4 tahun 1982. Jika ia melanggar, dapat dituntut sesuai UU No.4 tahun 1982, pasal 22.
Terima Kasih