Sebagai Wartawan Sebagaimana dengan Bung Karno, Bung Hatta meyakini pentingnya peranan pers. Tidak banyak orang yang mengetahui betapa ampuhnya senjata pers itu (barangkali kecuali kaum Komunis dan Nazi yang pandai menggunakannya). Namun Bung Hatta berpendapat bahwa pers sangat berfaedah untuk memberikan penerangan kepada massa rakyat. Pers dipergunakannya sebagai sarana untuk mendidik rakyat. Melalui pers Bung Hatta menanamkan keinsyafan, menambah pengertian dan pengetahuan rakyat. Hal ini diyakini dan dirasakannya sendiri. Sebelum Bung Hatta belajar ke Nederland, di Indonesia telah diterbitkan Jong Sumatra, majalah organisasi Perhimpunan Pemuda Sumatra yang dinamakan Jong Sumatranen Bond. Melalui perslah Bung Hatta dahulu berhasil memperkenalkan nama “Indonesia” dan perjuangan bangsa Indonesia untuk kemerdekaan kepada dunia internasional. Majalah Indonesia Merdeka, yang diterbitkan oleh Perhimpunan Pemuda Indonesia, organisasi mahasiswa Indonesia di Nederland, merupakan sarana perjuangan di kala ia menjadi mahasiswa selama 11 tahun di Negeri Belanda. Karena tulisan-tulisannya dalam majalah itu pula Pemerintah Belanda mulai merasa terganggu dan tidak leluasa dalam melaksanakan politik jajahannya. Bung Hatta akhirnya ditangkap dan diadili. Namun, karena tulisan-tulisan itu pula banyak pemuka Belanda memberikan simpatinya kepada perjuangan bangsa Indonesia. Tiga orang pengacara Belanda yang bersimpati kepadanya dengan suka-rela memberikan pembelaan yang gemilang di muka pengadilan. Akhirnya membebaskan Bung Hatta dari tuntutan. Surat kabar Neratja yang dipimpin oleh Abdul Muis dan kemudian oleh H. Agus Salim merupakan media pergerakan nasional yang dimanfaatkan oleh Bung Hatta guna menyebarkan buah pikiran dan gagasannya kepada masyarakat Indonesia di tanah air, untuk melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan akibat penjajahan. Kemudian terbitkan pula di tanah air majalah Daulat Rajat di Jakarta, yang dipergunakan terutama sebagai alat pendidikan. Satu majalah itu saja bagi Bung Hatta masih belum cukup. Setelah kembali ke Indonesia sesudah tamat belajar dan memperoleh gelar kesarjanaan, Bung Hatta memimpin redaksi harian Utusan Indonesia yang diterbitkan oleh Dr. Soekiman di Yogyakarta. Sungguhpun beliau sudah sangat sibuk
memimpin pergerakan Pendidikan Nasional, juga sebagai pemimpin dan tokoh pergerakan nasional, tetapi hampir tidak ada orang yang mengenalnya sebagai wartawan. Padahal, lebih dari 20 tahun lamanya beliau mengabdi dalam dunia jurnalistik. Bung Hatta menjadi wartawan aktif, bahkan memimpin surat kabar dan majalah. Kalau zaman sekarang, beliau sudah memenuhi syarat-syarat untuk menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia. Tulisan-tulisannya secara teratur tersiar dalam berbagai majalah dan harian: antara lain Jong Sumatra, Indonesia Merdeka, Daulat Rajat, Neratja, dan Utusan Indonesia. Sebagai wartawan Bung Hatta telah berhasil menjalankan misinya dengan cumlaude, sebagaimana yang didefinisikan oleh ahli komunikasi massa Wilbur Schramm, bukan sekadar to entertain, bahkan lebih-lebih lagi to inform, to educate and to activate. Bukan itu saja, Bung Hatta telah memelopori mendahului wartawan-wartawan zaman sekarang melaksanakan etika pers, sungguhpun waktu itu belum ada kode etik. Landasan kerja wartawan adalah mengabdi kepada kepentingan umum, apa pun risikonya. Hal ini telah dibuktikannya dengan perbuatan. Sungguh sukar menjumpai wartawan masa kini dengan idealisme dan dedikasi semacam Bung Hatta. Mungkin angkatan muda sesudah generasi beliau dilahirkan dan dibesarkan dalam kemudahan yang lebih besar. Keadaan lingkungan sekarang tidak mampu menggembleng jiwa yang teguh. Semangat pengorbanan telah pudar. Lebih-lebih lagi iklim consumerism sudah melanda lingkungan hidup kewartawanan. Padahal, sesudah merdeka pun negara tetap membutuhkan wartawan yang berkarakter, karena masalah dan kesulitan yang dihadapi wartawan masa kini sama sekali tidak lebih mudah daripada dahulu. Masalah kenegaraan mungkin bertambah kompleks, sementara perjuangan untuk mencapai cita-cita bangsa mendapat tarikan dan dorongan dari kiri dan kanan. Kemajuan teknologi sangat pesat, tuntutan rakyat makin meningkat. Hubungan internasional menjadi sangat rumit. Masalah yang dihadapi wartawan sekarang yang tidak mudah itu tidak dapat dipecahkan dengan santai-santai. Suri-tauladan wartawan Hatta kiranya akan menjadi penawar dan peneguh iman untuk menghadapi gelombang zaman. Mohammad Nahar, Pribadi Manusia Hatta, Seri 9, Yayasan Hatta, Juli 2002