Negara Kesejahteraan (2) Perundang-Undangan Sosial Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.
Negara Kesejahteraan (Briggs, 2000 : 18) A state in which organized power is deliberately used (through politics and administration) in an effort to modify the play of market forces in at least three directions : 1. By guaranteeing individuals and families a minimum income irrespective of the market value of their work of their property.
By narrowing the extent of insecurity by enabling individuals and families to meet certain social contingencies (for example : sickness, old age, and unemployment) which lead otherwise to individual and family crises. By ensuring that all citizens without distinction of status or class are offered the best standards available in relation to a certain agreed range of social services
Analisis terhadap Briggs Dua tujuan pertama mengarah pada pandangan ‘negara pelayanan sosial’ (Social service state), yaitu negara dimana sumber daya komunal digunakan untuk menanggulangi kemiskinan dan membantu orang yang sedang berada dalam kesulitan. Tujuan ketiga melampaui cakupan dari negara pelayanan sosial karena memfokuskan dan memasukkan gagasan pelayanan sosial yang ‘optimum’ yang dapat diterima masyarakat (dari minimum menjadi optimum).
Tiga kunci utama dalam memahami negara kesejahteraan Intervensi yang dilakukan oleh negara (dalam hal ini pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan warganya; Kesejahteraan harus dikembangkan berdasarkan ‘kebutuhan dasar’ masyarakat. Kesejahteraan adalah hak dari setiap warga negara.
Bentuk Layanan Negara Titmuss Apakah bentuk layanan negara kepada masyarakat bersifat universal (universalism social services) ataukah bentuk layanan sosial yang bersifat selektif (selectivist social services). Mencakup seluruh warganegara atau hanya bagi mereka yang lolos seleksi (eligible) dalam mendapatkan layanan sosial.
Model Kesejahteraan Sosial Paradigma kesejahteraan sosial : Residual Institusional Developmental
Paradigma Residual Adalah pandangan tentang sistem kesejahteraan sosial yang dikembangkan hanyalah sistem terakhir (last resort) untuk membantu anggota masyarakat. Ini adalah sistem yang minimalis (Dolgoff dan Feldstein, 2000) dan baru difungsikan ketika sistem-sistem lain (pasar, keluarga, dll) gagal memenuhi kebutuhan individu. > REAKTIF
Paradigma Institusional (Hardiker, 1991) dikembangkan berdasarkan teori tentang masyarakat dan negara yang didasarkan pada nilai-nilai konsensus, tetapi konformitas dicapai melalui proses integrasi sosial, bukan sekedar menonjolkan pada aspek pilihan individual saja. Paradigma ini melihat bahwa pemerintah harus bekerjasama dengan pihak swasta dan organisasi nirlaba dalam meningkatkan kualitas layanan. > REAKTIF DAN PROAKTIF
Paradigma Developmental (Dolgoff & Feldstein) Konsepsi tentang sistem kesejahteraan sosial yang mendasarkan pada nilai-nilai keadilan sosial, juga pada nilai kesetaraan dan keadilan sosial. Peran pemerintah menjadi lebih proaktif dan merupakan antitesis dari perspektif residual yang bersifat reaktif.
Paradigma Kesejahteraan Sosial RESIDUAL INSTITUSIONAL DEVELOPMENTAL Berdasarkan nilai filantropi dan amal Berdasarkan hak-hak kesejahteraan Berdasarkan nilai tentang keadilan sosial Kebebasan diri dan individualisme humanitarianisme Kesetaraan (equality), kerjasama dan saling berbagi
Paradigma Radikal/ Konflik Melihat akar masalah sosial bukan sekedar pada ketidaksetaraan distribusi kekuasaan dan sumber daya masyarakat, seperti pada paradigma developmental, namun model ini mencoba melihat masalah ke akar yang lebih mendalam terutama dalam kaitan dengan aspek struktural dai suatu masalah, seperti terkait dengan kelas sosial, ras, usia, dll Fokus pada pendekatan konflik dan memandang positif pada praktek opresif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.