Class and Stratification of Japanese Society Dita Nurliani Anggie Aditya Murti Ilham Fauzi Abraham Hugo Pandu Leocadia Prima P Klarita Pertiwi Bernadeth Bellanita Class and Stratification of Japanese Society
1990 Egaliter Society Economic Recession Disparity Society
Disparcity society Masyarakat disparitas ditandai dengan adanya pembagian kelas dan kepetingan lawan. Ketidaksetaraan ditemukan dalam berbagai aspek seperti pendapatan, aset, pendidikan, gender, dan etnisitas. The middle class society has collapsed and kakusa shakai has come into being.
Classification of Classes and Strata
Distribution of Economic and Cultural Resources
Economic & Cultural Resources Economic Resources Income: Salaries Wages resources Stock Resources: Immovable Assets Movable Assetc Cultural Resources Knowledge Cultural Capital
Masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah (imigran) Type A Masyarakat kelas atas yang memiliki background pendidikan dan ekonomi yang mapan (Ekxecutive manager, pejabat publik) Type B Masyarakat kelas menengah memiliki tingkat ekonomi mapan namun tidak memiliki background pendidikan yang baik (Petani) Type C Masyarakat dengan pendidikan yang tinggi namun tidak memiliki pendapatan kecil Type D Masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah (imigran) 4 Type Masyarakat
Reproduction of Inequality
Inequality Reproduction Asset Inheritance Neo Rich/ Shin Fuyuso New Poor Inequality Reproduction
Indeks Koefisien Gini Jepang tahun 2004 Housing and land asset : 0,573 Financial asset : 0,556 Durable Consumer : 0,368 Annual Income : 0,308 Kesimpulan Kesenjangan terjadi bukan karena pendapatan melainkan berdasarkan kepemilikan harta atau warisan
Socialization and Marriage Katoka mengkarifikasikan orang Jepang dalam 2 bagian : Orthodox Culture pendidikan dan latar belakang orang tua baik, anak terdidik Poor Family pendidikan dan latar belakang orang tua rendah/ kurang baik, anak kurang terdidik Socialization and Marriage
Marriage Keluarga dengan pasangan suami istri yang bersifat “homogami”
Debate and Caution about Kakusa Society Thesis
Perdebatan dan Perhatian terhadap Kakusa Shakai Kakusa Shakai dapat didefinisikan sebagai “income gap” atau sebuah sistem masyarakat yang tidak merata. Istilah ini dicetuskan oleh seorang pakar ilmu Sosiologi bernama Mashiro yamada yang ditujukan untuk menjelaskan stratifikasi sosial masyarakat Jepang pascaBubble Economy pada tahun 2006. Pemikiran ini mendapatkan penerimaan yang luas, sehingga pandangan bahwa terdapat kesenjangan kelas diantara sistem masyarkat Jepang ini menghasilkan banyak perdebatan dan harus diperiksa secara hati-hati.
Poin-Poin penting mengenai Kakusa Society Pernyataan bahwa masyarakat Jepang merupakan sebuah kakusa Society menimbulkan banyak skeptisme. Timbulnya sebuah ilusi rasa mobilitas ekonomi relatif keatas. Kesenjangan yang melebar antara si kaya dan si miskin dapat dibersar-besarkan karena adanya peningkatan proporsi masyarakat lanjut usia dalam populasi. Akselerasi kesenjangan sosial-ekonomi Jepang tidak hanya dikarenakan oleh transformasi struktural yang terorganisir, namun juga dengan perubahan kebijakan perpajakan yang direkayasa dengan sengaja.
Japanese Emic Concept of Class
Japanese Emic Concept Of Class Jouryū Kaikyū (Upper Class) Chūsan Kaikyū (Middle Class) Kasou Shakai (Lower-stratum Society) Shakai No Teihen (Bottom of Society)
Japanese Emic Terms KAKU Denotes a finite series of rank. MIBUN Implies a status position into which one is born (caste-like features). KAKEI More explicit emphasis upon lineage and pedigree. CHII A status position that one achieves over time (occupational hierarchy).
Middle Position Terms Chūkan Chūryū Chūsan Property and income Chūryū Social status, respect, prestige Chūkan Insecurity, uncertainty, instability, and ambivalence between high and low positions
Case Study
BURAKUMIN Secara historis mulai ada di Jepang pada tahun 1185 dan biasa disebut dengan 'eta' (穢多, kelompok najis/kotor) , atau hamlet people. Memiliki populasi sekitar 2-3 juta orang dan tersebar di beberapa daerah seperti Osaka, Kobe, dan Kyoto Biasanya memiliki pekerjaan yang dianggap kotor oleh ajaran Shinto dan Buddha yakni tukang jagal, penyamak kulit, dan algojo.
Diskriminasi terhadap Burakumin Hanya bisa menikah dengan kaumnya dan tinggal di daerah ghetto yang ada. Kesulitan mendapat pendidikan dan lapangan pekerjaan. Keterlibatan burakumin dengan kriminalitas dan dunia mafia di Jepang. Tidak dimanusiakan dan tidak diikutkan dalam konsensus penduduk Jepang.
Perkembangan Burakumin di Jepang Pada era Meiji (1868-1912) terdapat kebijakan yang menghapuskan Burakumin sebagai strata sosial paling rendah. Munculnya gerakan sosial oleh Burakumin yang disebut Suiheisha (水平社) dan Partai Komite Nasional untuk Pembebasan Burakumin pada tahun 50an.
ありが とうご ざいま した! Reference: ありが とうご ざいま した! Reference: Y. Sugimoto, An Introduction to Japanese Society, Cambridge University Press, New York, 2014, 4th Ed. Alldritt, Leslie D, The Burakumin: The Complicity of Japanese Buddhism in Oppression and an Opportunity for Liberation, Journal of Buddhist Ethics, Online Conference on ‘Socially enganged buddhism’, (jbe.gold.ac.uk)