Buku : Menyisir Pantai Utara BAB V : Elite Nelayan dan Institusionalisasi (Sektor Penangkapan Ikan, 1905-1925) By : Jeanita Putri Hapsari (124284004) Mujiani Wijayaningrum (124284056) Nur Azizah Dwiyani (124284070) Walidah Futuhatul Fauzia (124284073) Miftakhul Khazanah (124284076)
Elite Nelayan dan Intitusionalisasi sektor penangkapan ikan, 1905-1925 Pertumbuhan usaha penangkapan ikan di Jawa dan Madura berkembang pada abad 20 ditandai dengan meluasnya perdaganagan ikan.Organisasi sosial ekonomi di kalangan nelayan, memunculkan bagaikan reaksi terhadap dominasi kelompok-kelompok pada sektor usaha penangkapan ikan, diantaranya kelompok pelepas uang atau penyedia modal dan kelompok juragan yang menguasai sarana produksi.
Lanjutan!!! . Sektor penangkapan ikan dapat dikatakan mengalami proses institusionalisasi, yaitu proses pelembagaan dari perilaku ekonomi nelayan untuk tujuan perbaikan bersama dan mengatasi berbagai kesulitan, khususnya masalah pengadaan modal dan pemasaran hasil tangkapan.
Nelayan juragan dan Perannya di sektor penangkapan ikan Pada abad 19 didominasi oleh modal pelepas uang yang menyebabkan terciptanya investasi unik. Modal dari pachter disalurkan pada juragan dan nelayan pandega, sedangkan modal dari para pelepas uang disalurkan kepada kelompok juragan. Hubungan kerja sama yang terjalin menciptakan hubungan hutang-piutang.
Pola investasi nelayan yang ada di Tegal Hampir semua juragan yang melakukan penangkapan ikan lepas pantai mendapatkan modal selain dari orang kaya setempat, juga dari kongsi-kongsi Cina di Jakarta. Para nelayan mendapatkan pinjaman dari kongsi antara f300, sampai f 600, tanpa bunga dan bebas waktu pelunasan. Satu-satu syaratnya adalah mereka harus melakukan penangkapan ikan di sekitar Jakarta minimal 4 bulan, dan mereka harus menjual hasil tangkapannya kepada kongsi dengan harga yang ditetapkan oleh kongsi.
Pola penanaman modal yang telah dijelaskan, berkembanglah monopoli kelompok-kelompok tertentu pada sektor penangkapan ikan. Nelayan yang bekerja dengan modal pinjaman umumnya membayar hutang dalam bentuk ikan, dalam jumlah tertentu dari ikan yang dihasilkannya. Sedangkan yang merupakan bagian mereka umumnya dijual pula pada penyedia modal
Lanjutan.... Dibandingkan dengan kredit untuk sektor pertanian, kredit sektor perikanan tertinggal jauh. Pada tahun 1896, Raden Arjuno Wirjaatmadja berhasil mendirikan Hulp en Spaarbank, organisasi keuangan yang bergerak dibidang pengkreditan dan simpan-pinjam di kalangan priyayi di Purwokerto. Sejak itu, lembaga- lembaga sejenis kemudian bermunculan di berbagai daerah, seperti di Sumedang, Limbangan di daerah Garut, dan tempat-tempat lain. Kredit untuk sektor perikanan lebih banyak terserap oleh daerah-daerah pusat pertambakan. Dibandingkan dengan kredit yang disalurkan untuk usaha perikanan di seluruh Indonesia di tahun yang sama, jumlah ini mencapai 33,91% atau sekitar 1/3 dari kredit usaha perikanan seluruhnya. Kredit yang disalurkan untuk sektor penangkapan ikan juga terkosentrasi pada kelompok-kelompok tertentu. Kredit yang berasal dari kelompok pelepas uang terkosentrasi kepada kelompok juragan, sedangkan kredit yang berasal dari pemerintah lebih terkosentrasi pada nelayan-nelayan tambak. Pola penanaman modal yang memusat demikian ini menjadikannya mobilisasi sosial keatas, meskipun lambat.
Meningkatnya Perdagangan Ikan di Daerah Pedalaman Sejak pertengahan tahun 1910-an, sektor penangkapan ikan di Jawa dan Madura mengalami perubahan penting, yakni makin meningkat dan makin meluasnya jaungkauan jaringan perdagangan ikan. Naiknya pendapatan nasional kemudian mendorong penanaman modal di sektor perkeretaapian. Transportasi dengan kereta api ini sangat penting artinya bagi kegiatan ekonomi daerah pedalaman. Terjadi pembukaan daerah-daerah perkebunan, kantor- kantor perkebunan di kota-kota, dan meningkatnya aktivitas perdagangan mendorong munculnya lapangan- lapangan kerja baru sehingga mendorong terjadinya kecendrungan pertumbuhan penduduk
Lanjutan.... Aktivitas ekonomi pasar daerah pedalaman meningkat, yang lebih lanjut memicu tumbuhnya aktivitas perdagangan, termasuk didalamnya perdagangan ikan. Perdagangan ikan segar dapat menjangkau ke daerah pedalaman. Kota Malang misalnya tumbuh menjadi daerah pemasaran ikan segar produksi pantai utara setelah transportasi dengan kereta dapat menghubungkan daerah-daerah pantai seperti Sidoarjo dan Pasuruan. Pada bulan Mei 1907 dinas perkeretaapian mengoperasikan gerbong khusus untuk pengangkutan ikan di jalur-jalur kereta daerah eksploitasi Jawa. Hal tersebut berpengaruh langsung terhadap meningkatnya harga ikan.
Pengolahan dan Pengawetan Ikan : Industri Rumah tangga Meningkatnya pedagang ikan pindang dan ikan kering. Sedangkan pedagang ikan asin tampak belum banyak mengalami perubahan. Pengasinan ikan pada masa-masa ini masih merupakan proses pengolahan berbiaya tinggi, dan kurang menguntungkan akibat mahalnya harga garam. Pada tahun 1907, pemerintah menyalurkan garam bersubsidi untuk pengawetan ikan. Ini dimaksudkan agar biaya produksi ikan dapat diperkecil, pendapatan nelayan dapat meningkat dan dapat mendorong peningkatkan perrdagangan ikan. Sistem pemusatan pengolahan ikan dengan membangun tempat-tempat pengasinan ikan disepanjang pantai utara Jawa dan Madura dan beberapa daerah di luar Jawa.
Namun kenaikan produksi ikan asin tidaklah luar biasa, karena nelayan tampaknya kurang memanfaatkan garam subsidi ini. Mengapa hal ini terjadi?
Pemusatan pengawetan ikan yang diterapkan oleh pemerintah berarti pembongkaran organisasi kerja pengelolaan ikan kedalam bentuk baru, yang merupakan sentral pengasinan ikan. Dengan perubahan ini, di perlukan organisasi baru, kelompok kerja baru di pusat-pusat pengasinan ikan dan juga peralatan baru untuk kepentingan pemrosesan ikan dan sebagainya. Yang demikian akan memerlukan biasa ekstra. Ditambah lagi harga garam yang mahal, tidak meratanya distribusi garam dan perbandingan antara garam dan ikan dalam proses pengawetan yang di tetapkan pemerintah yang di rasa terlalu membebani dan menambah pengeluaran mereka.
Munculnya organisasi kenelayanan Koperasi yang pertama kali didirikan adalah koperasi nelayan di Tegal pada tahun 1912 Mulai muncul organisasi-organisasi koperasi pelelangan ikan di lingkungan nelayan di sepanjang pantai utara Jawa dan Madura, seperti di moro (Demak) pada tahun 1915. Tahun 1916 didirikan organisasi koperasi nelayan di Batang dan di Brebes, tahun 1918 di Pemalang, di Wonokerto tahun 1919 Masalah penting yang ditangani oleh organisasi adalah masalah perkreditan dan masalah penjualan ikan di pusat-pusat pendaratan ikan Atas bantuan Der Rijk van der Gracht Nelayan-nelayan anggota koperasi di Tegal mendapat pinjaman dari bank sebesar f5.000. Namun di daerah lain seperti didaerah Pandeglang Banten, Jepara, Karawang, dan Rembang belum bisa mendirikan organisasi nelayan
Investasi, Pembaharuan Teknologi, dan Produksi ikan Teknologi penangkapan ikan yang dikuasai nelayan belum berkembang. Hal ini disebabkan karena terbatasnya modal usaha. Investasi dan modal yang disediakan oleh pemerintah juga terbatas, yang berakibat pada jumlah armada perahu nelayan tidak meningkat.
3 Bagian dalam Struktur organisasi Het Visscherij Station afdeeling A : Melakukan Penelitian tentang masalah pengembangbiakan ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi afdeeling B : melakukan penelitian tentang habitat ikan, plankton, salinitas air, dan hal lainnya yang berkenaan dengan biologi, kelautan. afdeeling C : melakukan berbagai percobaan penangkapan ikan di daerah-daerah penangkapan ikan yang berbeda.
LANJUTAN……………… Baru Di tahun 1928, C.J. Bottemanne dipandang cocok untuk menangani masalah-masalah perikanan di Indonesia. Tidak adanya tenaga profesional di bidang perikanan merupakan sebab utama kurang berhasilnya pemerintah dalam usaha mempromosikan pembangunan industri penangkapan ikan. Kurang adanya gambaran yang cerah bagi pembangunan industri penangkapan ikan di Indonesia merupakan alasan mengapa pemerintah kurang memberi dukungan kepada pihak swasta ini. Sasaran yang akan dicapai dengan industri ini adalah produksi ikan asin untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan daerah pedalaman Jawa
Faktor-Faktor penting industri penangkapan ikan berskala besar belum berhasil di kembangkan : Pemasaran ikan segar kurang cerah. Pemerintah sejauh ini menolak memberi kompensasi kepada pengusaha-pengusaha penangkapan ikan swasta. Biaya untuk memproduksi ikan asin terlalu tinggi, dan harga ikan asin di Indonesia sendiri saat ini rendah. pemerintah juga belum bersedia memberi subsidi modal.
Lanjutan………………. Karena kegagalan ini, tidak terjadi pembaharuan- pembaharuan teknologi penangkapan, baik itu yang diusahakan oleh nelayan sendiri maupun oleh pemerintah. Luas tambak yang ada tidak banyak bertambah sejak awal abad ke-20. Di daerah luar Jawa, usaha perikanan tambak masih terbatas, hanya terdapat di Sulawesi Selatan, Aceh, dan beberapa tempat lainnya. Data-data yang memadai tentang produksi ikan tambak, seperti halnya produksi ikan laut, pada masa-masa ini tidak ada.
Lanjutan……………. Menurut perkiraan, produksi ikan laut Jawa dan Madura pada awal tahun 1920-an setiap tahunnya mencapai sekitar 18 juta gulden. Apabila diperhitungkan, harga ikan tambak 50% lebih mahal dari harga ikan laut. Bila demikian, produksi ikan Jawa dan Madura akan mencapai sekitar 115 juta kg, atau kurang lebih sama dengan produksi ikan Jawa dan Madura awal abad ke-20, yang jumlahnya sekitar 120 juta kg sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Mindere Welvaart Commissie.
Tabel 15 : Impor Ikan Indonesia sampai Tahun 1937 (dalam ribuan ton) Java/Madura Luar Jawa 1907 28,0 1910 33,9 1915 40,0 1920 35,5 1921 46,2 1922 38,6 1923 37,3 1924 45,3 1925 48,0 1933 42,5 1934 48,2 9,4 1935 44,3 8,5 1936 46,5 8,7 1937 44,8 11,7
Kesimpulan Sampai sejauh ini telah menjadi jelas bahwa perubahan-perubahan penting yang terjadi di sektor penangkapan ikan dalam perempat pertama abad ke-20 sulit dilepaskan dari konteks perubahan- perubahan sosial ekonomis yang lebih luas. Perdagangan ikan makin meningkat. Jaringan perdagangan ikan makin luas pula, tidak saja ikan yang telah diawetkan, tetapi juga ikan segar. Sejalan dengan pertumbuhan sosial ekonomi di atas, makin meluasnya pendidikan sejak awal abad ini, meningkatnya media massa, menyebabkan kesadaran terhadap kemajuan dan perbaikan nasib rakyat makin tumbuh di kalangan pemimpin masyarakat
gerakan perkoperasian merupakan salah satu wujud yang di propagandakan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan di bidang ekonomi. Pada masa-masa sistem sewa, usaha penangkapan lebih bercorak kelompok, kemudian pada masa-masa sesudahnya berubah lebih ke corak individu. Gejala penting dari perubahan ini adalah terbentuknya organisasi-organisasi sosial dalam kegiatan ekonomi nelayan, tampilnya bank menjadi salah satu sumber modal bagi nelayan, dan tumbuhnya organisasi-organisasi pelelangan ikan. Melalui organisasi nelayan, mereka mencoba memecahkan berbagai masalah secara bersama, khususnya kesulitan-kesulitan dalam mendapatkan modal dan pemasaran ikan hasil tangkapan.
Pada masa-masa setelah organisasi nelayan terbentuk, keadaan ini mengalami perubahan. Kendala yang dihadapi oleh bank dalam menyalurkan kredit untuk nelayan dapat terpecahkan. Di sektor perdagangan ikan, perkembangan penting yang terjadi adalah tumbuhnya perdagangan bebas, terbuka, dan penuh persaingan, yang tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya pusat- pusat pelelangan ikan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan sektor perikanan juga kurang mendorong tumbuhnya usaha penangkapan ikan rakyat. Biaya pengolahan ikan yang tinggi akibat dari mahalnya garam pengawet ikan merupakan pula sebab kurang berkembangnya usaha penangkapan ikan di Jawa dan Madura. Hal lain yang menambah sulitnya usaha penangkapan ikan rakyat di daerah Jawa dan Madura adalah munculnya persaingan dari nelayan asing.