Hukum Persaingan Usaha Kurnia Toha Program Pasca Fakultas Hukum UI 2009
Key Words: Horizontal Restraint: Market power exercised by two or more rival firms who cooperate and conspire to engage in concerted action that is designed to limit, restrict or prevent competition. Vertical restraint: market power exercised by two or more firms who has vertical relationships to cooperate and conspire to restraint of trade.
Manufacturer Manufacturer (“OEM”) Distributor Distributor Horizontal Manufacturer Manufacturer (“OEM”) Distributor Distributor Wholesaler Wholesaler Jobber Jobber Retailer Retailer Consumer Consumer Vertical
Tujuan perjanjian yang positif (+) Meningkatkan efesiensi Menciptakan produk yang lebih murah Mengurangi resiko Menciptakan produk baru dan meningkatkan kualitas produk Meningkatkan metode distribusi, lebih cepat sampai ke konsumen Memperbaiki saluran informasi
Tujuan perjanjian yang negatif (-) Menghilangkan persaingan Membatasi produksi Meningkatkan harga Membatasi independensi dalam mengambil keputusan Mengontrol atau mengurangi kemampuan untuk berkompetisi
Perjanjian menurut UU No.5/1999 “suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.” (Pasal 1 angka 7) Bagaimana pembuktian terhadap perjanjian yang tidak tertulis di KPPU ataupun di Pengadilan?
Perjanjian yang dilarang (UU No.5/1999) Oligopoli (Pasal 4 UU No.5/1999); Penetapan harga price fixing (Pasal 5 UU No.5/1999); Diskriminasi harga / price discrimination (Pasal 6 UU No.5/1999); Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999); Resale Price Maintenance (Pasal 8 UU No.5/1999); Pembagian wilayah / market division (Pasal 9 UU No.5/1999); Pemboikotan (Pasal 10 UU No.5/1999); Kartel (Pasal 11 UU No.5/1999);
Perjanjian yang dilarang (UU No.5/1999) 6. Trust (Pasal 12 UU No.5/1999); 7. Oligopsoni (Pasal 13 UU No.5/1999) ; 8. Integrasi vertikal (Pasal 14 UU No.5/1999); 9. Perjanjian Tertutup exclusive distribution agreement (Pasal 15 ayat (1) UU No.5/1999); tying agreement (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999); vertical agreement on discount (Pasal 15 ayat (3) UU No.5/1999); 10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.
Perjanjian yang dilarang Oligopoli Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Pasal 4 ayat (1) UU No.5/1999). Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama- sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis tertentu (Pasal 4 ayat (2) UU No.5/1999)
1. Oligopoli Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) diartikan bahwa oligopoli itu sendiri merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha (2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha) secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Kemudian yang dilarang oleh UU Persaingan Usaha adalah adanya perjanjian (kolusi) diantara mereka untuk melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa.
1. Oligopoli Salah satu bentuk struktur pasar dimana hanya terdapat sedikit pelaku usaha (baik produsen ataupun konsumen) yang menawarkan produk yang seragam/identik kepada pelaku usaha lain. Diantara pelaku usaha memiliki keterkaitan satu sama lain (Cournot and Bertrand model) Berusaha untuk saling berkerjasama untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara mengurangi produksi dan mengenakan harga di atas marginal cost.
1. Oligopoli Bentuk-bentuk barrier to entry dalam oligopoli: Skala ekonomi Perbedaan ongkos produksi Sifat-sifat produksi yang mempunyai keistimewaan yang sukar diimbangi oleh perusahaan baru
Contoh Kasus: US v Trans-Missouri Freight Ass., 166 US. 290 (1897). US V Addyston Pipe & Stell Co., 175 US 211 (1899). Chicago Board of Trade v US., 246 US.231 (1918)
1. Oligopoli Bahan diskusi: Industri semen nasional untuk saat ini dikuasai oleh beberapa perusahaan semen seperti PT Semen Gresik yang menguasai 43% pangsa pasar, PT Indocement yang menguasai 34% pangsa pasar, PT Semen Cibinong yang menguasai 13,6% pangsa pasar, PT Semen Andalas yang menguasai 4,3% pangsa pasar, dan sisanya dikuasai oleh PT Semen Baturaja, PT Semen Basowa Maros, dan PT Semen Kupang. Pertanyaannya apakah kondisi tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?
Perjanjian yang dilarang Penetapan harga price fixing (Pasal 5 UU No.5/1999); Diskriminasi harga / price discrimination (Pasal 6 UU No.5/1999); Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999); Resale Price Maintenance (Pasal 8 UU No.5/1999);
2. Penetapan harga Price fixing Pelaku usaha dilarang membuat peranjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama {Pasal 5 ayat (1) UU No.5/1999} Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a.suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b.suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. {Pasal 5 ayat (2) UU No.5/1999}
Price fixing Tujuan dari pelaku usaha melakukan price fixing? Mengapa price fixing perlu diatur secara per se?
Bentuk Price Fixing Minimum price (Goldfarb v Virginia State Bar, 421 US 773 (1975). Maximum price (Arizona v Maricopa Country Medical Society, 457 US 332 (1982) List prices (Plymouth Dealers Association v US, 279 F.2d 128 (9th Cir. 1960), US V Container Corporation of America, 393 US 333 (1969). Production limits Purchase price limits (National Macaroni manufactures v FTC, 345 F.2d 421 (1975) Elimination of competitive bidding (National Society of Professional Engineers v US (435 US. 679 (1978) Elimination of short-term credit (Catalano, Inc. v Target Sales, Inc. 446 US 643 (1980)
Contoh Kasus di Indonesia Putusan KPPU No. 2/2003: Kargo jalur Jakarta-Pontianak. Putusan KPPU No. 3/2003: Kargo jalur Surabaya-Makasar. Putusan KPPU No. 5/2003: Bus Kota Patas AC. Putusan KPPU No. 8/2005: Penetapan Harga PT. Sucofindo dan Surveyor. Putusan KPPU No. 10/2005: Perdagangan Garam ke Sumatra Utara.
Diskriminasi harga / price discrimination: Pasal 6. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembali satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama (Pasal 6 UU No.5/1999) Key words: Memperlakukan secara berbeda kepada mereka yang mempunyai posisi yang sama.
Diskriminasi harga / price discrimination Tujuan utamanya mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi Keuntungan yang lebih tinggi tersebut diperoleh dengan cara merebut surplus konsumen Surplus konsumen adalah selisih harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen dengan harga yang benar-benar dibayar oleh konsumen
Diskriminasi harga / price discrimination Didasari adanya kenyataan bahwa konsumen sebenarnya bersedia untuk membayar lebih tinggi, maka perusahaan akan berusaha merebut surplus konsumen tersebut dengan cara melakukan diskriminasi harga
Diskriminasi harga / price discrimination Akibat: Akan mematikan pesaing. Meningkatkan kekuatan pembeli besar atau pembeli favorit dengan kerugian pembeli lain. Membantu perusahaan besar mendapatkan keuntungan monopoli dgn mengenakan harga tinggi pada pembeli tertentu dan lebih rendah pada lainnya.
Diskriminasi harga / price discrimination Syarat utama penerapan diskriminasi harga: Memiliki market power Tidak ada resale
Diskriminasi harga / price discrimination Bentuk-bentuk diskriminasi harga: 1st degree 2nd degree 3rd degree
Bentuk-bentuk price discrimination: 1st degree PD Menerapkan harga yang berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price masing-masing konsumen. Mengenakan harga lebih rendah untuk mematikan kompetitor, memberikan harga tinggi pada yang lain. Disebut juga perfect / full PD karena berhasil mengambil surplus konsumen paling besar Syarat utama, perusahaan harus mengetahui reservation price masing- masing konsumen
Bentuk-bentuk price discrimination: 2nd degree PD PD dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda pada jumlah unit produk yang dijual (pembeli besar v pembeli kecil). PD ini dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi mengenai reservation price konsumen Contoh: perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran
Bentuk-bentuk price discrimination 3rd degree PD PD dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok konsumen PD dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen, tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen Kelompok konsumen dapat dibedakan atas lokasi geografis, maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll.
Beberapa Contoh Kasus FTC v Anheuser-Busch,INC. (363 US 536, 1960): menjual beer lebih murah di St. Louis, menaikkan harga di daerah lain. Kelin v Lionel Corp. (237 F.2d 13, 1956); Menjual ke Kein via a wholesale, dan ke Klein kompetitor secara langsung. Tidak bersalah. Texaco v Hasbrouck, (1990): menjual kepada Hasbrouck berbeda dengan kepada Guli Oil, Co. dengan alasan discount
Diskriminasi harga / price discrimination Bahan diskusi: Sebuah organisasi advokat/pengacara yang menjadi wadah dari beberapa organisasi advokat yang ada di Indonesia dalam penyelenggaraan suatu kegiatan misalnya seminar, workshop, pendidikan advokat, dan lain-lain mengenakan tariff yang berbeda kepada peserta yang bukan menjadi anggota dari organisasi advokat tersebut, dimana bagi peserta yang bukan menjadi anggota dikenakan tarif yang lebih mahal. Pertanyaannya apakah tindakan yang dilakukan oleh organisasi advokat tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?
Predatory Pricing: Pasal 7 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 7 UU No.5/1999).
Predatory Pricing Definisi: Pelaku usaha yang menjual dengan harga lebih rendah untuk mendepak pesaingnya keluar dari industri dan mendorong pelaku usaha baru untuk tidak masuk ke industri, kemudian dalam jangka panjang ia akan meningkatkan labanya. Tujuan: mengurangi persaingan dengan membangkrutkan pesaing dan menciptakan penghalang masuk (barrier to entry) bagi pelaku usaha potensial yang ingin masuk ke industri
Resale Price Maintenance: Pasal 8 pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 8 UU No.5/1999)
Resale Price Maintenance Tujuan utamanya untuk menghidari terjadinya persaingan ditingkat pengecer kurangnya persaingan di tingkat eceran dapat melindungi laba supranormal untuk pengecer RPM juga dapat membatasi pelanggan terhadap pilihan rangkaian kualitas harga yang diinginkan, termasuk pilihan untuk membali produk pada tingkat harga yang lebih rendah melalui jasa atau iklan sebelumnya.
Resale Price Maintenance Studi kasus: Perusahaan Multi Level Marketing ternama di Amerika, yang juga mempunyai cabang usaha di Indonesia, ternyata pernah juga berurusan dengan hukum persaingan. Tahun 1979, Amway Corporation,Inc, dinyatakan bersalah oleh pengadilan Amerika, setelah terbukti melakukan perjanjian penetapan harga jual kembali (resale price maintenance/RPM ) terhadap para distributor downlinenya, dalam melakukan penjualan produk-produknya. Hukum yang dilanggar adalah Federal Trade Commision Act Section 5(a)(1): Unfair methods of competition in commerce, and unlawful or deceptive acts or practices in commerce, are declared unlawful. Combining and conspiring to fix resale prices is a prohubited act, yang pada intinya melarang pelaku usaha untuk melakukan tindakan untuk menetapkan harga jual suatu produk usahanya. Perusahaan atau pelaku usaha hanya bisa menyarankan suatu tingkat harga, dimana harga jual nantinya akan bervariasi sesuai keadaan pasar yang bersangkutan. Bukan menetapkan harga tertentu. Hal yang dilakukan Amway sejak tahun 1963, hingga kasus ini diputuskan adalah menetapkan harga jual produknya, dimana distributor sama sekali tidak diperkenankan untuk memberikan potongan atau diskon terhadap harga yang ditetapkan Amway. Atas tindakan tersebut, pengadilan memutuskan Amway harus mencantumkan klausa yang berisi kebebasan distributor dalam menjual produknya kepada pembeli, dan Amway hanya menyarankan tingkatan harga, dalam setiap dokumen penentuan harga yang diberikan kepada distributornya. Jadi bukan lagi RPM.
Pembagian wilayah: Pasal 9 United States v. Topco Asociates, Inc (1972) Base Facts: Grocers who produced proprietary Topco brands agreed through association to only sell in their markets. Court held that territorial agreement among competitors is per se illegal under Sherman 1 as a classic example of naked restrain that serves no purpose other than to stifle competition. Palmer v. BRG of Georgia, Inc. (1990) Bar/Bri licensed fierce Georgia independent to sell Bar/Bri bar review courses. Each agreed to stay out of others territory – prices jumped big. Was deal an ancillary restrain to an exclusive license of copyrighted material? Supreme Court held IP argument a sham, and gave summary judgment to plaintiff. Per se illegal market division.
Pemboikotan (Boycott): Pasal 10 Fashion Originators Guild of America v. FTC (1940) Base Facts: Guild of apparel designers, manufactures and distributors agree to boycott discount copiers and sellers. No evidence of price increases or output limitations. FTC enjoined. Is this substantively different than Socony-Vacuum? Appalacian Coal? What was purpose of boycott? Any pro-competitive effects of boycott? What was primary issue for court?
Fashion Originators Guild of America v. FTC (1940) Issue: Does boycott violate Sherman if no price fixing? Holding: Yes. - Boycott narrows market outlets. - Boycott takes away freedom of members in market. - Price fixing, output limits and quality deterioration are not the only types of conduct banned by Sherman. Question: Is this per se case?
Klor’s v. Broadway-Hale Stores (1959) Base Facts: San Fran department chain secured agreement from suppliers (RCA, etc.) to not sell to small competing stores. Issue: Is group boycott per se illegal under Sherman? Holding: Yes. - Group boycotts “cripple the freedom of traders and thereby restrain their ability to sell in accordance with their own judgment.”