UPAYA MENDAPATKAN PENGETAHUAN & KEBENARAN:

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
MPK Kuantitatif Program Ekstensi Ilmu Komunikasi Semester Genap 2007/2008.
Advertisements

Filsafat Ilmu (Manajemen)
PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
EPISTEMOLOGI.
Paradigma Positivistik & Konstruktivistik
PERBEDAAN RISET KUANTITATIF DAN KUALITATIF
DESAIN (RANCANGAN) PENELITIAN
ILMU ALAMIAH DASAR (IAD)
Penelitian Kualitatif
ILMU DAN PENELITIAN Sub Pembahasan : 1) Ilmu dan Penalaran 2) Penelitian ilmiah 3) Proposisi dan Teori Dalam Penelitian 4) Metode Penelitian …next.
METODE DEDUKSI DAN INDUKSI DALAM MEMPEROLEH PENGETAHUAN
Paradigma Ilmu Sosial dan Implikasi Metodologi
Metodologi Penelitian Kualitatif
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Ditinjau dari Berbagai Aspek
PSIKOLOGI – UNTAR metodologi penelitian kualitatif ninawati
METODE PENELITIAN PSIKOLOGI SOSIAL
Dimensi dan Tipe Penelitian. Tidak ada satu tipe penelitian tunggal yang digunakan untuk meneliti suatu gejala tertentu, pengklasifikasian ini dinamakan.
Pendekatan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Logika Deduksi-Induksi dalam Pola Berpikir Ilmiah
PERBEDAAN ONTOLOGIS Klasik Kritis Konstruktivis Critical Realism:
Peta Paradigma dalam Penelitian Sosial
Kuantitatif VS Kualitatif
Mengembangkan Pengetahuan
LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
PENGETAHUAN Knowledge
MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN KOMUNIKASI KUANTITATIF
Kuliah II & III: Metodologi Penelitian Dalam Psikologi Sosial
Metode Penelitian Sri Hermawati.
PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN
Peran Filsafat dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
ALIRAN-ALIRAN & TOKOH-TOKOH FILSAFAT ILMU
PARADIGMA PENELITIAN SUATU PENDEKATAN PENELITIAN SELALU MELIBATKAN ASUMSI FILOSOFIS (PARADIGMA) DAN METODE YANG BERBEDA-BEDA.
Paradigma Positivistik & Konstruktivistik
PERBEDAAN ONTOLOGIS Klasik Kritis Konstruktivis Critical Realism:
Metode Penelitian Ilmu Politik & Pendekatan Kualitatif
BERFIKIR DEDUKTIF DAN INDUKTIF JENIS PENELITIAN
METODELOGI PENELITIAN
METODE PENELITIAN KUANTITATIF (2) FIKOM UNIVERSITAS BUDILUHUR.
JENIS-JENIS PENELITIAN
RASIONALISME SUMBER PENGETAHUAN YANG DAPAT DIPERCAYA ADALAH AKAL (RASIO) PENGALAMAN (EMPIRI) BERFUNGSI MENEGUHKAN PENGETAHUAN YANG DIPEROLEH OLEH AKAL.
Ilmu, Penelitian Ilmiah
Dr. Susilo, M.Pd. Universitas Mulawarman 2007
PARADIGMA PENELITIAN KOMUNIKASI; KUANTITATIF DAN KUALITATIF
Hubungan Etika dan Ilmu
Teori Dasar (2).
PARDIGMA PENELITIAN Newman/Creswall
FILSAFAT DAN SAINS (1) FILSAFAT, CARA BERFIKIR RADIKAL & MENYELURUH, SUATU CARA BERFIKIR YANG MENGUPAS SESUATU SEDALAM-DALAMNYA TUGAS FILSAFAT BUKAN MENJAWAB.
Paradigma Kajian Komunikasi
Leonardo W. Permana PEMIKIRAN DAN METODE ILMIAH.
PARADIGMA DAN RAGAM PENELITIAN
FILSAFAT PENDIDIKAN.
FEYERABEND’S GROUP PRESENTATION
METODOLOGI PENELITIAN BISNIS
Sarana Berfikir ilmiah
METODE PENELITIAN ILMIAH
METODOLOGI PENELITIAN
KONSTRUCTED REALITIES
FENOMENA KOMUNIKASI DALAM PRESPEKTIF EPISTEMOLOGIS
PARADIGMA PENELITIAN Apakah Paradigma Penelitian itu……?
Paradigma Pendekatan Penelitian
PENELITIAN KUALITATIF
Paradigma Positivistik & Konstruktivistik
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Ditinjau dari Berbagai Aspek
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Sejarah & Aliran Psikologi
POSITIVISME DAN POSTPOSITIVISME Pertemuan 4
PENELITIAN KUALITATIF
Perspektif Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Metode Penelitian Sastra
Transcript presentasi:

UPAYA MENDAPATKAN PENGETAHUAN & KEBENARAN: Paradigma Filsafat

Periodisasi Pertumbuhan Pengetahuan dan Ilmu Zaman Yunani Kuno Abad Pertengahan (1 - 9 M) Renaisans (10 - 15 M) Abad Pencerahan (16 - 18 M) Zaman Modern (19 M - sekarang) Filsuf Alam: Phytagoras, Thales, Anaximenes, Permenides, Herakleitos Filsuf Manusia: Socrates, Plato, Aristoteles Teologi Kristiani: St. Agustinus, Marthin Luther Sains: Nicolous Copernicus, Galileo, Leonardo da Dinci, J. Kepler, Newton Rasionalisme: Rene Descartes, Spinoza, Leibniz Empirisme: Francis Bacon, Hobes, Locke, Hume Kantianisme: Emanulle Kant Positivisme: Auguste Comte Post-Positivisme: Lingkaran Wina Karl Popper Antipositivisme: Thomas Khun

Rasionalisme Rasionalisme adalah paham yang menekankan: akal sebagai sumber utama pengetahuan manusia akal pemegang otoritas terakhir dalam penentuan kebenaran. Manusia mendapatkan pengetahuannya secara apriori. Pengetahuan apriori: pengetahuan yang keberadaannya tidak memerlukan pengalaman, melainkan berdasarkan definisi yang dikembangkan rasio akal semata. Bagi Rasionalisme, pengetahuan dapat diperoleh tanpa melalui pengalaman inderawi. Singkatnya, Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau gagasan atau rasionya. Cara berpikir ideal untuk mendapatkan pengetahuan adalah deduktif. Dalam logika deduktif, berdasarkan hal-hal yang umum kita menarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan ini tidak memerlukan pembuktian empiris, cukup rasio manusia yang menetapkannya. Karena itu, dalam deduktif, yang diperlukan adalah ketertiban bernalar. Antara pernyataan yang satu dengan pernyataan lainya tidak boleh ada kontradiksi. Contoh: semua logam dipanaskan memuai (premis mayor); besi adalah logam (premis minor). Maka, tanpa harus melalui pengalaman empirik, Rasionalisme menyimpulkan bahwa besi dipanaskan memuai (kesimpulan). Bagi Rasionalisme, pengalaman empirik patut dicurigai ketepatannya, karena selalu berubah-ubah dan tidak pasti.

Rasionalisme Tokoh Sentral Descartes (1596 – 1650) Abad-17: Rene Descartes, Leibniz, Christian Wolff, dan Spinoza. Abad-18: Voltaire, Diderot, dan D’Alembert. Descartes (1596 – 1650) Bapak filsafat modern Data inderawi sebagai suatu kepastian (adanya kursi di hadapan saya) bisa saja sebuah mimpi yang kita rasakan sebagai kenyataan “Cogito ergo sum”: aku berpikir maka aku ada Lilin jika dipanaskan mencair dan berubah bentuk. Apa yg membuat pemahama kita menyatakan bahwa apa yg tampak sebelum dan sesudah mencair masih lilin yg sama? Mengapa setelah penampakan berubah masih kita anggap sebagai lilin? Karena akal kita mempu menangkap ide secara jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala yang ditampilkan lilin Penampakan dari luar tidak dapat dipercaya. Maka, seseorang mesti mencari kebenaran dalam dirinya sendiri yang bersifat pasti.

Rasionalisme Kesimpulan: Kaum Rasionalis mengagumi kebenaran penalaran deduktif sebagaimana terdapat dalam matematika dan geometri yang sifatnya apriori. Kebenaran tentang semesta mereka yakini tidak dari pengalaman empiris melainkan dari pikiran yang menghasilkan ide-ide yang jelas dan gamblang; yang daripadanya dapat dihasilkan kebenaran turunan tentang semesta Asumsi dasar kaum rasionalis tentang hubungan manusia dan semesta adalah: Adanya keselarasan antara pikiran dan semesta Terdapat korespondensi antara struktur pikiran manusia dan struktur matematis dunia

Empirisme Asal kata Yunani Empiria: pengalaman Empirisme adalah paham yang menekankan: pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan manusia pengalaman pemegang otoritas terakhir dalam penentuan kebenaran. Manusia mendapatkan pengetahuannya secara aposteriori. Pengetahuan aposteriori: pengetahuan yang hadir setelah pengalaman, yakni setelah didukung data-data empiris Cara berpikir ideal untuk mendapatkan pengetahuan adalah induktif. Dalam logika induktif, berdasarkan hal-hal yang khusus, kita menarik kesimpulan yang umum. Kesimpulan ini harus dibuktikan dengan pengalaman empiris. Contoh: Anda mengenal Rina, anak Pak Sastro, cantik dan seksi. Anda juga mengenal Nina, anak Pak Sastro, cantik dan seksi. Anda belum kenal Lina, yang juga anak Pak Sastro, tapi Anda menyimpulkan: Semua anak Pak Sastro cantik dan seksi. Kesimpulan ini harus dibuktikan dengan pengalaman empirik, bahwa Lina yang belum Anda kenal itu memang cantik dan seksi seperti kakak-kakaknya.

Empirisme Abad-17: disebut empirisme atomistik: Memahami pengetahuan sebagai data-data inderawi yg terpilah-pilah Abad-20: empirisme positivisme logis Membatasi pengetahuan/ilmu sebatas pengalaman yang dapat diamati (empirik sensual) Abad-20: empirisme radikal Pengetahuan tidak sebatas empirik sensual, tapi juga empirik logik: Manusia sebagai makhluk yang memiliki cipta, rasa, dan karsa dalam interaksinya dengan obyek dalam lingkungan sekitar Tokoh Sentral John Locke, David Hume, Bishop Berkeley

Empirisme Kesimpulan Bagi empirisme Ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini Mengakui kebenaran yang didapat secara apriori dan deduktif. Namun, jika semata itu, tidak akan menambah pengetahuan kita tentang dunia Pengetahuan manusia hanya bisa bertambah melalui pengamatan empiris atau secara aposteriori dan induktif

Dua Paradigma Keilmuan Positivisme ve Nonpositivisme

Positivisme Tokoh: Evolusi lanjut dari empirisme Henry Saint Simon, Auguste Comte (1798 – 1857), Charles Darwin, Herbert Spencer, Evolusi lanjut dari empirisme Aliran filsafat ilmu yang yang paling mendominasi wacana ilmu pengetahuan abad-20 Dianggap sebagai “agama humanis modern” Menjadi doktrin bagi berbagai bentuk pengetahuan manusia Pola pikir logis: Aposteriori (setelah pengalaman) dan induktif (khusus – umum) Ilmu bergerak dari fakta-fakta khusus fenomenal ke generalisasi teoretik

Positivisme: Asumsi dan Sikap Dasar Menolak metafisik dan teologik – atau menganggapnya primitif Pengetahuan harus berawal dari pengamatan empiris Puncak pengetahuan manusia adalah Ilmu yang disusun berdasarkan fakta yang terukur dan teramati Masyarakat akan mengalami kemajuan apabila mengadopsi total pendekatan ilmu pengetahuan Doktrin kesatuan pengetahuan Kesatuan pengetahuan hanya bisa dicapai apabila dikembangkan suatu bahasa ilmiah yang berlaku pada semua bidang ilmu pengetahuan; Seluruh ilmu pengetahuan harus berada di bawah payung paradigma positivistik

Positivisme: Ontologik Obyek dipelajari independen, dieliminasi dari obyek lain, dan dapat dikontrol. Karenanya, obyek dipecah-pecah dalam variabel-variabel Semesta eksternal digerakkan secara mekanis. Ilmu pengetahuan bertujuan menemuka hukum-hukum kausalitas

Positivisme: Epistemologik Menuntut pilahnya Subyek penelitian dengan Obyek penelitian (termasuk subyek pendukungnya) agar dapat diperoleh hasil yang obyektif. Dualisme: Teori menggambarkan semesta apa adanya tanpa keterlibatan nilai-nilai subyektif peneliti. Kebenaran diraih melalui hubungan kausal-linier; tiada akibat tanpa sebab dan tiada sebab tanpa akibat. Sesuatu itu benar bila ada korespondensi/isomorphisme antara pernyataan (verbal/matematik) dengan realitas empirik sensual (tertangkap indera)

Positivisme: Aksiologik Menuntut agar penelitian bebas nilai Mengejar obyektivitas agar dapat ditampilkan prediksi atau hukum yang keberlakuannya bebas waktu dan tempat Tujuan penelitian menyusun bangunan ilmu nomothetik (ilmu yg berupaya membangun hukum dari generalisasinya)

Positivisme: Metodologik Rancangan Penelitian menspesifikasikan obyek, secara ekplisit dieliminasi dari obyek lain yang tidak diteliti, sehingga jelas obyek studinya Kerangka Teori dirumuskan se-spesifik ungkin, menolak ulasan meluas yang tidak langsung relevan menurunkan hipotesis atau problematik penelitian, instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta teknik analisisnya berikut rancangan metodologik lain seperti batas signifikansi, teknik penyesuaian bila ada kekurangan atau kekeliruan data, administrasi, analisis, dan semacamntya. Istilah-istilah baku Kerangka teori, hipotesis, desain penelitian, variabel, sampel, validitas (internal/eksternal), reliabilitas. Pola pikir induktif, linier, causal sebab akibat Semua dirancang secara masak sebelum terjun ke lapangan untuk meneliti

KESIMPULAN: Pandangan Positivisme tentang Ilmu Pengetahuan Ilmu haruslah: Bebas nilai Subyek peneliti harus mengambil jarak dari obyeknya Didapat melalui metode verifikasi empiris Suatu fenomena harus dapat teramati dan terukur yang didapat melalui pengalaman Tersusun sistematis dalam rangkaian sebab – akibat Semua fenomena alam bersifat mekanis dan deterministis: sebuah gejala/fenomena adalah akibat dari sesuatu. Setiap akibat pasti ada sebabnya. Tidak ada akibat yang tidak bersebab.

Anti Positivisme Gerakan perlawanan terhadap Positivisme, terjadi pada era 70-an/80-an (di negara maju). Tokoh: Karl Popper, Thomas Khun, para filsuf Frankfurt Schull a.l.: Paul Feyerabend, Rorty Dipengaruhi penemuan Neil Bohr, Werner Heisenberg, Einstein Bahwa fisika newton – yg menjadi dasar paradigma positivisme yg mendukung gambaran semesta yang materialistik, mekanistik obyektif – menjadi tidak berlaku setidaknya pada fenomena subatomik. Nonpositivisme: Interpretivisme & Kritisisme

Non-Positivist: Kritik pada Positivisme Ilmu-ilmu (sosial) yang dikembangkan dengan metodologi berlandaskan positivisme semakin miskin konseptualisasi teoretik Karena berangkat dari Kerangka Teori, cenderung hanya menguji teori, lemah melahirkan teori baru, kecuali pembenahan Kebenaran empirik (sensual) mendegradasikan harkat manusianya manusia. Kebenaran tidak hanya dapat diukur dengan indera, ada kebenaran yang dapat ditangkap dari pemaknaan manusia atas empirik sensual: Kemampuan manusia menggunakan akal budi dalam memaknai empirik sensual lebih memberi arti daripada empirik sensual itu sendiri Selain empirik sensual, dengan akal budinya, manusia dapat melahirkan empirik logik dan empirik etik Empirik sensual dapat diamati kebenarannya berdasarkan empirik inderawi manusia Empirik logik dapat dihayati kebenaranya karena ketajaman akal manusia dalam memberi makna atas indikasi yg tidak perlu menjangkau empirik sensual secara tuntas Empiri etik dapat dihayati kebenarannya karena ketajaman budi manusia dalam memberi makna ideal atas indikasi empirik sensual

Interpretivisme Asumsi Dasar Fakta tidak bebas nilai, tidak “berbicara dengan sendirinya”, melainkan dipahami dalam kerangka konseptual tertentu Tidak ada kebenaran yg benar-benar obyektif, Kebenaran pengamatan tergantung kepada teori, paradigma, atau kerangka kerja, serta asumsi-asumsi yg dimilikinya Keterlibatan subyek dalam penelitian tidak dapat sepenuhnya dihindarkan Fakta didapatkan sebagai hasil interaksi antara subyek dan obyek; Keterlibatan subyek dalam penelitian tidak sepenuhnya dapat dihindari Logika induksi, sebagaimana dianut positivisme, menuntut ilmuwan berfokus pada fakta-fakta yang mendukung (dan mengabaikan fakta anomali atau tidak mendukung). Tidak semua fenomena mampu dijelaskan dengan bukti empirik sensual dan tidak semua fenomena terjadi secara mekanistik

Interpretivisme Ontologik Menuntut pendekatan holistik, mengamati obyek dalam konteks, dalam keseluruhan, tidak diparsialkan, tidak dieliminasi; guna mendapatkan pemaknaan dan pemahaman menyeluruh, apa adanya Obyek (semesta) tidak mekanistik tapi humanis

Interpretivisme: Epistemologik Menuntut menyatunya Subyek penelitian dengan Obyek penelitian serta Subyek Pendukungnya Keterlibatan langsung di lapangan dan menghayati berprosesnya Subyek Pendukung

Interpretivisme Aksiologik Penelitian tidak bebas nilai Mengakui fakta empirik logik dan empirik etik

Interpretivisme Metodologik Pembatasan masalah melalui fokus Kerangka pemikiran, bukan teori, karena coba memaham obyek dalam latar alamiahnya Desain sementara; tidak kaku ditetapkan di awal Sumber informasi/informan; bukan sampel Yang dikejar: trustworthiness dan credibility sumber; bukan validitas dan reliabilitas Pola pikir induktif – deduktif, maju mundur. Data dikumpulkan sampai dirasa cukup atau telah terjadi pengulangan

Kritisisme Pendekatan ilmu yang memberangkatkan penelitian dari ideologi atau pandangan hidup Dari Frankfurt Jerman, yang Marxis atau Neo Marxis dan Kiri Baru Melakuka pendekatan secara radikal revolusioner Tokoh, al: Habermas

Ontologi Positivisme Anti-Positivisme Obyek dipelajari independen, dieliminasi dari obyek lain, dan dapat dikontrol. Karenanya, obyek dipecah-pecah dalam variabel-variabel Obyek bekerja dalam hukum kausalitas yang mekanistik Menuntut pendekatan holistik, mengamati obyek dalam konteks, dalam keseluruhan, tidak diparsialkan, tidak dieliminasi; guna mendapatkan pemaknaan dan pemahaman menyeluruh, apa adanya Obyek tidak mekanistik, tapi humanistik

Epistemologi Positivisme Anti-Positivisme Menuntut pilahnya Subyek penelitian dengan Obyek penelitian (termasuk subyek pendukungnya) agar dapat diperoleh hasil yang obyektif. Kebenaran diraih melalui hubungan kausal-linier; tiada akibat tanpa sebab dan tiada sebab tanpa akibat. Sesuatu itu benar bila ada korespondensi/isomorphisme antara pernyataan (verbal/matematik) dengan realitas empirik sensual (tertangkap indera) Menuntut menyatunya Subyek penelitian dengan Obyek penelitian serta Subyek Pendukungnya Keterlibatan langsung di lapangan dan menghayati berprosesnya Subyek Pendukung

Aksiologi Penelitian tidak bebas nilai Membangun ilmu yang ideografik Positivisme Anti-Positivisme Menuntut agar penelitian bebas nilai Mengejar obyektivitas agar dapat ditampilkan prediksi atau hukum yang keberlakuannya bebas waktu dan tempat Tujuan penelitian menyusun bangunan ilmu nomothetik (ilmu yg berupaya membangun hukum dari generalisasinya) Penelitian tidak bebas nilai Mengakui fakta empirik logik dan empirik etik Membangun ilmu yang ideografik

Metodologi Positivisme Anti-Positivisme Rancangan Penelitian menspesifikasikan obyek, secara ekplisit dieliminasi dari obyek lain yang tidak diteliti, sehingga jelas obyek studinya Kerangka Teori dirumuskan se-spesifik ungkin, menolak ulasan meluas yang tidak langsung relevan menurunkan hipotesis atau problematik penelitian, instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta teknik analisisnya berikut rancangan metodologik lain seperti batas signifikansi, teknik penyesuaian bila ada kekurangan atau kekeliruan data, administrasi, analisis, dan semacamntya. Istilah-istilah baku Kerangka teori, hipotesis, desain penelitian, variabel, sampel, validitas (internal/eksternal), reliabilitas. Pola pikir induktif, linier, causal sebab akibat Semua dirancang secara masak sebelum terjun ke lapangan untuk meneliti Pembatasan masalah melalui fokus Kerangka pemikiran, bukan teori, karena coba memaham obyek dalam latar alamiahnya Desain sementara; tidak kaku ditetapkan di awal Sumber informasi/informan; bukan sampel Yang dikejar: trustworthiness dan credibility sumber; bukan validitas dan reliabilitas Pola pikir induktif – deduktif, maju mundur. Data dikumpulkan sampai dirasa cukup atau telah terjadi pengulangan

Simpulan Positivisme vs Nonpositivisme

“DOGMA” LINGKARAN WINA menolak perbedaan ilmu alam dan ilmu sosial menolak objek yang tidak dapat diverifikasi secara empiris (seperti etika, estetika, agama, atau metafisika); menyatukan semua pengetahuan ilmu dalam bahasa yang universal bila ingin dinyatakan ilmiah: populasi, sampel, validitas, reliabilitas; tugas filsafat hanyalah sebatas alat analisis atas kata-kata dan pernyataan.

POSITIVISME Alat Bantu Berfikir Ilmiah: Matematika/Statistika Ukurlah apa yang bisa diukur dan buatlah pengukuran atas apa yang tidak bisa diukur NON-POSITIVISME Alat Bantu Berfikir Ilmiah: Bahasa

DUA PARADIGMA UTAMA Nonpositivist Positivist Scientific Humanistic Menstandarisasi observasi Ilmu ada “di luar sana” Fokus perhatian pada “dunia hasil penemuan” (discovered world) Berupaya memperoleh hukum general Memisahkan dengan tegas objek dan subjek Nonpositivist Humanistic Mengutamakan kreatifitas individual Ilmu ada “di dalam sini” Fokus perhatian pada “dunia para penemunya” (discovering person) Mengutamakan interpretasi-interpretasi alternatif Objek merupakan interpretasi subjek

Definisi Ilmu POSITIVISME Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis-mekanistik, metodis, objektif, dan bersifat universal (nomothetik). NONPOSITIVISME Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis-humanistis, metodis, intersubjektif, dan bersifat ideografik

Aplikasi: Tolok Ukur Kualitas Penelitian

PERMASALAHAN PENENTUAN TOLOK UKUR KUALITAS PENELITIAN (1) Masalah inkonsistensi Ketidakkonsistenan antara paradigma, kerangka teori, metodologi, dan metode penelitian Ketidakkonsistenan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan hasil penelitian Ketidakkonsistenan penurunan Karangka Teori, Kerangka Pikir, Hipotesis (jika ada) berikut variabel-variabel penelitian, indikator & atribut, dan instrumen

PERMASALAHAN PENENTUAN TOLOK UKUR KUALITAS PENELITIAN (2) Masalah pembedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif Perbedaan paradigmatis filsafat ilmu yang dianutnya Perbedaan metode dan jenis data Tidak semua kualitatif pasti interpretif/kritis Penelitian kualitatif positivistik bisa dinilai berdasarkan pengujian validitas dan reliabilitas secara kuantitatif positivistik

PARADIGMA SOSIAL Positivisme Interpretivisme Kritisisme Menempatkan ilmu sosial seperti ilmu-ilmu alam Metode yang terorganisasi untuk mengkombinasikan deduktif dengan pengamatan empirik (induktif) Menemukan atau mengkonfirmasikan hukum sebab akibat Memprediksi pola-pola umum (universalitas) dari suatu gejala sosial Menempatkan ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningfull action. Menggunakan pengamatan langsung dan rinci thdp pelaku sosial dlm setting keseharian yg alamiah Memahami dan menafsirkan bgmn para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka Mendefinisikan ilmu sosial sbg suatu proses yg scr kritis berusaha mengungkap the real structures dibalik ilusi, fals needs, yg dinampakkan dunia materi. Membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan mengubah kondisi kehidupan manusia

PERSPEKTIF TEORETIS - METODOLOGI - METODE THEORETICAL PERSPECTIVE METHODOLOGY METHODS Positivism Interpretivism Symbolic Interactionalism Phenomenology Hermeneutics Critical Inquiry Experimental Research Survey Research Ethnography Phenomenological Research Grounded Theory Heureistic Inquiry Action research Discourse Analysis Measurement Scalling Sampling Questionaire Observation Participant Observation Interview Focus Group Case Study Life History Comparative Analysis Document Analysis Interpretatif Methods Content Analysis

PERBEDAAN ONTOLOGIS Positivisme Interpretivisme Kritisisme Critical Realism Ada realitas “real” yang diatur kaidah-kaidah universal walau kebenaran pengetahuan mungkin hanya bisa diperoleh scr probabilistik Relativism Realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran realitas adalah relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yg dinilai relevan oleh pelaku sosial Historical Realism Realitas yg teramati merupakan realitas “semu” (virtual reality) yg terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik

PERBEDAAN EPISTEMOLOGIS Positivisme Interpretivisme Kritisisme Dualist/objectivist Ada realitas objektif sebagai realitas di luar diri peneliti. Peneliti harus sejauh-jauhnya mengambil jarak dgn obyek penelitian Transactionalist/ subjectivist Pemahaman suatu realitas, atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi peneliti dgn yang diteliti Transactionalist/ subjectivist Hubungan peneliti dgn yg diteliti selalu dijembatani nilai-nilai tertentu. Pemahaman ttg suatu realitas merupakan value mediated findings

PERBEDAAN AKSIOLOGIS Positivisme Interpretivisme Kritisisme Saintist Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian Peneliti berperan sebagai disinterested scientist Tujuan penelitian: eksplanasi,pengujian, dan prediksi realitas sosial Facilitator Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian takterpisahkan dari penelitian Peneliti sbg passionate participant, fasilitator yg menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dan yang diteliti Activist Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian takterpisahkan dari penelitian Peneliti menempatkan diri sebagai transformative intelectual, advocat, dan aktivis. Tujuan penelitian: rekonstruksi sosial, transformasi, emansipasi dan social empowerment

PERBEDAAN METODOLOGIS Positivisme Interpretivisme Kritisisme Interventionist Pengujian hipotesis dlm struktur hyphothetico-deductive methode; melalui laboratorium eksperimen atau survei ekplanatif dgn analisis kuantitatif Kriteria Kualitas Penelitian Objektivitas, reliabilitas, dan validitas (internal maupun eksternal) Reflective/Dialectical Menekankan empati, dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk merekonstruksi realitas yang ditelliti, melalui metode-metode kualitatif seperti participant observation Kriteria Kualitas Penelitian Authenticity dan reflectivity: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yg dihayati para pelaku sosial Trustworthiness: Credibility (=internal val) Transferability (=external val) Confirmability (=objectivity) Participative Mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual, dan multilevel analysis yg bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktivis/partisipan dlm proses transformasi sosial Krtiteria Kualitas Penelitian Historical situadness: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yg dihayati para pelaku sosial Wholesness: sejauh mana studi yang dilakukan bersifat holistik, terhindar dari analisis parsial

Aplikasi Paradigma Keilmuan pada Teori Komunikasi Teori-teori Positivist

Definisi Ilmu Komunikasi Ilmu yang mempelajari usaha penyampaian pesan antarmanusia Karenanya terkait dengan produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda/lambang dalam kehidupan manusia

Pengertian Teori dalam Komunikasi Teori Komunikasi Merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia Fenomena peristiwa komunikasi yang dimaksud mencakup produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda/lambang yang terjadi dalam kehidupan manusia