PRAKTIK HUKUM
LAPISAN ILMU HUKUM DAN PRAKTIK HUKUM RECHTSFILOSOFIE (Filsafat Hukum) RECHTSTEORIE (Teori Hukum) RECHTSDOGMATIEK (Dogmatika Hukum) PRAKTIK HUKUM PEMBENTUKAN HUKUM PENERAPAN HUKUM BANTUAN HUKUM
PRAKTIK HUKUM Pengembanan Filsafat Hukum, Teori Hukum, Dogmatika Hukum (Ilmu Hukum dalam arti sempit) harus ditujukan kepada ’Praktik Hukum’; Filsafat Hukum, Teori Hukum, Dogmatika Hukum merupakan panduan bagi praktik hukum; Praktik Hukum terdiri dari: ’pembentukan hukum’, ’penerapan hukum’ dan ‘bantuan hukum’.
I. PEMBENTUKAN HUKUM
PEMBENTUKAN HUKUM Civil Law System Common Law System Proses Legislasi dan regulasi; PerUUan merupakan pedoman umum utk mengatur dan menyelesaikan kasus hukum yang muncul di kemudian hari; Pola pikir deduktif (berawal dari peraturan yg bersifat umum) Proses peradilan; Putusan pengadilan (yurisprudensi) merupakan pedoman bagi penyelesaian kasus di kemudian hari (sistem preseden); Pola pikir induktif (berawal dari kasus hukum yang ada)
PEMBENTUKAN HUKUM Civil Law System CommonLaw System Peran penting legislatif; Legislative made law; Legislative law process. Peran penting hakim; Judge made law; Judicial law process.
PEMBENTUKAN HUKUM OLEH HAKIM Civil Law System Common Law System Mencari dan menemukan ketentuan hukum pada PerUUan; Jika terdapat kekosongan hukum, antinomi, vage normen, hakim menemukan norma hukum atau asas hukum yang sesuai atau mendekati, yang dapat diterapkan pada kasus ybs; Belum memposisikan hakim sbg pembentuk hkm. Beranjak dari kasus hukum tertentu; Elaborasi pada hukum custumary law (common law); Hakim membuat hukum (judge made law); Memposisikan hakim pembentuk hukum.
Put Hakim PerUUan Kasus Hukum Pembentukan Hukum Oleh Hakim (CIVIL LAW SYSTEM): PerUUan Menafsirkan Menemukan Menerapkan Kasus Hukum Put Hakim Konkritisasi Kekosongan Hukum (rehts vacuum/leemten in het recht) Pertentangan aturan hkm (antinomie) Aturan hkm yg kabur (vage rechts regel) Rechts vinding Put Hakim ‘Rechtsvorming’???
Pembentukan Hukum Oleh Hakim (COMMON LAW SYSTEM) Rechtsvorming Putusan Hakim Judge made law Hukum Tidak Tertulis/Yurisprudensi Rechtsvinding Kasus Hukum
II. PENERAPAN HUKUM
PENERAPAN HUKUM Civil Law System Common Law Syatem Proses pemberlakuan customary law atau yurisprudensi pada kasus hukum; Konsekuensi dari sistem preseden; Pola pikir induktif; dan Hakim pembentuk dan/atau penerap hukum. Proses konkritisasi atau memberlakukan PerUUan (bersifat umum) thd kasus tertentu (yang bersifat khusus); Hal ini sebagai konsekuensi logis dari keharusan untuk menerapkan hukum pada suatu kasus hukum tertentu, jika kita menginginkan penyelesaian atas kasus yang bersangkutan; Pola pikir deduktif; dan Hakim hanya penerap hukum.
PENERAPAN HUKUM (CIVIL LAW SYSTEM) Proses tersebut merupakan tugas utama hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Seperti apa yang dikenal pada adagium hukum yang berbunyi ’de rechter is bounche de la loi’ (hakim harus menyuarakan apa yang diinginkan oleh undang-undang); Hakim merup penerap perUUan; Ini menunjukkan betapa berat tugas hakim, karena dia harus mampu menangkap maksud, tujuan, dan semangat pembentuk perundang- undangan.
PENERAPAN HUKUM (Civil law dan Common Law System) Penerapan Hukum: terdiri atas 3 (tiga) langkah: Menafsirkan kaidah hukum: menafsirkan makna kaidah hukum yang telah dipilih agar sesuai dengan makna ketika kaidah hukum tersebut dibentuk; Menemukan kaidah hukum: menetapkan pilihan di antara beberapa kaidah hukum yang sesuai dengan kasus hukum yang diperiksa; dan Menerapkan kaidah hukum: menerapkan kaidah hukum yang telah ditemukan kasus hukum yang diperiksa.
PENERAPAN HUKUM (CIVIL LAW SYSTEM) Penerapan PerUUan: PerUUan Mencari Menafsirkan Konkritisasi Menemukan Menerapkan Kasus Hukum Putusan Hakim
PENERAPAN HUKUM Aliran2 Penerapan Hukum: Aliran Legisme: hakim hanya corong dan menerapkan perUUan, terikat oleh PerUUan Aliran Freie Rechtsbewegung: hakim adalah bebas karena tugas hakim menciptakan hukum dan jauh lebih penting memahami yurisprudensi. Aliran Rechtsvinding: hakim mempunyai apa yang dinamakan ‘kebebasan yang terikat’ (gebonden vrijheid) dan ‘keterikatan yang bebas’ (vrije gebondenheid).
PENERAPAN HUKUM Aliran Legisme Aliran legisme selalu berpreposisi bahwa perundang- undangan adalah lengkap dan sempurna, sehingga semua persoalan hukum sudah tercakup di dalamnya. Hakim hanya menggunakan ’silogisme’ sederhana, yaitu deduksi logis dari suatu rumusan perundang- undangan yang bersifat umum (sebagai ’premisa mayor’) kepada suatu kasus tertentu yang bersifat khusus (sebagai ’premisa minor’), sehingga sampai pada suatu kesimpulan (konklusi) tertentu. Menurut aliran ini, hakim sangat terikat oleh rumusan perundang-undangan. Dengan demikian, memahami perundang-undangan jauh lebih penting daripada memahami yurisprudensi.
PENERAPAN HUKUM Aliran Freie Rechtsbewegung Pada prinsipnya, aliran Freie Rechtsbewegung bertolak belakang dengan aliran Legisme. Jika aliran Legisme mengajarkan bahwa hakim adalah terikat dan jauh lebih penting memahami perundang- undangan, maka aliran ’Freie Rechtsbewegung’ mengajarkan bahwa hakim adalah bebas karena tugas hakim menciptakan hukum dan jauh lebih penting memahami yurisprudensi; Aliran ini juga mengajarkan, hakim bebas untuk menggunakan perundang-undangan atau tidak dalam melaksanakan tugasnya, karena tugas utama hakim adalah menciptakan hukum.
PENERAPAN HUKUM Aliran Rechtsvinding Aliran yang berada di tengah-tengah. Hakim bebas untuk menyelaraskan perundang- undangan dengan kondisi riil masyarakat. Kebebasan ini tidak boleh melewati batas- batas perundang-undangan. Hakim terikat untuk tidak keluar dari batas-batas perundang- undangan, namun hakim diberi kebebasan menyelaraskan perundang-undangan, terutama yang sudah ketinggalan jaman.
PENERAPAN HUKUM Aliran Rechtsvinding Hakim wajib melakukan: Penafsiran Hukum (rechts interpretatie) Menemukan Hukum (rechtsvinding) Membentuk Hukum (rechtsvorming)
PENERAPAN HUKUM 1. Penafsirkan hukum (rechts interpretatie): Mencari makna ketentuan normatif, karena adanya kaidah normatif kurang dan tidak jelas maksudnya (vage rechts regel), tidak jarang terjadi pertentangan makna antar kaidah normatif (antinomie), juga sering terjadi adanya ketidaktercukupan aturan hukum dan kekosongan hukum (leemten in het recht atau rechts vacuum) dan juga karena perundang-undangan seringkali ketinggalan jaman.
PENERAPAN HUKUM 2. Penemuan Hukum (rechtsvinding): Tidak jarang terjadi adanya kekosongan hukum (leemten in het recht) pada saat hakim hendak memeriksa dan memutus perkara. Dalam hal ini, Hakim dituntut harus mampu menemukan hukum guna mengisi kekosongan hukum tersebut. Apabila hakim tidak dapat menemukan dalam hukum tertulis, maka dia harus mencari dalam hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat (living law).
PENERAPAN HUKUM 3. Pembentukan Hukum (rechtsvorming): Setelah menemukan hukum dan menyatakan ’apa hukumnya’ untuk kasus tertentu, berarti telah membuat suatu kaidah normatif meskipun hanya berlaku untuk kasus tersebut. Hakim tidak lagi sekedar menerapkan perundang- undangan, melainkan turut serta membentuk norma hukum (kaidah normatif) sebagaimana layaknya pembentuk perundang-undangan. Tdk lagi sekedar mengkonstatatir atau sekedar menegaskan kembali kaidah normatif yang sudah ada, namun sudah menciptakan suatu kaidah normatif yang baru.
PENERAPAN HUKUM Penafsiran hukum sangat penting, krn: Seringkali maksud dan jiwa perundang-undangan tidak jelas; Adanya pertentangan ketentuan berbagai aturan hkm (antinomi), aturan hkm yang kabur (vage rechts regel), dan kekosongan hukum (rechts vacuum); Penafsiran hukum berkaitan erat erat dengan usaha menemukan hukum (rechtsvinding); Hakim harus menemukan hukum, dan apabila tidak menemukan dalam hukum tertulis, harus dicari dalam hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat (living law).
PENERAPAN HUKUM Cara-Cara Penafsiran Hukum: 1. Penafsiran Subyektif dan Obyektif Penafsiran Subyektif: makna spt yg dikehendaki pembentuk perUUan; Penafsiran Obyektif: sesuai dgn makna obyektif, faktual, dan sehari-hari. 2. Penafsiran Ekstensif dan Restriktif Penafsiran Ekstensif: memberikan makna meluas Penafsiran Restriktif: memberikan makna menyempit
PENERAPAN HUKUM Macam-Macam Metoda Penafsiran Hukum: Penafsiran Otentik Penafsiran Gramatikal (tata bahasa) Penafsiran Historis Penafsiran Sistematis Penafsiran Sosiologis (teleologis) Penafsiran Futuristik
PENERAPAN HUKUM Penafsiran Otentik: Penafsiran secara resmi (authentieke interpretatie/officieele interpretatie); Penafsiran oleh pembentuk perUUan, bersifat subyektif; Diletakkan dalam Ketentuan Umum dan Penjelasan Pasal Contoh: Makna 1 hari= 1x24 jam
PENERAPAN HUKUM Penafsiran Gramatikal: Menafsirkan menurut tata bahasa atau makna kata-kata; Bahasa merupakan alat pembentuk perUUan untuk menyatakan maksud dan kehendaknya; Mencari dalam kamus, minta bantuan ahli bahasa, atau mencari sejarah penggunaan kata- kata tsb. Contoh: makna ‘perahu indonesia’ atau ‘merongrong’ kewibawaan pemerintah.
PENERAPAN HUKUM Penafsiran Historis: Menafsirkan dgn cara mencari dalam sejarahperUUan ybs, terutama maksud dan tujuannya; Ada 2 macam penafsiran: Penafsiran sejarah perUUan (pembuatan perUUan): Wetshistorische interpretatie Penafsiran sejarah hukum (asal-asul suatu lembaga hukum): Rechtshistorische interpretatie
PENERAPAN HUKUM Penafsiran Sistematis: Menafsirkan makna antar pasal dalam satu perUUan atau antar perUUan; PerUUan harus dipahami secara sistematis dan komprehensif; Timbul persoalan kalau terjadi pertentangan antar norma (antinomi)
PENERAPAN HUKUM Penafsiran Sosiologis (Teleologis): Menafsirkan sesuai atau berdasarkan kondisi riil masyarakat; PerUUan sering tertinggal oleh perkembangan jaman; Agar penerapan hukum dpt sesuai dgn tujuannya yaitu kepastian hukum berdasarkan keadilan dlm masyarakat
PENERAPAN HUKUM Penafsiran Futuristik (Antisipatif): Menafsirkan dgn cara mempredikisi kondisi masyarakat di masa mendatang; Ini berkaitan dgn tugas hakim sbg pembentuk hukum; Memperhatikan perkembangan masy secara siklus dan linier.