PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
MEMBACA UNTUK MENULIS By : Dr. Sunarti
Advertisements

FORMAT DAN GAYA SELINGKUNG ARTIKEL ILMIAH
DAFTAR PUSTAKA.
KARYA TULIS ILMIAH GAGASAN TERTULIS
Teknik Penulisan Jurnal Ilmiah
M. Khumaedi PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Harun Joko Prayitno Universitas Muhammamdiyah Surakarta Disampaikan pada Penlok Penulisan Artikel Ilmiah Nasional Malang, 30 Oktober.
Suminar Setiati Achmadi
STRUKTUR ARTIKEL ILMIAH UNTUK JURNAL BEREPUTASI
GAYA SELINGKUNG PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
METODE ILMIAH 2.
Evaluasi Kualitatif Karya Ilmiah Research methodology Evaluasi Kualitatif Karya Ilmiah By: Zainal A. Hasibuan Workshop Metodologi Penelitian STMIK BUMIGORA,
SISTEMATIKA PENULISAN ILMIAH Saryono. Susunan Laporan Penelitian  Baris kepemilikan  Judul  Abstrak  Pendahuluan  Tinjauan Pustaka  Metode Penulisan/
PANDUAN PENULISAN LAPORAN TEKNIS
ARTIKEL ILMIAH.
Teknik Penulisan Artikel Ilmiah
STRATEGI PENULISAN ARTIKEL UNTUK JURNAL ILMIAH (AJAS)
To insert your company logo on this slide From the Insert Menu Select “Picture” Locate your logo file Click OK To resize the logo Click anywhere inside.
KETENTUAN JURNAL LPMP.
Evaluasi Kualitatif Karya Ilmiah
by: IDA RIANAWATY Januari 2010
PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
REPRODUKSI TUMBUHAN PADA TUMBUHAN BERBUNGA
Suminar Setiati Achmadi
FORMAT PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
PENYUNTINGAN FORMAT, BAHASA, DAN TATA TULIS ARTIKEL ILMIAH
Program Kreatifitas Mahasiswa – Artikel Ilmiah
Pascasarjana Universitas Terbuka
REVIEW METODOLOGI PENELITIAN PROPOSAL & LAPORAN PENELITIAN
KIAT-KIAT MENULIS DI JURNAL ILMIAH Terakreditasi
Kiat menyusun usul penelitian
PENGACUAN, CATATAN KAKI, CATATAN AKHIR, DAN BIBLIOGRAFI Ali Saukah
(Teknik Penulisan Karya Ilmiah) A
KARYA ILMIAH Kelompok 8 Abimsya (D ) Nani Ismawati ( D )
PEDOMAN AKREDITASI TERBITAN BERKALA ILMIAH TAHUN 2011 (Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikti no 49/DIKTI/Kep/2011 berlaku mulai 15 Juni 2011) Juni Sumarmono.
SELAMAT DATANG BAGI PESERTA
Upaya Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru
ARTIKEL ILMIAH HASIL PENELITIAN PEDAGOGIK: Jurnal Kependidikan
PENULISAN KARYA ILMIAH
ETIKA PENULISAN KARYA ILMIAH
TINJAUAN PUSTAKA.
Oleh: WAHYU PURNOMOJATI PENGAWAS SMA BOYOLALI
PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
Swasunting Artikel Ilmiah
Jurnal Akuntansi Multiparadigma (JAMAL)
Teknik Menyunting Naskah KTI Guru
PENYUSUNAN USUL DAN LAPORAN PENELITIAN.
PENULISAN ARTIKEL (PAPER)
PENULISAN ARTIKEL ILMIAH UNTUK SEMINAR DAN PUBLIKASI Herman Mawengkang Departemen Matematika, FMIPA USU UNIMAL
PEMBUATAN JUDUL & ABSTRAK
KARYA TULIS ILMIAH (SCIENTIFIC PAPER)
KARYA TULIS ILMIAH.
PENYUSUNAN USUL DAN LAPORAN PENELITIAN.
14. MENARIK KESIMPULAN DAN MENYUSUN LAPORAN
Sistematika Penulisan Karya Ilmiah
Disusun Oleh : Hasri Imani Setyaningtyas ( ) Jihan Fadhilah ( ) Viqih A. Sambora ( )
K A R Y A I L M I A H Panduan Penulisan
PROPOSAL & LAPORAN PENELITIAN
MENULIS ARTIKEL JURNAL ILMIAH
MISI KARYA ILMIAH DALAM UNIVERSITAS
SWASUNTING ARTIKEL ILMIAH untuk Publikasi
PENULISAN JUDUL, PENGARANG DAN ALAMAT, ABSTRAK SERTA KATA KUNCI
Karya Ilmiah Produk dalam bentuk tulisan Karya tulis ilmiah :
KARYA TULIS ILMIAH.
PROPOSAL & LAPORAN PENELITIAN
MEMBACA UNTUK MENULIS By : Dr. Sunarti
SISTEMATIKA PENULISANNYA Oleh: Yulianto Tell RAGAM KARYA ILMIAH.
FORMAT PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TARUMANAGARA LPPM UNIVERSITAS PAMULANG
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
Transcript presentasi:

PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH Prof. Dr. Zulkarnain Program Pascasarjana Universitas Jambi

Gaya Penulisan Judul harus LUGAS Nama Penulis & Lembaga harus LENGKAP Judul artikel dalam berkala ilmiah haruslah spesifik dan efektif. Keefektifannya antara lain diukur dari kelugasan penulisannya (tidak boleh lebih dari 14 kata dalam tulisan berbahasa Indonesia, atau 10 kata bahasa Inggris) sehingga sekali baca dapat ditangkap maksudnya secara komprehensif. Nama Penulis & Lembaga harus LENGKAP Baris kredit (byline) yang meliputi nama (nama) penulis (tanpa gelar akademik atau indikasi jabatan dan kepangkatan) dan alamat lembaga tempat penulis bekerja, serta alamat surat (kalau berbeda) berikut alamat e-mail bila dipersyaratkan, hendaknya ditulis jelas dan bertaat asas.

Gaya Penulisan  Abstrak hendaknya UTUH MENGGAMBARKAN ISI ARTIKEL Setiap artikel harus disertai satu paragraf abstrak (bukan ringkasan yang terdiri atas beberapa paragraf) secara gamblang, utuh, dan lengkap menggambarkan esensi isi keseluruhan tulisan, yang ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris yang baik susunannya. Kata Kunci hendaknya MENGGAMBARKAN KONSEP PENTING DALAM ARTIKEL Kata kunci hendaknya dipilih secara cermat sehingga mampu mencerminkan konsep yang dikandung di dalam artikel dan membantu meningkatkan keteraksesan artikel yang bersangkutan. 

Gaya Penulisan Sistematika Penulisan hendaknya LENGKAP DAN BERSISTEM BAIK Tata cara penyajian tulisan hendaknya mengikuti sistematika yang baik sesuai dengan jenis artikel serta ketentuan penyunting. Jangan menulis artikel dengan sistematika seperti penulisan skripsi atau laporan penelitian dengan mencantumkan kerangka teori, pernyataaan masalah, saran dan tindak lanjut, dan sejenisnya. Instrumen Pendukung hendaknya INFORMATIF DAN KOMPLEMENTER Semua sarana pelengkap (seperti gambar, foto, tabel, dan grafik) untuk mendukung pemaparan deskriptif hendaknya disajikan dalam bentuk yang informatif dan saling melengkapi (BUKAN DUPLIKASI). 

Gaya Penulisan  Pengacuan dan Pengutipan hendaknya KONSISTEN Sistem pengacuan pustaka (nama-tahun, urut nomor, catatan kaki, catatan akhir) serta cara pengutipan harus mengikuti kebakuan Gaya Selingkung yang berlaku pada berkala ilmiah yang dituju. Daftar Pustaka hendaknya KONSISTEN Penyusunan daftar kepustakaan harus dilakukan secara konsisten mengikuti Gaya Selingkung berkala ilmiah yang dituju. Peristilahan Baku dan Bahasa hendaknya BAIK DAN BENAR Penggunaan istilah-istilah ilmiah hendaknya mengikuti kaidah yang dianut oleh suatu disiplin ilmu dan ditulis dengan baik dan benar. 

Substansi Isi Kepioneran Ilmiah Isi Artikel hendaknya bernilai TINGGI Artikel hendaknya mengandung kemutakhiran state-of-the-art ilmu dan teknologi, kecanggihan sudut pandang dan pendekatan, kebaruan temuan bagi ilmu (novelties, new to science) yang disajikan dan ketuntasan penggarapan. Dengan demikian artikel hendaknya tidak bersifat ulasan atau referat. Sumbangan Artikel pada Kemajuan Ilmu dan Teknologi hendaknya bernilai TINGGI Sumbangan artikel pada kemajuan ilmu dan teknologi diukur dari derajat keorisinalan dan makna kontribusi ilmiah dari temuan, gagasan dan hasil pemikiran yang dikandungnya sesuai dengan bidang ilmunya.

Substansi Isi Dampak Ilmiah hendaknya bernilai TINGGI Dampak artikel antara lain dapat dinilai dari tingginya frekuensi pengacuan terhadap artikel tersebut, peranannya untuk berfungsi sebagai pemacu kegiatan penelitian berikutnya, kemampuannya 'membesarkan' nama penulis, pengaruhnya pada lingkungan ilmiah serta pendidikan. Kadar Perbandingan Sumber Acuan Primer : Lainnya hendaknya  80% Nisbah perbandingan sumber pustaka primer dan bahan lainnya menentukan bobot pemikiran dan gagasan yang dijadikan kerangka penulisan artikel, sebab semakin tinggi pustaka primer yang diacu semakin bermutu pula artikelnya.

Substansi Isi Derajat Kemutakhiran Pustaka Acuan hendaknya  80% Derajat kemuktahiran bahan yang diacu dengan melihat proporsi terbitan 10 tahun terakhir, merupakan salah satu tolok ukur penting bagi mutu artikel. Keseringan pengarang mengacu pada diri sendiri (self citation) dapat mengurangi mutu tulisan. Analisis dan Sintesis hendaknya dinilai BAIK Ketajaman analisis dan sintesis yang dilakukan secara kritis akan meningkatkan mutu tulisan ilmiah.

Substansi Isi Penyimpulan dan Perampatan hendaknya dinilai BAIK Penarikan kesimpulan dan perampatan yang meluas, serta pencetusan teori baru yang dituangkan secara mapan akan membuat artikel lebih bermakna dibandingkan dengan artikel yang berisi kesimpulan dangkal dan saran bahwa penelitiannya perlu dilanjutkan.

Email: dr.zulkarnain@yahoo.com EMBRYOLOGY OF SWAINSONA FORMOSA (FABACEAE): ANTHER AND OVULE DEVELOPMENT ZULKARNAIN Faculty of Agriculture, University of Jambi, Kampus Pinang Masak, Mendalo, Jambi 36361 Phone/fax: +62 741 582781 Email: dr.zulkarnain@yahoo.com Understanding plant embryology is crucial for botany, especially for taxonomic purposes. Therefore, the embryological development and sexual reproduction of S. formosa was investigated to reveal characters that are widely regarded as of systematic value. The present study shows that floral morphology and anatomy in S. formosa were typical of leguminous flower. The anthers were found to be tetrasporangiate, with a 3-layered wall below the epidermis. The wall was comprised of a layer of endothecium, middle layer and secretory tapetum. Pollen grains were triporate and shed at a two-cell stage. The ovules were campylotropous with a zigzag micropyle. Multiple embryo sacs were occasionally found but only one mature embryo was formed in the seed. Rubbing the receptive stigma with fingertip enhanced pollination, resulted in 100% pod formation on treated flowers. During fertilization the pollen tube entered the embryo sac via one of two existing synergids, destroying the synergid in the process. The endosperm was of nuclear type, and only one or two layers of endosperm left as the seed reached its maturity. The seed coat was composed of a single layer of thick-walled palisade cells on the outside followed by a single layer hypodermal sclereids on the inside. Keywords: desert pea, legume, ornamental plant, systematic botany. 

Pertumbuhan dan hasil selada INSTRUMEN PENDUKUNG Tabel Tabel 1. Pengaruh berbagai jarak tanam jagung terhadap pertumbuhan dan hasil selada dalam pola tanam tumpang sari. Jarak tanam jagung Pertumbuhan dan hasil selada (cm) Jumlah daun Lebar tanaman (cm) Tinggi tanaman (cm) Berat segar (g) Kontrol 15,22 ± 0,73a 28,84 ± 1,40a 25,04 ± 1,64b 1340 ± 207a 70 x 80 14,76 ± 0,78a 30,22 ± 0,43a 26,04 ± 3,44b 1500 ± 235a 70 x 60 14,10 ± 1,02a 28,44 ± 2,32ab 29,30 ± 4,47b 1120 ± 327ab 70 x 40 12,26 ± 1,41b 26,48 ± 1,08bc 35,02 ± 3,45a 940 ± 365bc 70 x 20 11,72 ± 1,40b 25,34 ± 1,73c 36,26 ± 5,82a 580 ± 205c BNT (0,05) 1,21 1,98 4,50 391,25 ± Standar Deviasi berdasarkan lima ulangan. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji BNT.

INSTRUMEN PENDUKUNG Grafik Figure 1. The effect of NAA + BAP on the number of days to callus proliferation from shoot explants of nilam.

INSTRUMEN PENDUKUNG Grafik Gambar 1. Hubungan antara jumlah tunas dengan konsentrasi BA pada kultur jaringan tanaman mawar liar.

Flower (A), pods (B) and seeds (C) of Swainsona formosa INSTRUMEN PENDUKUNG Gambar Figure 4 Flower (A), pods (B) and seeds (C) of Swainsona formosa Figure 11 Chromosome number (2n = 2x = 16) in microspore mother cells (A) and (n = x = 8) in pollen grains (B) of Swainsona formosa. Bar = 10 µm. 

Makara Seri Sains (DRPM UI) Using Bixa arellana, Sha-Valli-Khan et al. [17] demonstrated that the combination of NAA and BAP produced white, friable callus with glossy surface, which later developed into white compact callus, and finally regenerated green globular structures. The formation of this green globular structures was the initial sign of somatic embryogenesis as reported by Sudhersan and Abo-El Nil [18] and Zulkarnain [24] on the in vitro culture of Swainsona formosa. White and compact embryogenic callus were also reported by Tang et al. [21] on Pinus taeda, and by Fulzele and Satdive [5] on Nothapodytes foetida. References [5] Fulzele, D. V. and R. K. Satdive. In Vitro Cellular and Developmental Biology - Plant 39 (2003) 212-216. [17] Sha-Valli-Khan, P. S., E. Prakash and K. R. Rao. In Vitro Cellular and Developmental Biology - Plant 38 (2002) 186-290. [18] Sudhersan, C. and M. Abo El-Nil. Scientific Correspondence 83 [21] Tang, W., Z. Guo and F. Ouyang. In Vitro Cellular and Developmental Biology - Plant 37 (2001) 558-563. [24] Zulkarnain. Hayati 11 (2004) 121-124.

HAYATI (FMIPA IPB) The floral characteristics of S. formosa are those typical of a legume flower. Anther dehiscence occurred before the flower was opened and the stigma was receptive one day before anther dehiscence. This supports the reports of previous authors (Kirby 1996; Williams 1996) that S. formosa was fully self-pollinated. However, self-pollination was often hampered by the presence of the stigmatic cuticle (Jusaitis 1994) that prevented pollen grain germination until the stigmatic cuticle was ruptured. The development of the stigmatic cuticle was also reported in Phaseolus vulgaris (Lord & Webster 1979) and Trifolium pratense (Heslop-Harrison & Heslop-Harrison 1983). References Heslop-Harrison, J. & Y. Heslop-Harrison. 1983. Pollen-stigma interaction in the Leguminosae: the organisation of the stigma in Trifolium pratense. Annals of Botany 51: 571-583. Jusaitis, M. 1994. Floral development and breeding system of Swainsona formosa (Leguminosae). HortScience 29: 117-119. Kirby, G. C. 1996a. Sturt's desert pea as cut flower crop. 4th National Workshop for Australian Flower, Perth, Australia: 204-209. Lord, E. M. & B. D. Webster. 1979. The stigmatic exudate of Phaseolus vulgaris. Botanical Gazette 140: 266-271. Williams, R. R. 1996. Swainsona formosa, (Clianthus, Sturt's desert pea), family Fabaceae (Leguminosae). In M. Burchett [ed.], Native Australian Plants: Horticulture and Uses. University of New South Wales Press, Sidney, Australia. 