PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
Pengaturan ⇨ ps 139 s/d 179 KUHPerdata Merupakan penyimpangan dari ps 119 KUHPerdata ttg harta campuran bulat. Harus dicantumkan dgn tegas tujuan penyimpangan yaitu untuk mengatur hak dan kewajiban suami istri thd harta kekayaan masing – masing yang dibawa kedalam perkawinan. Para pihak dalam perjanjian perkawinan adalah suami istri dan pihak ke-III sebagai pemberi hibah pada salah satu pihak, suami atau istri.
Perjanjian harus dibuat dalam bentuk akta notaris dan dibuat sebelum perkawinan berlangsung. Berlakunya setelah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Perjanjian perkawinan dalam KUHPerdata tidak dapat diubah dengan jalan apapun selama perkawinan berlangsung. Pembatasan undang-undang dalam hal membuat perjanjian perkawinan a. dilarang membuat perjanjian yg isinya melepaskan hak untuk menuntut pemisahan meja dan tempat tidur, perceraian atau menuntut pemisahan harta kekayaan. b. dilarang membuat perjanjian yg mengurangi kekuasaan suami atau istri c. dilarang mengadakan perjanjian yg isinya menyimpang dari ketentuan yg berkaitan dgn kekuasaan orang tua.
Macam – Macam Perjanjian Perkawinan Yang Dapat Diperjanjikan Dalam Perjanjian Perkawinan a. Harta campuran laba rugi, yaitu adanya pemisahan antara harta yg dibawa kedalam perkawinan dan harta yg diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta yg dibawa kedalam perkawinan merupakan harta pribadi sedangkan harta yg diperoleh selama perkawinan berlangsung merupakan harta bersama. b. Harta campuran penghasilan pendapatan. Ps 164 KUHPerdata menentukan perjanjian antara suami istri hanya akan berlaku persatuan hasil dan pendapatan, berarti secara diam-diam tidak ada persatuan harta.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut UU No.1 Tahun 1974
Perjanjian Perkawinan I. Pengertian UU No.1/1974 tidak merumuskan II. Pengaturan Ps. 29 UU No.1/1974 III. Pasal 29 UU No.1/1974 1. Dibuat sebelum dan pada saat perkawinan 2. Bandingkan dgn KUHPerdata dibuat dgn akte notaris dibuat “sebelum perkawinan” (147 KUHPerdata) 3. Perjanjian perkawinan dibuat atas persetujuan bersama Tidak harus ada pada setiap perkawinan 4. Perjanjian perkawinan dibuat dalam: a. Bentuk tertulis (akta notaris; dibawah tangan) b. Disahkan oleh peg. Pencatat c. Isinya berlaku pada pihak ke-III 5. Tidak boleh bertentangan dgn kesusilaan dan ketertiban umum sejalan dgn ps 139 KUHPerdata ps. 29 UU No.1/74 (2) tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan
6. Unsur tidak boleh diubah UU No.1/74 ps. 29 (4) KUHPerdata perjanjian perkawinan dapat diubah, sepanjang ada persetujuan suami/istri dan tidak merugikan pihak ke-III KUHPerdata perjanjian perkawinan tidak boleh diubah dgn cara apapun, setelah atau selama perkawinan berlangsung. 7. Unsur berlakunya perjanjian perkawinan pasal 29 (3) UU No.1/74 mulai berlaku sejak saat perkawinan berlangsung KUHPerdata 147 semenjak saat perkawinan berlangsung pada pihak ke-III mulai berlaku sejak dicatat/ dibukukan/didaftarkan dalam suatu register umum di PN wilayah perkawinan dilangsungkan. 152 perubahan terhadap perjanjian perkawinan tidak berlaku pada pihak ke-III jika belum didaftarkan dalam register umum
IV. Maksud dan Tujuan Perjanjian Perkawinan 8. Perubahan isi perjanjian perkawinan KUHPerdata tidak boleh sama sekali UU No.1/74 dapat saja, asal tidak merugikan pihak ke-III IV. Maksud dan Tujuan Perjanjian Perkawinan UU tidak menyebutkan dapat disimpulkan pengurusan harta kekayaan perkawinan suami/istri dalam perkawinan hubungan dgn ps 35 UU No.1/74 pengaturan harta perkawinan.
Bab VII harta benda dlm perkawinan V. Isi Perjanjian Perkawinan mengatur mengenai harta benda perkawinan 1. Beda pola pengaturan Bab VI perjanjian perkawinan Bab V ttg persatuan harta kekayaan Bab IV ttg hak dan kewajiban suami/istri Bab VII harta benda dlm perkawinan Bab VI hak dan kewajiban suami/istri KUHPerdata Bab V perjanjian perkawinan UU No.1/74
Dapat memuat apa saja yg berhubungan dgn hak dan kewajiban suami/istri mengenai batasan2 ttg apa yg diperjanjikan tugas hakim utk memeriksanya 2. Isi perjanjian perkawinan Menurut para ahli hukum Prof. Sardjono hak dan kewajiban suami/istri dibidang Hk Kekayaan Atas dasar ps 139 yuncto p 119 KUHPerdata N Soetarno menyangkut harta yg benar – benar Harta pribadi suami istri yg dibawa kedalam perkawinan
VI. Syarat – Syarat Perjanjian Perkawinan Dibuat sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan Dibuat atas persetujuan bersama Dibuat secara tertulis Harus disahkan pada pegawai pencatat yg berwenang Tidak boleh bertentangan dgn hukum, agama, kesusilaan, ketertiban umum Dibuat oleh mereka yg telah dewasa Berlaku setelah perkawinan berlangsung Berlaku pada pihak ke-III sejak perkawinan tercatat Tidak dapat diubah selama perkawinan berlangsung kec. Dgn persetujuan kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak ke-III
PUTUSNYA PERKAWINAN KUHPerdata UU No.1/1974 Kematian Kematian Perkawinan baru keadaan tidak hadir Keputusan pengadilan perpisahan meja dan tempat tidur Perceraian UU No.1/1974 Kematian Perceraian pasal 19 PP No.9/75 Keputusan pengadilan pasal 38
ALASAN PERCERAIAN Zinah KUHPerdata Zinah Meninggalkan tempat kediaman bersama dgn itikad buruk/jahat Hukuman penjara 5 tahun atau lebih Melukai berat mengancam jiwa UU No.1/1974 Salah satu pihak menjadi pemabuk, pezinah, sakit yg tidak dapat disembuhkan Salah satu pihak pergi tanpa alasan yang sah Salah satu pihak mendapat hukuman penjara dgn ancaman 5 tahun/lebih Melakukan penganiayaan berat yg mengancam jiwa Mendapat cacat badan/penyakit yg sulit disembuhkan Pertengkaran sulit didamaikan
TATA CARA PERCERAIAN MENURUT UU No.1/1974 – PP 9/1975 TALAK Suami menyatakan niatnya dgn surat pada pengadilan disertai alasan-alasan minta sidang—pasal 14 PP No.9/1975 Pengadilan mempelajari dalam jawaban 30 hari, memanggil para pihak dgn surat –- pasal 15 Pengadilan memutuskan untuk mengadakan sidang setelah alasan-alasan dipenuhi sesuai UU No.1/1974 dan para pihak tidak mungkin didamaikan lagi – ps.16 PP No.9/1975 GUGATAN Diajukan dgn memperhatikan kompetensi relatif dari pengadilan –ps 22, 23 Pemanggilan para pihak – ps. 26, 27, 28 Pemeriksaan dimuka pengadilan ps. 31, 32, 33 Pencatatan perceraian –ps.35
TATA CARA PERCERAIAN MENURUT KUHPerdata Ps. 207,210 jo. Ps. 821 s. d TATA CARA PERCERAIAN MENURUT KUHPerdata Ps. 207,210 jo. Ps. 821 s.d. 843 Rv (Rechtsvordering) 1. Gugatan diajukan pada wilayah hukum Tergugat 2. Pengadilan memanggil/berusaha mendamaikan 3. Tidak berhasil → dilanjutkan dengan sidang perkara perceraian → pintu tertutup walau keputusan dinyatakan terbuka untuk umum. Perceraian di daftar pada daftar perceraian pada kantor Catatan Sipil (Ps 221 KUHPerdata)
AKIBAT PERCERAIAN MENURUT UU NO.1/1974 DAN KUHPERDATA 1. Terhadap hubungan suami istri Putus – istri tetap dapat nafkah Jika menikah lagi, nafkah putus. Ps 41 ayat c UU No.1/1974 2. Terhadap harta bersama menurut KUHPerdata, jika dengan perjanjian perkawinan, dibagi sesuai dengan perjanjian perkawinan. Menurut UU No.1/1974 Ps.37, diatur hukum masing-masing (Hukum Adat, Hukum Agama, hukum lainnya) 3. Terhadap keturunan - KUHPerdata Ps.229 Pengadilan menetapkan wali - UU No.1/1974 Ps.41 Sub a. Bapak/Ibu tetap wajib memelihara anak
PEMUTUSAN PERKAWINAN SETELAH PERPISAHAN MEJA DAN TEMPAT TIDUR 1. Menurut KUHPerdata → tidak dianggap sebagai perceraian akibat dari gagalnya perkawinan 2. Perpisahan meja dan tempat tidur selama 5 tahun tanpa ada kemungkinan untuk damai (Pasal 200 s.d. 206 KUHPerdata) 3. Suami/istri sepakat untuk pemutusan perkawinan Tidak sepakat → perkawinan tidak putus → dalam proses hukum selalu berusaha mendamaikan 4. Jika gagal → tuntutan pemutusan perkawinan akan dikabulkan
AKIBAT PERCERAIAN 1. Hubungan suami/istri Putus Hubungan kekuasaan orang tua tetap berlanjut Ex suami → dapat diwajibkan untuk memberi biaya penghidupan ex istri 2. Mengenai anak → Pasal 41 ayat (1,2) UU No.1/1974 Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pendidikan, pemeliharaan. 3. Mengenai harta benda perkawinan (Penjelasan diatur hukum masing-masing)
AKIBAT PERCERAIAN MENURUT KUHPERDATA 1. Perwalian → anak-anak dibawah umur (Pasal 229 KUHPerdata) → 230b KUHPerdata 2. Nafkah penghidupan untuk anak-anak dibawah umur dan pihak penuntut (istri) Pasal 225 KUHPerdata 3. Harta → Pasal 126 ayat 3e KUHPerdata