PERHITUNGAN PPH PASAL 21 PENERIMA UPAH
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah: Penghasilan Kena Pajak yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri, yaitu setelah dikurangi PTKP per bulan Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ( Rp 150.000,00 sehari tarip lama yang baru mulai 1/1/13 sebesar 200.000), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.
Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tidak tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PTKP sebulan adalah PTKP dibagi 12 (dua belas).
CONTOH Hidayat bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat menikah tetapi belum memiliki anak.
Upah Januari 2009= 20 x Rp 100.000,00 = Rp 2.000.000 Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 2.000.000,00 = Rp24.000.000 PTKP (K/-) adalah sebesar Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 tambahan karena menikah Rp 1.320.000,00 Rp 17.160.000 Penghasilan Kena Pajak Rp 6.840.000 PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar : 5% x Rp 6.840.000,00 = Rp 342.000 PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar : Rp 342.000,00 : 12 = Rp 28.500
PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari tarip lama; 200.000 tarip baru mulai 1/1/13 Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) 200.000 tarip baru mulai 1/1/13 dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. Dalam hal pegawai tidak tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri,
maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya. PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya. PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari. Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai tidak tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Arifin dengan status belum menikah Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 150.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari Rp 150.000,00 Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 150.000,00 Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0 PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp 0 Sampai dengan hari ke-8, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.320.000,00, mulai 1/1/13 Rp. 2.025.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Misalkan Arifin bekerja selama 9 hari, maka pada hari ke-9, setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
Upah s.d. hari ke-9 (Rp 150.000,00 x 9)= Rp 1.350.000 PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 9/360)=Rp 396.000 Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-9 Rp 954.000 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9 Rp 954.000 x 5%=Rp47.700 PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8 Rp – PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9 = Rp 47.700 Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar : Rp 150.000,00 – Rp 47.700 = Rp 102.300,00 Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut : Upah s.d. hari ke-10 (Rp 150.000,00 x 10)Rp 1.500.000 PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360)= Rp440.000 Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 Rp1.060.000 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10 Rp 1.060,00 x 5% =Rp53.000,00 PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9
Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar : Rp 150.000,00 – Rp 47.700 = Rp 102.300,00 Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut : Upah s.d. hari ke-10 (Rp 150.000,00 x 10) Rp 1.500.000 PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360) Rp 440.000 Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 Rp 1.060.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10 Rp 1.060.000,00 x 5%= Rp 53.000,00 PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9 Rp 47.700,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 = Rp 5.300,00 Sehingga pada hari ke-10, Arifin menerima upah bersih sebesar : Rp 150.000,00 – Rp 5.300,00 = Rp 144.700,00
PEMOTONGAN PPH PASAL 21 YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN TERTENTU Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-34/PJ.43/1998
uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
atas penghasilan sebagaimana dimaksud di atas 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di atas jumlahnya Rp 8.640.000,00 (delapan juta enam ratus empat puluh ribu rupiah) atau kurang, maka dikecualikan dari pemotongan pajak.
CONTOH Arman pegawai PT Surya terhitung mulai tanggal 1 Februari 1999 berhenti bekerja karena memasuki usia pensiun. Arman menerima uang tebusan pensiun sebesar Rp 35.000.000,00 yang dibayarkan sekaligus oleh dana pensiun PT Surya yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Dana Pensiun PT Surya wajib memotong PPh Pasal 21 yang bersifat final atas uang tebusan pensiun tersebut sebesar : 15% x Rp 35.000.000,00 = Rp 5.250.000,00.
Amat pegawai PT Maju terhitung mulai tanggal 1 Maret 1999 berhenti bekerja karena memasuki usia pensiun. Amat menerima uang tebusan pensiun sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayarkan sekaligus oleh dana pensiun PT Surya yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Karena jumlahnya tidak melebihi Rp. 8.640.000,00 maka atas uang tebusan pensiun yang dibayarkan kepada Amat tidak dipotong PPh Pasal 21.
UANG PESANGON 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 25 000 000 00 (dua puluh lima juta rupiah); 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di atas jumlahnya Rp 17.280.000,00 (tujuh belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah) atau kurang, maka dikecualikan dari pemotongan pajak.
CONTOH Budiman pegawai PT Sentosa mulai tanggal 1 April 1999 berhenti bekerja dan menerima pesangon sebesar Rp 40.000.000,00. PT Sentosa wajib memotong PPh Pasal 21 yang bersifat final atas pesangon tersebut sebesar : 15% x Rp 40.000.000,00 = Rp 6.000.000,00.
Subroto pegawai PT Indah mulai tanggal 1 April 1999 berhenti bekerja dan menerima pesangon sebesar Rp. 15.000.000,00. Karena jumlah yang dibayarkan masih kurang dari Rp 17.280.000,00 maka atas pembayaran pesangon tersebut tidak dipotong PPh Pasal 21.
hadiah dan penghargaan sehubungan perlombaan atas penghasilan bruto hadiah dipotong pajak sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
contoh Rudy seorang pemain golf profesional pada bulan Maret 1999 menjuarai turnamen golf yang diselenggarakan oleh suatu asosiasi bisnis di Jakarta. Rudy menerima hadiah sebesar Rp. 250.000.000,00. Terhadap hadiah tersebut maka panitia penyelenggara wajib memotong PPh Pasal 21 sebesar : 15% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 37.500.000,00.
Adrian adalah seorang petenis professional Adrian adalah seorang petenis professional. Pada bulan Juli 1999 dia menjuarai turnamen tennis Jepang terbuka dan menerima hadiah sebesar US$ 250,000 dari penyelenggara pertandingan. Ketentuan pemotongan pajak atas hadiah sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 adalah ditujukan bagi perlombaan yang diadakan di Indonesia. Oleh karena itu atas hadiah
PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai seperti tenaga ahli pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris, distributor multi level marketing atau direct selling, Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang bersifat berkesinambung
Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan Bagi yang telah memiliki NPWP PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% ( lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
CONTOH dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun 2009, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat adalah sebagai berikut:
Jasa Dokter yang dibayar Pasien Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah 45,000,000.00 49,000,000.00 47,000,000.00 40,000,000.00 44,000,000.00 52,000,000.00 35,000,000.00 43,000,000.00 524,000,000.00
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2009: Jasa Doketr yang dibayar Pasien (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Kumulatif (Rupiah) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh PPh Pasal 21 terutang (1) (2) (3)=50% x (2) (4) (5) (6)=(3) x (5) Januari 45,000,000 22,500,000 5% 1,125,000 Februari 49,000,000 24,500,000 47,000,000 1,225,000 Maret 3,000,000 —————– 20,500,000 50,000,000 —————– 70,500,000 5% ——— 15% 150,000 ————- 3,075,000 April 40,000,000 20,000,000 90,500,000 15% 3,000,000 Mei 44,000,000 22,000,000 112,000,000 3,300,000 Juni 52,000,000 26,000,000 138,500,000 3,900,000 Juli 158,500,000 Agustus 35,000,000 17,500,000 176,000,000 2,625,000 September 198,500,000 3,375,000 Oktober 220,500,000 November 43,000,000 21,500,000 242,000,000 3,225,000 Desember 8,000,000 —————– 12,000,00 250,000,000 —————– 262,000,000 15% ——— 25% 1,200,000 ————— 3,000,000 Jumlah 524,000,000 35,500,000
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN.
Nashrun Berlianto melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Cahaya Kurnia dengan fee sebesar Rp5.000,000,00. Besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar: 5%x50% Rp5.000.000,00 = Rp125.000,00 Dalam hal Nashrun Barlianto tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang menjadi sebesar: 5%x120%x50% Rp5.000.000,00 = Rp150.000,00
PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2010
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan angka 1 dan 2 adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.000.000,00 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima THR sebesar Rp 5.000.000,00. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 60.000,00
a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR (penghasilan setahun): Gaji setahun (12 x Rp 2.000.000,00) Rp 24.000.000,00 THR Rp 5.000.000,00 Penghasilan bruto setahun Rp 29.000.000,00 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% x Rp 29.000.000,00 = Rp 1.450.00,00 2. Iuran pensiun setahun 12 x Rp 60.000,00 Rp 720.000,00 Rp 2.170.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 26.830.000,00 PTKP – untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 2.530.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 2.530.000,00 = Rp 126.500
b. PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun Gaji setahun (12x Rp 2.000.000,00) Rp 24.000.000,00 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% x Rp 24.000.000,00= Rp 1.200.000,00 2. Iuran pensiun setahun 12 x Rp 60.000,00 =Rp 720.000,00 Rp 1.920.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 22.080.000,00 PTKP – untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp - PPh Pasal 21 terutang -
c. PPh Pasal 21 atas THR PPh Pasal 21 atas THR adalah : Rp 549.500,00 – Rp 312.000,00 = Rp 237.500,00
PPh Pasal 21 BONUS Tahun 2010
Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima THR sebesar Rp 4.000.000,00
a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun): Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00) Rp 33.000.000,00 THR Rp 4.000.000,00 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 12xRp 27.500,00 Rp 330.000,00 Premi Jaminan Kematian 12 x Rp 8.250,00 Rp 99.000,00 Penghasilan bruto setahunRp 37.429.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% x Rp 37. 429. 000,00 =Rp 1. 871 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% x Rp 37.429.000,00 =Rp 1.871.450,00 2. Iuran pensiun setahun 12 x 50.000,00 = Rp 600.000,00 3. Iuran Jaminan Hari Tua 12 x Rp 55.000.00= Rp 660.000 Rp 3.131.450,00 Penghasilan neto setahun Rp 34.297.550,00
PTKP – untuk WP sendiriRp 15.840.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 18.457.550,00 Dibulatkan Rp 18.457.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 18.457.000,00 =Rp 922.850,00
b. PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun (12xRp 2.750.000,00) =Rp 33.000.000,00 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 12 x Rp 27.500,00 =Rp 330.000,00 Premi Jaminan Kematian 12 x Rp 8.250,00 = Rp 99.000,00 Jumlah Rp 33.429.000,00 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% x Rp 33.429.000,00= Rp 1.671.450,00 2. Iuran pensiun setahun 12 x Rp 50.000,00 = Rp 600.000,00 3. Iuran Jaminan Hari Tua 12 x Rp 55.000,00= 660.000,00 Jumlah Rp 2.931.450,00
Penghasilan neto setahun =Rp 30.497.550,00 PTKP – untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 14.657.550,00 Pembulatan Rp 14.657.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 14.657.000,00= Rp 732.850,00 c. PPh Pasal 21 atas bonus PPh Pasal 21 atas Bonus adalah : Rp 922.850,00 – Rp 732.850,00 = Rp 190.000,00